rumah A menjadi milik B. Dalam hal ini jadi atau tidaknya rumah A itu dimiliki oleh B sangat tergantung pada suatu kejadian di masa datang yang tidak pasti, sebab di
sini belumlah dapat dipastikan bahwa pihak yang diberi akan berusia lebih panjang dari pihak yang memberi, sehingga hibah semacam ini batal.
87
2. Sasaran Hibah dan Batasannya Menurut Hukum Islam
Dalam Al-Baqarah ayat 177, yang artinya: dan dia memberikan harta yang dikasihinya kepada kaum kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir
dan orang-orang yang meminta-minta. Menurut Mahmud Yunus, yang dimaksud kebaikan adalah membelanjakan
harta untuk:
88
a. Karib kerabat b. Anak yatim
c. Fakir miskin d. Orang yang musafir
e. Orang-orang yang meminta karena tiada kuasa berusaha sebab lemah, potong tangan dan lain sebagainya.
Hibah juga dapat diberikan kepada sorang anak yang masih berada dalam kandungan ibunya, sebuah bangunan masjid, sekolah atau pranata kebajikan yang
lainnya Hibah dapat pula diperuntukkan kepada non muslim.
89
Hibah juga dapat
87
Eman Suparman, op. cit., hal. 91.
88
Mahmud Yunus, dalam Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, PT. Rineka Cipta, Jakarta, 1992, hal. 372.
89
Abdur Rahman I Doi, Hudud dan Kewarisan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996, hal. 202.
diberikan kepada seorang yang sekiranya berhak menjadi ahli waris, si penghibah dapat menghibahkannya.
90
Pelaksanaan hibah itu hukumnya sunnah, dan lebih utama diberikan kepada kaum kerabat. Disamakan bagi orang yang menghibahkan suatu kepada anak-
anaknya, hendaklah ia menyamakan pemberiannya itu diantara mereka. Hibah merupakan pemberian yang murni, bukan karena mengharapkan pahala
Allah, tidak pula terbatas berapa jumlahnya.
91
Dalam hibah tidak ada batasan, sebab dalam kasus ini yang empunya melepaskan sendiri segala hak secara langsung
hartanya.
92
Fuqaha telah sepakat bahwa seseorang itu boleh menghibahkan seluruh hartanya kepada orang lain bukan ahli waris. Selanjutnya mereka berselisih
pendapat tentang orang tua yang mengutamakan pilih kasih terhadap sebagian anaknya atas sebagian yang lain dalam soal hibah atau dalam soal penghibahan
seluruh hartanya kepada sebagiannya tanpa sebagian yang lain. Jumhur fuqaha amzar negeri-negeri besar berpendapat bahwa hibah seperti itu makruh hukumnya. Tetapi
apabila terjadi, maka menurut pendapat mereka sah pula. Jumhur fuqaha
93
berpegangan bahwa ijma’ telah terjadi tentang bolehnya seorang dalam keadaan sehatnya memberikan seluruh hartanya kepada orang asing di
luar anak-anaknya. Jika pemberian seperti ini dapat tejadi untuk orang asing, maka terlebih lagi terhadap anak.
94
90
Masjfuk Zuhdi, dalam Hazairin, Hukum Kekeluargaan Nasional, Tintamas, Jakarta, 1996, hal. 48.
91
Helmi Karim, op. cit., hal. 75.
92
Abdur Rahman I Doi, op. cit., hal. 199.
93
Jumhur fuqaha, artinya mayoritas ulama fiqh.
94
Ibnu Rush, Bidayatul Mujtahid, Keluarga Semarang, Semarang, tt, hal. 346.
Imam Malik berpendapat bahwa wajib hukumnya bagi orang tua untuk tidak menghibahkan seluruh hartanya kepada salah seorang dari anaknya, maka dilarang
bagi seseorang untuk mengutamakan sebagian anaknya dengan pemberian seluruh hartanya. Kalaupun terjadi perbedaan pendapat dalam masalah ini disebabkan adanya
perlawanan antara qiyas
95
dengan kata-kata larangan yang terdapat dalam hadist. Sebab, kebanyakan fuqaha berpendapat bahwa larangan dengan kata-katanya itu
menghendaki keharamannya, sebagian perintah itu menghendaki wajibnya.
96
3. Rukun dan Syarat Hibah Menurut Hukum Islam