2. Hibah Berfungsi Menumbuhkan Rasa Cinta
Memberikan sesuatu kepada orang lain secara tulus tanpa mengharapkan imbalan sesuatu apapun, akan berfungsi menumbuhkan rasa cinta dan kasih sayang
antara si penghibah dengan penerima hibah. Rasa cinta ini muncul dari kedua belah pihak. Penghibah merasa senang dapat memberikan sesuatu kepada orang lain yang
membutuhkan, sementara penerima hibah merasa bahagia juga mendapat pemberian dari orang lain, terlebih pada saat-saat sedang membutuhkan. Akhirnya muncullah
rasa hormat-menghormati, cinta-mencintai, hingga terjalin hubungan persaudaraan yang harmonis.
Hibah menurut ajaran Islam dimaksudkan untuk menjalin kerja sama sosial yang lebih baik dan untuk lebih mengakrabkan hubungan antara sesama manusia.
Islam, sesuai dengan namanya, bertujuan agar penganutnya hidup berdampingan secara damai, penuh kecintaan serta kasih sayang dan saling bantu dalam mengatasi
kesulitan bersama atau pribadi. Untuk terciptanya hal tersebut, salah satu jalan yang dianjurkan Islam adalah hibah. Dalam hal ini Rasulullah SAW bersabda, yang
artinya: “Saling memberi hadiah dan saling berkasih sayanglah kamu”.
127
Dalam riwayat lain dari khalid bin Adiy, Nabi SAW mengatakan: ”Jika salah seorang saudaramu seiman datang memberikan sesuatu secara baik tanpa berlebih
lebihan dan tanpa mengharapkan sesuatu sebagai imbalan, maka terimalah pemberian tersebut; jangan kamu menolaknya, karena hal itu merupakan rejeki yang dialirkan
Allah kepada kamu”.
128
Dan dari Abu Hurairah berkata bahwa pernah Rasulullah
127
Hadist Riwayat Bukhari.
128
Hadist Riwayat Imam Hambali.
bersabda: “Saling memberi hadiahlah kamu, sesungguhnya yang demikian itu menghilangkan rasa dengki di antara kamu”.
Berdasarkan konteks hadist di atas menunjukkan bahwa dengan memberikan hadiah kepada seseorang, maka sifat dengki terhadap sesama secara perlahan-lahan
akan hilang. Kalau sudah sifat dengki hilang dari seseorang, tentu akan tumbuh sifat kasih sayang antara sesama manusia.
Setiap orang memiliki rejeki atau harta yang berbeda-beda antara manusia. Ada yang memiliki harta yang banyak, ada yang mendapat rejeki yang sedikit atau
pada kasus lain bahwa masing-masing orang memiliki harta yang banyak, tetapi antara satu dengan yang lain memiliki harta yang berbeda jenisnya. Dalam posisi
semacam ini, maka timbul rasa ketergantungan di antara sesama manusia. Artinya, seorang yang memiliki uang banyak akan membutuhkan beras yang dimiliki seorang
petani. Sebaliknya seorang petani juga membutuhkan uang yang dimiliki oleh orang kaya. Kalau seandainya terjadi perbuatan saling memberi antara keduanya, tentu akan
muncul rasa saling menghargai dan rasa saling mencintai sebagaimana yang disebutkan dalam hadis di atas.
Hibah tidak mesti terjadi antara orang kaya dengan orang miskin atau orang lemah saja, melainkan hibah dapat dilakukan oleh orang miskin kepada orang kaya
atau antara orang miskin dengan orang miskin serta antara orang kaya dengan orang kaya. Bahkan hibah dibolehkan antara orang yang berlainan agama.
Hasballah Thaib dalam ini mencatatkan bahwa ada 3 tingkatan dalam hal membalas hibah seseorang:
129
129
M. Hasballah Thaib, op. cit., hal. 91.
a. Pemberian seseorang kepada orang lebih rendah dari dirinya, seperti pemberian seseorang majikan kepada pembantunya dengan maksud ingin menghormati dan
mengasihinya. Pemberian yang demikian tidak menghendaki balasan. b. Pemberian orang kecil kepada orang besar untuk mendapatkan kebutuhan dan
manfaat. Pemberian yang demikian wajib dibalas. c. Pemberian dari seseorang kepada orang lain yang setingkat dengannya.
Pemberian ini mengandung makna kecintaan dan pendekatan. Dikatakan pula bahwa pemberian yang demikian wajib dibalas. Adapun apabila seseorang diberi
hadiah dan disyaratkan untuk membalasnya, maka dia wajib membalasnya. Syariat Islam membolehkan semua orang rnemberikan hibah kepada siapa
saja yang ia kehendaki. Karena makna hibah itu sendiri meliputi: a. Ibraa artinya menghibahkan hartanya kepada orang lain yang berhutang
pembebasan hutang. b. Sadaqah artinya menghibahkan sesuatu dengan mendapatkan pahala di hari
akhirat. Pada motivasi ingin mencari pahala dan keridhaan Allah itulah letak perbedaan yang mendasar antara sedekah dan hibah. Para ulama membagi
sedekah itu kepada sedekah wajib dan sedekah sunat. c. Hadiah artinya imbalan yang diberikan seseorang kanena dia telah mendapatkan
hibah.
130
Pada dasarnya hadiah dan hibah. Hanya saja kebiasaannya, hadiah itu lebih dimotivasi oleh rasa terima kasih dan kekaguman seseorang.
131
Lagi pula pemberian itu sendiri merupakan salah satu tolok ukur penilaian terhadap integritas keimanan seseorang sebagaimana yang diisyaratkan oleh hadist,
130
Sayyid Sabiq, dalam Helmi Karim, op. cit., hal. 80.
131
Ibid., hal. 80.
bahwa: “Tidak dikatakan seseorang beriman hingga ia mencintai saudaranya sebagaimana ia mencintai dirinya sendiri.”
132
Allah SWT telah mensyariatkan hibah ini kepada manusia, agar supaya tumbuh rasa saling cinta-mencintai dan kasih-mengasihi sesama mereka. Di antara
hikmah disyari’atkannya hibah ini adalah akan menghilangkan rasa marah, kebencian, menyatukan hati dalam kecintaan dan kasih sayang. Perbuatan hibah itu
juga menunjukkan kemuliaan akhlak, kebersihan jiwa.
133
Begitu juga dalam pemberian hadiah, akan lahir darinya rasa kasih sayang dalam hati dan akan
menghilangkan rasa kebencian. Sebaliknya, menarik kembali hadiah akan melahirkan permusuhan dan kebencian, hingga bisa terputus rasa persaudaraan. Hibah
merupakan sifat yang terpuji, sampai-sampai Allah SWT menjadikan hibah ini dalam salah satu nama-Nya, yang disebut dengan “Al Wahhab”, yang artinya maha
pemberi.
134
3. Hibah Berfungsi Memberikan Penghargaan