Komunikasi Kelompok Kecil Geng “Bushido Population” Dengan Pembentukan Konsep Diri Anggotanya ( Studi Kasus )

(1)

Diajuk

Syarat U

kan Untuk

Untuk Mem

DE

FAKULT

UN

A

k Melengk

mperoleh

R

EPARTEM

TAS ILMU

NIVERSIT

ANGGOT

(Studi Ka

SKRIP

kapi Tugas

Gelar Sarj

Oleh

RAISA F

060904

MEN ILMU

U SOSIAL

TAS SUM

MEDA

2010

ANYA

asus)

PSI

s-Tugas da

jana Ilmu

h:

FITRI

010

U KOMU

L DAN IL

MATERA U

AN

0

an Memen

Sosial dan

UNIKASI

LMU POL

UTARA

nuhi Syara

an Ilmu Po

LITIK

at-olitik


(2)

Lembar Persetujuan

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan oleh : Nama : Raisa Fitri

NIM : 060904010 Departemen : Ilmu Komunikasi

Judul : Komunikasi Kelompok Kecil Geng “Bushido Population” Dengan Pembentukan Konsep Diri Anggotanya

( Studi Kasus )

Tanggal disetujui :

Dosen Pembimbing Ketua Departemen

Dr. Iskandar Zulkarnain, MSi Drs. Amir Purba, MA NIP : 131882279 NIP: 195102191987011001

a.n Dekan Pembantu Dekan 1,

Drs. Humaizi, M.A NIP : 195908091986011002


(3)

ABSTRAKSI

Skripsi ini mengambil judul “Komunikasi Kelompok Kecil Geng Bushido Population Dengan Pembentukan Konsep Diri Anggotanya” (sebuah studi kasus). Masalah yang diangkat dalam penelitian ini bagaimana komunikasi kelompok yang dilakukan oleh anggota geng Bushido Population dimana mereka terikat oleh aturan dan sanksi yang menimbulkan rasa saling memiliki dan menghormati terhadap pembentukan konsep diri para anggotanya. Di tengah-tengah persepsi masyarakat yang negatif terhadap keberadaan geng, mereka harus membuktikan bahwa anggapan tersebut tidak selalu benar adanya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisa kualitatif yang merupakan pengukuran dengan menggunakan data-data nominal yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel ke dalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum. Objek penelitian adalah geng Bushido Population, sebuah geng otomotif yang ada di kota Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi kelompok kecil yang terjalin di geng Bushido Population tidak memberikan dampak negatif terhadap konsep diri para anggotanya. Meskipun dilatarbelakangi hal-hal yang berbeda saat ingin bergabung, namun dengan adanya aturan serta sanksi yang disepakati dan dipatuhi bersama, menjadikan geng ini sebuah wadah positif bagi anggotanya dalam hal otomotif, pertemanan, mengekspresikan diri, sosialisasi diri, bahkan persaudaraan. Pandangan negatif dari masyarakat terhadap keikutsertaan mereka di Bushido malah memberikan semangat bagi para anggota untuk membuktikan bahwa mereka tidak melakukan hal-hal negatif tersebut. Konsep diri mereka semakin matang dan baik. 


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT, yang berkat rahmat dan karunia-Nya akhirnya dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulisan skripsi yang berjudul “Komunikasi Kelompok Kecil Geng Bushido Population dengan Pembentukan Konsep Diri Anggotanya (Sebuah Studi Kasus)” ini dimaksudkan untuk memenuhi persyaratan yang harus dilengkapi dalam memperoleh gelar sarjana sosial pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan skripsi ini, kiranya tidak tercipta begitu saja, melainkan merupakan hasil pelajaran yang penulis terima selama mengikuti perkuliahan di Departemen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara dan juga dari data-data yang didapatkan melalui hasil riset dari perpustakaan, internet, dan buku-buku literature lainnya.

Kemudian dalam skripsi ini penulis menjumpai begitu banyak hambatan ataupun halangan baik dalam mencari data maupun dalam penyelesaian penulisannya. Disamping itu, juga banyak mendapat saran, bimbingan, serta pengarahan baik yang bersifat moril maupun materil, serta dorongan dan semangat dari berbagai pihak yang sangat bermanfaat. Secara khusus, terima kasih kepada orang tua dan keluarga penulis, ayahanda Alhadi AG, SE, ibunda Rosa Siregar, SE, serta adinda Rafika Diana yang telah banyak memberikan dukungan baik moril maupun materil yang tak terhingga nilainya, sehingga penulis dapat menjalani dan menyelesaikan pendidikan di Perguruan Tinggi.


(5)

Dengan segala kerendahan hati, tidak lupa mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. M. ARIF NASUTION, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik.

2. Bapak Drs. AMIR PURBA, MA selaku Ketua Departemen Ilmu Komunikasi serta Ibu Dra. DEWI KURNIAWATI, Msi selaku Sekretaris Departemen atas segala bantuan serta dukungannya yang sangat berguna dan bermanfaat bagi penulis.

3. Bapak Dr. ISKANDAR ZULKARNAIN, Msi selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan masukan, arahan, dan bimbingan dalam pengerjaan skripsi ini.

4. Ibu EMILIA RAMADHANI, S.Sos selaku Dosen Wali selama mengikuti perkuliahan dari awal hingga akhir perkuliahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh Dosen dan Staf pengajar yang telah mendidik dan membimbing mulai dari semester awal hingga akhir penulis menyelesaikan perkuliahan di kampus.

6. Sahabat-sahabat penulis, Miranda Gusti Tofani Kaban, Nurul Hairina Daulay, Rani Indah Komala, dan yang namanya tidak bisa disebutkan satu persatu, terima kasih banyak atas segala perhatian dan dorongan yang kalian berikan selama ini.


(6)

7. Abdul Muktadir Ikram untuk kesabaran, dukungan, motivasi, rasa sayang, dan pengertian yang tak henti-hentinya diberikan kepada penulis.

Semoga Allah SWT membalas dan melimpahkan rahmat serta karunia-Nya atas semua bantuan dan dukungan yang telah diberikan. Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan dan begitu banyak kekurangannya. Untuk itu, sangat mengharapkan saran dan kritikannya yang membangun dari semua pihak demi perbaikan dan kesempurnaan tulisan ini. Akhirnya, semoga skripsi ini bermanfaat bagi kita semua, Amin.

Medan, Juni 2010

Penulis

(RAISA FITRI)

         


(7)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PERSETUJUAN………i

ABSTRAKSI……….ii

KATA PENGANTAR………..………....iii

DAFTAR ISI………...………..vi

BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Masalah………..1

I.2. Perumusan Masalah……….5

I.3. Pembatasan Masalah………5

I.4 Tujuan Penelitian……….6

I.5 Manfaat Penelitian………...6

I.6. Asumsi………..…………...7

I.7. Kerangka Konsep………8

I.8. Definisi Operasional………...16

BAB II URAIAN TEORITIS II.1. Komunikasi………...……….18

II.2. Komunikasi Kelompok Kecil………...…..19

II.3. Komunikasi Antar Pribadi………..21


(8)

II.5 Geng………..……….32

II.6. Asumsi………...……….32

BAB III METODE PENELITIAN III.1. Metode Penelitian………..…34

III.2. Subjek Penelitian………....34

III.3. Teknik Pengumpulan Data………...35

III.4. Acuan Pertanyaan Wawancara………...…36

III.5. Teknik Analisis Data………...……...38

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN IV.1. Deskripsi Subjek Penelitian………...…….39

IV.2. Hasil Pengamatan dan Wawancara………..………..42

IV.3. Pembahasan…………...……….58

IV.4. Pendapat Psikolog………..………63

BAB V PENUTUP V.1. Kesimpulan………..………..68

V.2. Saran………,..………69

DAFTAR PUSTAKA………..………...…………..71


(9)

ABSTRAKSI

Skripsi ini mengambil judul “Komunikasi Kelompok Kecil Geng Bushido Population Dengan Pembentukan Konsep Diri Anggotanya” (sebuah studi kasus). Masalah yang diangkat dalam penelitian ini bagaimana komunikasi kelompok yang dilakukan oleh anggota geng Bushido Population dimana mereka terikat oleh aturan dan sanksi yang menimbulkan rasa saling memiliki dan menghormati terhadap pembentukan konsep diri para anggotanya. Di tengah-tengah persepsi masyarakat yang negatif terhadap keberadaan geng, mereka harus membuktikan bahwa anggapan tersebut tidak selalu benar adanya.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus yaitu memusatkan diri secara intensif terhadap suatu objek tertentu dengan mempelajari sebagai suatu kasus. Penelitian ini menggunakan metode analisa kualitatif yang merupakan pengukuran dengan menggunakan data-data nominal yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variabel ke dalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum. Objek penelitian adalah geng Bushido Population, sebuah geng otomotif yang ada di kota Medan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa komunikasi kelompok kecil yang terjalin di geng Bushido Population tidak memberikan dampak negatif terhadap konsep diri para anggotanya. Meskipun dilatarbelakangi hal-hal yang berbeda saat ingin bergabung, namun dengan adanya aturan serta sanksi yang disepakati dan dipatuhi bersama, menjadikan geng ini sebuah wadah positif bagi anggotanya dalam hal otomotif, pertemanan, mengekspresikan diri, sosialisasi diri, bahkan persaudaraan. Pandangan negatif dari masyarakat terhadap keikutsertaan mereka di Bushido malah memberikan semangat bagi para anggota untuk membuktikan bahwa mereka tidak melakukan hal-hal negatif tersebut. Konsep diri mereka semakin matang dan baik. 


(10)

I.1. Latar Belakang

Sejak manusia diciptakan, kegiatan komunikasi tidak terlepas dari aktivitas manusia itu sendiri. Untuk terus-menerus dapat melangsungkan hidupnya, manusia harus saling berinteraksi dengan manusia lainnya melalui komunikasi. Melalui komunikasi segala aspek kehidupan manusia di dunia tersentuh.

Komunikasi memiliki beberapa bentuk yakni, komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi, dan komunikasi massa. Komunikasi kelompok terbagi dua, yaitu komunikasi kelompok besar dan komunikasi kelompok kecil.

Michael Burgoon dan Michael Ruffner dalam buku Human Communication, A Revision of Approaching Speech memberi batasan komunikasi kelompok sebagai interaksi tatap muka dari tiga atau lebih individu guna memperoleh maksud dan tujuan yang dikehendaki seperti berbagai informasi, pemeliharaan diri atau pemecahan masalah sehingga semua anggota dapat menumbuhkan karakteristik pribadi dan karakteristik anggota lainnya.

Komunikasi kelompok kecil merupakan bentuk komunikasi yang terjadi pada sekumpulan kecil orang (tidak lebih dari 20 orang) sehingga umpan balik


(11)

dapat diamati langsung dan saat komunikasi berlangsung, baik komunikator maupun komunikan bisa bertukar peran.

Sikap dasar manusia yang menyukai hidup berkelompok menjadikan komunikasi kelompok sangat berkembang. Banyak kelompok-kelompok terbentuk, baik itu kelompok belajar, kelompok hobi, kelompok kerja, kelompok pengembangan pribadi, kelompok rohani, dan lainnya.

Minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses tumbuh kembang yang remaja alami. Yang dimaksud di sini bukan sekadar kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi, nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam kelompok tersebut. Atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam ini memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group. Demi anggota kelompok, remaja bisa melakukan dan mengorbankan apa pun, dengan satu tujuan, Solidaritas. Geng, menjadi suatu wadah yang luar biasa apabila bisa mengarah terhadap hal yang positif. Tetapi terkadang solidaritas menjadi hal yang bersifat semu, buta dan destruktif, yang pada akhirnya merusak arti dari solidaritas itu sendiri.

Sebuah geng sering kali memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial yang ada demi alasan solidartas. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk menggunakan narkoba, mencium pacar, melakukan hubungan seks, melakukan penodongan, tawuran, merokok, dan masih banyak lagi.


(12)

Secara individual, remaja sering merasa tidak nyaman dalam melakukan apa yang dituntutkan pada dirinya. Namun, karena besarnya tekanan atau besarnya keinginan untuk diakui, ketidak berdayaan untuk meninggalkan kelompok, dan ketidak mampuan untuk mengatakan “tidak”, membuat segala tuntutan yang diberikan kelompok secara terpaksa dilakukan. Lama kelamaan prilaku ini menjadi kebiasaan, dan melekat sebagai suatu karakter yang diwujudkan dalam berbagai prilaku negatif.

Kelompok atau teman sebaya memiliki kekuatan yang luar biasa untuk menentukan arah hidup remaja. Jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang penuh dengan “energi negatif” seperti yang terurai di atas, segala bentuk sikap, perilaku, dan tujuan hidup remaja menjadi negatif. Sebaliknya, jika remaja berada dalam lingkungan pergaulan yang selalu menyebarkan “energi positif”, yaitu sebuah kelompok yang selalu memberikan motivasi, dukungan, dan peluang untuk mengaktualisasikan diri secara positif kepada semua anggotanya, remaja juga akan memiliki sikap yang positif. Prinsipnya, perilaku kelompok itu bersifat menular.

Motivasi dalam kelompok (peer motivation) adalah salah satu contoh energi yang memiliki kekuatan luar biasa, yang cenderung melatarbelakangi apa pun yang remaja lakukan. Dalam konteks motivasi yang positif, seandainya ini menjadi sebuah budaya dalam geng, barangkali tidak akan ada lagi kata-kata “kenakalan remaja” yang dialamatkan kepada remaja. Lembaga pemasyarakatan juga tidak akan lagi dipenuhi oleh penghuni berusia produktif, dan di negeri tercinta ini akan semakin banyak orang sukses berusia muda. Remaja juga tidak


(13)

Di dalam sebuah geng juga berperan komunikasi antarpribadi. Menurut De Vito, komunikasi antarpribadi merupakan pengiriman pesan dari seseorang dan diterima oleh orang lain dengan efek umpan balik langsung (Liliweri, 1991:12). Komunikasi antarpribadi sangat efektif dalam upaya merubah pandangan, sikap maupun perilaku seseorang karena sifatnya yang dialogis, berupa percakapan.

Ciri-ciri komunikasi antarpribadi antara lain : biasanya terjadi secara spontan, memiliki akibat yang disengaja dan tidak disengaja, berlangsung berbalas-balasan, menghendaki paling sedikit melibatkan hubungan dua orang dengan suasana yang bebas, bervariasi, adanya keterpengaruhan serta menggunakan lambang-lambang yang bermakna. Komunikasi antarpribadi sangat bermanfaat untuk menjalankan fungsi persuasi terhadap orang lain karena sifatnya yang dialogis. Komunikasi kelompok kecil memiliki sifat dan ciri-ciri yang sama dengan komunikasi antarpribadi.

Dalam penelitian ini, peneliti telah menentukan geng yang akan menjadi narasumber. Mereka adalah Bushido Population. Mereka dipilih karena memiliki keunikan yang membuat peneliti tertarik untuk mengetahui bagaimana konsep diri para anggotanya setelah bergabung di geng tersebut.

Berawal dari kumpulan pertemanan dimana mereka tinggal di sebuah komplek di Menteng, dan setiap malam minggu selalu berkumpul di Warung Kopi Harapan (Pak Kumis), dari situlah muncul ide untuk membuat suatu wadah yang bermanfaat. Tujuan mereka pada saat itu adalah untuk mempererat tali silaturahmi antar pengendara di Medan dan menjauhi ajang balap liar.


(14)

Walaupun geng otomotif namun Bushido akrab dengan kegiatan sosial. Diagendakan setiap satu tahun sekali harus diadakan "touring" yaitu refreshing dan konsolidasi antar anggota ke luar kota disekitar Medan. Bushido juga aktif mengirim anggota pada event-event otomotif di Kota Medan. Selain itu, diwajibkan bagi anggota untuk kumpul minimal 2 kali dalam sebulan yg tidak jarang diakhiri dengan konvoi keliling kota. Hingga saat ini, anggota Bushido terhitung kurang lebih 50 orang yang tersebar di seluruh kota Medan.

I.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

”Bagaimana peranan komunikasi kelompok kecil geng Bushido Population dengan pembentukan konsep diri anggotanya?”

I.3. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari ruang lingkup penelitian yang terlalu luas sehingga dapat mengaburkan penelitian, maka peneliti membatasi masalah yang akan diteliti. Adapun pembatasan masalah tersebut yaitu sebagai berikut:

1. Penelitian bersifat studi kasus, yang mana peneliti akan mengkaji secara mendalam pengaruh komunikasi dalam geng Bushido


(15)

Population terhadap pembentukan konsep diri para anggota geng tersebut.

2. Objek penelitian adalah geng ”Bushido Population” 3. Penelitian akan mulai dilakukan pada bulan April 2010.

I.4. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui bagaimana komunikasi yang terjalin di antara sesama anggota geng ”Bushido Population”.

2. Untuk mengetahui pandangan anggota geng ”Busidho Population” terhadap kelompok tempat mereka bergabung.

3. Untuk mengetahui bagaimana pengaruh komunikasi kelompok di dalam geng ”Bushido Population” dalam pembentukan konsep diri para anggotanya.

I.5. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Secara teoritis, untuk menerapkan ilmu komunikasi yang diterima penulis selama menjadi mahasiswa Ilmu Komunikasi FISIP USU Medan, serta menambah cakrawala pengetahuan dan wawasan penulis terhadap pengaruh komunikasi kelompok dan pembentukan konsep diri.


(16)

2. Secara akademis, diharapkan dapat memperkaya wacana penelitian di bidang ilmu komunikasi, khususnya Komunikasi Kelompok Kecil dan Komunikasi Antar Pribadi.

3. Secara praktis, hasil yang diperoleh dari penelitian ini dapat menjadi masukan bagi teman-teman mahasiswa tentang geng.

I.6. Asumsi

Menurut Charles Horton Cooley, kita dapat mempersepsikan diri kita dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain; dalam benak kita. Cooley menyebut gejala ini looking-glass self (diri cermin); seakan-akan kita menaruh cermin di hadapan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak pada orang lain; kita melihat sekilas diri kita seperti dalam cermin. Misalnya, kita merasa diri kita jelek. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Kita pikir mereka menganggap kita tidak menarik. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa; orang mungkin merasa sedih atau malu (Vander Zanden, 1975:79).

Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita. Ini disebut konsep diri. William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai ”those physical, social, and psychological perception of ourselves that we have derived from experience and our interaction with others” (1974:40). Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita.


(17)

Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kita tentang diri kita; meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yag kita rasakan tentang diri kita.

I.7. Kerangka Konsep

Kerangka sebagai hasil pemikiran yang rasional merupakan uraian yang bersifat kritis dalam memperkirakan kemungkinan hasil penelitian yang dicapai dapat mengantar penelitian pada rumusan hipotesis (Nawawi , 1995:33).

Konsep adalah istilah yang mengekspresikan sebuah ide abstrak yang dibentuk dengan menggeneralisasikan objek atau hubungan fakta-fakta yang diperoleh dari pengamatan. Bungin mengartikan konsep sebagai generalisasi dari sekelompok fenomena tertentu yang dapat dipakai untuk menggambarkan berbagai fenomena yang sama (Kriyantono, 2007:149).

Kerangka konsep adalah hasil pemikiran yang rasional dalam menguraikan rumusan hipotesis, yang sebenarnya merupakan jawaban sementara dari masalah yang diuji kebenarannya. Agar konsep-konsep dapat diteliti secara empiris, maka harus dioperasionalkan dengan mengubahnya menjadi variabel. Adapun konsep-konsep yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

I.7.1. Komunikasi

Istilah komunikasi berpangkal pada perkataan Latin communis yang artinya membuat kebersamaan atau membangun kebersamaan antara dua orang


(18)

atau lebih. Komunikasi juga berasal dari akar kata dalam bahasa Latin communico yang artinya membagi.

Sebuah definisi yang dibuat oleh kelompok sarjana komunikasi yang mengkhususkan diri pada studi komunikasi antar manusia (human communication) bahwa : ”komunikasi adalah suatu transaksi, proses simbolik yang menghendaki orang-orang mengatur lingkungannya dengan (1) membangun hubungan antar sesama manusia (2) melalui pertukaran informasi (3) untuk menguatkan sikap dan tingkah laku orang lain (4) serta berusaha mengubah sikap dan tingkah laku itu” (Book dalam Cangara, 2004:18)

Komunikasi antarmanusia hanya bisa terjadi, jika ada seseorang yang menyampaikan pesan kepada orang lain dengan tujuan tertentu, artinya komunikasi hanya bisa terjadi kalau didukung oleh adanya sumber, pesan, media, penerima, dan efek. Unsur-unsur ini bisa juga disebut komponen atau elemen komunikasi.

Terdapat beberapa macam pandangan tentang banyaknya unsur atau elemeen yang mendukung terjadinya komunikasi. Ada yang menilai bahwa terciptanya proses komunikasi, cukup didukung oleh tiga unsur, sementara ada juga yang menambahkan umpan balik dan lingkungan selain kelima unsur yang telah disebutkan.

Ada beberapa bentuk komunikasi yakni komunikasi antarpribadi, komunikasi kelompok, komunikasi organisasi dan komunikasi massa. Komunikasi antarpribadi adalah komunikasi yang sedang berlangsung antara dua


(19)

orang. Komunikasi kelompok terbagi menjadi dua yakni kelompok kecil (3-12 orang) dan kelompok besar (lebih dari 12 orang).

I.7.2. Komunikasi Kelompok Kecil

Komunikasi kelompok berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang (Effendy, 2003:75). Apabila jumlah orang dalam kelompok itu sedikit, kurang dari dua puluh orang berarti komunikasi tersebut disebut komunikasi kelompok kecil (small group communication).

Komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka (Arni, 2002:182).

Komunikasi kelompok kecil memiliki beberapa karakteristik, yaitu mempermudah pertemuan ramah tamah, personaliti kelompok, kekompakan, komitmen terhadap tugas, biasanya tidak lebih dari sembilan orang, adanya norma kelompok dan saling ketergantungan satu sama lain.

I.7.2.1 Kelompok Rujukan (reference group)

Newcomb mendifinisikan kelompok rujukan sebagai kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk


(20)

membentuk sikap. Jika anda menggunakan kelompok tersebut sebagai teladan bagaimana harus bersikap, kelompok itu akan menjadi kelompok rujukan positif ; dan jika anda menggunakannya sebagai teladan bagaimana seharusnya tidak bersikap, kelompok itu menjadi kelompok rujukan negatif. Kelompok yang terikat kepada kita secara nominal adalah kelompok rujukan kita ; sedangkan yang memberkan kepada kita identifikasi psikologis adalah kelompok rujukan.

Menurut teori kelompok rujukan (Hyman, 1942 ; diperluas oleh Kelley, 1952 ; dan Merton, 1957), kelompok rujukan mempunyai dua fungsi : fungsi komparatif dan fungsi normatif. Tamotsu Shibutani (1967 : 74-83) menambahkan satu fungsi lagi yaitu fungsi perspektif.

I.7.3. Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sedangkan menurut Joseph A. Devito ialah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek umpan balik seketika (Liliweri, 1991:1)

Pentingnya situasi komunikasi antarpribadi adalah karena prosesnya berlangsung secara dialogis yang didalamnya ada upaya dari para pelakunya untuk dapat terjadi saling pengertian. Proses ini menunjukkan adanya interaksi dimana mereka yang terlibat dapat berfungsi sebagai komunikator mapan komunikan secara bergantian.


(21)

1. Keterbukaan (opennes)

2. Positif (positiveness)

3. Kesamaan (equality)

4. Empati (empathy)

5. Dukungan (supportiviness)

Jalaluddin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi meyakini bahwa komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal, konsep diri, atraksi interpersonal, dan hubungan interpersonal. Persepsi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli indrawi yang berawal dari komunikan yang berupa pesan baik verbal maupun non-verbal. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif ditandai dengan : keyakinan akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh masyarakat dan mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

Keefektifan hubungan antarpribadi adalah seberapa jauh akibat dari tingkah laku kita sesuai dengan yang diharapkan. Keefektifan dalam hubungan antarpribadi dapat ditingkatkan dengan melatih mengungkapkan maksud atau keinginan kita, menerima umpan balik tingkah laku dan memodifikasi tingkah laku kita sampai orang lain mempersepsikan sebagaimana kita maksudkan.


(22)

I.7.4. Konsep Diri

Konsep diri merupakn gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya. Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut:

a. Dimensi Internal

Dimensi internal atau disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk:

1. Identitas diri (identity self)

Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, ”siapakah saya?” dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.

2. Diri pelaku (behavioral self)

Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya yang berisikan segala kesadaran mengenai ”apa yang dilakukan oleh diri”.


(23)

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri dan identitas pelaku.

b. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi eksternal terbagi atas lima bentuk yaitu:

1. Diri fisik (physical self)

Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik (cantik, jelek, menarik, tidak menarik, tinggi, pendek, gemuk, kurus, dan sebagainya).

2. Diri etik-moral (moral-ethical self)

Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.

3. Diri pribadi (personal self)

Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hali ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau


(24)

hubungan dengan orang lain tetapi dipengaruhi oleh sejauhmana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

4. Diri keluarga (family self)

Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa dekat terhadap dirinya dari suatu keluarga.

5. Diri sosial (social self)

Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.

Seluruh bagian ini baik internal maupun eksternal saling berinteraksi dan membentuk satu kesatuan yang utuh.

I.7.5 Geng

Geng adalah suatu kumpulan terbatas yang sebagian besar dari kelompok itu memiliki kesamaan atau bahkan memiliki perbedaan-perbedaan yang unik di antara anggota-anggota geng itu sendiri. Hampir di setiap jenjang pendidikan, selalu ada sebuah geng di dalamnya. Dan tentu saja, kata geng itu sendiri sudah tidak asing di telinga kita.


(25)

Geng memiliki pengaruh dalam sosialisasinya. Ada geng yang berpengaruh buruk, seperti yang kita tonton akhir-akhir ini, sekelompok geng yang menyerang adik kelasnya. Atau bisa di bilang geng senior yang menyerang adik kelasnya yang bisa di bilang sebagai junior. Tapi ada juga yang berpengaruh baik, contohnya sekelompok ibu-ibu yang membentuk geng yang kemudian meraka bersama-sama membentuk sebuah bisnis baru.

Namun, sisi buruk dari geng itu sendiri adalah mereka jadi hampir tidak besosialisasi dengan orang-orang lainnya, mereka menjadi terpaku dengan anggota-anggota geng itu sendiri. Jadi, kesimpulannya geng itu memiliki pengaruh buruk dan baik di dalam masyarakat.

I.8. Definisi Operasional

Menurut Singarimbun (1995:46) definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya untuk mengukur suatu variabel. Dengan kata lain, definisi operasional adalah suatu informasi ilmiah yang sangat membantu peneliti lain yang ingin menggunakan variabel yang sama.

Konsep-konsep dalam penelitian ini dapat didefinisikan sebagai berikut:

1. Tujuan : hal yang ingin dicapai.

2. Norma kelompok : aturan yang digunakan oleh kelompok itu sendiri.


(26)

4. Keterbukaan : terbuka pada orang yang berinteraksi dengan kita, mengakui bahwa perasaan dan pikiran yang disampaikan adalah milik pribadi.

5. Konsep diri : penilaian terhadap diri sendiri sebagai pribadi maupun anggota kelompok.

6. Penilaian : pandangan terhadap kelompok dimana ia bergabung.  


(27)

BAB II

URAIAN TEORITIS

II.1. Komunikasi

Istilah komunikasi atau dalam bahasa Inggris communication berasal dari kata Latin communicatio, dan bersumber dari kata communis yang berarti sama. Sama disini maksudnya adalah sama makna.

Jadi kalau dua orang terlibat dalam komunikasi, misalnya dalam bentuk percakapan, maka komunikasi akan terjadi atau berlangsung selama kesamaan makna mengenai apa yg dipercakapkan. Kesamaan bahasa yang dipergunakan dalam percakapan itu belum tentu menimbulkan kesamaan makna. Dengan lain perkataan, mengerti bahasanya saja belum tentu mengerti makna yang dibawakan komunikatif apabila kedua-duanya, selain mengerti bahasa yang dipergunakan, juga mengerti makna dari bahan yang dipercakapkan.

Akan tetapi, pengertian komunikasi yang dipaparkan di atas sifatnya dasariah, dalam arti kata bahwa komunikasi itu minimal harus mengandung kesamaan makna antara dua pihak yang terlibat. Dikatakan minimal karena kegiatan komunikasi tidak hanya informatif, yakni agar orang lain mengerti dan tahu, tetapi juga persuasif, yaitu agar orang lain bersedia menerima suatu paham atau keyakinan, melakukan suatu perbuatan atau kegiatan, dan lain-lain.


(28)

Pentingnya komunikasi bagi kehidupan sosial, budaya, pendidikan, dan politik sudah didasari oleh para cendikiawan sejak Aristoteles yang hidup ratusan tahun sebelum Masehi. Akan tetapi, studi Aristoteles hanya berkisar pada retorika dalam lingkungan kecil. Baru pada pertengahan abad ke-20 ketika dunia dirasakan semakin kecil akibat revolusi industri dan revolusi teknologi elektronik, setelah ditemukan kapal api, pesawat terbang, listrik, telepon, surat kabar, film, radio, televisi, dan sebagainya maka para cendekiawan pada abad sekarang menyadari pentingnya komunikasi ditingkatkan dari pengetahuan (knowledge) menjadi ilmu (science).

II.2. Komunikasi Kelompok Kecil

Komunikasi kelompok berarti komunikasi yang berlangsung antara seorang komunikator dengan sekelompok orang yang jumlahnya lebih dari dua orang (Effendy, 2003:75). Apabila jumlah orang dalam kelompok itu sedikit, kurang dari dua puluh orang berarti komunikasi tersebut disebut komunikasi kelompok kecil (small group communication).

Komunikasi kelompok kecil adalah suatu kumpulan individu yang dapat mempengaruhi satu sama lain, memperoleh beberapa kepuasan satu sama lain, berinteraksi untuk beberapa tujuan, mengambil peranan, terikat satu sama lain dan berkomunikasi tatap muka (Arni, 2002:182).

Kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan yang relatif kecil yang masing-masing dihubungkan oleh beberapa tujuan yang sama dan mempunyai


(29)

derajat organisasi tertentu di antara mereka. Karakteristik kelompok kecil adalah sebagai berikut :

Pertama, kelompok kecil adalah sekumpulan perorangan, jumahnya cukup kecil sehingga semua anggota bisa berkomunikasi dengan mudah sebagai pengirim maupun penerima. Hal penting untuk diingat adalah bahwa setiap anggota harus berfungsi sebagai sumber maupun penerima dengan relatif mudah. Kedua, para anggota kelompok harus dihubungkan satu sama lain dengan beberapa cara. Orang-orang di dalam gedung bioskop bukan merupakan kelompok, karena di antara mereka tidak ada hubungan satu sama lain. Ketiga, di antara anggota kelompok harus ada beberapa tujuan yang sama. Hal ini tidak berarti bahwa semua anggota harus mempunyai tujuan yang persis sama untuk menjadi anggota kelompok. Keempat, para anggota kelompok harus dihubungkan oleh beberapa aturan dan struktur yang terorganisasi. Pada strukturnya ketat maka kelompok akan berfungsi menurut prosedur tertentu di mana setiap komentar harus mengikuti aturan yang tertulis. Seiring dengan perkembangan usia dan intelektual kita maka kehidupan sosial kita semakin kompleks, kita mulai masuk menjadi anggota kelompok sekunder; sekolah, lembaga keagamaan, tempat pekerjaan dan kelompok-kelompok sekunder yang sesuai dengan minat dan keterikatan kita. Komunikasi kelompok digunakan untuk saling bertukar informasi, menambah pengetahuan, memperteguh atau mengubah sikap dan perilaku. Kelompok menjadi kerangka rujukan (frame of reference) kita dalam berkomunikasi. Agar dapat disebut kelompok ketika anggota-anggotanya memiliki kesadaran akan ikatan yang sama yang mempersatukan mereka. Jadi ada sense of belonging yang tidak dimiliki orang yang bukan anggota. Nasib


(30)

anggota-anggota kelompok juga saling bergantung satu sama lain dan komunikasi dalam kelompok mempengaruhi cara pengambilan keputusan.

II.2.1 Kelompok Rujukan (reference group)

Newcomb mendifinisikan kelompok rujukan sebagai kelompok yang digunakan sebagai alat ukur (standard) untuk menilai diri sendiri atau untuk membentuk sikap. Jika anda menggunakan kelompok tersebut sebagai teladan bagaimana harus bersikap, kelompok itu akan menjadi kelompok rujukan positif ; dan jika anda menggunakannya sebagai teladan bagaimana seharusnya tidak bersikap, kelompok itu menjadi kelompok rujukan negatif. Kelompok yang terikat kepada kita secara nominal adalah kelompok rujukan kita ; sedangkan yang memberkan kepada kita identifikasi psikologis adalah kelompok rujukan.

Menurut teori kelompok rujukan (Hyman, 1942 ; diperluas oleh Kelley, 1952 ; dan Merton, 1957), kelompok rujukan mempunyai dua fungsi : fungsi komparatif dan fungsi normatif. Tamotsu Shibutani (1967 : 74-83) menambahkan satu fungsi lagi yaitu fungsi perspektif.

II.3. Komunikasi Antar Pribadi

Komunikasi antarpribadi sebenarnya merupakan satu proses sosial dimana orang-orang yang terlibat di dalamnya saling mempengaruhi. Sedangkan menurut Joseph A. Devito ialah proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua orang atau di antara sekelompok kecil orang-orang dengan beberapa efek umpan balik seketika (Liliweri, 1991:1)


(31)

Pentingnya situasi komunikasi antarpribadi adalah karena prosesnya berlangsung secara dialogis yang didalamnya ada upaya dari para pelakunya untuk dapat terjadi saling pengertian. Proses ini menunjukkan adanya interaksi dimana mereka yang terlibat dapat berfungsi sebagai komunikator mapan komunikan secara bergantian.

Ciri-ciri komunikasi antarpribadi yang berkualitas menurut Devito dalam komunikasi antarmanusia (1997:259) ialah:

1. Keterbukaan (opennes)

2. Positif (positiveness)

3. Kesamaan (equality)

4. Empati (empathy)

5. Dukungan (supportiviness)

Jalaluddin Rakhmat dalam buku Psikologi Komunikasi meyakini bahwa komunikasi antarpribadi dipengaruhi oleh persepsi interpersonal, konsep diri, atraksi interpersonal, dan hubungan interpersonal. Persepsi interpersonal adalah memberikan makna terhadap stimuli indrawi yang berawal dari komunikan yang berupa pesan baik verbal maupun non-verbal. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita. Konsep diri yang positif ditandai dengan : keyakinan akan kemampuan mengatasi masalah, merasa setara dengan orang lain, menerima pujian tanpa rasa malu, menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui oleh


(32)

masyarakat dan mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspek-aspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.

Keefektifan hubungan antarpribadi adalah seberapa jauh akibat dari tingkah laku kita sesuai dengan yang diharapkan. Keefektifan dalam hubungan antarpribadi dapat ditingkatkan dengan melatih mengungkapkan maksud atau keinginan kita, menerima umpan balik tingkah laku dan memodifikasi tingkah laku kita sampai orang lain mempersepsikan sebagaimana kita maksudkan.

Komunikasi antarpribadi dimulai dari diri individu. Tampilan komunikasi yang muncul dalam setiap kita berkomunikasi mencerminkan kepribadian dari setiap individu yang berkomunikasi. Pemahaman terhadap proses pembentukan keperibadian setiap pihak yang terlibat dalam komunikasi menjadi penting dan mempengaruhi keberhasilan komunikasi. Terdapat beberapa factor yang mendukung keefektifan komunikasi antarpribadi, yaitu:

1. Interactant, yaitu orang yang terlibat dalam interaksi komunikasi seperti pembicara, penulis, pendengar, pembaca dengan berbagai situasi yang berbeda.

2. Symbol. Terdiri dari symbols (huruf, angka, kata-kata, tindakan) dan symbolic language (bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dll)

3. Media, saluran yang digunakan dalam setiap situasi komunikasi.

Sedangkan bagian bawah gunung es yang menjadi penyangga gunung es itu tidak tampak atau tidak teramati. Inilah yang disebut sebagai invisible/unobservable aspect. Justru bagian inilah yang penting. Walaupun tak tampak karena tertutup air, dia menyangga tampilan gunung es yang muncul


(33)

menyembul kepermukaan air. Tanpa itu gunung es tidak akan ada. Demikian halnya dengan komunikasi, di mana tampilan komunikasi yang teramati/tampak dipengaruhi oleh berbagai faktor yang tidak terlihat, tapi terasa pengaruhnya, yaitu:

1. Meaning (makna), ketika simbol ada, maka makna itu ada dan bagaimana cara menanggapinya. Intonasi suara, mimik muka, kata-kata, gambar dsb. Merupakan simbol yang mewakili suatu makna. Misalnya intonasi yang tinggi dimaknai dengan kemarahan, kata pohon mewakili tumbuhan dan sebagainya.

2. Learning, interpretasi makna terhadap simbol muncul berdasarkan pola-pola komunikasi yang diasosiasikan pengalaman, interpretasi muncul dari belajar yang diperoleh dari pengalaman. Interpretasi muncul disegala tindakan mengikuti aturan yang diperoleh melalui pengalaman. Pengalaman merupakan rangkaian proses memahami pesan berdasarkan yang kita pelajari. Jadi makna yang kita berikan merupakan hasil belajar. Pola-pola atau perilaku komunikasi kita tidak tergantung pada turunan/genetik, tapi makna dan informasi merupakan hasil belajar terhadap simbol-simbol yang ada di lingkungannya. Membaca, menulis, menghitung adalah proses belajar dari lingkungan formal. Jadi, kemampuan kita berkomunikasi merupakan hasil learning (belajar) dari lingkungan.

3. Subjectivity, pengalaman setiap individu tidak akan pernah benar-benar sama, sehingga individu dalam meng-encode (menyusun atau merancang) dan men-decode (menerima dan mengartikan) pesan tidak ada yang benar-benar sama. Interpretasi dari dua orang yang berbeda akan berbeda terhadap objek yang sama.


(34)

4. Negotiation, komunikasi merupakan pertukaran symbol. Pihak-pihak yang berkomunikasi masing-masing mempunyai tujuan untuk mempengaruhi orang lain. Dalam upaya itu terjadi negosiasi dalam pemilihan simbol dan makna sehingga tercapai saling pengertian. Pertukaran simbol sama dengan proses pertukaran makna. Masing-masing pihak harus menyesuaikan makna satu sama lain.

5. Culture, setiap individu adalah hasil belajar dari dan dengan orang lain. Individu adalah partisipan dari kelompok, organisasi dan anggota masyaraka. Melalui partisipasi berbagi simbol dengan orang lain, kelompok, organisasi dan masyarakat. Simbol dan makna adalah bagian dari lingkungan budaya yang kita terima dan kita adaptasi. Melalui komunikasi budaya diciptakan, dipertahankan dan dirubah. Budaya menciptakan cara pandang (point of view).

6. Interacting levels and context, komunikasi antar manusia berlangsung dalam bermacam konteks dan tingkatan. Lingkup komunikasi setiap individu sangat beragam mulai dari komunikasi antar pribadi, kelompok, organisasi, dan massa.

7. Self reference, perilaku dan simbol-simbol yang digunakan individu mencerminkan pengalaman yang dimilikinya, artinya sesuatu yang kita katakan dan lakukan dan cara kita menginterpretasikan kata dan tindakan orang adalah refleksi makna, pengalaman, kebutuhan dan harapan-harapan kita.

8. Self reflexivity, kesadaran diri (self-cosciousnes) merupakan keadaan dimana seseorang memandang dirinya sendiri (cermin diri) sebagai bagian dari lingkungan. Inti dari proses komunikasi adalah bagaimana pihak-pihak


(35)

memandang dirinya sebagai bagian dari lingkungannya dan itu berpengaruh pada komunikasi.

9. Inevitability, kita tidak mungkin tidak berkomunikasi. Walaupun kita tidak melakukan apapun tetapi diam kita akan tercermin dari nonverbal yang terlihat, dan itu mengungkap suatu makna komunikasi.

Dalam sudut pandang psikologis KAP merupakan kegiatan yang melibatkan dua orang atau lebih yang memiliki tingkat kesamaan diri. Saat dua orang berkomunikasi maka keduanya harus memiliki kesamaan tertentu, katakanlah laki-laki dan perempuan. Mereka secara individual dan serempak memperluas diri pribadi masing-masing ke dalam tindakan komunikasi melalui pemikiran, perasaan, keyakinan, atau dengan kata lain melalui proses psikologis mereka. Proses ini berlangsung terus menerus sepanjang keduanya masih terlibat dalam tindak komunikasi. Saling berbagi pengalaman tidaklah berarti memiliki kesamaan pemahaman atau kesamaan diri yang tunggal tetapi bisa merupakan persinggungan dan sejumlah perbedaan. Fisher mengemukakan bahwa ketika kita berkomunikasi dengan orang lain, proses intrapribadi kita memiliki paling sedikit tiga tataran yang berbeda. Tiap tataran tersebut akan berkaitan dengan sejumlah “diri†yang hadir dalam situasi antar pribadi, yaitu pandangan kita mengenai diri sendiri, pandangan kita mengenai diri orang lain, dan pandangan kita mengenai pandangan orang lain tentang kita. Pentingnya proses psikologis hendaknya dipahami secara cermat, artinya proses intrapribadi dari partisipan komunikasi bukanlah hal yang sama dengan hubungan antarpribadi. Apa yang terjadi dalam diri individu bukanlah komunikasi antarpribadi melainkan proses


(36)

psikologis. Meskipun demikian proses psikologis dari tiap individu pasti mempengaruhi komunikasi antar pribadi yang pada gilirannya juga mempengaruhi hubungan antarpribadi.

II.4. Konsep Diri

Konsep diri merupakn gambaran yang dimiliki seseorang tentang dirinya, yang dibentuk melalui pengalaman-pengalaman yang diperoleh dari interaksi dengan lingkungannya. Fitts (1971) membagi konsep diri dalam dua dimensi pokok, yaitu sebagai berikut:

a. Dimensi Internal

Dimensi internal atau disebut juga kerangka acuan internal (internal frame of reference) adalah penilaian yang dilakukan individu terhadap dirinya sendiri berdasarkan dunia di dalam dirinya. Dimensi ini terdiri dari tiga bentuk:

1. Identitas diri (identity self)

Bagian diri ini merupakan aspek yang paling mendasar pada konsep diri dan mengacu pada pertanyaan, ”siapakah saya?” dalam pertanyaan tersebut tercakup label-label dan simbol-simbol yang diberikan pada diri (self) oleh individu-individu yang bersangkutan untuk menggambarkan dirinya dan membangun identitasnya.


(37)

Diri pelaku merupakan persepsi individu tentang tingkah lakunya yang berisikan segala kesadaran mengenai ”apa yang dilakukan oleh diri”.

3. Diri penerimaan/penilai (judging self)

Diri penilai berfungsi sebagai pengamat, penentu standar, dan evaluator. Kedudukannya adalah sebagai perantara (mediator) antara diri dan identitas pelaku.

b. Dimensi Eksternal

Pada dimensi eksternal, individu menilai dirinya melalui hubungan dan aktivitas sosialnya, nilai-nilai yang dianutnya, serta hal-hal lain di luar dirinya. Dimensi eksternal terbagi atas lima bentuk yaitu:

1. Diri fisik (physical self)

Diri fisik menyangkut persepsi seseorang terhadap keadaan dirinya secara fisik (cantik, jelek, menarik, tidak menarik, tinggi, pendek, gemuk, kurus, dan sebagainya).

2. Diri etik-moral (moral-ethical self)

Bagian ini merupakan persepsi seseorang terhadap dirinya dilihat dari pertimbangan nilai moral dan etika. Hal ini menyangkut persepsi seseorang mengenai hubungannya dengan Tuhan, kepuasan seseorang akan kehidupan agamanya dan nilai-nilai moral yang dipegangnya, yang meliputi batasan baik dan buruk.


(38)

3. Diri pribadi (personal self)

Diri pribadi merupakan perasaan atau persepsi seseorang tentang keadaan pribadinya. Hali ini tidak dipengaruhi oleh kondisi fisik atau hubungan dengan orang lain tetapi dipengaruhi oleh sejauhmana ia merasa dirinya sebagai pribadi yang tepat.

4. Diri keluarga (family self)

Diri keluarga menunjukkan perasaan dan harga diri seseorang dalam kedudukannya sebagai anggota keluarga. Bagian ini menunjukkan seberapa jauh seseorang merasa dekat terhadap dirinya dari suatu keluarga.

5. Diri sosial (social self)

Bagian ini merupakan penilaian individu terhadap interaksi dirinya dengan orang lain maupun lingkungan di sekitarnya.

Seluruh bagian ini baik internal maupun eksternal saling berinteraksi dan membentuk satu kesatuan yang utuh.

Konsep Diri Sebagai Suatu Perangkat Dari Sikap-Sikap Diri

Pendekatan yang paling berguna untuk memahami hubungan di antara bermacam-macam unsur dari diri sebagai dikenal yang juga mempertalikan teori konsep diri ke dalam suatu wilayah yang utama dari psikologi sosial adalah untuk memandang susunan unsur-unsur ini sebagai suatu organisasi dari sikap-sikap diri. Pendekatan ini membawa keuntungan-keuntungan juga di dalamnya yaitu:


(39)

a. Prosedur-prosedur pengukuran yang diterima dapat digunakan di dalam pembuatan indeks konsep diri; bahwa

b. Penghapusan adalah mungkin dari interpretasi yang salah tetapi masuk akal bahwa penggunaan istilah singular ”konsep diri” menyatakan secara tidak langsung sebuah pembentukan konsep diri.

Di dalam menyaring esensi dari definisi-definisi yang paling dapat diterima tentang konsep ”sikap” empat komponen tampaknya dimasukkan:

1. Suatu keyakinan, atau pengetahuan atau komponen kognitif

2. Suatu komponen yang efektif atau emosional

3. Suatu evaluasi

4. Suatu kecenderungan untuk memberi respons

Keyakinan pengetahuan atau komponen kognitif dari suatu sikap mewakili sebuah proposisi mengenai, atau sebuah deskripsi dari suatu obyek dengan tidak memandang apakah pengetahuan tersebut benar atau salah, didasarkan atas bukti obyektif maupun opini yang subyektif. Jadi bila obyek tersebut adalah diri saya sendiri maka saya dapat menyatakan bahwa saya orangnya tinggi. Oleh karena itu komponen keyakinan-keyakinan dari konsep diri merupakan cara-cara yang praktis tidak ada batasnya dimana masing-masing orang mempersepsikan dirinya sendiri.

Titik acuan kedua melibatkan internalisasi dari penilaian masyarakat. Hal ini mengandaikan bahwa evaluasi diri ditentukan oleh keyakinan-keyakinan


(40)

individu mengenai bagaimana orang lain mengevaluasi dia. Konseptualisasi dari perasaan harga diri ini dikembangkan mula-mula oleh Cooley (1912) dan Mead (1934).

Titik acuan ketiga dan terakhir melibatkan individu yang bersangkutan mengevaluasi dirinya sendiri sebagai seorang yang relatif sukses ataupun relatif gagal di dalam melakukan apa yang diminta oleh identitasnya. Hal itu melibatkan bukannya penilaian apa yang dilakukan seseorang itu baik di dalam dirinya sendiri tetapi satu yang baik pada apa yang dilakukannya.

Suatu konsep diri yang positif maka dapat disamakan dengan evaluasi diri yang positif, penghargaan diri yang positif, perasaan harga diri yang positif, penerimaan diri yang positif; konsep diri yang negatif menjadi sinonim dengan evaluasi diri yang negatif, membenci diri, perasaan rendah diri dan tiadanya perasaan yang menghargai pribadi dan penerimaan diri. Masing-masing istilah ini membawa konotasi-konotasi dari orang lain dan telah digunakan secara ditukar-tukarkan oleh bermacam-macam penulis (Wylie,1961; Coopersmith, 1967; dll). Orang-orang dengan penilaian diri yang tinggi dan perasaan harga diri yang tinggi umumnya menerima keadaan diri mereka sendiri; mereka yang mempertalikan diri mereka sendiri dengan nilai-nilai yang negatif mempunyai perasaan harga diri yang kecil, penghargaan diri yang kecil ataupun penerimaan harga diri yang kecil.


(41)

II.5. Geng

Geng adalah suatu kumpulan terbatas yang sebagian besar dari kelompok itu memiliki kesamaan atau bahkan memiliki perbedaan-perbedaan yang unik di antara anggota-anggota geng itu sendiri. Hampir di setiap jenjang pendidikan, selalu ada sebuah geng di dalamnya. Dan tentu saja, kata geng itu sendiri sudah tidak asing di telinga kita.

Geng memiliki pengaruh dalam sosialisasinya. Ada geng yang berpengaruh buruk, seperti yang kita tonton akhir-akhir ini, sekelompok geng yang menyerang adik kelasnya. Atau bisa di bilang geng senior yang menyerang adik kelasnya yang bisa di bilang sebagai junior. Tapi ada juga yang berpengaruh baik, contohnya sekelompok ibu-ibu yang membentuk geng yang kemudian meraka bersama-sama membentuk sebuah bisnis baru.

Namun, sisi buruk dari geng itu sendiri adalah mereka jadi hampir tidak besosialisasi dengan orang-orang lainnya, mereka menjadi terpaku dengan anggota-anggota geng itu sendiri. Jadi, kesimpulannya geng itu memiliki pengaruh buruk dan baik di dalam masyarakat.

II.6. Asumsi

Menurut Charles Horton Cooley, kita dapat mempersepsikan diri kita dengan membayangkan diri kita sebagai orang lain; dalam benak kita. Cooley menyebut gejala ini looking-glass self (diri cermin); seakan-akan kita menaruh cermin di hadapan kita. Pertama, kita membayangkan bagaimana kita tampak


(42)

pada orang lain; kita melihat sekilas diri kita seperti dalam cermin. Misalnya, kita merasa diri kita jelek. Kedua, kita membayangkan bagaimana orang lain menilai penampilan kita. Kita pikir mereka menganggap kita tidak menarik. Ketiga, kita mengalami perasaan bangga atau kecewa; orang mungkin merasa sedih atau malu (Vander Zanden, 1975:79).

Dengan mengamati diri kita, sampailah kita pada gambaran dan penilaian diri kita. Ini disebut konsep diri. William D. Brooks mendefinisikan konsep diri sebagai ”those physical, social, and psychological perception of ourselves that we have derived from experience and our interaction with others” (1974:40). Jadi konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita.

Konsep diri bukan hanya sekedar gambaran deskriptif, tetapi juga penilaian kita tentang diri kita; meliputi apa yang kita pikirkan dan apa yag kita rasakan tentang diri kita.


(43)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

III.1. Metode Penelitian

Metode penelitian dalam penelitian ini adalah metode studi kasus, yaitu memusatkan diri secara intensif kepada suatu objek tertentu, dengan mempelajarinya sebagai suatu kasus. Seorang peneliti harus mengumpulkan data setepat-tepatnya dan selengkap-lengkapnya dari kasus tersebut untuk mengetahui sebab-sebab sesungguhnya bilamana terdapat aspek-aspek yang perlu diperbaiki ( Nawawi, 1995:72). Penelitian dilakukan dengan melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian. Semua hasil pengamatan dituangka dalam pembahasan. Hasil wawancara nantinya akan dianalisis dan dipilih jawaban yang paling mendekati dan berkaitan dengan tujuan penelitian.

III.2. Subjek Penelitian

Subjek penelitian adalah anggota geng Bushido Population dan peneliti telah memilih 8 orang anggotanya sebagai objek dalam penelitian ini. Jumlah objek penelitian dibatasi sebanyak 8 orang karena peneliti telah mendapatkan cukup data yang dibutuhkan dan menemukan jawaban-jawaban dan hasil yang hampir sama sehingga wawancara tidak dilanjutkan ke anggota berikutnya.


(44)

III.3. Teknik Pengumpulan Data

a) Penelitian Lapangan

Penelitian lapangan dilakukan dalam dua bentuk, yaitu :

Observasi : penelitian ini dilakukan dengan mengamati langsung

objek penelitian. Dalam hal ini peneliti langsung melakukan pengamatan pada kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh Bushido Population. Penelitian dilakukan dengan mengamati bagaimana komunikasi yang mereka lakukan serta bagaimana konsep diri yang tercermin dalam perilaku mereka sehari-hari.

Wawancara Mendalam (indepth interview) : penelitian ini

dilakukan dengan pengumpulan data yang meliputi kegiatan wawancara mendalam terhadap responden yang telah dipilih. Wawancara mendalam adalah suatu cara mengumpulkan data atau suatu informasi dengan cara langsung bertatap muka dengan informan agar mendapatkan data lengkap dan mendalam. Wawancara ini dilakukan dengan frekuensi tinggi dan berulang-ulang secara intensif. Pada wawancara mendalam ini, peneliti tidak mempunyai control atas respons informan, artinya informan bebas memberikan jawaban. Oleh karenanya peneliti berupaya agar wawancara berlangsung informal seperti orang yang sedang mengobrol sehingga responden bersedia memberikan jawaban dan tidak perlu ada yang disembunyikan.


(45)

b) Studi Kepustakaan, yaitu dengan cara mengumpulkan data yang ada mengenai permasalahan dengan membaca atau mencari literatur yang bersangkutan dengan penelitian, untuk mendukung penelitian ini dari berbagai literatur dan sumber-sumber lain.

III.4. Acuan Pertanyaan Wawancara

1. Alasan bergabung di Bushido Population

2. Tujuan yang ingin dicapai di Bushido Population

3. Bagaimana perasaan di masa awal bergabung di Bushido Population

4. Bagaimana memulai penyesuaian diri

5. Tujuan apa yang sudah dah belum tercapai saat ini

6. Apakah peraturan yang ada di Bushido Population sudah baik

7. Bagaimana penerapannya terhadap anggota (mengikat atau tidak)

8. Bagaimana sanksi-sanksi yang dikenakan jika ada anggota yang melanggar (tegas atau tidak)

9. Apakah peraturan-peraturan tersebut dipatuhi anggota

10. Apakah pernah melanggar dan dikenakan sanksi apa


(46)

12. Konflik seperti apa yang sering terjadi sesame anggota

13. Bagaimana penyelesaian terhadap konflik

14. Apakah masalah pribadi anggota selalu melibatkan anggota lainnya dalam penyelesaian

15. Hal-hal apa saja yang membuat ikatan sesame anggota semakin erat

16. Hal-hal apa yang bisa dibagi dengan anggota lainnya

17. Apakah memang layak melibatkan anggota geng ke dalam masalah pribadi

18. Orang seperti apa yang membuat nyaman untuk berbagi

19. Apakah dengan terbuka mempengaruhi pengambilan keputusan dan seberapa besar pengaruhnya

20. Bagaimana penilaian pribadi terhadap Bushido Population

21. Bagaimana keluarga dan lingkungan memandang keikutsertaan di Bushido Population

22. Bagaimana menyikapi pandangan negatif dari masyarakat terhadap keberadaan geng

23. Bagaimana Bushido Population berpengaruh dan merubah diri


(47)

26. Bagaimana memandang diri pribadi dari segi karakter

27. Apakah keikutsertaan di Bushido Population membatasi sosialisasi diri dengan masyarakat

III.5. Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan teknik analisi kualitatif yang merupakan pengukuran dengan menggunakan data-data nominal yang menyangkut klasifikasi atau kategorisasi sejumlah variable ke dalam beberapa sub kelas nominal. Melalui pendekatan kualitatif, data yang diperoleh dari lapangan diambil kesimpulan yang bersifat khusus kepada yang bersifat umum.

Melalui metode kualitatif kita dapat mengenal orang (subjek) secara pribadi dan melihat mereka mengembangkan defenisi mereka sendiri tentang dunia dan komunikasi yang mereka lakukan. Kita dapat merasakan apa yang mereka alami dalam pergaulan sehari-hari. Metode kualitatif memungkinkan kita menyelidiki konsep-konsep yang dalam pendekatan lainnya akan hilang (Bodgan,1992:5).


(48)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

IV.1. Deskripsi Subjek Penelitian

Di Kota Medan ini sudah begitu banyak kita lihat geng-geng atau komunitas mobil yang beranggotakan para remaja. Mereka berlomba-lomba untuk menunjukkan “taring” mereka dalam hal otomotif. Meski banyak di antara mereka yang akhirnya salah kaprah dalam memandang eksistensi. Hal ini menimbulkan perilaku-perilaku yang negative dan semakin menjatuhkan penilaian masyarakat kepada mereka. Ingin terlihat hebat dan eksis, mereka tidak segan-segan untuk melakukan balap liar, menimbulkan keributan, melanggar peraturan lalu lintas, bertengkar dengan sesama geng lain, dan sebagainya. Tentu saja ini semakin meresahkan masyarakat. Mayoritas dari mereka adalah anak-anak dari keluarga yang cukup berada sehingga berpikir bisa melakukan apa saja yang mereka sukai.

Namun peneliti akhirnya melihat ada yang berbeda dengan Bushido Population. Di saat geng-geng otomotif lainnya berlomba-lomba untuk berbuat sesuka hati, Bushido memilih untuk berjalan di jalur yang benar. Mereka bahkan mencoba untuk menunjukkan bahwa tidak semua geng otomotif, terutama di kota Medan ini negatif. Hal ini yang membuat peneliti merasa tertarik untuk meneliti Bushido Population dan mengetahui bagaimana konsep diri para anggotanya.


(49)

Bushido Population terbentuk pada tanggal 1 September 2005. Asal nama “Bushido” ini berasal dari bahasa Jepang yang artinya “Ksatria”. Sebelumnya, mereka memilih nama Bandicot. Namun seiring berkembangnya waktu maka mereka berganti nama menjadi Bushido Population. Bushido memiliki visi dan misi yang sangat baik. Visi mereka adalah :

1. Menambah wawasan para anggotanya

2. Menumbuhkan sikap kepemimpinan

3. Memiliki kemampuan manajerial yang baik

4. Lebih dinamis dalam berpikir

5. Sistematis dalam mengambil keputusan

Sedangkan misi mereka adalah :

1. Membentuk solidaritas antar sesama

2. Membentuk hubungan yang baik antar sesame geng otomotif

3. Memberikan image yang baik terhadap masyarakat

4. Saling berbagi dengan kaum yang kurang mampu

Bushido population hingga saat ini sudah beranggotakan 63 orang yang tersebar di seluruh Kota Medan. Untuk menjaga kekompakan mereka mempunyai beberapa kegiatan rutin seperti berkumpul setiap 2 minggu sekali, futsal bareng setiap kamis, doorsmeer bersama, dan konvoi antar geng. Selain kegiatan rutin mereka juga memiliki agenda sosial yang tidak mungkin dilewatkan yaitu bakti


(50)

sosial dan sedekah untuk anak yatim. Mereka juga memiliki kebiasaan untuk melakukan buka puasa bersama anak yatim bertepatan dengan ulang tahun Bushido yaitu 1 September.

Selayaknya geng otomotif lainnya, Bushido juga memiliki target-target tertentu untuk prestasi. Untuk itu, mereka selalu mengikuti event ABT berupa kontes mobil dan event Drag Race yang ada.

Dari pengamatan dan pembicaraan yang peneliti lakukan, Bushido memberikan kebebasan namun bertanggungjawab kepada para anggotanya. Oleh karena itu mereka menetapkan beberapa kesepakatan atau peraturan yang harus dipatuhi oleh semua anggota tanpa terkecuali. Beberapa peraturan yang mereka tetapkan adalah :

1. Membayar iuran bulanan

2. 3 kali tidak hadir tanpa keterangan mendapatkan SP (surat peringatan)

3. Wajib turut serta dalam kegiatan

4. Saling member tanda apabila bertemu dengan sesame anggota Bushido

5. Menunjukkan etiket yang baik kepada masyarakat serta geng lainnya

Apabila salah satu anggota mereka melakukan kesalahan, mereka akan melakukan peneguran dan jika diperlukan mereka akan melakukan musyawarah yang dipimpin langsung oleh ketua. Musyawarah ini biasanya melibatkan ketua beserta stafnya serta anggota-anggota yang bersangkutan untuk kemudian dicari jalan penyelesaian yang baik untuk semua pihak. Sejauh ini, peraturan berjalan


(51)

dengan cukup baik, namun tidak dapat dipungkiri masih banyak anggota yang acuh tak acuh. Misalnya mereka jarang sekali mengikuti kegiatan-kegiatan rutin Bushido.

Hubungan yang terjalin sesama anggota Bushido cukup baik. Bahkan beberapa di antara mereka sudah seperti keluarga sendiri. Meskipun untuk beberapa hal yang sangat pribadi, mereka memberikan batasan-batasan. Keikutsertaan mereka di Bushido Population juga tidak menimbulkan pertentangan dengan keluarga dan lingkungan para anggotanya. Karena mereka mampu membuktikan bahwa Bushido tidak memberikan efek negatif bagi diri mereka. Bahkan beberapa di antaranya menjadi lebih baik dan peduli terhadap sesama.

Peneliti melihat kematangan terhadap konsep diri para anggota Bushido sejak mereka ikut serta di dalamnya. Mereka menjadi pribadi-pribadi yang lebih baik. Pribadi-pribadi yang lebih mandiri, bertanggungjawab, dan sosialis. Mereka juga mampu menempatkan diri dengan baik sebagai anggota Bushido. Para anggota Bushido berusaha untuk membagi waktu dengan baik sehingga sosialisasi mereka dengan keluarga dan masyarakat tidak terbatasi.

IV.2. Hasil Pengamatan dan Wawancara

Peneliti awalnya mendapatkan nomor telepon salah satu anggota Bushido Population dari seorang teman. Kemudian peneliti menghubunginya untuk mengajak bertemu. Setelah berkenalan, peneliti menjelaskan tentang penelitian yang akan dilakukan kepada Bushido Population dan dia berjanji akan


(52)

memberitahukan anggota geng yang lain untuk memastikan bahwa mereka tidak keberatan.

Peneliti menunggu cukup lama sebelum mendapatkan kepastian. Hal ini dikarenakan kesulitan yang dihadapi peneliti dalam menghubungi anggota tersebut. Peneliti juga sudah mengusahakan semua cara komunikasi yang memungkinkan namun belum mendapatkan hasil apa-apa. Setelah satu bulan berlalu akhirnya anggota tersebut membawa kabar yang sangat menggembirakan. Bushido Population siap untuk diteliti. Selanjutnya peneliti membuat janji pertemuan dengan mereka untuk membahas lebih lanjut. Melalui komunikasi yang baik dengan ketua geng tersebut, akhirnya wawancara dan observasi peneliti berjalan cukup lancar.

Wawancara berlangsung di sebuah rumah makan cepat saji yang terletak di Jalan Gagak Hitam Medan (ring road). Hal ini dikarenakan Bushido Population belum memiliki kesekretarian yang tetap dan rumah makan cepat saji tersebut adalah tempat yang cukup sering dipilih mereka untuk berkumpul. Pada awalnya peneliti mengajak para responden untuk mengobrol santai untuk mencairkan suasana. Peneliti mengharapkan kedekatan yang terjalin dengan anggota geng tersebut akan mendukung jawaban-jawaban yang sebenarnya dari mereka. Terbukti dari singkatnya waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan wawancara ini yaitu selama 2 hari saja.

Berikut adalah hasil wawancara dan pengamatan yang dilakukan peneliti terhadap delapan orang responden.


(53)

Responden 1

Responden ini adalah seorang siswa SMA Negeri 1 Medan. Saat ini responden menjabat sebagai sekretaris Bushido Population. Awalnya, responden merasa tertarik untuk bergabung dengan Bushido Population karena ajakan temannya. Setelah melakukan pertimbangan, responden ingin menambah teman dan ingin tahu seperti apa sebuah geng itu. Responden telah bergabung selama kurang lebih 2 tahun. Pada masa awal bergabung di Bushido, responden merasakan bahwa anggota yang lebih dulu bergabung sedikit sombong. Namun seiring berjalannya waktu, responden menyadari tujuan ia bergabung di geng ini dan ia mulai membuka diri. Sebagai anggota baru, responden merasa ia lah yang harus mulai untuk bersosialisasi agar ia dapat mengenal dan dikenal oleh anggota lainnya. Dengan cara yang sopan, responden mulai mendekati satu per satu dari anggota Bushido lainnya, mengajak berkenalan dan memulai obrolan ringan seputar dunia otomotif.

Dari hasil wawancara yang dilakukan, peneliti mendapat respon yang cukup baik dari responden seputar aturan-aturan yang disepakati di dalam Bushido. Menurut responden, peraturan yang ada di Bushido sudah cukup baik. Bushido mengutamakan pertemanan dibandingkan ekslusifitas geng. Para anggota tidak dipandang berdasarkan jenis kendaraan apa yang mereka miliki dan tidak ada larangan untuk berteman dengan komunitas lain yang serupa dengan Bushido. Aturan tersebut tidak dirasakan sebagai beban oleh responden karena tidak terlalu mengikat. Meskipun begitu, diakui oleh responden masih banyak anggota Bushido yang acuh tak acuh pada aturan-aturan tersebut. Sanksi yang dikenakan apabila melanggar juga dibuat. Namun selama bergabung di Bushido,


(54)

responden yang hobi main futsal ini belum pernah melakukan pelanggaran sehingga juga belum pernah terkena sanksi.

Hubungan yang terjalin antara responden dengan anggota lain juga sangat baik. Bahkan ada beberapa dari mereka yang sangat dekat karena rumah mereka berdekatan sehingga paling sering berinteraksi. Responden juga bukan seseorang yang senang untuk berkonflik, apalagi dengan teman sesame anggota Bushido. Jika ada sedikit kesalahpamahan akan langsung diselesaikan dengan baik-baik. Untuk menjaga kekompakan mereka sering ngumpul bareng. Namun, untuk masalah pribadi responden lebih senang berusaha untuk menyelesaikannya seorang diri, jika tidak mampu baru ia meminta bantuan dari anggota lainnya.

Berdasarkan pengamatan yang juga dilakukan peneliti, responden termasuk orang yang cukup tertutup. Peneliti tidak terlalu suka untuk berbagi masalah pribadinya dengan orang lain. Komunikasi dan sharing yang responden bersama dengan anggota lainnya dalam Bushido hanya sebatas pada tema-tema umum dan seputar kendaraan. Namun bukan berarti responden tidak memiliki orang-orang yang ia percayai untuk saling berbagi. Responden akan mau membuka diri dan permasalahan pribadinya kepada orang yang sudah lama ia kenal, orang yang mampu menjaga kepercayaan. Dalam berbagi cerita tentu saja responden menginginkan pendapat atau solusi dari orang tersebut. Pendapat dari mereka akan cukup berpengaruh pada keputusan yang selanjutnya diambil. Namun itu apabila pendapat tersebut sejalan dengan pemikiran responden, jika tidak maka responden hanya akan menganggap itu sebagai masukan.


(55)

Sebagai anggota dan sekarang menjabat sebagai sekretaris Bushido, tentu saja responden memiliki pandangan terhadap geng dimana ia bergabung saat ini. Menurutnya, Bushido adalah sebuah geng yang positif. Bushido tidak ingin terlihat sombong di kalangan sesama geng otomotif maupun masyarakat. Bushido lebih senang menunjukkan kekompakan mereka dengan kegiatan-kegiatan yang bersifat positif. Responden juga sangat bersyukur karena keluarga responden tidak keberatan dengan keikutsertaannya di Bushido. Tentu saja pada awalnya muncul banyak pertanyaan dari orang tua. Setelah responden menjelaskan, orang tua maupun lingkungannya mendukung ia bergabung di Bushido dengan syarat responden harus tetap bijak dalam membagi waktu. Namun tentu saja responden sadar bahwa pandangan masyarakat hingga saat ini masih negatif terhadap sebuah geng. Responden menanggapi pandangan tersebut dengan berusaha untuk menunjukkan hal-hal positif yang ia dapatkan dari bergabung di Bushido. Responden membiasakan diri senantiasa tertib dan aman dalam berkendaraan, menaati peraturan, dan menghindari dari hal-hal yang tidak baik.

Selama kurang lebih dua tahun bergabung di Bushido Population responden mendapatkan pengaruh yang baik dikarenakan ia mendapat banyak masukan positif dari para anggota geng yang lebih tua dan bijak. Hal ini sangat menunjang kepribadian responden yang dianggapnya sangat menghargai pendapat orang lain, suka mengintrospeksi diri, menghormati orang tua, simpel, tidak terlalu senang mengikuti arus perkembangan jaman yang kadang tidak baik, sopan, dan selalu berusaha menjalani yang terbaik. Sebagai sekretaris, responden tidak hanya menuntut anggota lain untuk tetap bersikap baik, namun responden lebih memilih untuk menerapkan pada dirinya dan menunjukkan kepada anggota


(56)

lain hal-hal yang baik. Responden yang berkulit putih dan tidak terlalu tinggi ini selalu berusaha untuk membagi waktunya dengan baik sehingga keikutsertaannya di Bushido Population tidak membatasi sosialisasi dirinya dengan keluarga, lingkungan, maupun masyarakat.

Kesimpulan kasus

Responden termasuk orang yang sedikit tertutup untuk beberapa masalah yang dianggapnya sangat pribadi. Namun apabila ia sudah mempercayai seseorang, maka ia akan sangat terpengaruh dengan pendapat yang diberikan. Responden juga termasuk pribadi yang kuat. Hal ini terlihat dari pengakuannya bahwa ia sangat berhati-hati dalam membagi waktunya sehingga keikutsertaannya dalam Bushido tidak membawa dirinya kepada hal-hal negatif. Keberadaan geng untuk responden justru membentuk konsep diri yang semakin baik dan matang.

Responden 2

Responden ini masih berstatus pelajar SMA Harapan 3 Medan. Seperti halnya responden 1, ia juga ikut bergabung di Bushido Population karena ajakan teman. Responden tertarik karena ingin menambah teman dan pengalaman. Kesan pertama yang responden dapatkan juga sedikit sombong. Namun responden mengambil inisiatif untuk menyapa terlebih dahulu dan selalu berusaha


(57)

bersikap ramah. Usaha responden membuahkan hasil, anggota lain mulai membuka diri dan kesan pertama yang muncul perlahan hilang.

Menurut pandangan responden, aturan yang ada di Bushido sudah cukup baik dan nyaman untuknya. Responden merasa bahwa aturan-aturan tersebut tidak membuatnya terlalu mengikat dan membebaninya sebagai anggota. Namun, menurutnya sanksi-sanksi yang juga diterapkan jika ada anggotanya melanggar aturan sudah sangat tegas. Walaupun tetap saja masih ada segelintir anggota yang tidak mematuhi, namun responden menganggap mayoritas anggota Bushido sudah menyadari pentingnya mematuhi aturan tersebut, termasuk responden sendiri. Hal ini terbukti, selama kurang lebih 5 bulan bergabung di Bushido, responden belum pernah melakukan pelanggaran apalagi dikenakan sanksi.

Hubungan yang dijalin responden dengan anggota lainnya juga sangat baik. Konflik tentu saja pernah terjadi sesame anggota, namun responden tidak terlibat. Konflik itu biasanya dikarenakan hal yang sangat sepele seperti bercanda yang sudah kelewat batas sehingga arahnya menjadi serius bahkan pernah hampir baku hantam. Namun, konflik tersebut dapat diselesaikan dengan baik. Pihak-pihak yang terlibat dipertemukan dengan ketua untuk selanjutnya dimusyawarahkan guna mencari penyelesaian.

Responden ini tidak suka melibatkan anggota Bushido lainnya dalam menyelesaikan masalah pribadinya. Bagi responden, masalah pribadi hendaknya diselesaikan sendiri dan tidak layak untuk mengundang orang lain ke dalamnya. Responden termasuk orang yang sangat berhati-hati dalam memilih orang yang bisa ia percayai. Responden lebih menyukai orang yang tidak terlalu banyak


(58)

berbicara, jujur, dan pembawaan tenang. Mungkin saja ia akan mempercayakan masalah pribadinya jika sudah sangat mengenal orang yang seperti ini. Dan apabila responden sudah terbuka terhadap orang tersebut biasanya ia tidak akan segan-segan untuk melakukan apa yang disarankannya.

Meskipun belum terlalu lama bergabung di dalam geng Bushido, namun responden sudah memiliki penilaian sendiri terhadap geng ini. Di mata responden, Bushido merupakan sebuah geng yang besar, kompak, menjalin rasa kekeluargaan yang kuat, sopan terhadap yang lebih tua, saling menghargai, walaupun terkadang masih seperti anak-anak dan senang bercanda berlebihan.

Pada awal keikutsertaan responden di Bushido ditentang oleh pacar. Pihak keluarga juga sempat mempertanyakan apa manfaat responden bergabung di dalam sebuah geng. Namun setelah diberi penjelasan, akhirnya semua pihak mendukung. Namun terhadap pandangan masyarakat yang masih menganggap negatif keberadaan sebuah geng, responden memilih tidak terlalu memperdulikannya. Menurut responden, masyarakat menilai seperti itu karena melihat hal-hal negatifnya saja. Sedangkan tidak mengetahui apa yang ada di dalam Bushido. Responden merasa bahwa ia berhak memilih mana yang baik menurut dirinya. Bahkan responden merasa, sejak ia bergabung di Bushido ia menjadi pribadi yang lebih mandiri dan dewasa. Meskipun selama ini responden mengaku seseorang yang bertemperamen tinggi, namun ia berusaha untuk mengontrol semua itu. Dengan kebijaksanaannya membagi waktu, responden tidak merasa terbatasi oleh Bushido.


(59)

Responden adalah seorang yang jujur dan apa adanya. Keikutsertaannya di Bushido sendiri tidak member dampak negatif pada dirinya. Sebisa mungkin responden membagi waktu dan memberikan pengertian terhadap lingkungannya bahwa Bushido memberikan teman-teman dan pengalaman yang baik. Dengan bersosialisasi di dalam sebuah geng, konsep diri responden semakin mengarah kepada perbaikan. Tingkat emosionalnya yang tinggi menuntutnya untuk belajar banyak untuk memahami kondisi kelompok yang terdiri dari banyak orang dengan banyak kepentingan dan pola pikir yang berbeda pula. Meskipun responden tidak ingin terlalu membuka dirinya kepada anggota lain, namun bukan berarti responden tidak peduli terhadap Bushido. Batasan yang ia pilih adalah untuk dirinya sendiri dan itu membuatnya lebih nyaman dalam bersosialisasi.

Responden 3

Responden ini mulai tertarik untuk bergabung dengan Bushido kurang lebih dua bulan yang lalu. Responden diajak dan diperkenalkan oleh temannya. Saat itu, ia melihat Bushido berbeda dari geng-geng lainnya yang ia tahu. Di dalam Bushido, solidaritas lah yang dijunjung tinggi. Dengan harapan untuk mencari persahabatan, responden yang masih menjadi siswa SMA Harapan 3 Medan ini memutuskan untuk menjadi bagian dari Bushido Population. Seperti layaknya memasuki lingkungan baru, suasana kaku mendominasi. Itulah yang dirasakan responden saat masa-masa awal bergabung di Bushido. Responden akhirnya memiliki trik sendiri untuk memancing perhatian mereka yaitu dengan mulai bertanya seputar otomotif dan Bushido.


(60)

Menurut responden, peraturan-peraturan yang ada di Bushido sudah tergolong baik. Begitu pula dengan sanksi yang akan dikenakan jika melanggar, sudah cukup tegas dan mengikat terhadap semua anggota geng. Responden sendiri akhirnya mengakui kepada peneliti bahwa ia pernah melanggar peraturan Bushido yaitu menerobos lampu merah. Namun ia masih cukup beruntung karena tidak diketahui oleh anggota geng Bushido lainnya hingga saat ini sehingga ia tidak terkena sanksi.

Meskipun baru bergabung selama 2,5 bulan, namun responden sudah sangat merasakan kedekatan dengan sesama anggota Bushido lainnya. Bahkan sudah ada yang seperti saudara sendiri. Responden belum pernah melihat atau terlibat konflik dengan anggota Bushido. Namun menurutnya jika konflik itu terjadi, Bushido sudah memiliki cara sendiri utk menyelesaikannya. Jika konflik itu menyangkut hal-hal sepele, hanya akan diserahkan kepada kebijakan ketua untuk menyelesaikan. Namun jika masalah tersebut sangat pelik, maka semua anggota Bushido akan dilibatkan.

Menurut wawancara yang dilakukan peneliti, responden termasuk pribadi yang periang namun tertutup dalam masalah pribadi. Responden tidak segan-segan berbagi tentang masalah apapun yang melibatkan pihak lain, namun tidak dengan masalah pribadinya. Hal ini dikarenakan responden sangat menjunjung tinggi privasi seseorang sehingga ia juga sangat ingin privasinya dijaga. Untuk memilih orang-orang yang responden bisa berbagi juga tidak sembarangan. Responden baru akan merasa nyaman berbagi dengan orang-orang yang dianggapnya baik, bisa mengerti dirinya, bisa tanggap terhadap semua hal yang ia


(61)

berpengaruh bagi responden. Jika pendapat tersebut bagus, maka ia akan dengan yakin melakukan semua yang disarankan oleh orang tersebut, namun jika pendapatnya kurang baik, ia akan jadikan sebagai masukan saja.

Selama bergabung dengan Bushido, responden melihat geng ini memiliki kekurangan dan kelebihan. Kelebihan dari Bushido adalah sangat menjunjung tinggi solidaritas, kompak, dan menghargai geng lain yang sejenis. Namun responden sangat menyayangkan masih banyak anggota yang kurang aktif. Lingkungan keluarga dan pertemanan responden juga sangat mendukung keikutsertaan responden di Bushido. Responden pun hanya menanggapi ringan pandangan miring masyarakat terhadap keberadaan geng. Karena responden sendiri tahu bahwa Bushido justru memberikan dampak positif terhadap dirinya. Ia menjadi pribadi yang lebih sopan dan menghargai orang lain.

Kesimpulan Kasus

Setelah bergabung di Bushido Population, responden menjadi pribadi yang lebih baik dan menyenangkan. Pembawaannya yang memang periang dan suka berbicara membuatnya dapat menempatkan diri dengan baik di Bushido. Keikutsertaan responden di geng ini tidak diiringi dengan keinginan-keinginan yang negatif. Sehingga responden benar-benar menjaga agar ia tidak terjerumus dengan atmosfir negatif dari kehidupan geng-geng secara umum. Hal ini didukung dengan kebijakan responden dalam membagi waktunya antara kegiatan Bushido dan kehidupan keluarga maupun lingkungan sekolahnya. Usahanya


(62)

cukup berhasil, terlihat dari tidak adanya masalah yang berarti selama ia bergabung di Bushido Population.

Responden 4

Responden ini memiliki latar belakang yang berbeda ketika bergabung di Bushido Population. Jika responden lain ingin mencari teman baru, responden yang satu ini justru karena memiliki banyak teman di Bushido sehingga tertarik untuk ikut bergabung juga. Namun, bukan berarti responden tidak memiliki tujuan yang baik. Ia ingin pergaulannya lebih terorganisir dan terkoordinir dengan baik. Ia ingin menghindari pertemuan-pertemuan yang hanya membuang-buang waktu tanpa ada tujuan yang jelas. Dikarenakan responden telah memiliki banyak teman di Bushido, penyesuaian diri bukanlah hal yang sulit baginya. Ia hanya butuh sedikit waktu lagi untuk mengenal teman-teman lain.

Sebagai seseorang yang pernah menjabat sebagai sekretaris Bushido, tentu saja responden memiliki pandangan yang lebih kritis terhadap keadaan geng ini. Ia memandang peraturan-peraturan di Bushido memang masih ada harus diperbaiki maupun ditambahkan. Namun apa yang sudah ada sekarang sebenarnya sudah cukup baik. Peraturan itu sendiri menurutnya sangat fleksibel. Maksudnya adalah jika anggota Bushido membawa nama Bushido dalam melakukan sesuatu, maka peraturan tersebut sangat mengikat baginya. Begitu pula sebaliknya, jika anggota tersebut melakukan sesuatu atas nama pribadinya sendiri, maka peraturan tersebut tidaklah mengikat. Sanksi yang telah ada juga sangat tegas. Apabila ada yang melanggar sebanyak lebih dari 3 kali, maka ia


(63)

akan dikeluarkan dari Bushido. Komitmen yang ia pahami dari peraturan tersebut juga ia terapkan di dalam dirinya. Sebagai salah satu orang yang membuat peraturan tersebut, responden sangat menjaga dirinya agar tidak melakukan pelanggaran. Sehingga ia dapat memberikan contoh yang baik terhadap anggota lainnya.

Responden juga memiliki hubungan yang sangat baik dengan anggota Bushido lainnya. Bahkan beberapa di antara mereka sudah seperti keluarga bagi responden. Namun kedekatan itu bukan berarti mereka terhindar dari konflik. Meskipun bukan responden sendiri yang mengalami. Konflik biasanya dipicu oleh hal-hal sepele seperti bercanda secara berlebihan hingga menyulut emosi. Mereka bertengkar hebat hingga salah satunya memutuskan untuk keluar dari Bushido Population. Penyelesaian terhadap konflik biasanya dengan melakukan mediasi dengan ketua dan para stafnya.

Responden mengaku sebagai orang yang cukup sosialis namun sangat berhati-hati untuk masalah yang bersifat pribadi. Responden hanya akan mau berbagi tentang kendaraan dan pendidikan dengan mudah. Namun untuk masalah keluarga atau pacar, ia akan sangat hati-hati. Responden juga hanya akan bersedia berbagi masalah pribadinya dengan orang-orang yang sudah sangat dekat dan dianggap seperti keluarga. Pendapat dari orang-orang tersebut akan menjadi acuan dalam berpikir responden. Namun tidak memiliki pengaruh yang besar dalam pengambilan keputusan melainkan hanya sebagai bentuk rekomendasi.

Selama kurang lebih 2 tahun bergabung di Bushido Population, responden menilai gengnya ini sudah sangat baik, kompak, dapat menjalin hubungan yang


(1)

R : Sekedar jadi saran aja, ngga ngaruh besar, cuma buat rekomendasi doank.

P : Bagaimana penilaian pribadi terhadap BP?

R : Positifnya, udah sangat baik, kompak, udah seperti keluarga, dan

selalu coba untuk cegah hal-hal negatif. Negatifnya, masih sama-sama sibuk kali jadi belum sempat untuk bahas AD/ART yang baru, belum punya sekret, dan belum ada kerjasama intens ma pihak berwenang.

P : Bagaimana keluarga dan lingkungan memandang keikutsertaan di

BP?

R : Nggak ada masalah.

P : Bagaimana menyikapi penilaian negatif dari masyarakat terhadap

geng?

R : Tunjukin aja kalo kegiatan-kegiatan kami positif, nggak yang

aneh-aneh kok.

P : Bagaimana BP berpengaruh atau merubah dirimu?

R : Lebih sosial dan terbuka lah ma orang lain, walaupun waktu di

rumah jadi berkurang.

P : Bagaimana kamu memandang diri kamu dari segi fisik?

R : Berjanggut, identik gondrong, kulit sawo matang, kurus


(2)

R : Baik, sosialis, lumayan penyabar dan selalu berusaha untuk jujur.

P : Bagaimana kamu memandang diri kamu sebagai anggota BP?

R : Aku lebih suka menempatkan diri aku sebagai penengah kalo ada

masalah di Bushido.

P : Apakah menjadi anggota BP membatasi sosialisasi diri kamu

dengan lingkungan mu yang lain?

R : Nggak sama sekali. Nyaman-nyaman aja.

Responden 5

Nama Lengkap : Putri Amanda Nasution

Tempat/Tanggal Lahir : 17 Mei 1992

Umur : 18 tahun

Pendidikan : Lulus SMAN 1 Medan

Jenis Kelamin : Perempuan

Hobi : Jalan-jalan, belanja

Alamat : Komp. Bumi Asri G 3

Sudah berapa lama bergabung di Bushido : 2 tahun


(3)

P : Apa alasan bergabung di BP?

R : Karena aku liat geng ini lebih terarah daripada geng yang lain dan

karna ada mantan aku disini.

P : Tujuan yang ingin dicapai di BP?

R : Nambah teman pastinya dan kalo ada apa-apa ada yang siap untuk

bantu.

P : Bagaimana perasaan di masa awal bergabung di BP?

R : Kebanyakan diam awalnya, tapi lama-lama ternyata ramah kok.

P : Bagaimana kamu memulai penyesuaian diri di BP?

R : Aku dibantu ma teman-teman yang udah duluan gabung untuk

dikenalin ama yang lain.

P : Tujuan apa yang sudah dan belum tercapai saat ini?

R : Nambah teman banyak dan sekarang dapat jabatan bendahara, tapi

sampe sekarang aku belum punya mobil sendiri.

P : Apakah peraturan yang ada di BP sudah baik?

R : Udah lumayan bagus lah.

P : Bagaimana penerapannya terhadap anggota BP?

R : Nggak terlalu ngiket kalo menurut aku.


(4)

R : Dulu sih gak terlalu tegas. Tapi kalo sekarang aku liat udah makin bagus, ditegur dan kalo udah parah dikeluarkan.

P : Apakah peraturan tersebut dipatuhi?

R : Lumayan banyak yang patuh.

P : Pernah melanggar dan kena sanksi?

R : Pernah. Waktu itu aku nggak bisa datang pas ngumpul, tapi aku

nggak kasi kabar. Cuma diperingatkan aja sih.

P : Bagaimana hubungan yang terjalin sesama anggota BP?

R : Baik-baik aja.

P : Konflik seperti apa yang pernah atau sering terjadi di BP?

R : Cuma gitu-gitu aja sih. Nggak terlalu besar dan aku nggak pernah

ngalamin sendiri.

P : Bagaimana cara penyelesaian terhadap konflik?

R : Dipanggil aja beberapa orang yang bersangkutan dan dicari

solusinya.

P : Apakah masalah pribadi anggota selalu melibatkan BP dalam

penyelesaiannya?

R : Nggak semua lah, itu pun ama yang dekat-dekat aja.

P : Hal-hal apa saja yang membuat ikatan sesama anggota semakin


(5)

R : Doorsmeer, futsal, konvoi, bakti sosial di bulan puasa

P : Hal-hal apa sajakah yang bisa kamu bagi dengan sesama anggota

BP?

R : Paling jauh masalah pacar aja lah, selebihnya nggak mau.

P : Apakah layak melibatkan anggota geng ke dalam masalah pribadi?

R : Layak aja, tapi ma orang yang udah bener-bener dekat.

P : Orang seperti apa yang membuat kamu nyaman untuk berbagi?

R : Yang bisa ngertiin aku, yang bisa kasi solusi, nggak Cuma

dengerin aja, dan yang bisa dipercaya.

P : Apakah dengan terbuka akan mempengaruhi dalam pengambilan

keputusan?

R : Ngaruh lumayan besar. Kalo aku curhat ma beberapa orang, aku

akan lakuin yang disaranin ma mayoritas.

P : Bagaimana penilaian pribadi terhadap BP?

R : Positifnya, udah eksis dan dikenal banyak orang di Medan. Tapi

masih kurang disiplin, terutama ke anggota yang kurang aktif.

P : Bagaimana keluarga dan lingkungan memandang keikutsertaan di

BP?

R : Keluarga awalnya nentang donk, sangat nggak suka karena aku


(6)

P : Bagaimana menyikapi penilaian negatif dari masyarakat terhadap geng?

R : Terserah aja mau bilang apa, tapi yang pasti geng ini positif kok,

nggak yang aneh-aneh.

P : Bagaimana BP berpengaruh atau merubah dirimu?

R : Nggak terlalu ngaruh, cuma seneng dapat teman aja.

P : Bagaimana kamu memandang diri kamu dari segi fisik?

R : Jauh deh dari sempurna, kurus, manis, rambut aku ok gitu loh.

P : Bagaimana kamu memandang karakter diri kamu?

R : Moody, egois, suka lupa, periang, heboh, cerewet.

P : Bagaimana kamu memandang diri kamu sebagai anggota BP?

R : Aku masih egois, aku ngutip uang kas tapi aku sendiri malas bayar.

P : Apakah menjadi anggota BP membatasi sosialisasi diri kamu

dengan lingkungan mu yang lain?

R : Nggak terbatasi karena aku selalu mendahulukan keluarga.


Dokumen yang terkait

Komunikasi Kelompok Pemulung untuk Bertahan Hidup (Studi Kasus Tentang Komunikasi Kelompok Dikalangan Pemulung Dalam Bertahan Hidup)

8 129 111

Fenomena Hallyu Dalam Pembentukan Identitas Diri (Studi Kasus pada Triple S Medan Sebagai Komunitas Penggemar Boyband Korea SS501 )

24 153 141

Komunikasi Kelompok Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Kasus Mengenai Komunikasi Kelompok Terhadap Pembentukan Konsep Diri di Komunitas games online “Perang Kaum” )

6 66 116

Komunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional Pengaruh Komunikasi Antar Pribadi Pengurus Panti Asuhan Terhadap Pembentukan Konsep Diri Anak-Anak Panti Asuhan Yayasan Elida Medan)

6 53 121

:Komunikasi Kelompok Kecil dan Pengamalan Nilai-nilai Ajaran Islam (Studi Korelasional dengan Pendekatan Taksonomi Bloom pada Kelompok Mentoring Agama Islam di Rohani Islam (Rohis) SMA Negeri 2 Binjai).

1 39 249

Komunikasi Antarpribadi dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Korelasional tentang Pengaruh Komunikasi Antarpribadi terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja di Yayasan SOS Desa Taruna Kelurahan Tanjung Selamat, Kecamatan Medan Tuntungan, Medan).

1 25 142

Komunikasi Antar Pribadi Dan Pembentukan Konsep Diri (Studi Kasus Mengenai Komunikasi AntarPribadi Orang Tua Terhadap Pembentukan Konsep Diri Remaja Pada Beberapa Keluarga di Medan)

11 139 114

Perilaku Komunikasi Komunitas Hansamo Dengan Sesama Anggotanya (Studi Deskriptif Perilaku Komunikasi Komunitas Hansamo Dengan Sesama Anggotanya di Kota Bandung)

0 3 1

PERAN SIGNIFICANT OTHERS DALAM PEMBENTUKAN KONSEP DIRI (Studi Kasus tentang Peran Romo dalam Pembentukan Konsep Diri Kaum Muda melalui Komunikasi Interpersonal di Gereja Paroki Santa Maria Assumpta Babarsari).

0 4 15

PEMBENTUKAN KONSEP DIRI MAHASISWA LUAR JAWA (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Luar Jawa (Studi Deskriptif Kualitatif tentang Pembentukan Konsep Diri Mahasiswa Angkatan 2014 yang Beras

0 3 11