Tinjauan Ekonomi Islam Tentang Ijarah

Ada dua jenis ijarah dalam hukum islam, yaitu : a. Ijarah yang berhubunngan dengan sewa jasa, yaitu mempekerjakan jasa seseorang dengan upah sebagai imbalan jasa yang disewa. Pihak yang mempekerjakan disebut musta’jir, pihak pekerja disebut ajir, upah yang dibayarkan disebut ujrah. b. Ijarah yang berhubungan dengan sewa asset atau property, yaitu memindahkan hak untuk memakai dari asset atau property tertentu kepada orang lain dengan imbalan biaya sewa. Ijarah dapat dipakai juga sebagai bentuk pembiayaan, pada mulanya bukan merupakan bentuk pembiayaan, tetapi merupakan aktivitas usaha seperti jual beli. Individu yang membutuhkan pembiayaan untuk membeli asset dapat mendatangi pemilik dana dalam hal ini bank untuk membiayai pembelian asset produktif. Pemilik dana kemudian membeli barang dimaksud dan kemudian menyewakannya kepada yang membutuhkan asset tersebut. 13 Bentuk pembiayaan ini merupakan salah satu teknik pembiayaan ketika kebutuhan pembiayaan investor untuk membeli asset terpenuhi, dan investor hanya membayar sewa pemakaian tanpa harus mengeluarkan mengeluarkan modal yang cukup besar untuk membeli asset tersebut. 13 Ascarya, Akad Dan Produk Bank Syariah, PT. Grafindo Persada 2007 hal.99 Dua hal harus diperhatikan dalam penggunaan ijarah sebagai bentuk pembiayaan. Pertama, beberapa syarat harus dipenuhi agar hokum-hukum syariah terpenuhi, dan yang pokok adalah : a. Jasa atau manfaat yang akan diberikan oleh asset yang disewakan tersebut harus tertentu dan diketahui dengan jelas oleh kedua belah pihak. b. Kepemilikan asset tetap pada yang menyewakan yang bertanggung jawab atas pemeliharaannya sehingga asset tersebut terus dapat member manfaat kepada penyewa. c. Akad ijarah dihentikan pada saat asset yang bersangkutan berhenti memberikan manfaat kepada penyewa. Jika asset tersebut rusak dalam periode kontrak, akad ijarah masih tetap berlaku. d. Asset tidak boleh dijual kepada penyewa dengan harga yang ditetapkan sebelumnya pada saat kontrak berakhir. Apabila asset akan dijual, harganya akan ditentukan pada saat kontrak berakhir. 14

3. Pendapat Para Pakar Mengenai Akad Ijarah

Ijarah adalah akad pemindahan hak guna manfaat suatu barang atau jasa dalam waktu tertentu dengan adanya pembayaran upah ujrah, tanpa diikuti dengan perpindahan kepemilikan ownership atau milkiyah atas barang itu sendiri 15 . Maksud dari pemanfaatan disini adalah manfaat yang 14 Ibid, hal. 101 15 Al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-Arba’ah juz 3 hal.74 barangnya masih tetap utuh tidak habis setelah dimanfaatkan. Jadi, tidak boleh menyewakan apel untuk dimakan atau lilin untuk dibakar. Manfaat yang diambil sebagai objek akad sewa tidak berbentuk zat, misalnya: rumah yang dikontarakkan atau disewakan hanya untuk ditempati, mobil disewa untuk diambil manfaatnya di perjalanan, tidak untuk dimiliki. 16 Sedangkan pengertian ijarah menurut para ulama adalah : a. Ulama Mazhab Hanafi mendefinisikan : “ Transaksi terhadap suatu manfaat dengan suatu imbalan “ b. Ulama Mazhab Syafii mendefinisikan : “ transaksi terhadap manfaat yang dituju, tertentu bersifat bisa dimanfaatkan, dengan suatu imbalan tertentu”. c. Ulama Malikiyah dan Hanabilah mendefinisikannya :” pemilikan manfaat sesuatu yang dibolehkan dalam waktu tertentu dengan suatu imbalan”. Berdasarkan definisi-definisi di atas, maka akad al-ijarah tidak boleh dibatasi oleh syarat. Akad al-ijarah juga tidak berlaku bagi pepohonan untuk diambil buahnya, Karena buah itu adalah materi benda, sedangkan akad al- ijarah itu hanya ditujukkan kepada manfaat saja. Demikian juga kambing dan sapi, tidak boleh dijadikan sebagai objek ijaarah, untuk diambil susu atau bulunya domba karena susu dan bulu termasuk materi. Jumhur ulama fikih juga tidak membolehkan air mani hewan ternak pejantan seperti sapi, kuda, kerbau dan kambing, karena air mani itu adalah 16 Hasyiyat al-Baijuri, juz 2 hal. 27-28