BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di tiga tempat yaitu Laboratorium Bahan Alam, Kimia LIPI-PUSPIPTEK, Serpong, Tanggerang; Laboratorium Mikologi,
Teknologi Bioindustri, gedung 1 LAPTIAB, BPPT-PUSPIPTEK, Serpong, Tanggerang dan Laboratorium Pangan, Pusat Laboratorium Terpadu UIN Syarif
Hidayatullah, Jakarta. Penelitian ini dilakukan mulai bulan Oktober 2009 hingga Januari 2010.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari peralatan untuk ekstraksi, yaitu: blender, beackerglass, hot plate, magnetic stirrer, sentrifius
sigma 201m dan batang pengaduk. Peralatan untuk pengeringan sampel hasil ekstraksi, yaitu: cawan petri dan alat freeze-dryer telstar iyoalfa 15. Peralatan
untuk uji megazyme dan congo red, yaitu: tabung uji dengan tutup, tabung reaksi, waterbath Kottermann Labortechnik, mikro pipet, magnetic strirrer, vortex,
sentrifius HIMAC CR 21G, rak tabung reaksi, hot plate, termometer raksa. Sedangkan instrumen yang digunakan untuk analisis adalah Spektrometer
Infra Red Perkin Elmer tipe spectrum-one untuk identifikasi keberadaan senyawa
29 29
lentinan, Spektrometer UV-Vis double beam Hitachi tipe V-2001 untuk analisis kadar senyawa lentinan.
3.2.2 Bahan
Bahan-bahan yang dipakai pada penelitian ini terdiri dari bahan sampel dan bahan untuk analisis. Bahan sampel adalah jamur shiitake yang diperoleh dari
swalayan jln. Ampera Raya No.38 Cilandak Timur, Jakarta-Selatan dan β-1,3;1,6-
D-glukan Standar from barley, SIGMA, C
6
H
10
O
5 n
, powder, glukosa 95 diperoleh dari Kimia LIPI Pasar Jumat, Lebak Bulus, Jakarta-Selatan.
Bahan untuk analisis terdiri dari: bahan ekstraksi adalah aquades dan alkohol 96. Bahan analisis FTIR adalah serbuk KBr. Bahan untuk analisis kadar
senyawa β-1,3;1,6-D-glukan dengan metode congo red terdiri dari NaOH 1 M
dan pereaksi congo red. Bahan analisis kadar senyawa β-1,3;1,6-glukan dengan
metode Megazyme yaitu Megazyme kits dari Irlandia dipesan oleh laboratorium Mikologi, laboratorium Teknologi Bioindustri, BPPT-PUSPIPTEK, serpong,
tanggerang, terdiri dari Kit: botol 1 suspensi exo-1,3- β-Glucanase 100 UmL +
β-Glucosidase 20 UmL, 2.0 mL; botol 2 larutan Amyloglucosidase 1630 UmL + invertase 500 UmL dalam 50 vv gliserol, 20 mL; botol 3 pereaksi
buffer glukosa pekat; 50 mL; botol 4 Glucose oxidase 12,000 UL, Peroxidase 650 UL, 4-Aminoantipyrine 0.4 mM; botol 5 larutan standar
D-Glucose 5 mL, 1.00 mgmL in 0.2 wv asam benzoid; botol 6 control yeast
β-glucan, 56 , dan Reagen: buffer sodium asetat 1,2 M; pH-3,8, buffer sodium asetat 200 mM; pH-5, KOH 2M, HCl 37 vv; ~10M, KOH 2N.
30
3.3 Prosedur Penelitian 3.3.1 Pengambilan Sampel
Jamur shiitake diperoleh dari swalayan jln. Ampera Raya No.38 Cilandak Timur, Jakarta-Selatan pada tanggal 12 Oktober 2009. Jamur shiitake yang
digunakan merupakan jamur shiitake segar.
3.3.2 Preparasi Reagen
Reagen 1: ditambahkan 8 mL buffer natrium asetat 200 mM, pH-5,0 ke dalam botol 1, kemudian disimpan dalam tabung polypropylene pada suhu -20
o
C reagen stabil 2 tahun pada suhu -20
o
C. Reagen 2: diencerkan isi botol 3 pereaksi buffer glukosa pekat; 50 mL menjadi 1 L dengan air yang didistilasi
atau diionisasi stabil 2 tahun pada suhu 4
o
C. Reagen 3: dilarutkan isi botol 4 Glucose oxidase 12,000 UL, Peroxidase 650 UL, 4-Aminoantipyrine 0.4
mM kedalam isi botol 3 yang telah diencerkan stabil 2-3 bulan pada suhu 4
o
C dalam botol gelap, atau 12 bulan pada suhu -20
o
C.
3.3.3 Ekstraksi Jamur Shiitake dengan Metode Yap Ng
Ditimbang 900 g jamur shiitake yang telah dicuci dan dipotong-potong terlebih dahulu. Kemudian dihaluskan dengan blender dan direbus dengan
aquades 100
o
C selama 1 jam, kemudian ekstrak jamur shiitake diinkubasi pada suhu ruang hingga suhunya mencapai suhu ruang ±27
o
C. Selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan supernatan dengan residu ampas dari jamur
shiitake. Supernatan yang didapat ditambahkan etanol 95 4
o
C dengan volume
31
1:1 dan disimpan dalam freezer pada suhu -15
o
C selama 1 malam untuk mengendapkan senyawa
β-1,3;1,6-D-glukan yang terlarut dalam pelarut aquades. Endapan ekstrak basah jamur shiitake berbentuk gel yang diperoleh dipisahkan,
kemudian direbus kembali dengan aquades 100
o
C hingga larut. Setelah semua endapan larut kemudian diinkubasi pada suhu ruang, hingga suhunya ±27
o
C dan disaring. Selanjutnya ditambahkan kembali etanol 95 4
o
C dengan volume 1:1 dan disimpan dalam freezer pada suhu -15
o
C selama satu malam untuk mengendapkan senyawa
β-1,3;1,6-D-glukan kembali. Residu ampas dari jamur shiitake diekstrak kembali, ekstraksi berulang dilakukan hingga didapatkan
ekstrak basah jamur shiitake dengan berat minimun. Setelah diperoleh ekstrak basah jamur shiitake, kemudian dilakukan proses pengeringan dengan metode
freeze drying selama 5 hari, untuk selanjutnya dihaluskan menjadi serbuk.
3.3.4 Identifikasi Senyawa β-1,3;1,6-D-glukan pada Ekstrak Kering Jamur
Shiitake dengan FTIR
Identifikasi senyawa
β-1,3;1,6-D-glukan lentinan pada ekstrak kering jamur shiitake dilakukan menggunakan FTIR dengan teknik cakram KBr.
Sebanyak 2 mg ekstrak kering jamur shiitake glukan dicampurkan dengan 200 mg serbuk KBr kering dengan lumpang agate atau “vibrating ball mill” hingga
benar-benar homogen. Setelah itu campuran tersebut dimasukkan ke dalam pencetak dengan alat press. Lalu cakram KBr dilepas dari alat press. Selanjutnya
dilakukan scanning dengan frekuensi berkisar antara 400-4000 cm
-1
. Dilakukan pula analisis yang sama untuk
β-1,3;1,6-glukan standar.
32
3.3.5 Analisis Kadar Senyawa β-1,3;1,6-D-glukan pada Ekstrak Kering
Jamur Shiitake dengan Metode Megazyme 1. Penentuan Kadar Total Glukan
Ditimbang 100 mg ekstrak kering jamur shiitake, kemudian ditambahkan 1,5 ml HCl pekat 37 vv kedalam tabung reaksi, selanjutnya divortex pelan-
pelan. Kemudian diinkubasi dalam waterbath 30
o
C, selama 45 menit dan divortex setiap 15 menit sekali. Ditambahkan 10ml aquades dan divortex, diinkubasi
kembali dalam waterbath 100
o
C selama 2 jam, selanjutnya ditambahkan 10 ml KOH 2 N, kemudian dipindahkan ke labu volumetric 100 ml, dicuci sisa pada
labu volumetric dengan buffer sodium asetat pH-5, dicampur dengan hati-hati dengan dibolak-balik. Kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 1500 rpm
selama 10 menit. Kemudian diambil 0,1 ml supernatan duplo, masing-masing ditambahkan 0,1 ml reagen 1 campuran 8 mL buffer sodium asetat 200 mM, pH-
5,0 dan suspensi exo-1,3- β-Glucanase 100 UmL + β-Glucosidase 20 UmL,
2.0 mL dan divortex, selanjutnya diinkubasi pada 40
o
C selama 60menit, ditambahkan 3 ml reagen 3 GOPOD dan divortex, diinkubasi kembali pada 40
o
C selama 20 menit, kemudian divortex. Selanjutnya diukur absorbansi dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 510 nm. Penentuan kadar total glukan dilakukan sebanyak tiga kali triplo. Dilakukan pula penentuan kadar total
glukan dari yeast dengan perlakuan dan waktu yang sama.
33
2. Penentuan Kadar α-glukan
Ditimbang 100 mg ekstrak kering jamur shiitake, kemudian ditambahkan 2 ml KOH 2 M, kemudian divortex selama 20 menit, ditambahkan 8ml buffer
natrium Asetat 1,2 M pH-3,8 dan divortex, kemudian ditambahkan 0,2 ml enzim botol 2 larutan Amyloglucosidase 1630 UmL + invertase 500 UmL dalam 50
vv gliserol, 20 mL dan divortex kembali, selanjutnya diinkubasi pada 40
o
C selama 30 menit dan divortex pelan-pelan. Kemudian disentrifugasi selama 10
menit, diambil 0,1 ml supernatan dan ditambahkan 0,1 ml buffer sodium asetat pH-5 dan divortex, ditambahkan kembali 3 ml reagen 3 GOPOD dan divortex,
diinkubasi pada 40
o
C selama 20 menit. Diukur absorbansi dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 510 nm. Penentuan Kadar
α- glukan dilakukan sebanyak tiga kali triplo. Dilakukan pula Penentuan Kadar
α- glukan dari yeast dengan perlakuan dan waktu yang sama.
3.3.6 Analisis Kadar Senyawa β-1,3;1,6-D-glukan pada Ekstrak Kering
Jamur Shiitake dengan Metode Congo Red
Ditimbang 0,02 g ekstrak kering jamur shiitake, kemudian ditambahkan 1,4 ml NaOH 1M dan diaduk dengan stirer hingga serbuk glukan larut.
Ditambahkan kembali 0,6 ml aquades dan diaduk kembali hingga tercampur. Kemudian campuran tersebut dipipet masing-masing 1 ml dan dimasukkan
kedalam tabung sentrifius ukuran 1,5 ml. Selanjutnya disentrifugasi untuk memisahkan ekstrak kering jamur shiitake yang sudah larut filtrat dengan yang
belum larut residu . Filtrat yang terpisah kemudian diambil dan ditambahkan
34
500 l NaOH 0,2 M dan divortex. Selanjutnya ditambahkan 400 l pereaksi congo red dan divortex kembali untuk mencampurnya dan diinkubasi selama 20 menit
pada ruang gelap. Selanjutnya diukur absorbansi dengan alat spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang 540 nm
35
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Ekstraksi Jamur Shiitake
Hasil Ekstraksi jamur shiitake menggunakan metode Yap Ng dengan proses ekstraksi berulang sebanyak tujuh kali, maka dari 900 g sample jamur
diperoleh total ekstrak basah jamur shiitake basah sebesar 84 g. Dengan hasil berat kering sebesar 4,4987 g atau 0,4999 ww . Menurut penelitian yang
dilakukan Yap Ng 2001, bahwa dengan metode ekstraksi yang sama dari 100 g sample jamur shiitake diperoleh berat kering sebesar 325 mg 0,3250 ww
Penggunaan pelarut aquades panas dalam proses ekstraksi jamur shiitake didasarkan pada sifat kelarutan senyawa
β-glukan yang akan diekstraksi, menurut Widyastuti 2009:
β-glukan adalah polisakarida yang larut dalam pelarut aquades panas dan NaOH. Terekstraknya senyawa
β-1,3;1,6-D-glukan oleh aquades panas, dapat terjadi karena pada saat proses pemanasan membuat rantai cabang dari
senyawa β-1,3;1,6-D-glukan terbuka, kondisi ini memungkinkan aquades untuk
masuk kedalam struktur polisakarida β-1,3;1,6-D-glukan dan berinteraksi ikatan
hidrogen dengan gugus –OH dari senyawa β-1,3;1,6-D-glukan. Sehingga senyawa
β-1,3;1,6-D-glukan dapat terekstrak kedalam pelarut aquades. Pada proses ini terjadi gelatinisasi yang dapat terlihat dari supernatan hasil ekstraksi yang
mengental. Penambahan etanol dingin 95 4
o
C kedalam supernatan hasil ekstraksi bertujuan untuk memisahkan senyawa
β-1,3;1,6-D-glukan yang terlarut dalam
36 36
pelarut aqudes. Dengan penambahan etanol maka interaksi hidrogen antara aquades dengan senyawa
β-1,3;1,6-D-glukan tergantikan dengan interaksi antara etanol dengan aquades, sehingga menyebabkan senyawa
β-1,3;1,6-D-glukan mengendap. Ketidakmampuan senyawa
β-1,3;1,6-D-glukan untuk berinteraksi dengan etanol karena sifat kelarutanya yang kecil. Menurut penelitian yang
dilakukan oleh Kusmawati dan Irma, telah dibuktikan bahwa semakin rendah suhu etanol yang digunakan dalam proses pengendapan, maka semakin banyak
polisakarida yang dapat diendapkan. Untuk lebih mengoptimalkan proses pengendapan ekstrak glukan, maka setelah penambahan etanol dingin 95 4
o
C dilanjutkan dengan proses penyimpanan dalam freezer -15
C selama 1 malam, sehingga diharapkan semakin banyak ekstrak glukan yang terendapkan.
Perebusan kembali endapan ekstrak basah jamur shiitake yang telah diperoleh dilakukan untuk menghilangkan partikel pengotor ataupun senyawa lain
yang masih terbawa selama proses perebusan pertama ataupun selama proses pengendapan senyawa
β-1,3;1,6-D-glukan. Proses pengeringan ekstrak basah jamur shiitake menggunakan metode freeze drying dipilih agar supaya struktur
ekstrak kering jamur shiitake yang diperoleh tidak rusak, karena dalam metode freeze drying tidak digunakan panas yang tinggi. Sedangkan jika proses
pengeringan menggunakan oven dapat merusak struktur ekstrak kering jamur shiitake yang diperoleh.
.
37
4.2 Hasil Identifikasi Senyawa β-1,3;1,6-D-glukan pada Ekstrak Kering