Congo Red Spektrofotometer UV-Vis

quinoneimine yang dihasilkan, diukur dengan spektrofotometer UV-Vis sebagai nilai yang menunjukkan kadar senyawa β-1,3;1,6-D-glukan McCleary, 2009. Metode megazyme teramasuk kedalam metode enzimatis karena dalam analisisnya digunakan beberapa enzim yang berperan dalam proses hidrolisis, enzim yang digunakan diantaranya McCleary, 2009: 1. exo-1,3- β-glucanase + β-glucosidase, enzim ini berperan dalam menghidrolisis Laminarisaccharides + H 2 O menjadi D-glucose, Laminarisaccharides merupakan hasil hidrolisis pertama pada pengukuran total glukan menggunakan HCl 37 . 2. Glucose oxidase, enzim ini berperan dalam mengoksidasi D-glucose + H 2 O + O 2 menjadi D-gluconate + H 2 O 2. 3. Amyloglucosidase, enzim ini berperan dalam menghidrolisis ikatan α- glukan menghasilkan D-glucose pada analisis kadar α-glukan. 4. Peroxidase, enzim ini berperan dalam mempercepat reaksi antara H 2 O 2 yang dihasilkan dengan p-hydroxybenzoic acid + 4- aminoantipyrine menghasilkan quinoneimine warna merah. Quinoneimine yang dihasilkan diukur menggunakan spektrofotometer UV-Vis.

2.6 Congo Red

Congo red adalah suatu garam natrium dari benzidinediazo-bis-1- naftilamin-4-asam sulfonat dengan rumus molekul C 32 H 22 N 6 Na 2 O 6 S 2 dan dengan 17 berat molekul 696,66 gmol. Congo red larut dalam air, dan kelarutan congo red paling baik dalam pelarut organik wikipedia.com. Gambar 4. Struktur Senyawa Congo Red Anonim Pada penelitian ini pereaksi warna congo red coba dikembangkan sebagai salah satu metode analisis alternatif yang digunakan untuk menentukan adanya senyawa β-1,3;1,6-D-glukan pada ekstrak kering jamur shiitake. Uji kuantitatif kadar senyawa β-1,3;1,6-D-glukan dengan pereaksi congo-red diharapkan menjadi prosedur pengujian yang memiliki kelebihan dari segi keefektifan waktu dan biaya yang lebih efisien dibandingkan metode megazyme. Pertimbangan dalam melakukan analisis kadar lentinan menggunakan pereaksi warna congo red didasarkan pada penelitian yang dilakukan oleh Ronald M. Teather dan Peter J. Wood 1981 bahwa terjadi interaksi signifikan antara congo-red dengan ikatan β-1,3-D-glukan: “Percobaan terbaru dimana congo red memperlihatkan interaksi dengan polisakarida yang mengandung unit ikatan β- 1,4-D-glukopiranosil dan interaksi signifikan dengan β-1,3-D-glukan dan kemungkinan beberapa hemiselulosa galaktoglukomannan 17-19. Pada penelitian ini, hasil pengukuran kadar senyawa senyawa β-1,3;1,6-D- glukan menggunakan pewarna congo red diharapkan memperoleh hasil 18 pengukuran yang signifikan, dengan hasil pengukuran yang mendekati hasil pengukuran metode megazyme.

2.7 Spektrofotometer UV-Vis

Pengukuran absorbansi atau transmitansi dalam spektrofotometer ultraviolet dan sinar tampak digunakan untuk analisis kuantitatif spesies kimia. Pengukuran UV-Vis dilakukan pada panjang gelombang 200 nm - 800 nm. Absorbansi spesies ini berlangsung dalam dua tahapan, yaitu: 1. Tahap pertama M + hv = M, merupakan eksitasi spesies akibat absorbsi foton hv dengan waktu hidup terbatas 10 -8 -10 -9 detik. 2. Tahap kedua adalah relaksasi dengan berubahnya M menjadi spesies baru dengan reaksi fotokimia. Absorpsi dalam daerah ultraviolet dan daerah tampak menyebabkan eksitasi elektron ikatan. Puncak absorpsi λ maks dapat dihubungkan dengan jenis ikatan-ikatan yang ada dalam spesies. Spektroskopi absorpsi berguna untuk mengkarakterisasikan gugus fungsi dalam suatu molekul dan untuk analisis kuantitatif Khopkar, 2003. Menurut Sudjadi 1986, panjang gelombang serapan merupakan ukuran perbedaan tingkat-tingkat energi dari orbital yang bersangkutan. Supaya elektron dalam ikatan sigma tereksitasi maka diperlukan energi paling tinggi dan akan memberikan serapan pada 120-200 nm 1 nm = 10 -7 cm = 10 Å = 1 mu. Daerah ini dikenal sebagai daerah ultraviolet hampa, karena pada pengukuran harus tidak boleh ada udara, sehingga sukar dilakukan dan juga relatif tidak banyak 19 memberikan keterangan untuk penetuan struktur. Di atas 200 nm merupakan daerah eksitasi elektron dari orbital molekul π dan n, terutama sistem π terkonjugasi mudah pengukurannya dan spektrumnya memberikan banyak keterangan. Karena alasan praktis maka spektrometri ultraviolet-tampak biasa dilakukan di atas 200 nm. Untuk keperluan penentuan sruktur, spektrofotometri ultraviolet-tampak penggunaanya tidak seluas spektrometri inframerah, spektrometri massa dan spektrometri resonansi magnit proton. Kegunaan spektrometri ultraviolet-tampak ini terletak pada kemampuannya mengukur jumlah ikatan rangkap atau konjugasi aromatik di dalam suatu molekul. Elektron sunyi pada oksigen, nitrogen dan sulfur dapat juga termasuk dalam perluasan konjugasi dari sistem rangkap. Dua hukum empiris telah merumuskan tentang intensitas serapan. Hukum Lambert menyatakan bahwa fraksi penyerapan sinar tidak bergantung dari intensitas sumber cahaya. Hukum Beer mengatakan bahwa penyerapan sebanding dengan jumlah molekul yang menyerap. Dari hukum Lambert-Beer dapat diketahui bahwa hubungan antara transmitansi, tebal cuplikan dan konsentrasi. Hubungan ini dinyatakan sebagai berikut: Log IoI = kcb = A Dimana: Io dan I = intensitas sinar awal dan sinar yang diteruskan k = suatu tetapan karakteristik dari zat terlarut cm -1 c = konsentrasi ppm 20 b = tebal sel cm dan A = serapan Alat spektrofotometer UV-Vis ada dua macam yaitu single beam dan double beam, perbedaan antara keduanya adalah pada tempat sampel dan standar. Untuk single beam, tempat sampel dan standar digunakan bergantian, sehingga dalam pengukuranya harus dilakukan bergantian. Sedangkan untuk double beam sampel dan standar memiliki tempat masing-masing, sehingga dalam pengukuranya dilakukan secara bersama. Berikut perbedaan skema alat antara single beam dan double beam: Gambar 5. Skema Alat Spektrofotometer UV-Vis single beam Hermanto, 2008 Gambar 6. Skema Alat Spektrofotometer UV-Vis double beam Hermanto, 2008 21 Walaupun Spektrofotometer single beam dan double beam memiliki perbedaan dalam susunan alatnya, namun keduanya terdiri dari bagian-bagian yang sama. Bagian-bagian dari alat spektrofotometer UV-Vis terdiri dari Khopkar, 2003:

1. Sumber cahaya: sumber yang biasa digunakan dalam spektrofotometer UV-

Vis adalah lampu hidrogen atau lampu deuterium. Kebaikan lampu wolfram adalah energi radiasi yang dibebaskan tidak bervariasi pada berbagai panjang gelombang. Untuk memperoleh tegangan yang stabil dapat digunakan transformator. Jika potensial tidak stabil kita akan mendapatkan energi yang bervariasi. Untuk mengkompensasi hal ini maka dilakukan pengukuran transmitan larutan sampel selalu disertai larutan pembanding

2. Monokromator: digunakan untuk memperoleh sumber sinar yang

monokromatis. Alatnya dapat berupa prisma atau grating. Untuk mengarahkan sinar monokromatis yang diinginkan dari hasil penguraian ini dapat digunakan celah. Jika celah posisinya tetap maka prisma atau gratingnya yang dirotasikan untuk mendapatkan yang diinginkan. Ada dua tipe prisma yaitu susunan cornu dan susunan littrow. Secara umum tipe cornu menggunakan sudut 60°, sedangkan tipe littrow menggunakan prisma dimana pada sisinya tegak lurus dengan arah sinar yang berlapis alumunium serta mempunyai sudut optik 30°.

3. Sel absorpsi: pada pengukuran di daerah tampak, kuvet kaca atau kuvet kaca

corex dapat digunakan, tetapi untuk pengukuran pada daerah UV kita harus menggunakan sel kuarsa karena gelas tidak tembus cahaya pada daerah ini. Umumnya tebal kuvetnya adalah 10 mm, tetapi yang lebih kecil ataupun yang 22 lebih besar dapat digunakan. Sel yang biasa digunakan berbentuk persegi, tetapi bentuk silinder juga dapat digunakan. Kita harus menggunakan kuvet yang bertutup untuk pelarut organik. Sel yang baik adalah kuarsa dan gelas hasil leburan, serta seragam keseluruhannya.

4. Detektor: peranan detektor penerima adalah memberikan respon terhadap

cahaya pada berbagai panjang gelombang.

2.8 Spektrofotometer IR