Analisis Pengaruh Konfigurasi Belitan Terhadap Tegangan Harmonisa Generator Sinkron Tanpa Beban Dengan Program Simulasi Multisim
AN
TER
S
NALISIS
RHADAP
SINKRON
DE UNTUG
PENGAR
TEGANG
N TANPA
SIMUL
HER NIM PARTEME FAKU NIVERSITAGAS AKH
RUH KON
GAN HAR
BEBAN D
LASI MU
O L E H RMAN SAL M : 0504020EN TEKNIK ULTAS TEK AS SUMATE MEDAN 2010
HIR
NFIGURA
RMONISA
DENGAN
ULTISIM
LIM 071 K ELEKTR KNIK ERA UTARASI BELIT
A GENERA
PROGRA
RO RATAN
ATOR
AM
(2)
ANALISIS PENGARUH KONFIGURASI BELITAN TERHADAP TEGANGAN HARMONISA GENERATOR SINKRON TANPA BEBAN
DENGAN PROGRAM SIMULASI MULTISIM
Disusun oleh :
HERMAN SALIM NIM : 05 0402 071
Disetujui oleh : DOSEN PEMBIMBING
Ir. RISWAN DINZI, MT NIP : 19610404 198811 1 001
Diketahui oleh : PELAKSANA HARIAN
KETUA DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
Prof. Dr. Ir. USMAN S. BAAFAI NIP : 19461022 197302 1 001
DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
ABSTRAK
Gelombang tegangan ataupun arus bolak balik yang ideal untuk disalurkan ke beban adalah berbentuk sinus murni dengan frekuensi 50 Hz ataupun 60 Hz. Gelombang ini bisa mengalami cacat (distorsi) bentuk yang disebabkan oleh pemakaian beban non linier seperti peralatan listrik yang mengandung komponen semi konduktor (dioda, transistor, TRIAC), lampu hemat energi, mesin las, transformator, motor listrik, dan bahkan juga dapat berasal dari dalam generator itu sendiri walaupun jumlahnya tidak sebesar yang lain. Disebut cacat karena telah menyimpang dari sinusoidal. Cacat ini menimbulkan harmonisa. Harmonisa harus dikurangi karena bersifat merugikan. Harmonisa ini bersifat merugikan pada sistem tenaga listrik sehingga harus dihilangkan atau setidaknya dikurangi sehingga muncul berbagai usaha dalam mengurangi kandungan harmonisa dalam batas yang diijinkan.
Dalam tugas akhir ini akan menyelidiki penyebab terjadinya harmonisa pada generator sinkron dalam keadaan tanpa beban dan juga akan dianalisis metode-metode yang bisa ditempuh dalam menekan harmonisa yang terjadi sehingga gelombang tegangan keluaran akan mendekati sinusoidal murni. Metode ini berupa penggunaan kumparan kisar pendek (fractional pitch) menggantikan kumparan kisar penuh (full pitch) dan belitan terdistribusi (distributed winding) menggantikan belitan terkonsentrasi (concentrated winding) pada stator. Selanjutnya dilakukan pengambilan data berupa konfigurasi belitan jangkar (kisar kumparan dan jumlah kumparan/kutub/fasa) dan jenis rotor pada sejumlah generator sinkron pada daya yang bervariasi baik pada satu fasa maupun pada tiga fasa. Dan pada akhirnya akan dihitung THD dan dianalisis bentuk gelombang tegangan keluaran dari masing-masing konfigurasi belitan sehingga dapat ditentukan metode mana yang terbaik untuk menghasilkan gelombang tegangan yang mendekati ideal (yang memiliki kandungan harmonisa yang paling sedikit).
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan rahmat yang telah diberikan-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir yang berjudul “Analisis Pengaruh Konfigurasi Belitan Terhadap Tegangan Harmonisa Generator Sinkron Tanpa Beban Dengan Program Simulasi Multisim”. Penulisan Tugas Akhir ini merupakan salah satu persyaratan untuk menyelesaikan studi dan memperoleh gelar Sarjana Teknik di Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.
Tugas Akhir ini penulis persembahkan untuk kedua orang tua yang telah membesarkan penulis dengan kasih sayang yang tak ternilai harganya, yaitu Sugiono dan Lilis Chandra, saudara kandung penulis, Anni Moalim, Hendri Salim, dan Lena Salim, atas seluruh perhatian dan dukungannya hingga penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.
Selama masa kuliah sampai masa penyelesaian Tugas Akhir ini, penulis mendapat dukungan, bimbingan, dan bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, dengan setulus hati penulis hendak menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Ir. Riswan Dinzi, MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir yang telah banyak meluangkan waktu dan pikirannya untuk memberikan bantuan, bimbingan, dan pengarahan kepada penulis selama penyusunan Tugas Akhir ini. Terima kasih sebesar-besarnya penulis ucapkan untuk Beliau.
2. Bapak Rahmat Fauzi, ST, MT selaku Dosen Wali penulis sekaligus Sekretaris Departemen Teknik Elektro FT USU.
3. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Baafai dan selaku Ketua Departemen Teknik Elektro FT USU.
4. Bapak Ir. Bonggas L. Tobing, selaku staf pengajar dan Kepala Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi, Bapak Ir. Syahrawardi dan Bapak Ir. Hendra Zulkarnaen, selaku staf pengajar di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi.
(5)
5. Seluruh staf pengajar dan administrasi Departemen Teknik Elektro, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
6. Bapak Ir. Rachman Hasibuan yang telah memberi masukan dan motivasi kepada penulis.
7. Bapak Sugiono, selaku ayah penulis yang telah memberikan data yang cukup bagi penulis untuk melakukan riset beserta waktu luangnya bagi penulis untuk berdiskusi.
8. Teman-teman asisten di Laboratorium Teknik Tegangan Tinggi: Bang Adi, Bang Jimmy, Andry, dan Lamringan yang sudah sarjana, Angga, Rumonda, Setia, Yoakim, Angelina, Eykel, dan Harmoko.
9. Teman-teman stambuk 2005: Antoni, Agung, Alex, Benny, Budi, Colin, Dedi, Eko, Ferry, Edison, Elis, Erisa, Eternal, Florence, Faisal, Frendy, Fritz, Ikhwan, Joni, Jonson, Josua, Jubel, Julius, Kristofer, Mangiring, Marhon, Megi, Mikha, Rainhard, Richard Purba, Richard Sianipar, Roy, Taci, Tommy, Windy, dan teman-teman 2005 lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Nama-nama kalian akan selalu tertanam dalam hati ini.
10.Semua abang-kakak senior dan adik-adik junior yang telah mau berbagi pengalaman dan motivasi kepada penulis.
11.Semua orang yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis ucapkan terima kasih banyak.
Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini tidak luput dari kesalahan-kesalahan, baik dari segi tata bahasa maupun dari segi ilmiah. Untuk itu, penulis akan menerima dengan terbuka, segala saran dan kritik yang ditujukan untuk memperbaiki Tugas Akhir ini. Akhir kata, semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.
Medan, Desember 2010 Penulis,
(6)
DAFTAR ISI
ABSTRAK ... ... i
KATA PENGANTAR ... ii
DAFTAR ISI ... iv
DAFTAR GAMBAR ... vii
DAFTAR TABEL... xi
BAB I PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang ... 1
1.2Rumusan Masalah ... 2
1.3Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 2
1.4Batasan Masalah ... 2
1.5Metode Penelitian ... 3
1.6Sistematika Penulisan ... 4
BAB II GENERATOR SINKRON 2.1 Umum ... 6
2.2 Konstruksi Generator Sinkron ... 6
2.3 Prinsip Kerja ... 13
2.4 GGL Induksi Pada Kumparan Jangkar Akibat Medan Magnet Konstan yang Berputar ... 14
2.5 Derajat Listrik dan Derajat Mekanik ... 15
2.6 Jenis-Jenis Kumparan dan Belitan Jangkar Pada Generator Sinkron ... 19
(7)
BAB III HARMONISA
3.1 Umum ... 46
3.2 Deret Fourier ... 47
3.3 Jenis-Jenis Harmonisa Berdsasarkan Urutan ... 56
3.4 Sumber Harmonisa ... 59
3.5 Dampak Harmonisa ... 63
3.6 Sumber Harmonisa Pada Generator Sinkron ... 70
3.6.1 Harmonisa Pada Rotor Kutub Sepatu ... 71
3.6.2 Harmonisa Pada Rotor Silinder ... 80
3.6.3 Harmonisa Slot ... 83
3.7 GGL Induksi Pada Kumparan Kisar Pendek ... 85
3.8 GGL Induksi Pada Belitan Terdistribusi ... 86
3.9 GGL Induksi Pada Kumparan Jangkar Akibat Medan Magnet Sinusoidal yang Berputar ... 91
3.10 Pengaruh Kumparan Kisar Pendek dan Belitan Terdistribusi Terhadap Tegangan Harmonisa ... 94
3.11 Pengaruh Hubungan Belitan Jangkar Terhadap Harmonisa Tegangan Terminal ... 101
BAB IV ANALISIS PENGARUH KONFIGURASI BELITAN TERHADAP TEGANGAN HARMONISA GENERATOR SINKRON TANPA BEBAN 4.1 Umum ... 106
(8)
BAB V PENUTUP
V.1 Kesimpulan ... 160
V.2 Saran ... 161
(9)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Laminasi Stator ... 8
Gambar 2.2 Beberapa Kumparan Dalam Slot ... 8
Gambar 2.3 Rangka Stator Beserta Kumparan Jangkarnya ... 9
Gambar 2.4 Slot Terbuka ... 9
Gambar 2.5 Slot Setengah Tertutup ... 10
Gambar 2.6 Slot Tertutup ... 10
Gambar 2.7 Rotor Kutub Sepatu Pada Generator 4 Kutub ... 12
Gambar 2.8 Rotor Silinder Pada Generator 4 Kutub ... 12
Gambar 2.9. Sebuah Kumparan yang Diletakkan Dalam Medan Magnet ... 14
Gambar 2.10 Rotor Mesin Berkutub Dua yang Sedang Berputar di Dalam Stator ... 15
Gambar 2.11 Suatu Gelombang Sinusoidal yang Telah Menempuh 360° listrik 16 Gambar 2.12 Rotor Dua Kutub yang Berputar dan Menginduksikan GGL Pada Kumparan ... 17
Gambar 2.13 Rotor Empat Kutub yang Berputar dan Menginduksikan GGL Pada Kumparan a1 -a1 dan a2 -a2 ... 18
Gambar 2.14 Kumparan yang Terdiri Dari Beberapa Lilitan ... 20
Gambar 2.15 Belitan yang Terdiri 3 Kumparan ... 20
Gambar 2.16 Rotor 2 Kutub ... 21
Gambar 2.17 Rotor 4 Kutub ... 21
Gambar 2.18 Rotor 6 Kutub ... 21
Gambar 2.19 Kumparan Jangkar yang Menempati Slot 1 dan Slot 6 ... 21
(10)
Gambar 2.21 Kumparan Kisar Pendek ... 22
Gambar 2.22 Belitan Terkonsentrasi ... 26
Gambar 2.23 Belitan Terdistribusi Dengan 2 Kumparan/belitan ... 26
Gambar 2.24 Belitan Konsentris Dengan 3 Kumparan/belitan ... 28
Gambar 2.25 Belitan Berantai Dengan 3 Kumparan/belitan ... 29
Gambar 2.26 Belitan Dua Lapis ... 30
Gambar 2.27 Belitan Satu Lapis ... 31
Gambar 2.28a Belitan Whole Coil Winding 4 Kutub Dengan Arus Mengalir dari A ke B ... 32
Gambar 2.28b Belitan Whole Coil Winding 4 Kutub Dengan Arus Mengalir dari B ke A ... 32
Gambar 2.29a Belitan Half Coil Winding 4 Kutub Dengan Arus Mengalir dari A ke B ... 34
Gambar 2.29b Belitan Half Coil Winding 4 Kutub Dengan Arus Mengalir dari B ke A ... 34
Gambar 2.30a Belitan Half Coil Winding Berkutub Selatan ... 35
Gambar 2.30b Belitan Half Coil Winding Berkutub Utara ... 35
Gambar 2.31 Belitan Fractional Slot Winding Mesin 48 Kutub, 10 Slot, dan Kisar kumparan Sebesar 3 slot ... 44
Gambar 2.32 Belitan Fractional Slot Winding Mesin 48 Kutub, 10 Slot, dan Kisar kumparan Sebesar 4 slot ... 45
Gambar 3.1 Gelombang Sinusoidal Murni ... 46
Gambar 3.2 Gelombang yang Mengandung Harmonisa ... 46
Gambar 3.3 Bentuk Grafik Fungsi Ganjil ... 52
Gambar 3.4 Bentuk Grafik Fungsi Genap ... 53
(11)
Gambar 3.6 Bentuk Grafik Fungsi yang Bukan Simetris Setengah Gelombang 54
Gambar 3.7 Pembangkit yang Menyuplai Beban Linier dan Non-linier ... 62
Gambar 3.8 Torsi vs Putaran yang Telah Mengandung Harmonisa Pada Motor Induksi ... 66
Gambar 3.9 Lebar Permukaan Kutub Pada Rotor Kutub Sepatu ... 72
Gambar 3.10 Distribusi Gaya Gerak Magnet Pada Rotor Kutub Sepatu ... 73
Gambar 3.11 Distribusi Garis Medan Magnet Pada Rotor Kutub Sepatu ... 74
Gambar 3.12 Distribusi Kerapatan Medan Magnet Rotor Kutub Sepatu ... 75
Gambar 3.13a Permukaan Kutub Rotor Sepatu Dengan Celah Udara Bervariasi untuk Mengurangi Harmonisa ... 79
Gambar 3.13b Permukaan Kutub Rotor Sepatu Dengan Celah Udara Bervariasi untuk Mengurangi Harmonisa ... 79
Gambar 3.14 Distribusi GGM Pada Permukaan Rotor Silinder ... 81
Gambar 3.15 Distribusi Kerapatan Medan Magnet Pada Rotor Silinder ... 82
Gambar 3.16 Distribusi Medan Magnet Pada Sebuah Slot ... 83
Gambar 3.17 Ripple yang Ditimbulkan Oleh Harmonisa Slot ... 83
Gambar 3.18Kedua Sisi Kumparan Kisar Penuh dan Diagram Fasor tegangannya ... 85
Gambar 3.19Kedua Sisi Kumparan Kisar Pendek dan Diagram Fasor tegangannya ... 86
Gambar 3.20aBelitan Terdistribusi Dengan 3 Kumparan/kutub/fasa ... 87
Gambar 3.20bDiagram Fasor Tegangan Sebuah Belitan Terdistribusi Dengan 3 Kumparan/kutub/fasa ... 88
Gambar 3.21aBelitan Konsentris Dengan 3 Kumparan/kutub/fasa ... 89
Gambar 3.21bDiagram Fasor Tegangan Sebuah Belitan Konsentris Dengan 3 Kumparan/kutub/fasa ... 90
(12)
Gambar 3.22 Medan Magnet Sinusoidal Berputar yang Dikonversikan
Menjadi Medan Magnet Konstan Berputar ... 92
Gambar 3.23Rangkaian Ekivalen Alternator Satu Fasa ... 101
Gambar 3.24Alternator Hubungan Y ... 102
(13)
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Nilai Maksimum Harmonisa KerapatanMedan Magnet yang
Dihasilkan Rotor Kutub Sepatu ... 108 Tabel 2 Tegangan Efektif Harmonisa Per Fasa Dengan ρ=120° dan q=4 Pada
Rotor Kutub Sepatu ... 115 Tabel 3 Tegangan Efektif Harmonisa Per Fasa Dengan ρ=120° dan q=6 Pada
Rotor Kutub Sepatu ... 118 Tabel 4 Nilai Maksimum Harmonisa KerapatanMedan Magnet yang
Dihasilkan Rotor Silinder ... 122 Tabel 5 Tegangan Efektif Harmonisa Per Fasa Dengan ρ=135° dan q=4 Pada
Rotor Silinder ... 124 Tabel 6 Tegangan Efektif Harmonisa Per Fasa Dengan ρ=135° dan q=4 Pada
Rotor Kutub Sepatu ... 128 Tabel 7 Tegangan Efektif Harmonisa Per Fasa Dengan ρ=140° dan q=3 Pada
Rotor Kutub Sepatu ... 133 Tabel 8 Tegangan Efektif Harmonisa Per Fasa Dengan ρ=160° dan q=3 Pada
Rotor Kutub Sepatu ... 138 Tabel 9 Tegangan Efektif Harmonisa Per Fasa Dengan ρ=150° dan q=3 Pada
Rotor Kutub Sepatu ... 143 Tabel 10 Tegangan Efektif Harmonisa Per Fasa Dengan Belitan Konsentris
dan q=3 Pada Rotor Kutub Sepatu ... 150 Tabel 11 THD Tegangan Pada Berbagai Kisar Kumparan Dengan q=1 Pada
Rotor Kutub Sepatu ... 154 Tabel 12 THD Tegangan Pada Berbagai Jumlah kumparan/kutub/fasa
Dengan ρ=180° Pada Rotor Kutub Sepatu ... 155 Tabel 13 THD Tegangan Pada Belitan Konsentris Dengan q=2 Pada Rotor Kutub Sepatu ... 156
(14)
Tabel 14 THD Tegangan Pada Belitan Konsentris Dengan q=3 Pada Rotor Kutub Sepatu ... 157 Tabel 15 THD Tegangan Pada Belitan Konsentris Dengan q=4 Pada Rotor Kutub Sepatu ... 157
(15)
ABSTRAK
Gelombang tegangan ataupun arus bolak balik yang ideal untuk disalurkan ke beban adalah berbentuk sinus murni dengan frekuensi 50 Hz ataupun 60 Hz. Gelombang ini bisa mengalami cacat (distorsi) bentuk yang disebabkan oleh pemakaian beban non linier seperti peralatan listrik yang mengandung komponen semi konduktor (dioda, transistor, TRIAC), lampu hemat energi, mesin las, transformator, motor listrik, dan bahkan juga dapat berasal dari dalam generator itu sendiri walaupun jumlahnya tidak sebesar yang lain. Disebut cacat karena telah menyimpang dari sinusoidal. Cacat ini menimbulkan harmonisa. Harmonisa harus dikurangi karena bersifat merugikan. Harmonisa ini bersifat merugikan pada sistem tenaga listrik sehingga harus dihilangkan atau setidaknya dikurangi sehingga muncul berbagai usaha dalam mengurangi kandungan harmonisa dalam batas yang diijinkan.
Dalam tugas akhir ini akan menyelidiki penyebab terjadinya harmonisa pada generator sinkron dalam keadaan tanpa beban dan juga akan dianalisis metode-metode yang bisa ditempuh dalam menekan harmonisa yang terjadi sehingga gelombang tegangan keluaran akan mendekati sinusoidal murni. Metode ini berupa penggunaan kumparan kisar pendek (fractional pitch) menggantikan kumparan kisar penuh (full pitch) dan belitan terdistribusi (distributed winding) menggantikan belitan terkonsentrasi (concentrated winding) pada stator. Selanjutnya dilakukan pengambilan data berupa konfigurasi belitan jangkar (kisar kumparan dan jumlah kumparan/kutub/fasa) dan jenis rotor pada sejumlah generator sinkron pada daya yang bervariasi baik pada satu fasa maupun pada tiga fasa. Dan pada akhirnya akan dihitung THD dan dianalisis bentuk gelombang tegangan keluaran dari masing-masing konfigurasi belitan sehingga dapat ditentukan metode mana yang terbaik untuk menghasilkan gelombang tegangan yang mendekati ideal (yang memiliki kandungan harmonisa yang paling sedikit).
(16)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar BelakangPeningkatan kebutuhan energi listrik di dunia ini terjadi seiring dengan pertumbuhan penduduk. Energi listrik disalurkan dari pembangkit ke konsumen melalui berbagai tahapan. Digunakan energi listrik dalam penyaluran ini karena energi listrik mudah dikonversikan ke bentuk lain seperti panas, gerak, kimia, cahaya, dll. Dalam pembangkitan energi listrik ini digunakan generator terutama generator sinkron. Pemilihan generator sinkron daripada generator asinkron dikarenakan generator sinkron bisa menghasilkan daya aktif dan daya reaktif, dapat dibuat untuk menghasilkan daya yang lebih besar, dan lebih mudah dalam pengaturan frekuensi dan tegangan. Disebut sinkron karena kecepatan medan putar stator sama dengan kecepatan putar rotor. Generator sinkron juga digunakan tersendiri oleh konsumen yang langsung menyuplai peralatan mereka. Dalam pemakaian energi listrik ini, kualitas energi listrik yang sampai ke beban diharapkan memenuhi standar termasuk kandungan harmonisa. Jadi, sebisa mungkin harmonisa ini ditekan baik dari sisi generator, transformator, dan beban.
Tanpa memandang ke sisi beban, generator sinkron juga menghasilkan harmonisa dalam bentuk tegangan dan harmonisa ini akan diperburuk jika dihubungkan dengan beban non-linier. Maka dalam merancang suatu generator sinkron, harus dipertimbangkan harmonisa yang mungkin terjadi. Generator sinkron dibagi menjadi dua jenis berdasarkan bentuk rotonya yaitu rotor berbentuk kutub sepatu (salient pole rotor) dan rotor berbentuk silinder (non salient pole/cylindrical rotor). Kedua jenis rotor ini menghasilkan kandungan tegangan harmonisa yang berbeda. Karena generator merupakan sumber penghasil energi listrik maka dalam perancangannya harus diusahakan harmonisa yang terjadi itu seminimal mungkin. Hal inilah yang mendorong penulis untuk menyelidiki lebih jauh tentang harmonisa pada generator sinkron.
(17)
1.2Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan beberapa permasalahan, yaitu: 1. Apakah harmonisa itu?
2. Apa saja sumber harmonisa pada generator sinkron pada saat beban nol? 3. Bagaimana cara mengurangi harmonisa tersebut?
4. Manakah cara yang terbaik untuk mengurangi harmonisa tersebut?
1.3Tujuan dan Manfaat Penulisan
Tujuan penulisan tugas akhir ini adalah untuk menyelidiki pengaruh konfigurasi belitan terhadap tegangan harmonisa generator sinkron dalam keadaan tanpa beban sehingga dapat diketahui jenis konfigurasi manakah yang akan menghasilkan kandungan harmonisa paling kecil.
Adapun manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi kepada penulis maupun pembaca tentang mengenai penyebab-penyebab terjadinya harmonisa pada generator sinkron dan upaya yang dapat dilakukan untuk menekan harmonisa tersebut. Selain itu, dapat pula dijadikan pedoman dalam memperkirakan tegangan harmonisa yang akan ditimbulkan suatu generator sinkron tanpa melakukan pengukuran langsung. 1.4Batasan Masalah
Agar isi dan pembahasan tugas akhir ini menjadi terarah dan dapat mencapai hasil yang diharapkan, maka penulis perlu membatasi masalah yang akan dibahas. Adapun batasan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah :
1. Hanya membahas generator dalam kondisi tanpa beban.
2. Tidak memperhitungkan harmonisa akibat slot dari stator dalam penganalisisan.
3. Tidak memperhitungkan saturasi pada inti besi.
(18)
5. Tidak memperhitungkan harmonisa akibat adanya kumparan peredam. 6. Tidak membahas terlalu mendalam tentang rotor kutub sepatu dengan celah
udara yang bervariasi.
7. Tidak diambil data-data konfigurasi belitan jangkar generator pada pusat pembangkit.
1.5Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penulisan tugas akhir ini adalah:
1. Studi literatur
Yaitu dengan mempelajari buku referensi, artikel dari internet, dan bahan kuliah yang mendukung dan berkaitan dengan topik tugas akhir ini.
2. Studi Bimbingan
Berupa tanya jawab dengan dosen pembimbing yang telah ditunjuk oleh pihak Departemen Teknik Elektro USU mengenai masalah-masalah yang timbul selama penulisan Tugas Akhir berlangsung.
3. Studi Lapangan
Mengumpukan data dan informasi mengenai konfigurasi belitan (kisar kumparan dan jumlah kumparan/kutub/fasa) dan jenis rotor (kutub sepatu ataupun silinder) untuk kemudian dianalisis dan diambil kesimpulannya.
(19)
1.6Sistematika Penulisan
Tugas akhir ini disusun berdasarkan sistematika penulisan sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Bagian ini berisikan latar belakang, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, batasan masalah, metode penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II GENERATOR SINKRON
Bagian ini menguraikan tentang generator sinkron secara umum, konstruksinya dan prinsip kerjanya, GGL induksi pada kumparan jangkar akibat medan magnet konstan yang berputar, derajat listrik dan derajat mekanik, dan jenis-jenis kumparan dan belitan jangkar pada generator sinkron.
BAB III HARMONISA
Bagian ini menguraikan tentang harmonisa secara umum, deret fourier, jenis-jenis harmonisa berdasarkan urutan, sumber harmonisa, dampak harmonisa, sumber harmonisa pada generator sinkron, GGL induksi pada kumparan jangkar akibat medan magnet sinusoidal yang berputar, GGL induksi pada kumparan kisar pendek, GGL induksi pada belitan terdistribusi, GGL induksi pada kumparan jangkar akibat medan magnet sinusoidal yang berputar, pengaruh kumparan kisar pendek dan belitan terdistribusi terhadap tegangan harmonisa, dan pengaruh hubungan belitan jangkar terhadap harmonisa tegangan terminal.
(20)
BAB IV ANALISIS PENGARUH KONFIGURASI BELITAN JANGKAR TERHADAP HARMONISA TEGANGAN GENERATOR SINKRON TANPA BEBAN
Bagian ini menguraikan data-data konfigurasi belitan yang telah berhasil dikumpulkan, kemudian melakukan perhitungan manual tegangan harmonisa, menentukan besar kandungan harmonisa (THD), menampilkan bentuk gelombang tegangan pada masing-masing data ini dengan program simulasi Multisim, dan pada akhirnya ditentukan konfigurasi manakah yang akan menghasilkan THD yang paling sedikit.
(21)
(2.1)
BAB II
GENERATOR SINKRON
2.1UmumMesin sinkron merupakan mesin listrik yang kecepatan putar rotornya (NR) sama
(sinkron) dengan kecepatan medan putar stator (NS), dimana:
Dimana:
NS = Kecepatan medan putar (rpm)
f = Frekuensi listrik (Hz) P = Jumlah kutub
Generator sinkron (disebut juga alternator) adalah mesin sinkron yang mengubah energi mekanik menjadi energi listrik bolak-balik (ac). Generator sinkron merupakan mesin konversi energi terbesar. Lebih dari 90% energi listrik di dunia dihasilkan oleh alternator. Generator sinkron bekerja berdasarkan prinsip induksi elektromagnetik yang terdiri dari stator (bagian yang diam) dan rotor (bagian yang bergerak atau berputar). Energi mekanis diperoleh dari penggerak mula yang memutar rotor, sedangkan energi listrik diperoleh dari proses induksi elektromagnetik yang terjadi pada kumparan-kumparan stator.
2.2 Konstruksi Generator Sinkron
Generator sinkron secara mendasar terdiri dari stator, rotor, dan celah udara. Pada generator sinkron, kumparan jangkar dapat terletak pada stator maupun rotor. Pada umumnya kumparan medan terletak pada rotor dan kumparan jangkar terletak pada stator. Semua alternator di atas 5 kVA menggunakan susunan ini. Kumparan medan berfungsi untuk menghasilkan medan magnet, sedangkan kumparan jangkar berfungsi untuk menghasilkan GGL induksi. Peletakan kumparan medan pada rotor
(22)
dan kumparan jangkar pada stator ini memiliki keunggulan tersendiri terhadap peletakan kumparan medan pada stator dan kumparan jangkar pada rotor, yaitu:
1. Lebih mudah untuk mengisolasi kumparan jangkar yang terletak di stator pada generator tegangan tinggi. Hal ini dikarenakan kumparan jangkar tidak mengalami gaya sentrifugal dan juga karena tersedianya ruangan yang lebih banyak bagi kumparan jangkar apabila terletak pada stator.
2. Kumparan jangkar dapat dihubungkan ke beban tanpa menggunakan sikat dan
slip ring.
3. Pendinginan kumparan jangkar lebih mudah dilakukan dan lebih efektif sehingga memungkinkan pembuatan generator dengan daya yang lebih besar. 4. Susunan ini hanya membutuhkan dua buah slip ring pada rotor untuk
mengalirkan arus dc. Apabila kumparan jangkar terletak pada rotor, maka diperlukan minimal 3 buah slip ring (4 buah jika diperlukan penghantar netral).
5. Karena arus medan jauh lebih kecil daripada arus jangkar, maka dengan penempatan kumparan medan di rotor, dapat menghemat konstruksi slip ring
dan sikat.
6. Daya yang dihasilkan lebih besar untuk ukuran mesin yang sama.
7. Memungkinkan penggunaan konduktor jangkar yang lebih tebal dalam tujuan mengurangi rugi-rugi daya karena lubang slot pada stator dapat dibuat lebih dalam daripada rotor.
8. Kumparan medan lebih ringan daripada kumparan jangkar. Jadi dengan penempatan kumparan medan pada rotor, gaya sentrifugal yang dialami rotor tidak terlalu besar sehingga memungkinkan rotor berputar pada kecepatan yang lebih tinggi.
¾ Stator
Stator merupakan bagian yang diam yang terdiri dari bagian luar (rangka stator) dan bagian dalam. Rangka stator terbuat dari besi tuang dan merupakan rumah dari semua bagian generator. Rangka luar stator harus tahan terhadap
(23)
getaran selama mesin itu bekerja maupun terhadap stres mekanik seperti pada saat terjadi hubung singkat. Bagian dalam stator dibuat dari kumpulan laminasi lembaran baja (dengan permeabilitas yang tinggi) dan mempunyai banyak slot yang mengelilingi pinggiran dalamnya (gambar 2.1). Laminasi ini diisolasi satu sama lain. Jumlah slot tergantung pada ukuran mesin, jumlah kutub, dan jumlah kumparan per kutub per fasa (kumparan/kutub/fasa). Istilah kumparan/kutub/fasa akan ini akan dibahas lebih lanjut pada subbab 2.6. Bagian dalam stator dirancang berbentuk lembaran untuk mengurangi rugi-rugi arus pusar (eddy current). Kumpulan laminasi ini disatukan untuk membentuk bagian yang padu melalui baut dan disatukan dengan rangka stator melalui pengelasan ataupun dengan ikatan yang kuat (pada beberapa mesin berukuran kecil).
Kumparan jangkar diletakkan di dalam slot seperti terlihat pada gambar 2.2. Gambar 2.3 memperlihatkan rangka stator beserta seluruh kumparan jangkarnya. Kumparan jangkar pada generator sinkron 3 fasa dapat terhubung secara delta (∆) ataupun bintang (Y).
(24)
Slot pada stator dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu: slot terbuka (open slot), slot setengah tertutup (Semiclosed slot), dan slot tertutup (closed slot).
• Slot Terbuka
Slot terbuka diperlihatkan pada gambar 2.4.
Keuntungan slot terbuka:
Memungkinkan pemasangan kumparan yang lebih mudah,
Pengeluaran kumparan dari slot dalam rangka perbaikan lebih mudah dilakukan.
Kerugian slot terbuka:
Gigi dan slot akan mengganggu keseragaman distribusi medan magnet pada permukaan stator sehingga menimbulkan harmonisa slot.
Gambar 2.3 Rangka Stator Beserta Kumparan Jangkarnya
(25)
• Slot Setengah Tertutup
Slot setengah tertutup diperlihatkan pada gambar 2.5.
Keuntungan slot setengah tertutup:
Harmonisa slot yang dihasilkan lebih kecil daripada slot terbuka Kerugian slot setengah tertutup:
Pemasangan dan pengeluaran kumparan lebih sulit dilakukan
• Slot Tertutup
Slot tertutup diperlihatkan pada gambar 2.6.
Keuntungan slot tertutup:
Tidak menganggu distribusi medan magnet. Kerugian slot tertutup:
Meningkatkan induktansi kumparan.
Sambungan kumparan menjadi lebih rumit.
Biaya yang tinggi dikarenakan proses pemasangan kumparan yang lebih rumit.
Gambar 2.5 Slot Setengah Tertutup
(26)
¾ Rotor
Rotor merupakan bagian yang ikut berputar. Kumparan medan diletakkan pada rotor. Rotor juga terdiri dari laminasi-laminasi seperti halnya stator untuk mengurangi rugi-rugi arus pusar. Kumparan medan ini disuplai tegangan dc. Rotor pada generator sinkron pada dasarnya adalah sebuah elektromagnet yang besar. Jumlah kutub pada rotor harus sama dengan jumlah kutub pada stator. Ada dua bentuk rotor, yaitu rotor kutub sepatu (salient pole) dan rotor silinder (non-salient pole/cylindrical rotor).
Pada rotor kutub sepatu, kutub magnet menonjol keluar dari permukaan rotor dan berbentuk seperti sepatu. Lebar permukaan rotor kutub sepatu biasanya hanya mencakup 2/3 bagian dari lebar permukaan kutub stator. Kumparan pada setiap kutub dihubungkan secara seri. Untuk generator dengan putaran lambat dan berkutub banyak (≥ 4), digunakan rotor kutub sepatu karena diameternya yang besar sehingga bisa dibuat lebih banyak kutub. Pada generator dengan putaran tinggi, rotor kutub sepatu tidak cocok digunakan karena:
1. Tidak cukup kuat untuk menahan stres mekanik yang terjadi pada kecepatan yang tinggi.
2. Pada kecepatan tinggi, akan terjadi gesekan angin yang berlebihan sehingga menghasilkan kebisingan.
Jadi, rotor kutub sepatu hanya dijumpai pada putaran rendah. Selain itu, distribusi fluks magnet pada rotor kutub sepatu cenderung berbentuk persegi dan belum mendekati sinusoidal sehingga menimbulkan harmonisa.
Rotor silinder terbuat dari baja tempa padat yang mempunyai slot dan gigi di sepanjang pinggiran luarnya seperti halnya stator. Tidak seperti rotor kutub sepatu, kutub magnet pada rotor silinder tidak menonjol. Seperti halnya stator, kumparan medan pada rotor silinder diletakkan di dalam slot ini. Di sekitar daerah pusat kutub umumnya tidak mempunyai slot. Rotor silinder biasanya digunakan pada generator putaran tinggi dan berkutub sedikit (≤ 4). Rotor
(27)
silinder lebih panjang daripada rotor kutub sepatu. Diameter rotor silinder tidak sebesar rotor kutub sepatu untuk mengurangi gaya sentrifugal yang muncul pada kecepatan putar yang tinggi. Rotor ini memiliki kekuatan mekanis yang tinggi dan tidak menghasilkan gesekan angin yang berlebihan sehingga sangat cocok untuk bekerja pada kecepatan tinggi. Selain itu, distribusi fluks magnet yang dihasilkan lebih mendekati sinusoidal sehingga akan menghasilkan bentuk gelombang tegangan yang lebih baik.
Sebagian alternator mempunyai kumparan peredam (damper
winding/amortisseur winding) pada rotornya. Kumparan peredam ini berupa beberapa konduktor tembaga ataupun aluminium yang dihubung singkat pada kedua ujungnya melalui cincin tembaga/aluminium yang besar sehingga mirip dengan konduktor rotor pada motor induksi rotor sangkar. Cincin ini menggunakan bahan yang sama dengan konduktor kumparan peredam. Cincin dan konduktor ini dihubungkan dengan pengelasan. Pada rotor kutub sepatu kumparan peredam terletak di dalam slot yang berada pada permukaan rotornya, sedangkan pada rotor silinder kumparan peredam terletak di dalam slot yang sama dengan slot yang ditempati oleh kumparan medan. Kumparan peredam ini
Gambar 2.8 Rotor Silinder Pada Generator 4 Kutub Gambar 2.7 Rotor Kutub Sepatu
(28)
berfungsi untuk meningkatkan stabilitas generator sinkron. Pada motor sinkron, kumparan peredam ini juga berfungsi pada proses pengasutan.
¾ Celah udara
Celah udara merupakan celah sempit diantara stator dan rotor. Adanya celah ini memungkinkan rotor untuk berputar tanpa bergesekan dengan stator. Pada transformator, celah udara tidak diperlukan karena tidak ada bagian yang berputar. Melalui celah udara inilah medan magnet dari kumparan medan menembus ke kumparan jangkar.
2.3 Prinsip Kerja
Kumparan medan diberi suplai tegangan dc sehingga akan mengalir arus dc. Arus dc dapat dialirkan melalui sikat ataupun tanpa sikat (brushless). Arus dc yang mengalir pada kumparan ini akan menghasilkan medan magnet yang konstan. Medan magnet ini akan melingkupi kumparan jangkar melalui celah udara. Menurut hukum Faraday:
dan karena fluks magnet dari kumparan medan ini tidak berubah terhadap waktu, maka nilai dΦ
dt di kumparan jangkar ini sama dengan nol sehingga belum timbul GGL
induksi. Oleh karena itu, rotor diputar oleh penggerak mula (prime mover) sehingga medan magnet akan ikut berputar dan memotong-motong kumparan jangkar. Karena ikut berputar, maka besar fluks magnet yang melingkupi kumparan jangkar ini akan selalu berubah terhadap waktu sehingga akan menimbulkan GGL induksi pada kumparan jangkar. GGL induksi ini berupa GGL induksi bolak-balik. Apabila pada kumparan jangkar dihubungkan beban, maka akan mengalir arus ac pada kumparan jangkar. Arus ac yang mengalir pada kumparan jangkar akan menghasilkan medan magnet yang akan mendistorsi medan magnet yang dihasilkan kumparan medan. Peristiwa ini disebut reaksi jangkar.
(29)
(2.2) (2.3)
2.4 GGL Induksi Pada Kumparan Jangkar Akibat Medan Magnet Konstan yang Berputar
Misalkan terdapat sebuah kumparan dengan garis bidang normal (N) yang diletakkan dalam medan magnet yang membentuk sudut θ terhadap N seperti pada gambar di bawah ini. Besar kerapatan medan magnet (B) adalah konstan. Medan magnet ini berputar, sedangkan kumparan berada dalam posisi diam.
N
B
θ
Maka besar GGL induksi yang timbul pada kumparan ini adalah:
. .
. . . . . . . . . .
. . .
(30)
Gambar 2.10. Rotor Mesin Berkutub Dua yang Sedang Berputar di Dalam Stator
Dimana:
E = GGL induksi (Volt) N = Jumlah lilitan kumparan
B = Kerapatan medan magnet (Wb/m2 atau Tesla) A = Luas bidang kumparan (m2)
Φm = Fluks magnet maksimum (Wb) ω = Frekuensi sudut = 2πf (rad/s)
2.5 Derajat Listrik dan Derajat Mekanik
Derajat listrik merupakan sudut yang diukur dalam besaran listrik yang berupa tegangan ataupun arus listrik yang timbul di mesin itu, sedangkan derajat mekanik merupakan sudut yang diukur dalam besaran ruang di dalam mesin tersebut. Besaran ruang ini dapat berupa sudut tempuh perputaran rotor dari posisi asalnya.
Berikut ini diberikan gambar rotor berkutub 2 yang sedang berputar dalam sebuah mesin sinkron. Sebelum rotor diputar, rotor berada pada posisi O. Setelah diputar, pada suatu saat rotor akan menempati posisi A. Pada posisi A, rotor telah menempuh 45° mekanik dihitung dari posisi asal O. Sebelum rotor diputar, rotor berada pada posisi O. Setelah diputar, pada suatu saat rotor akan menempati posisi A. Pada posisi A, rotor telah menempuh 45°mekanik dihitung dari posisi asal O. Di posisi B, rotor telah menempuh 90°mekanik.
U
S
Pada gambar 2.11 terdapat kurva sinusoidal dengan sumbu Y dapat berupa tegangan, arus listrik, fluks magnet ataupun kerapatan medan magnet dan sumbu X berupa θ.
(31)
(2.4) (2.5) Sewaktu besaran sumbu Y mencapai titik a maka telah ditempuh 90° listrik, 180° listrik pada titik b, 270° listrik pada titik c, 360° listrik pada titik d, dan seterusnya. Jadi, derajat listrik lebih mengarah ke sudut tempuh suatu besaran listrik.
Baik derajat listrik maupun derajat mekanik selalu berhubungan dengan waktu. Dalam selang waktu tertentu, rotor menempuh θm derajat mekanik dan tegangan
menempuh θe derajat listrik pada saat yang bersamaan. Pernyataan ini dapat dilihat
dari persamaan:
Dimana:
θe = Sudut dalam derajat mekanik (°)
θe = Sudut dalam derajat listrik (°)
ωe = Frekuensi sudut listrik (rad/s)
ωm = Frekuensi sudut mekanik (rad/s)
t = Selang waktu (s)
Pada mesin dua kutub seperti pada gambar 2.12 di bawah ini, terdapat kumparan jangkar dengan sisi ab. Posisi awal rotor sebelum berputar adalah kutub utara berhadapan dengan kumparan ab.
(32)
θ = ωt
0° 90° 180° 270° 360°
U S U S U S U S U S a b a b
a a a
b b b
Ggl
Ketika rotor berputar 180° mekanik searah jarum jam, posisi kutub utara dan kutub selatan bertukar tempat sehingga giliran kutub selatan yang berhadapan dengan kumparan ab. Ketika rotor menempuh 360° mekanik (satu putaran penuh) searah dengan arah jarum jam, posisi kedua kutub ini bertukar tempat lagi sehingga menjadi kutub utara yang berhadapan dengan kumparan ab sehingga posisinya sama dengan posisi sesaat sebelum berputar. Jadi pada satu putaran penuh, medan magnet yang melingkupi kumparan ab akan mengalami pergantian polaritas dan kembali lagi seperti semula. Kejadian ini akan terus berlangsung apabila rotor masih berputar. Jika medan magnet yang melingkupi sebuah kumparan berganti polaritas, maka GGL induksi pada kumparan itu juga akan berganti polaritas. Pada pembahasan perputaran rotor di atas, medan magnet yang melingkupi kumparan ab akan berganti polaritas setiap 180° mekanik. Sesuai dengan itu, maka GGL induksi pada kumparan ab juga akan berganti polaritas setiap 180° mekanik yang berarti apabila dalam 0°-180° mekanik GGL induksi berada dalam setengah siklus positif (0°-180° listrik) maka dalam 180°-360° mekanik GGL induksi berada dalam setengah siklus negatif (180°-360° listrik) seperti pada gambar 2.12. Jadi pada mesin 2 kutub apabila rotor
(33)
menempuh 360° mekanik, maka GGL induksi juga akan menempuh 360° listrik. Dengan kata lain derajat listrik sama dengan derajat mekanik pada mesin 2 kutub.
Pada mesin berkutub empat seperti pada gambar 2.13 di bawah ini, terdapat 2 kumparan jangkar dalam satu fasa dimana setiap kumparan mempunyai dua sisi yaitu a1 -a1 dan a2 -a2.
a1 -a1
a2 -a2
S S
U
U
a1 -a1
a2 -a2
U U
S
S
a1 -a1
a2 -a2
S S
U
U
a1 -a1
a2 -a2
U U
S
S
a1 -a1
a2 -a2
S S
U
U
θ = ωt
0° 90° 180° 270° 360° 450° 540° 630° 720°
Ggl
Sebelum berputar, kedua kumparan berhadapan dengan kutub utara. Setelah rotor berputar 90° mekanik searah jarum jam, kedua kumparan berhadapan dengan kutub selatan. Setelah berputar 180° mekanik, kedua kumparan berhadapan lagi dengan kutub utara. Setelah berputar 270° mekanik, kedua kumparan berhadapan kembali dengan kutub selatan. Setelah berputar 360° mekanik, kedua kumparan berhadapan lagi dengan kutub utara. Dengan kata lain, medan magnet yang melingkupi kumparan ab akan berganti polaritas setiap 90° mekanik. Sesuai dengan itu, maka GGL induksi pada kumparan ab juga akan berganti polaritas setiap 90° mekanik yang berarti apabila dalam 0°-90° mekanik GGL induksi berada dalam setengah siklus positif (0°-180° listrik) maka pada 90°-180° mekanik GGL induksi berada dalam setengah siklus negatif (180°-360° listrik). Jadi apabila rotor suatu mesin 4
Gambar 2.13 Rotor Empat Kutub yang Berputar dan Menginduksikan GGL Pada Kumparan a1 ‐a1 dan a2 ‐a2
(34)
(2.6)
(2.7)
(2.8) kutub baru menempuh 180° mekanik, GGL induksi telah menempuh 360° listrik. Apabila rotor telah menempuh satu putaran penuh (360° mekanik), GGL induksi telah menempuh dua siklus positif dan dua siklus negatif secara bergantian (720° listrik) sehingga dapat dikatakan bahwa derajat listrik sama dengan dua kali derajat mekanik pada mesin dua kutub.
Dengan cara yang sama pada mesin 6 kutub, derajat listrik sama dengan tiga kali derajat mekanik. Pada mesin 8 kutub, derajat listrik sama dengan empat kali derajat mekanik. Jadi dapat dituliskan:
Dimana:
θe = Derajat listrik (°)
θm = Derajat Mekanik (°)
ωe = Frekuensi sudut listrik (rad/s)
ωm = Frekuensi sudut mekanik (rad/s)
fe = Frekuensi listrik (Hz)
fm = Frekuensi mekanik (Hz)
Tanpa memandang jumlah kutub, apabila dalam perputarannya, kumparan jangkar telah dilalui sepasang kutub magnet rotor yang berlainan (U-S ataupun S-U), maka GGL induksinya telah menempuh 180° listrik. Jadi, satu kutub pada kumparan jangkar selalu berkisar 180° listrik tanpa memandang berapa jumlah kutub mesin tersebut.
2.6 Jenis-Jenis Kumparan dan Belitan Jangkar Pada Generator Sinkron
Kumparan (coil) adalah suatu konstruksi gulungan konduktor yang terdiri dari beberapa lilitan (turn) dan membentuk solenoida seperti pada gambar 2.14. Belitan
(35)
(winding) adalah merupakan gabungan dari beberapa kumparan yang terhubung seri sehingga terdiri dari beberapa solenoida seperti pada gambar 2.15. Tegangan yang dihasilkan pada suatu belitan merupakan penjumlahan tegangan masing-masing kumparan yang membentuk belitan tersebut. Setiap belitan pada stator bertindak sebagai sebuah kutub apabila mengalir arus listrik.
Berdasarkan kisar kumparannya, kumparan jangkar dibagi atas dua yaitu kumparan kisar penuh (full pitch coil) dan kumparan kisar pendek (fractional pitch coil). Berdasarkan distribusi belitannya, belitan jangkar dibagi atas dua yaitu belitan terkonsentrasi (concentrated winding) dan belitan terdistribusi (distributed winding). Berdasarkan jumlah slot per kutub, belitan jangkar dibagi atas dua yaitu belitan
fractional slot winding dan belitan integral slot winding. Berdasarkan jumlah lapisannya, belitan jangkar dibagi atas dua yaitu belitan satu lapis (single layer winding) dan belitan dua lapis (double layer winding).
¾ Kumparan Kisar Penuh dan Kumparan Kisar Pendek
Kisar kutub (pole pitch) suatu alternator adalah jarak sudut antar sumbu kutub magnet rotor yang berdekatan. Pada pembahasan sebelumnya, kisar kutub dalam derajat listrik (τpe) selalu sama dengan 180° listrik. Pada mesin dua kutub
(gambar 2.16), satu kutub berkisar 180° mekanik. Pada mesin 4 kutub (gambar 2.17), satu kutub berkisar 90° mekanik. Pada mesin 6 kutub (gambar 2.18), satu
Gambar 2.14 Kumparan yang Terdiri Dari Beberapa Lilitan
Gambar 2.15 Belitan yang Terdiri 3 Kumparan
(36)
(2.9) kutub berkisar 60° mekanik sehingga kisar kutub dalam derajat mekanik sama dengan:
°
Dimana:
P = Jumlah kutub
τpm = Kisar kutub dalam derajat mekanik
U
U
S S
τp τp
τp τp
Kisar kumparan (coil pitch) adalah jarak sudut bentangan antara dua sisi kumparan. Pada gambar 2.19 di bawah ini, kumparan jangkar menempati slot 1 dan slot 6. Kisar kumparan ini sebesar 5 slot (6-1). Kisar kumparan ini juga dapat dihitung berdasarkan jumlah gigi stator diantara kedua sisi kumparan.
Gambar 2.16 Rotor 2 Kutub
Gambar 2.17 Rotor 4 Kutub
Gambar 2.18 Rotor 6 Kutub
(37)
Gambar 2.20 Kumparan Kisar Penuh Gambar 2.21 Kumparan Kisar Pendek
Jika suatu kumparan mempunyai kisar kumparan (τc) yang sama dengan kisar
kutub (τp), maka disebut kumparan kisar penuh. Jika suatu kumparan
mempunyai kisar kumparan yang lebih kecil dari kisar kutub, maka disebut kumparan kisar pendek. Kisar kumparan dan kisar kutub dapat dinyatakan dalam jumlah slot (τps dan τcs), derajat listrik (τpe dan τce), dan derajat mekanik (τpm dan τcm).
Pada gambar di atas terdapat gambar kumparan kisar penuh dan kumparan kisar pendek pada mesin sinkron 4 kutub dan jumlah slot 36.
Pada gambar 2.20, kisar kumparan sama dengan kisar kutub dimana kisar ini sebesar 9 slot, 180° listrik, dan 90° mekanik.
Pada gambar 2.21, kisar kumparan lebih kecil dari kisar kutub. Kisar kumparan ini sebesar 6 slot yang lebih kecil dari kisar kutub yang berjarak 9 slot. Derajat listrik dan derajat mekanik dari kisar kumparan ini adalah:
° °
(38)
(2.10) Dapat dilihat dari kisar kutub maupun kisar kumparan, derajat listrik dua kali lebih besar dari derajat mekanik. Hal ini sejalan dengan persamaan 2.6.
Kisar kumparan pada jenis kisar pendek selain dinyatakan dalam jumlah slot, derajat listrik, dan derajat mekanik, dapat juga dinyatakan dalam perbandingan antara kisar kumparan dengan kisar kutub. Pada gambar 2.21, perbandingan ini sebesar 6 slot
9 slot 2
3. Pada kumparan kisar penuh dan kisar pendek, kisar kutub
dalam slot dapat juga dihitung berdasarkan:
Dimana:
τps = Kisar kutub dalam slot
S = Jumlah seluruh slot pada stator P = Jumlah kutub
Pada gambar 2.20 dan 2.21, jumlah slot pada stator sama dengan 36 dan jumlah kutub sama dengan 4. Maka kisar kutub dalam slot adalah 6/4 = 9 slot/kutub.
Kumparan kisar pendek memiliki keunggulan terhadap kumparan kisar penuh, diantaranya:
1. Lebih hemat dalam penggunaan konduktornya dan penggunaan isolasinya karena jarak bentangan kumparannya (kisar kumparan) lebih pendek.
2. Karena lebih sedikit dalam penggunaan konduktornya, maka resistansi kumparan juga lebih kecil.
3. Mengurangi fluks bocor.
4. Penempatan kumparan kisar pendek ke dalam slot lebih mudah dilakukan. 5. Meningkatkan kekuatan mekanis dari kumparan.
6. Dapat mengurangi harmonisa sehingga mempertinggi kualitas tegangan keluaran generator.
7. Dengan berkurangnya kadar harmonisa yang berfrekuensi tinggi maka rugi-rugi inti juga menjadi lebih kecil karena rugi-rugi-rugi-rugi ini sebanding dengan frekuensi.
(39)
(2.11)
(2.12)
(2.13)
¾ Belitan Terkonsentrasi dan Belitan Terdistribusi
Pada belitan terkonsentrasi, dalam satu belitan (kutub) hanya terdapat satu kumparan, sedangkan pada belitan terdistribusi terdapat beberapa kumparan pada setiap belitannya. Pada belitan terdistribusi, beberapa kumparan dalam tiap belitan ini terhubung secara seri sehingga tegangan induksi pada masing-masing kumparan akan saling menjumlahkan. Setiap kumparan dalam satu belitan ini ditempatkan pada slot yang bersebelahan/berdekatan. Slot bersebelahan yang ditempati setiap kumparan dalam satu belitan ini membentuk suatu kelompok yang disebut grup fasa (phase group/phase belt/phase spread). Setiap kumparan yang bersebelahan dalam tiap belitan ini berjarak 1 slot. Satu slot ini bisa dinyatakan dalam derajat listrik maupun derajat mekanik. Karena kisar kutub selalu bernilai 180° listrik dan kisar kutub dapat dinyatakan dalam jumlah slot, maka satu slot dapat juga dinyatakan dalam derajat listrik berdasarkan persamaan:
° ° °
°
Satu slot dalam derajat mekanik dapat dihitung dari:
°
Besaran αe dan αm disebut juga kisar slot (slot pitch). Hubungan antara kisar slot
dalam derajat listrik dengan kisar slot dalam derajat mekanik sesuai dengan persamaan 2.6 adalah:
Keunggulan belitan terdistribusi terhadap belitan terkonsentrasi adalah:
1. Karena konduktor jangkar terdistribusi sepanjang permukaan stator, maka pendinginan lebih mudah dilakukan.
(40)
3. Biaya yang diperlukan lebih sedikit.
4. Belitan terkonsentrasi membutuhkan ukuran slot yang lebih dalam sehingga meningkatkan reluktansi, fluks bocor, dan reaktansi jangkar.
5. Belitan terkonsentrasi tidak memakai seluruh permukaan bagian dalam stator secara efisien.
6. Perbandingan jumlah konduktor/jumlah inti besi pada belitan terdistribusi lebih tinggi.
7. Kekuatan mekanisnya lebih besar. 8. Mengurangi reaksi jangkar.
9. Dapat mengurangi harmonisa sehingga mempertinggi kualitas tegangan keluaran generator.
Pada gambar 2.22 dan 2.23 diberikan gambar belitan terkonsentrasi dan belitan terdistribusi pada alternator 4 kutub dan 24 slot.
Kisar slot dalam gambar kedua belitan ini adalah:
° ° °
° °
°
Misalkan kumparan fasa R digambarkan dengan garis ungu, kumparan fasa S digambarkan dengan garis biru, dan kumparan fasa T digambarkan dengan garis merah. Dengan demikian pada gambar 2.22 dan 2.23, kumparan fasa R menempati slot bernomor 1, 2, 7, 8, 13, 14, 19, 20. Kumparan fasa S menempati slot bernomor 5, 6, 11, 12, 17, 18, 23, 24. Kumparan fasa T menempati slot bernomor 3, 4, 9, 10, 15, 16, 21, 22.
Pada gambar 2.23, slot 1, 2 dan slot 7, 8 merupakan grup fasa R dari sebuah kutub, begitu juga dengan slot 13, 14 dan slot 19, 20 merupakan grup fasa dari sebuah kutub lainnya pada fasa R. Slot 5, 6 dan slot 11, 12 merupakan grup fasa S dari sebuah kutub, begitu juga dengan slot 17, 18 dan slot 23, 24 merupakan grup fasa dari sebuah kutub lainnya pada fasa S. Slot 9, 10 dan slot 15, 16 merupakan grup fasa T dari sebuah kutub, begitu juga dengan slot 21, 22 dan
(41)
(2.14) slot 3, 4 merupakan grup fasa dari sebuah kutub lainnya pada fasa T. Maka kumparan pada gambar 2.23 memiliki total 12 grup fasa.
Jumlah slot/kutub/fasa atau kumparan/kutub/fasa ataupun kumparan/belitan pada belitan terdistribusi dapat ditentukan dari:
Dimana:
q = Jumlah slot/kutub/fasa atau kumparan/kutub/fasa ataupun kumparan/belitan
S = Jumlah seluruh slot pada stator P = Jumlah kutub
Φ = Jumlah fasa
Sejumlah q kumparan/belitan ini ditempatkan pada q slot yang berdekatan membentuk grup fasa. Karena 1 slot membentang αe derajat listrik, maka 1 grup
fasa selalu membentang qαe derajat listrik. Dengan menggunakan persamaan
2.11 dan 2.14, maka:
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 2223
24 1 2
3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 2223 24
Gambar 2.22 Belitan Terkonsentrasi Gambar 2.23 Belitan Terdistribusi Dengan 2 Kumparan/belitan
(42)
(2.16)
(2.17)
° °
Berdasarkan persamaan 2.15, pada mesin 3 fasa (Φ = 3), 1 grup fasa selalu membentang 60° listrik, sedangkan pada mesin 1 fasa (Φ= 1), 1 grup fasa selalu membentang 180° listrik.
Karena 1 slot membentang αm derajat mekanik, maka 1 grup fasa selalu
membentang qαm derajat mekanik, dimana:
°
Derajat mekanik bentangan grup fasa pada gambar 2.23 dapat dihitung dengan
persamaan 2.16, yaitu: membentang ° = 30° mekanik atau dapat
juga dihitung sesuai dengan persamaan 2.17, yaitu: ° °
mekanik.
Pada gambar 2.22 dan 2.23, kutub pada fasa R berjarak 4 slot dengan kutub pada fasa S yang berdekatan. Demikian juga dengan kutub pada fasa S berjarak 4 slot dengan kutub pada fasa T yang berdekatan Sehingga kutub pada fasa R berjarak 8 slot dengan kutub pada fasa T yang berdekatan. Karena satu slot berkisar 30° listrik, maka 4 slot berkisar 120° listrik dan 8 slot berkisar 240° listrik. Dengan demikian kumparan pada fasa R ditempatkan dengan perbedaan 120° listrik dari kumparan fasa S. Begitu juga dengan kumparan fasa S yang ditempatkan dengan perbedaan 120° listrik dari kumparan fasa T sehingga kumparan fasa R berbeda 240° listrik dari kumparan fasa T. Ini berlaku untuk semua konfigurasi kumparan jangkar mesin berputar 3 fasa.
Belitan terdistribusi secara keseluruhan terbagi atas dua, yaitu: belitan gelung (lap winding) dan belitan gelombang (wave winding). Belitan terdistribusi pada mesin sinkron selalu menggunakan belitan gelung. Belitan terdistribusi pada
(43)
mesin sinkron terbagi atas dua, yaitu: belitan konsentris (sepusat) dan belitan berantai.
• Belitan Konsentris
Pada belitan konsentris (sepusat), tiap-tiap kumparan dililitkan sedemikian sehingga memiliki pusat kumparan yang berimpit ataupun sepusat seperti pada gambar 2.24 yang pusat kumparannya dinyatakan dengan titik A.
1 2
3
A
Belitan konsentris dilitkan sehingga berbentuk spiral. Setiap kumparan pada belitan konsentris memiliki kisar kumparan yang berbeda. Kumparan terdalam memiliki kisar kumparan yang terkecil, sedangkan kumparan terluar memiliki kisar kumparan yang terbesar. Terkadang semua kumparan pada belitan konsentris merupakan kumparan kisar pendek, terkadang juga kumparan terluar merupakan kumparan kisar penuh, sedangkan kumparan di dalamnya merupakan kumparan kisar pendek. Kumparan terdalam terlebih dahulu dimasukkan ke dalam slot stator kemudian diikuti kumparan berikutnya yang lebih luar dan seterusnya sampai dengan kumparan terluar dimana kumparan ini dimasukkan terakhir kalinya. Jumlah lilitan pada setiap kumparan dalam belitan konsentris biasanya berbeda. Belitan konsentris digunakan pada sebagian besar belitan stator mesin berputar ac satu fasa dan juga pada beberapa mesin berputar tiga fasa.
(44)
Pada alternator 3 fasa, belitan konsentris biasanya digunakan sebagai belitan jangkar mesin berdaya kecil. Belitan jangkar alternator satu fasa selalu merupakan belitan konsentris. Selain digunakan pada belitan jangkar alternator, belitan konsentris juga sering dipakai pada belitan medan rotor silinder. Belitan konsentris biasanya disusun dalam bentuk belitan berlapis tunggal (single layer winding).
• Belitan Berantai
Pada belitan berantai, tiap-tiap kumparan dilitkan sedemikian sehingga memiliki pusat kumparan yang bersebelahan. Setiap pusat kumparan berjarak satu slot. Belitan berantai dilitkan sehingga berbentuk rantai. Berbeda dengan belitan konsentris, setiap kumparan memiliki kisar kumparan yang sama. Karena konduktor kumparan pada belitan berantai dapat dimasukkan satu per satu, maka belitan berantai cocok digunakan pada slot setengah tertutup (semiclosed slot).
Pada gambar 2.25 di bawah ini, titik A merupakan pusat kumparan 1, titik B merupakan pusat kumparan 2, titik C merupakan pusat kumparan 3. Karena ketiga kumparan ini bersebelahan dengan jarak 1 slot, maka titik A dan titik B juga akan berjarak 1 slot begitu juga dengan titik B dan titik C.
(45)
¾ Belitan Satu Lapis dan Belitan Dua Lapis
Pada belitan satu lapis hanya terdapat satu sisi kumparan pada tiap slotnya, sedangkan pada belitan dua lapis terdapat dua sisi kumparan yang berbeda pada tiap slot.
• Belitan Dua Lapis
Pada Belitan dua lapis, satu sisi kumparan diletakkan pada setengah bagian pada sisi atas slot, sedangkan sisi kumparan lainnya diletakkan pada setengah bagian pada sisi bawah slot seperti pada gambar di bawah ini:
Sisi atas slot adalah daerah yang dekat dengan celah udara. Konduktor penyusun kumparan jangkar ini harus dibentuk terlebih dahulu menjadi kumparan sebelum diletakkan di dalam slot. Karena satu slot mengandung dua sisi kumparan yang berbeda, maka kedua sisi kumparan ini dalam satu slot harus diisolasi dengan baik.
Belitan dua lapis digunakan dalam mesin yang berdaya lebih besar. Pada Belitan dua lapis ada 2 hal penting yang harus diperhatikan, yaitu:
1. Pada umumnya, jumlah slot pada stator merupakan kelipatan dari perkalian antara jumlah fasa dengan jumlah kutub . Sebagai contoh pada mesin 4 kutub, 3 fasa, bernilai 12 sehingga jumlah slot yang mungkin digunakan adalah merupakan kelipatan dari 12, yakni: 12, 24, 36, 48, dan seterusnya.
(46)
2. Jumlah kumparan (coil) sama dengan jumlah slot.
• Belitan Satu Lapis
Karena hanya ada satu sisi kumparan dalam satu slot seperti pada gambar di bawah ini, maka proses pemasangan, penyusunan kumparan di dalam slot dan penyambungannya lebih mudah dan ekonomis serta tidak diperlukan isolasi antar sisi kumparan yang berlainan seperti pada kumparan berlapis ganda. Belitan jenis ini digunakan untuk belitan jangkar alternator dengan daya sampai dengan 7,5 kW.
Berdasarkan jumlah belitan/fasa (coil group) dengan jumlah kutub yang digunakan, belitan satu lapis dapat dibedakan menjadi half coil winding dan
whole coil winding. Pada half coil winding, jumlah belitan/fasa sama dengan setengah dari jumlah kutub, sedangkan pada whole coil winding, jumlah belitan/fasa sama dengan jumlah kutub. Belitan half coil winding tidak dapat digunakan dalam mesin berkutub dua.
Whole Coil Winding
Belitan Whole Coil Winding ditunjukkan pada gambar 2.28 di bawah ini:
(47)
Pada belitan ini, belitan pada tiap fasa selalu mencakup seluruh keliling permukaan stator. Arah arus listrik yang mengalir pada setiap belitan yang berdekatan dibuat berlawanan arah sehingga menurut kaidah tangan kanan (tentang penentuan arah medan magnet dari sebuah kumparan yang dialiri arus), akan terbentuk polaritas kutub yang berlawanan pada setiap belitan yang berdekatan.
Gambar 2.28a BelitanWhole Coil Winding4 Kutub Dengan Arus Mengalir dari A ke B
Gambar 2.28b BelitanWhole Coil Winding4 Kutub Dengan Arus Mengalir dari B ke A
(48)
Agar arah arus listrik berlawanan maka setiap sisi terminal belitan berdekatan yang dihubungkan haruslah sisi terminal belitan yang sama. Pada gambar 2.28, terminal kiri belitan pertama ditandai dengan A. Terminal kanan belitan pertama dihubungkan dengan terminal kanan belitan kedua. Terminal kiri belitan kedua dihubungkan dengan terminal kiri belitan ketiga. Terminal kanan belitan ketiga dihubungkan dengan terminal kanan belitan keempat. Terminal kiri belitan keempat ditandai dengan B. Karena kumparan jangkar dialiri arus bolak-balik, maka pada setengah periode pertama arus akan mengalir dari A ke B, sedangkan pada setengah periode berikutnya arus akan mengalir dari B ke A sehingga akan terbentuk kutub yang polaritasnya berlawanan dengan pada saat arus mengalir dari A ke B.
Belitan Half Coil Winding
Belitan Half Coil Winding ditunjukkan pada gambar 2.29. Pada belitan ini, seluruh belitan pada tiap fasa hanya mencakup setengah keliling permukaan stator. Arah arus listrik yang mengalir pada setiap belitan yang berdekatan dibuat searah sehingga menurut kaidah tangan kanan, akan terbentuk polaritas kutub yang sama pada semua belitan tiap fasa. Agar arah arus listrik searah maka setiap sisi terminal belitan berdekatan yang dihubungkan haruslah sisi terminal belitan yang berbeda. Pada gambar 2.29, terminal kiri belitan pertama ditandai dengan A. Terminal kanan belitan pertama dihubungkan dengan terminal kiri belitan kedua. Terminal kanan belitan kedua ditandai dengan B.
(49)
Bagian dari stator yang tidak ditempati belitan, akan terbentuk kutub magnet yang berlawanan polaritas dengan kutub yang dibentuk belitan tersebut. Hal ini dikarenakan semua belitan membentuk polaritas yang sama dan akan saling berinteraksi sehingga garis-garis gaya magnetnya akan saling bertolak dan saling menjauhi sehingga akan terkumpul garis-garis gaya magnet pada bagian stator yang tidak ditempati belitan. Gambar
Gambar 2.29a BelitanHalf Coil Winding4 Kutub Dengan Arus Mengalir dari A ke B
Gambar 2.29b BelitanHalf Coil Winding4 Kutub Dengan Arus Mengalir dari B ke A
(50)
2.28 dan 2.29 di atas hanya menunjukkan susunan kutub pada salah satu fasa untuk mempermudah penjelasan.
Pada gambar 2.30a, belitan membentuk kutub selatan sehingga garis-garis medan magnet akan bertolak dan akan terbentuk dua kutub utara tambahan pada bagian stator yang tidak ditempati kumparan. Pada gambar 2.30b, belitan membentuk kutub utara sehingga garis-garis gaya magnet akan bertolak dan akan terbentuk dua kutub selatan tambahan pada bagian stator yang tidak ditempati belitan. Pada gambar 2.30, terlihat bahwa total fluks magnet yang dihasilkan oleh satu belitan akan terbagi dua. Masing-masing menuju ke bagian stator yang tidak ditempati belitan.
Karena belitan jangkar dialiri arus bolak-balik, maka pada setengah periode pertama arus akan mengalir dari A ke B, sedangkan pada setengah periode berikutnya arus akan mengalir dari B ke A sehingga akan terbentuk kutub yang polaritasnya berlawanan dengan pada saat arus mengalir dari A ke B. Arus bolak-balik yang mengalir pada semua belitan pada setiap fasa akan membentuk kutub-kutub yang selalu berganti polaritasnya. Resultan medan magnet dari semua kutub pada ketiga fasa belitan akan membentuk medan putar.
Gambar 2.30a Belitan Half Coil Winding Berkutub Selatan
Gambar 2.30b Belitan Half Coil Winding Berkutub Utara
(51)
Keunggulan Belitan dua lapis terhadap kumparan satu lapis adalah:
1. Memudahkan dalam proses pembuatan kumparannya dan biaya lebih rendah.
2. Sambungan ujung kumparan yang lebih sederhana.
3. Memungkinkan dalam menggunakan kumparan kisar pendek dan kumparan fractional slot winding.
4. Reaktansi bocor yang lebih kecil.
5. Kualitas gelombang tegangan keluaran yang lebih baik.
¾ Belitan fractional slot winding dan Belitan integral slot winding
Pada Belitan integral slot winding, perbandingan jumlah slot terhadap jumlah kutub merupakan bilangan bulat. Pada Belitan fractional slot winding, perbandingan jumlah slot terhadap jumlah kutub merupakan bilangan pecahan. Keunggulan Belitan fractional slot winding terhadap Belitan integral slot winding adalah:
1. Mengurangi harmonisa slot dan harmonisa akibat reaksi jangkar.
2. Mengurangi harmonisa frekuensi tinggi pada gelombang medan magnet dan tegangan.
3. Jumlah slot dan kumparan yang digunakan lebih sedikit.
4. Memungkinkan pemilihan kisar kumparan yang lebih bervariasi.
Walaupun jumlah slot per kutub pada Belitan fractional slot winding merupakan bilangan pecahan, jumlah slot per fasa tetap merupakan bilangan bulat agar keseimbangan tegangan induksi tiap fasa bisa tercapai. Belitan jenis ini dapat digunakan pada mesin satu fasa dan mesin tiga fasa, tetapi penggunaan yang lebih umum adalah pada tiga fasa.
Apabila S menyatakan jumlah slot pada stator dan P menyatakan jumlah kutub maka pada mesin 3 fasa, jumlah slot per kutub per fasa sama dengan ⁄
.
(52)
(2.18)
(2.19) Jika k merupakan faktor persekutuan terbesar (FPB) antara nilai S/3 dan P, maka jumlah slot per kutub per fasa dapat ditulis:
⁄ .
. ⁄
;
Perbandingan Sk/Pk ini disebut perbandingan karakteristik dari belitan fractional slot winding. Sk menyatakan jumlah kumparan/fasa yang terdistribusi diantara Pk
kutub berturut-turut. Apabila kita menelusuri permukaan stator dengan lengkap sehingga membentuk satu putaran penuh, maka faktor k menyatakan jumlah pengulangan pola susunan kumparan dalam slot yang dijumpai pada penelusuran tersebut. Karena sejumlah k belitan ini memiliki susunan yang persis sama, maka mereka dapat dihubungkan secara seri maupun paralel. Sesuai dengan itu, faktor k juga merupakan jumlah rangkaian paralel yang mungkin diperoleh dari suatu belitan fractional slot winding.
Kekurangan pada Belitan fractional slot winding adalah:
1. Hanya efektif jika digunakan pada belitan dua lapis (double layer windings), karena pemakaian belitan ini pada belitan satu lapis akan membutuhkan biaya yang besar.
2. Jumlah rangkaian paralel pada belitan jangkar yang mungkin diperoleh adalah terbatas.
Pola susunan kumparan pada belitan fractional slot winding lebih rumit daripada belitan integral slot winding. Pada belitan fractional slot winding, jumlah kumparan pada setiap belitan tidak selalu sama. Untuk mempermudah dalam penentuan penyusunan kumparan pada belitan fractional slot winding, digunakan metode tabulasi. Sebagai contoh, berikut akan dibahas susunan kumparan jangkar suatu alternator 3 fasa, 48 slot, dan 10 kutub dengan belitan dua lapis. Jumlah slot per fasa adalah: 48 3 =16. FPB antara jumlah slot per fasa
(53)
(16) dengan jumlah kutub (10) adalah 2 sehingga nilai k sama dengan 2. Selanjutnya,
Nilai perbandingan 8/5 ini menunjukkan bahwa terdapat 8 kumparan/fasa yang tersebar di antara 5 kutub yang berurutan. Ini berarti bahwa ada 3 kutub (belitan) pada stator yang terdiri dari 2 kumparan dan 2 kutub pada stator yang terdiri dari 1 kumparan pada setiap 5 kutub yang berurutan. Karena nilai k = 2, maka pola penyusunan kumparan pada kelima kutub pertama diulangi lagi pada kelima kutub berikutnya sehingga jumlah kutub pada stator menjadi 10 dan jumlah
kumparan pada seluruh fasa menjadi . Namun belum jelas
apakah kutub pertama pada stator terdiri dari 2 kumparan ataupun 1 kumparan begitu juga pada kutub berikutnya. Jadi, penyebaran ke-8 kumparan ini diantara 5 kutub yang berurutan belum pasti. Untuk mengatasi kesulitan ini, digunakan sebuah tabel sederhana.
Pada tabel ini, jumlah baris dibuat sama dengan Pk (5), sedangkan jumlah kolom
dibuat sama dengan jumlah 3Sk (24). Tandai dengan silang (x) mulai dari baris
pertama kolom pertama kemudian tandai lagi pada setiap Pk (5) kolom
berikutnya pada baris yang sama. Kutub kedua ditandai mulai dari baris kedua kolom kedua dan ditandai lagi pada setiap 5 kolom berikutnya pada baris yang sama. Begitu juga kutub ketiga ditandai mulai dari baris ketiga kolom ketiga dan seterusnya. Tabel selengkapnya diperlihatkan di bawah ini:
Kutub (Pk)
Fasa R Fasa T Fasa S
I x x x x x
II x x x x x
(54)
IV x x x x x
V x x x x
Dari tabel di atas terlihat bahwa pada fasa R, kutub pertama terdiri dari 2 kumparan (ada dua tanda silang pada baris pertama fasa R), kutub kedua terdiri dari 2 kumparan (ada dua tanda silang pada baris kedua fasa R), kutub ketiga terdiri dari 2 kumparan, kutub keempat terdiri dari 1 kumparan, kutub kelima terdiri dari 1 kumparan sehingga ditulis dengan pola 22211. Demikian juga dengan fasa S yang berpola 21122 dan fasa T yang berpola 12221. Sesuai dengan itu, pola susunan kumparan ini dapat ditabulasikan dalam bentuk tabel sebagai berikut:
Kutub
I II III IV V
Fasa R 2 2 2 1 1
Fasa T 2 1 1 2 2
Fasa S 1 2 2 2 1
Dengan nilai k sama dengan 2 yang berarti ada dua pola susunan kumparan yang sama. Ini berarti susunan kumparan pada kutub I-V diulang lagi dari kutub VI-X yang jika ditabulasikan, akan menghasilkan:
Kutub
VI VII VIII IX X
Fasa R 2 2 2 1 1
Fasa T 2 1 1 2 2
Fasa S 1 2 2 2 1
(55)
Nomor Slot 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19
Kumparan R R T T S R R T S S R R T S S R T T S
20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 S R T T S R R T T S R R T S S R R T S S
40 41 42 43 44 45 46 47 48 R T T S S R T T S
Susunan kumparan di atas hanya memperlihatkan sisi kumparan pada setengah bagian sisi atas slot saja (top layer). Pola susunan pada setengah bagian sisi bawah slot (bottom layer) sama dengan pada setengah bagian sisi atas yang telah digeser sejauh kisar kumparan (coil pitch) yang direncanakan.
Kisar kutub pada kumparan ini adalah:
τps PS 481 4,8 Slot
Sedangkan kisar slot dalam derajat listrik adalah:
° °
4,8 , °
Karena kisar kutub bukan merupakan bilangan bulat (4,8), maka penggunaan kumparan kisar penuh tidak bisa digunakan pada belitan fractional slot winding. Jika digunakan kumparan kisar pendek, maka kisar kumparan dapat dipilih sebesar 3 slot ataupun 4 slot.
Seperti pada belitan lainnya, setiap fasa pada belitan fractional slot winding
harus mempunyai perbedaan 120° listrik. Jika SRS adalah jarak (dinyatakan
dalam jumlah slot) antara terminal fasa R dan S dan SRT adalah jarak antara
(56)
(2.20)
(2.21)
(2.22)
(2.23)
(2.24)
(2.25) Dimana:
αe = Kisar slot dalam derajat listrik
x = Bilangan bulat (0, 1, 2, 3, 4, ...)
Jika nilai x merupakan bilangan genap (0, 2, 4, ...), maka polaritas tegangan pada kutub pertama fasa R harus sama dengan polaritas tegangan pada kutub pertama fasa S dan atau T. Jika nilai x merupakan bilangan ganjil (1, 3, 5, ...), maka polaritas tegangan pada kutub pertama fasa R harus berlawanan dengan polaritas tegangan pada kutub pertama fasa S dan atau T. Adapun maksud dari kutub pertama adalah belitan kutub pertama pada stator yang salah satu sisi kumparannya terhubung ke sumber tegangan secara langsung. Polaritas ini harus dipertimbangkan sewaktu melakukan sambungan antar fasa.
Jumlah slot/kutub/fasa pada persamaan 2.18 dapat dibuat menjadi:
Karena 180° sama dengan π radian, persamaan 2.11 dapat ditulis menjadi:
Substitusi persamaan 2.23 ke persamaan 2.22 maka akan menghasilkan:
Substitusi persamaan 2.24 ke persamaan 2.20 dan 2.21 maka akan menghasilkan:
(57)
(2.26) SRS dan SRT haruslah berupa bilangan bulat. Pk tidak pernah sama dengan 3 atau
kelipatannya. Karena jika Pk sama dengan 3 atau kelipatannya, maka nilai SRS
dan SRT tidak akan bulat.
Pada contoh sebelumnya, Sk = 8 dan Pk = 5 sehingga:
Jika x = 1, maka SRS = 8 yang berarti letak terminal R harus berjarak 8 slot dari
terminal S. Karena x = 1 merupakan bilangan ganjil, maka polaritas tegangan kutub pertama fasa R harus berlawanan dengan pada kutub pertama fasa S sehingga sisi kumparan pada kutub pertama fasa R yang dihubungkan ke terminal R harus berlawanan dengan sisi kumparan pada kutub pertama fasa S yang dihubungkan ke terminal S. Pada gambar 2.31 dan 2.32, sisi kanan kutub pertama fasa R dihubungkan langsung dengan sumber tegangan, sedangkan sisi kutub pertama fasa S yang dihubungkan langsung dengan sumber tegangan haruslah berlawanan dengan halnya fasa R yaitu sisi sebelah kiri.
Selanjutnya:
Jika x = 2, maka SRT = 16 yang berarti letak terminal R harus berjarak 16 slot
dari terminal T. Karena x = 2 merupakan bilangan genap, maka polaritas tegangan kutub pertama fasa R harus sama dengan pada kutub pertama fasa T sehingga sisi kumparan pada kutub pertama fasa R yang dihubungkan ke terminal R harus sama dengan sisi kumparan pada kutub pertama fasa T yang dihubungkan ke terminal T. Pada gambar 2.31 dan 2.32, sisi kanan kutub pertama fasa R dihubungkan langsung dengan sumber tegangan, sedangkan sisi kutub pertama fasa T yang dihubungkan langsung dengan sumber tegangan haruslah searah dengan halnya fasa R yaitu sisi sebelah kanan. Susunan belitan
(58)
fractional slot winding pada mesin ini dapat diberikan pada gambar 2.31 dan 2.32. Pada kedua gambar ini, kumparan fasa R ditandai dengan warna merah, kumparan fasa S ditandai dengan warna ungu, dan kumparan T ditandai dengan warna biru. Setiap kutub ini dihubungkan dengan kutub terdekatnya sedemikian sehingga apabila arus mengalir, akan terbentuk polaritas kutub yang berlawanan pada belitan yang berdekatan. Sambungan antar kutub/antar belitan digambarkan dengan garis putus (hanya digambar pada fasa R agar gambar tidak terlalu rumit). Pada gambar 2.32, hubungan antar sisi kumparan hanya digambar pada fasa R. Ujung R-R’, S-S’, dan T-T’ berturut-turut merupakan terminal awal dan akhir pada belitan fasa R, S, dan T. Terminal-terminal ini dapat dihubungkan sehingga membentuk hubungan Y ataupun Δ.
Pada gambar 2.31, kisar kumparan sebesar 3 slot. Karena satu slot sama dengan 37,5° listrik, maka kisar kumparan dalam derajat listrik:
, ° , °
Kisar kumparan pada gambar 2.31 memiliki perbandingan dengan kisar kutub sebesar ,
Pada gambar 2.32, kisar kumparan sebesar 4 slot maka kisar kumparan dalam derajat listrik:
, ° °
Kisar kumparan pada gambar 2.32 memiliki perbandingan dengan kisar kutub sebesar ,
(59)
Gambar 2.31 BelitanFractional Slot Winding
Mesin 48 Kutub, 10 Slot, dengan kisar kumparan Sebesar 3 slot
(60)
Gambar 2.32 BelitanFractional Slot Winding
Mesin 48 Kutub, 10 Slot, dengan kisar kumparan Sebesar 4 slot
(61)
3 s a h f I d f l G s m
3.1 Umum
Harmon sebesar kelip adalah gelom harmonisa y frekuensi fu Indonesia m Gelomb distorsi (cac fundamental listrik yang b
Gambar 3.1 sedangkan g mengandung
Gamb Si
nisa adalah g patan bilang mbang dari yang ditinja undamental s memakai frek bang teganga cat bentuk) l. Harmonis berulang set 1 menunjukk gambar 3.2 g harmonisa
bar 3.1 Gelo nusoidal Mu
HA
gelombang-g gan bulat da
sebuah fung au adalah ge sebesar 50 H kuensi fundam
an dan arus adalah berb sa merupaka tiap perioden
kan suatu g menunjukk . mbang urni
BAB III
ARMONI
gelombang s ari frekuensi gsi sinus. P elombang ar Hz (standarmental 50 H listrik pada bentuk sinus an salah sat nya.
gelombang kan suatu g
ISA
sinusoidal ya i fundamenta ada sistem t rus listrik a IEC) ataupu Hz yang sesua
sistem tena s dengan fre
tu jenis dist
sinusoidal y gelombang y
Gambar 3 Menga
ang mempun al. Gelomba tenaga listrik ataupun tega un 60 Hz (st
ai dengan sta ga listrik ya ekuensi sebe torsi pada s
yang bebas yang terdist
3.2 Gelomba andung Harm
nyai frekuen ang sinusoid k, gelomban angan denga tandar ANSI andar IEC. ang bebas da
esar frekuen sistem tenag
dari distors orsi sehingg
ang yang monisa nsi dal ng an I). ari nsi ga si, ga
(62)
(3.1)
(3.2)
3.2 Deret Fourier
Pada tahun 1800, seorang ahli matematika perancis Jean Baptiste Fourier
menemukan bahwa suatu gelombang non-sinus periodik dapat diuraikan menjadi deret penjumlahan gelombang-gelombang sinus yang mempunyai frekuensi sebesar kelipatan bilangan bulat dari frekuensi fundamental. Deret penjumlahan ini disebut deret fourier yang merupakan deret tak berhingga. Sejalan dengan itu, apabila suatu gelombang sinus mengalami distorsi sehingga menjadi suatu gelombang non-sinus maka gelombang itu dapat diuraikan menjadi penjumlahan dari gelombang harmonisanya. Harmonisa pertama disebut juga frekuensi fundamental. Jika frekuensi gelombang harmonisanya sama dengan dua kali frekuensi fundamental maka disebut harmonisa kedua, jika frekuensi gelombang harmonisanya sama dengan tiga kali frekuensi fundamental maka disebut harmonisa ketiga, dan seterusnya. Dalam sistem tenaga listrik di Indonesia, frekuensi fundamental adalah 50 Hz maka harmonisa keduanya mempunyai frekuensi 100 Hz, harmonisa ketiganya mempunyai frekuensi 150 Hz, dan seterusnya. Gelombang dengan frekuensi 50 Hz disebut harmonisa pertama ataupun frekuensi fundamental.
Misalkan fungsi f(t) berada pada interval 0 < t < T dan periodik dengan periode T. Deret fourier untuk fungsi tersebut adalah:
atau ekivalen dengan
Nilai n dalam persamaan 3.1 dan 3.2 merupakan bilangan asli (1, 2, 3, ..., n). Fungsi f(t) ini adalah suatu pernyataan deret tak berhingga dimana an dan bn adalah
koefisien fourier, dan ω adalah frekuensi sudut. Suku dari persamaan 3.1 dan 3.2 menyatakan nilai rata-rata atau komponen searah (dc) dari bentuk gelombang f(t).
(63)
(3.3) Nilai n disebut juga orde dari suatu harmonisa. Jika , disebut orde ke 2, jika
, disebut orde ke 3, dan seterusnya.
Apabila ruas kiri dan ruas kanan dari persamaan 3.1 diintegralkan dengan batas integral dari 0 sampai T, maka akan menghasilkan:
Karena nilai rata-rata dari sebuah fungsi sinus dan cosinus sama dengan nol, maka ruas kanan kedua pada persamaan 3.3 sama akan dengan nol sehingga menjadi:
Untuk menentukan an, kedua ruas pada persamaan 3.1 dikalikan dengan
cos 2nπt T⁄ dan diintegralkan dengan batas dari 0 sampai T sehingga menghasilkan:
Integral suku pertama, kedua, dan keempat dari persamaan di atas sama dengan nol karena nilai rata-rata dari sebuah fungsi sinus dan cosinus sama dengan nol sehingga persamaan di atas menjadi:
.
(64)
(3.6) (3.5) Sehingga:
Untuk menentukan bn, kedua pada persamaan 3.1 dikalikan dengan sin 2nπt T⁄
dan diintegralkan dengan batas dari 0 sampai T sehingga menghasilkan:
Integral suku pertama, kedua, dan keempat dari persamaan di atas sama dengan nol karena karena nilai rata-rata dari sebuah fungsi sinus dan cosinus sama dengan nol sehingga persamaan di atas menjadi:
.
Sehingga:
Penting diperhatikan bahwa batas integral pada persamaan 3.4, 3.5, dan 3.6 tidaklah baku, tetapi dapat dievaluasi untuk setiap periode lengkap yaitu dari t ke t + T 2⁄ , sebagai contoh dapat dievaluasi dari t = - T
2 ke t = T 2.
Batas integral persamaan 3.4, 3.5 dan 3.6 dapat diganti menjadi dari t = - T
2 ke t = T
(65)
(3.11) Mengingat dalam integral tertentu (integral dengan batas), berlaku persamaan sebagai berikut:
Dengan mensubstitusikan persamaan 3.10 dan 3.11 ke ruas kanan pertama pada persamaan 3.7, akan menghasilkan:
(3.7)
(3.9)
(3.10)
(3.12) (3.8)
(66)
(3.15)
Dengan mensubstitusikan persamaan 3.10 dan 3.11 ke ruas kanan pertama pada persamaan 3.8, akan menghasilkan:
Dengan cara yang sama, jika mensubstitusikan persamaan 3.10 dan 3.11 ke ruas kanan pertama pada persamaan 3.9, akan menghasilkan:
Ada beberapa kemungkinan bentuk simetri fungsi f(t) yang bisa mempermudah penganalisisan deret fourier dari f(t) tersebut, yaitu apabila fungsi f(t) merupakan fungsi ganjil, fungsi genap, ataupun fungsi simetris setengah gelombang.
(3.14) (3.13)
(1)
LAMPIRAN
X
Orde Harmonisa
(n)
n (°)
n α
(°) q
B
4 π B
k k E
EM
Pembilang
tan γ
Penyebut
tan γ γ
(°)
1 140 20 3 1,346541658 0,939692620786 0,959795080524 1,21446256 0 2,87938524157 0
3 60 60 3 0,320603101 0,5 0,666666666667 0,10686770 0 2 0
5 340 100 3 0,078894792 0,173648177667 0,217567881555 0,00298067 0 ‐0,65270364467 180
7 260 140 3 ‐0,009102304 0,766044443119 0,177362962079 ‐0,00123671 0 0,53208888624 0
9 180 180 3 ‐0,0212895 1 0,333333333333 ‐0,00709650 0 1 0
11 100 220 3 0,004048846 0,766044443119 0,177362962079 0,00055011 0 0,53208888624 0
13 20 260 3 0,037044599 0,173648177667 0,217567881555 0,00139955 0 ‐0,65270364467 180
15 300 300 3 0,057234714 0,5 0,666666666667 0,01907824 0 2 0
17 220 340 3 0,056711591 0,939692620786 0,959795080524 0,05114888 0 2,87938524157 0
19 140 380 3 0,039432886 0,939692620786 0,959795080524 0,03556501 0 2,87938524157 0
21 60 420 3 0,016417074 0,5 0,666666666667 0,00547236 0 2 0
23 340 460 3 ‐0,000845388 0,173648177667 0,217567881555 ‐0,00003194 0 ‐0,65270364467 180
25 260 500 3 ‐0,005778655 0,766044443119 0,177362962079 ‐0,00078513 0 0,53208888624 0
27 180 540 3 0,001159358 1 0,333333333333 0,00038645 0 1 0
29 100 580 3 0,013951324 0,766044443119 0,177362962079 0,00189554 0 0,53208888624 0
31 20 620 3 0,024795748 0,173648177667 0,217567881555 0,00093679 0 ‐0,65270364467 180
33 300 660 3 0,028094348 0,5 0,666666666667 0,00936478 0 2 0
35 220 700 3 0,022802776 0,939692620786 0,959795080524 0,02056611 0 2,87938524157 0
37 140 740 3 0,012304366 0,939692620786 0,959795080524 0,01109746 0 2,87938524157 0
39 60 780 3 0,002198004 0,5 0,666666666667 0,00073267 0 2 0
41 340 820 3 ‐0,002710069 0,173648177667 0,217567881555 ‐0,00010239 0 ‐0,65270364467 180
43 260 860 3 ‐0,000700328 0,766044443119 0,177362962079 ‐0,00009515 0 0,53208888624 0
45 180 900 3 0,006305581 1 0,333333333333 0,00210186 0 1 0
47 100 940 3 0,014040275 0,766044443119 0,177362962079 0,00190762 0 0,53208888624 0
49 20 980 3 0,018247 0,173648177667 0,217567881555 0,00068938 0 ‐0,65270364467 180
(2)
(3)
LAMPIRAN
XI
Orde Harmonisa
(n) n 2
(°)
n α
(°) q
B
4 π B
k k E
EM
Pembilang
tan γ
Penyebut
tan γ γ
(°)
1 160 20 3 1,346541658 0,984807753012 0,959795080524 1,27276954 ‐0,5 2,83564090981 350
3 120 60 3 0,320603101 0,866025403784 0,666666666667 0,18510029 ‐1 1,73205080757 330
5 80 100 3 0,078894792 0,642787609687 0,217567881555 0,01103343 ‐0,5 0,41954981559 310
7 40 140 3 ‐0,009102304 0,342020143326 0,177362962079 ‐0,00055216 0,5 ‐0,18198511713 110
9 0 180 3 ‐0,0212895 0 0,333333333333 0 1 0 ‐
11 320 220 3 0,004048846 0,342020143326 0,177362962079 0,00024561 ‐0,5 ‐0,18198511713 250
13 280 260 3 0,037044599 0,642787609687 0,217567881555 0,00518068 0,5 0,41954981559 50
15 240 300 3 0,057234714 0,866025403784 0,666666666667 0,03304448 1 1,73205080757 30
17 200 340 3 0,056711591 0,984807753012 0,959795080524 0,05360457 0,5 2,83564090981 10
19 160 380 3 0,039432886 0,984807753012 0,959795080524 0,03727250 ‐0,5 2,83564090981 350
21 120 420 3 0,016417074 0,866025403784 0,666666666667 0,00947840 ‐1 1,73205080757 330
23 80 460 3 ‐0,000845388 0,642787609687 0,217567881555 ‐0,00011823 ‐0,5 0,41954981559 310
25 40 500 3 ‐0,005778655 0,342020143326 0,177362962079 ‐0,00035054 0,5 ‐0,18198511713 110
27 0 540 3 0,001159358 0 0,333333333333 0 1 0 ‐
29 320 580 3 0,013951324 0,342020143326 0,177362962079 0,00084631 ‐0,5 ‐0,18198511713 250
31 280 620 3 0,024795748 0,642787609687 0,217567881555 0,00346768 0,5 0,41954981559 50
33 240 660 3 0,028094348 0,866025403784 0,666666666667 0,01622028 1 1,73205080757 30
35 200 700 3 0,022802776 0,984807753012 0,959795080524 0,02155349 0,5 2,83564090981 10
37 160 740 3 0,012304366 0,984807753012 0,959795080524 0,01163025 ‐0,5 2,83564090981 350
39 120 780 3 0,002198004 0,866025403784 0,666666666667 0,00126902 ‐1 1,73205080757 330
41 80 820 3 ‐0,002710069 0,642787609687 0,217567881555 ‐0,00037900 ‐0,5 0,41954981559 310
43 40 860 3 ‐0,000700328 0,342020143326 0,177362962079 ‐0,00004248 0,5 ‐0,18198511713 110
45 0 900 3 0,006305581 0 0,333333333333 0 1 0 ‐
47 320 940 3 0,014040275 0,342020143326 0,177362962079 0,00085171 ‐0,5 ‐0,18198511713 250
49 280 980 3 0,018247 0,642787609687 0,217567881555 0,00255184 0,5 0,41954981559 50
(4)
(5)
LAMPIRAN
XII
Orde Harmonisa
(n)
n (°)
n α
(°) q
B
4 π B
k k E
EM
Pembilang
tan γ
Penyebut
tan γ γ
(°)
1 150 15 3 1,346541658 0,965925826289 0,977283884193 1,27111343 0 2,93185165258 0 3 90 45 3 0,320603101 0,707106781187 0,804737854124 0,18243458 0 2,41421356237 0 5 30 75 3 0,078894792 0,258819045103 0,505879363402 0,01032979 0 1,51763809021 0 7 330 105 3 ‐0,009102304 0,258819045103 0,160787303265 ‐0,00037879 0 ‐0,48236190979 180 9 270 135 3 ‐0,0212895 0,707106781187 0,138071187458 ‐0,00207852 0 0,41421356237 0 11 210 165 3 0,004048846 0,965925826289 0,310617217526 0,00121479 0 0,93185165258 0 13 150 195 3 0,037044599 0,965925826289 0,310617217526 0,01111461 0 0,93185165258 0 15 90 225 3 0,057234714 0,707106781187 0,138071187458 0,00558789 0 0,41421356237 0 17 30 255 3 0,056711591 0,258819045103 0,160787303265 0,00236004 0 ‐0,48236190979 180 19 330 285 3 0,039432886 0,258819045103 0,505879363402 0,00516300 0 1,51763809021 0 21 270 315 3 0,016417074 0,707106781187 0,804737854124 0,00934190 0 2,41421356237 0 23 210 345 3 ‐0,000845388 0,965925826289 0,977283884193 ‐0,00079803 0 2,93185165258 0 25 150 375 3 ‐0,005778655 0,965925826289 0,977283884193 ‐0,00545496 0 2,93185165258 0 27 90 405 3 0,001159358 0,707106781187 0,804737854124 0,00065972 0 2,41421356237 0 29 30 435 3 0,013951324 0,258819045103 0,505879363402 0,00182666 0 1,51763809021 0 31 330 465 3 0,024795748 0,258819045103 0,160787303265 0,00103187 0 ‐0,48236190979 180 33 270 495 3 0,028094348 0,707106781187 0,138071187458 0,00274288 0 0,41421356237 0 35 210 525 3 0,022802776 0,965925826289 0,310617217526 0,00684159 0 0,93185165258 0 37 150 555 3 0,012304366 0,965925826289 0,310617217526 0,00369172 0 0,93185165258 0 39 90 585 3 0,002198004 0,707106781187 0,138071187458 0,00021459 0 0,41421356237 0 41 30 615 3 ‐0,002710069 0,258819045103 0,160787303265 ‐0,00011278 0 ‐0,48236190979 180 43 330 645 3 ‐0,000700328 0,258819045103 0,505879363402 ‐0,00009169 0 1,51763809021 0 45 270 675 3 0,006305581 0,707106781187 0,804737854124 0,00358810 0 2,41421356237 0 47 210 705 3 0,014040275 0,965925826289 0,977283884193 0,01325379 0 2,93185165258 0 49 150 735 3 0,018247 0,965925826289 0,977283884193 0,01722487 0 2,93185165258 0
(6)
LAMPIRAN
XIII
Orde Harmonisa
(n)
n
(°) n
(°) n
(°)
n α
(°) C2 C3
B
4 π B
k E
EM γ
(°)
1 165 135 105 15 1 1 1,346541658 0,925030649 1,24559230 7,5 3 135 45 315 45 1 ‐1 0,320603101 0,461939766 0,14809932 22,5 5 105 315 165 75 ‐1 ‐1 0,078894792 0,053144597 0,00419283 37,5 7 75 225 15 105 ‐1 ‐1 ‐0,009102304 0,040779283 ‐0,00037119 52,5 9 45 135 225 135 ‐1 1 ‐0,0212895 0,191341716 ‐0,00407357 67,5 11 15 45 75 165 ‐1 1 0,004048846 0,121782595 0,00049308 82,5 13 345 315 285 195 ‐1 1 0,037044599 0,121782595 0,00451139 277,5 15 315 225 135 225 ‐1 1 0,057234714 0,191341716 0,01095139 292,5 17 285 135 345 255 ‐1 ‐1 0,056711591 0,040779283 0,00231266 307,5 19 255 45 195 285 ‐1 ‐1 0,039432886 0,053144597 0,00209564 322,5 21 225 315 45 315 1 ‐1 0,016417074 0,461939766 0,00758370 337,5 23 195 225 255 345 1 1 ‐0,000845388 0,925030649 ‐0,00078201 352,5 25 165 135 105 15 1 1 ‐0,005778655 0,925030649 ‐0,00534543 7,5 27 135 45 315 45 1 ‐1 0,001159358 0,461939766 0,00053555 22,5 29 105 315 165 75 ‐1 ‐1 0,013951324 0,053144597 0,00074144 37,5 31 75 225 15 105 ‐1 ‐1 0,024795748 0,040779283 0,00101115 52,5 33 45 135 225 135 ‐1 1 0,028094348 0,191341716 0,00537562 67,5 35 15 45 75 165 ‐1 1 0,022802776 0,121782595 0,00277698 82,5 37 345 315 285 195 ‐1 1 0,012304366 0,121782595 0,00149846 277,5 39 315 225 135 225 ‐1 1 0,002198004 0,191341716 0,00042057 292,5 41 285 135 345 255 ‐1 ‐1 ‐0,002710069 0,040779283 ‐0,00011051 307,5 43 255 45 195 285 ‐1 ‐1 ‐0,000700328 0,053144597 ‐0,00003722 322,5 45 225 315 45 315 1 ‐1 0,006305581 0,461939766 0,00291280 337,5 47 195 225 255 345 1 1 0,014040275 0,925030649 0,01298768 352,5 49 165 135 105 15 1 1 0,018247 0,925030649 0,01687903 7,5