OTOT DAN MEKANISME PERNAFASAN PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKSIF KRONIK

paru tersebut meliputi edukasi, instruksi teknik pernafasan dan konservasi energi, fisioterapi dada, dukungan psikososial dan latihan rekondisi. 6,7 Tabel 2.1. Klassifikasi Derajat Keparahan PPOK dari Beberapa Panduan 18,19 Derajat 0 beresiko Derajat I 50 ≤ VEP1 Ringan 70 ≤ VEP1 Ringan 60 ≤VEP180 Derajat I Ringan 80 ≥VEP1 Derajat I Ringan 80 ≥VEP1 Derajat II Sedang 50 ≤VEP180 Derajat II 35 ≤ VEP150 Sedang 50 ≤ VEP170 Sedang 40 ≤ VEP160 Derajat IIa Sedang 50 ≤VEP180 Derajat IIb 30 ≤VEP150 Derajat III Berat 30 ≤VEP150 Derajat III VEP1 35 Berat VEP150 Berat VEP140 Derajat III Berat VEP1 50 gagal nagas atau gagal jantung kanan atau VEP130 Derajat IV Sangat berat VEP1 50 gagal nagas atau gagal jantung kanan atau VEP130 ATS 1995 ERS 1995 BTS 1997 GOLD 2001 GOLD 2008

2.2. OTOT DAN MEKANISME PERNAFASAN PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKSIF KRONIK

Pada PPOK terjadi gangguan otot pernafasan yang dipengaruhi kontraksi otot dan kekuatan otot pernafasan. Hilangnya daya elastisitas paru pada PPOK menyebabkan hiperinflasi dan obstruksi jalan nafas kronik yang menganggu proses ekspirasi sehingga volume udara yang masuk dan keluar tidak seimbang dan terdapat udara yang terjebak air trapping. Air trapping dalam keadaan lama menyebabkan Universitas Sumatera Utara diafragma mendatar, kontraksi kurang efektif dan fungsinya sebagai otot utama pernafasan berkurang terhadap ventilasi paru. Berbagai kompensasi otot interkostal dan otot inspirasi tambahan yang biasa dipakai pada kegiatan tambahan akan dipakai terus menerus hingga peran diafragma menurun sampai 65. Volume nafas mengecil dan nafas menjadi pendek sehingga terjadi hipoventilasi alveolar yang akan meningkatkan konsumsi O2 dan menurunkan daya cadangan penderita. Frekuensi respirasi meningkat sebagai upaya untuk mengkompensasi saluran nafas yang kecil dan menimbulkan sesak nafas yang khas. 20 Hipoksia jaringan dan inflamasi sistemik yang menetap merupakan faktor penyebab disfungsi otot rangka. Disfungsi otot rangka pasien PPOK menyebabkan kelemahan otot rangka yang mempengaruhi toleransi latihan dan kualitas hidup pasien. Disfungsi otot rangka meliputi perubahan anatomi dan fungsi. Perubahan anatomi terjadi pada komposisi serat otot dan atropi sementara perubahan fungsi berupa perubahan kekuatan, ketahanan dan aktivitas enzim. 21 Kelemahan otot perifer ditemukan pada pasien PPOK sehingga membatasi kapasitas fungsional dan menurunkan kualitas hidup. Perubahan metabolik jaringan otot terutama disebabkan oleh hipoksia, muscle wasting dan perubahan kapasitas glikolisis. Keseimbangan biokimia tersebut dapat diperburuk oleh nutrisi kurang. 22 Sejumlah penelitian menemukan bahwa proses inflamasi pada PPOK tidak hanya berlangsung di paru tetapi juga secara sistemik, yang ditandai dengan peningkatan kadar C-reactive protein CRP, tumor nekrosis factor- α TNF-α, interleukin 6 IL-6 serta IL-8. Respon sistemik ini menggambarkan progresivitas Universitas Sumatera Utara penyakit paru dan selanjutnya berkembang menjadi penurunan massa otot rangka muscle wasting. Muscle wasting adalah kehilangan fat-free mass index FFMI yaitu 0,16 kgm2 pada laki-laki dan 0,15 kgm2 pada perempuan ditemukan pada 25 pasien PPOK derajat 2 dan 3 serta 35 derajat 4. kehilangan absolut atau relatif FFMI menyebabkan perubahan metabolisme protein tubuh dan otot yaitu penurunan respon lipolitik setelah stimulasi beta-adrenergik. Muscle wasting akan menurunkan masukan nutrisi, meningkatkan konsumsi energi dan terapi dengan kortikosteroid dan mempengaruhi otot pernafasan mengakibatkan kelemahan otot nafas sehingga terjadi gagal nafas saat eksaserbasi. 22 Pengurangan massa otot pada pasien PPOK terutama pada ekstremitas bawah. Faktor yang berperan pada proses pengecilan adalah Adenosine triphospate ATP, TNF- ∝, interferon γ IFγ dan apoptosis. Jalur ATP berperan dalam peningkatan proteolisis pada berbagai tipe otot sering merupakan respon terhadap asidosis, infeksi atau asupan kalori yang tidak adekuat. Selama keadaan ini, otot dan kulit akan kehilangan protein dalam jumlah besar dibandingkan organ viseral sedangkan otak tidak terpengaruh. Pengaruh TNF- ∝ pada sel otot rangka berupa pengurangan kandungan protein dan hilangnya adult myosin heavy chain. IF γ mempengaruhi regulasi otot rangka melalui penghambatan serat otot baru yang terbentuk, degenerasi serat otot yang baru dibentuk dan ketidak mampuan memperbaiki kerusakan otot rangka. Proses kematian sel yang terprogram atau apoptosis juga berperan pada pengecilan otot. 22 Universitas Sumatera Utara Penurunan proporsi serat otot, atropi serabut otot tipe I dan tipe IIa vastus lateralis serta terjadi peningkatan serat IIb mengakibatkan penurunan berat badan. Penurunan serabut otot tipe I dan peningkatan relatif serabut tipe II didapatkan pada otot rangka perifer pasien PPOK stabil. Hal ini menunjukkan perubahan proses oksidatif ke glikolisis. Metabolisme glikolisis menghasilkan ATP yang lebih kecil dibandingkan metabolisme oksidatif sehingga sangat berpengaruh pada metabolisme otot rangka penderita PPOK. 22 Penurunan massa sel tubuh mencapai lebih dari 40 merupakan manifestasi sistemik pada PPOK. Ketidakseimbangan proses pemecahan dan penggantian protein juga berperan dalam proses penurunan massa sel tubuh. Massa lemak bebas yang hilang dapat mempengaruhi proses pernafasan, fungsi otot perifer, kapasitas latihan dan status kesehatan. Penurunan berat badan mempunyai efek negatif terhadap prognosis pasien PPOK. Kehilangan berat badan yang terjadi yaitu sekitar 5 dari berat badan sebelumnya dalam waktu 3 bulan atau 10 dalam waktu 6 bulan terjadi pada 25-40 pasien PPOK. Kaheksia pada PPOK berhubungan dengan kelemahan otot, disfungsi diafragma, gagal nafas, menurunnya kualiti hidup dan kematian. 23

2.3. SESAK NAFAS PADA PENYAKIT PARU OBSTRUKSIF KRONIK