Teori-Teori Kepuasan Kerja Teori Tentang Kepuasan Kerja 1. Pengertian Kepuasan Kerja

53 Kepuasan kerja juga penting untuk aktualisasi diri. Menurut Sedarmayanti 2007, pegawai yang tidak memperoleh kepuasan kerja tidak akan pernah mencapai kemantapan psikologis, dan pada gilirannya akan menjadi frustasi. Pegawai seperti ini akan sering melamun, mempunyai semangat kerja rendah, cepat lelah dan bosanan, emosi tidak stabil, sering absen dan melakukan kesibukan yang tidak ada hubungannya dengan pekerjaan yang harus dilakukan. Sedangkan pegawai yang mendapatkan kepuasan kerja biasanya mempunyai catatan kehadiran dan perputaran yang lebih baik, kurang aktif dalam kegiatan serikat pegawai, dan kadang-kadang berprestasi kerja lebih baik dari pada pegawai yang tidak memperoleh kepuasan kerja. Oleh karena itu, kepuasan kerja mempunyai arti penting baik bagi pegawai maupun organisasi, terutama karena menciptakan keadaan positif di dalam lingkungan pekerjaan.

2.3.2. Teori-Teori Kepuasan Kerja

Yukl 2001 menyatakan ada 3 tiga macam teori tentang kepuasan kerja, yaitu : 2.3.2.1. Discrepancy Theory Kepuasan atau ketidakpuasan dengan sejumlah aspek pekerjaan menurut Locke tergantung pada selisih discrepancy, antara apa yang seharusnya ada harapan, kebutuhan atau nilai-nilai dengan apa yang menurut perasaan atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaannya Manullang, 2001 Seorang akan terpuaskan jika tidak ada selisih antara kondisi-kondisi yang diinginkan dengan kondisi-kondisi aktual. 54 Semakin besar kekurangan dan semakin banyak hal-hal penting yang diinginkan, semakin besar ketidakpuasannya. Jika terdapat lebih banyak jumlah faktor pekerjaannya yang dapat diterima secara minimal dan kelebihannya menguntungkan misalnya: upah ekstra, jam kerja yang lebih lama, orang yang bersangkutan akan sama puasnya bila terdapat selisih dari jumlah yang diinginkan. Berdasarkan pandangan tersebut, maka dapat dikatakan seseorang akan merasa puas apabila tidak ada perbedaaan antara yang diinginkan dengan persepsinya terhadap kenyataan yang ada, karena batas minimum yang diinginkan telah dipenuhi. Apabila yang didapat ternyata lebih besar dari pada yang diinginkan, maka orang akan menjadi lebih puas lagi walaupun terdapat discrepancy. Perbedaan yang terjadi disini adalah perbedaan yang positif. Sebaliknya, makin jauh kenyataan yang dirasakannya itu di bawah standar minimum negative discrepancy, maka makin besar pula ketidakpuasan seseorang terhadap pekerjaannya. 2.3.2.2. Equity Theory Puas tidaknya seseorang terhadap pekerjaannya tergantung pada apakah ia merasakan adanya keadilan equity atau tidak terhadap suatu situasi, hal ini diperoleh dengan cara membandingkan dirinya dengan orang lain yang sekelas, sekantor maupun di tempat lain Karlins, 2000. Keadilan equity adalah suatu keadaan yang muncul dalam pikiran seseorang, jika ia merasa bahwa rasio antara usaha dan imbalan adalah seimbang dengan rasio individu yang dibandingkan. Dasar kepuasan kerja adalah derajat keadilan yang 55 diterima pegawai dalam situasi kerjanya, semakin tinggi derajat keadilan yang diterima, semakin puas pegawai yang bersangkutan Reksohadiprodjo, 2001. Gomes 2003 menyatakan bahwa keadilan dikatakan ada apabila orang menganggap bahwa rasio antara masukan dengan hasil sepadan dengan orang lain. Ketidakadilan akan ada jika seseorang menganggap bahwa rasio antara masukan dengan hasil yang mereka terima tidak sama. Menurut pendapat McKenna dan Beech 2002, faktor-faktor dari teori ”equity” adalah input, outcome, comparison person, dan equity-in-equity. Input adalah segala sesuatu yang bernilai bagi seseorang yang dianggap mendukung pekerjaannya, seperti : pendidikan, pengalaman, kecakapan, banyaknya usaha yang dicurahkan, jumlah jam kerja, dan peralatan atau perlengkapan pribadi yang dipergunakan untuk pekerjaannya. Outcome adalah suatu yang dianggap bernilai oleh seorang pekerja yang diperoleh dari pekerjaannya, seperti : upah atau gaji, keuntungan sampingan, simbol status, penghargaan, serta kesempatan waktu berhasil atau ekspresi diri. Comparison person ini bisa berupa seseorang di perusahaan yang sama, atau di tempat lain, atau bisa pula dengan dirinya sendiri di masa lampau. Kesimpulan dari teori keadilan ini adalah bahwa pegawai membandingkan usaha mereka terhadap imbalan dengan imbalan pegawai lainnya dalam situasi kerja yang sama. Teori keadilan ini didasarkan asumsi bahwa orang-orang dimotivasi oleh keinginan untuk diperlakukan secara adil dalam pekerjaannya. Individu berkerja untuk mendapatkan imbalan dari organisasi McKenna dan Beech, 2002. 56 2.3.2.3. Two Factor Theory Menurut Hezberg 2000 dalam Kuswadi 2004, pada dasarnya teori ini menyatakan bahwa kepuasan kerja dan ketidakpuasan kerja adalah dua hal yang berbeda. Artinya, kepuasan dan ketidakpuasan terhadap pekerjaan itu tidak merupakan suatu variabel yang kontinu. Kepuasan kerja dapat dikelompokkan menjadi dua kategori yaitu satisfier atau motivator dan dissatisfier atau hygiene factor. Satisfier intrinsic factor adalah faktor-faktor atau situasi yang dibuktikan sebagai sumber kepuasan kerja, terdiri dari: prestasi, pengakuan, tanggung jawab, kemajuan, pekerjaan itu sendiri, dan kemungkinan berkembang. Dikatakan bahwa adanya faktor ini akan menimbulkan kepuasan, tetapi tidak hadirnya faktor ini tidaklah selalu mengakibatkan ketidakpuasan. Dissatisfier extrinsic factor adalah faktor-faktor yang terbukti menjadi sumber ketidakpuasan, terdiri dari : upah, jaminan pekerjaan, kondisi kerja, status, prosedur perusahaan, supervisi, hubungan antar rekan sekerja dan hubungan dengan atasan. Herzberg menyatakan perbaikan terhadap kondisi atau situasi ini akan mengurangi atau menghilangkan ketidakpuasan, tetapi tidak akan menimbulkan kepuasan karena ia bukan sumber kepuasan kerja Kuswadi, 2004. Jadi teori discrepancy dan equity menekankan bahwa kepuasan orang dalam bekerja, ditengarai oleh dekatnya jarak antara harapan dan kenyataan yaitu kenyataan yang didapat sesuai dengan harapannya. Demikian juga yang diterima rekan sekerja lain adalah sama atau adil seperti yang diterimanya sesuai dengan pengorbanannya. 57 Sedangkan teori dua faktor mensyarati kepuasan kerja pegawai dengan dua kategori, yaitu faktor intrinsik dan ekstrinsik.

2.3.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja