Profil Polip Nasi Di RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 2010
PROFIL POLIP NASI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010
Tesis
Oleh: dr. Fathma Dewi
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(2)
PROFIL POLIP NASI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010
Tesis
Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar Magister dalam Bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Bedah Kepala Leher
Oleh: dr. Fathma Dewi
PROGRAM PENDIDIKAN MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK
ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG TENGGOROK BEDAH KEPALA LEHER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
(3)
Medan, November 2011 Tesis dengan judul
PROFIL POLIP NASI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010
Telah disetujui dan diterima baik oleh Komisi Pembimbing Ketua
NIP: 195401121982021002 dr. Mangain Hasibuan Sp.THT-KL
Anggota
dr. Siti Nursiah Sp.THT-KL
NIP: 196510301999032001 NIP: 195604041983032001 dr. Linda I Adenin Sp.THT-KL
Diketahui oleh
Ketua Departemen Ketua Program Studi
Prof.dr.Abdul Rachman Saragih,Sp.THT-KL(K) dr.T.Siti Hajar Haryuna,Sp.THT-KL NIP: 19471130 198003 1 001 NIP: 19790620 200212 2 003
(4)
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kehadirat Allah Subhanahu Wata’ala atas rahmat, karunia dan hidayahNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini sebagai salah satu tugas dan syarat untuk mencapai gelar Magister dalam bidang Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan.
Berkat dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, akhirnya tesis ini dapat diselesaikan. Untuk itu perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Sjahril Pasaribu, Dr, dr, Sp.A (K), DTM&H, dan mantan rektor Prof. Chairuddin Panusunan Lubis, dr, Sp.A (K), DTM&H yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik di Departemen THT-KL Fakultas Kedokteran Sumatera Utara.
Bapak Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Prof. Gontar Alamsyah, dr, Sp.PD-KGEH yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti Program Pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Bapak Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk belajar dan bekerja di Rumah Sakit ini.
(5)
memberikan kesempatan, bimbingan dan arahan sejak penulis mengikuti pendidikan di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan.
Yang terhormat, dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp. THT-KL sebagai Ketua Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis di Departemen THT-KL FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan, atas bimbingan dan dorongan semangat yang diberikan sehingga menimbulkan rasa percaya diri, baik dalam bidang keahlian maupun pengetahuan umum lainnya.
Yang terhormat dr. Mangain Hasibuan, Sp.THT-KL sebagai ketua pembimbing tesis, dr. Siti Nursiah, Sp. THT-KL dan dr. Linda I Adenin, Sp. THT-KL sebagai anggota pembimbing tesis, yang telah banyak memberikan petunjuk, perhatian serta bimbingan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis Magister ini. Penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya atas waktu dan bimbingan yang telah diberikan selama dalam penelitian dan penulisan tesis ini.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya saya tujukan kepada semua guru-guru di Departemen THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan, Prof. Ramsi Lutan, dr. Sp.THT-KL (K); dr. Yuritna Haryono, Sp.THT-KL (K); Prof. Askaroellah Aboet, dr, Sp.THT-KL (K); Prof. Abdul Rachman Saragih, dr, Sp.THT-KL (K); dr. Muzakkir Zamzam, Sp.THT-KL (K); dr. Mangain Hasibuan, Sp.THT-KL; dr. T. Sofia Hanum, Sp.THT-KL (K); Dr. dr. Delfitri Munir, Sp.THT-KL (K); dr. Linda I Adenin, Sp.THT-KL; Alm. dr. Hafni, Sp.THT-KL (K); dr. Ida Sjailandrawati Harahap, Sp.THT-KL; dr. Adlin Adnan, Sp.THT-KL; dr. Rizalina A. Asnir, Sp.THT-KL(K), dr. Siti Nursiah, Sp.THT-KL; dr. Andrina YM Rambe, KL; dr. Harry Agustaf A, KL; dr. Farhat,
(6)
Sp.THT-KL; dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL, dr. Aliandri, Sp.THT-Sp.THT-KL; dr. Ashri Yudhistira, Sp.THT-KL; dr. Devira Zahara, Sp.THT-KL, dr.H.R.Yusa Herwanto, Sp.THT-KL, dr.M. Pahala Hanafi Hrp, Sp.THT-KL dan dr. Ferryan Sofyan, M.Kes, Sp.THT-KL yang telah memberikan bimbingan, ilmu dan pengetahuan di bidang THT-KL yang bermanfaat bagi penulis di kemudian hari.
Yang terhormat dr. Bisara L Tobing MPH yang telah banyak membantu saya di bidang metodologi penelitian dalam pengolahan data tesis ini.
Yang terhormat perawat / paramedis dan seluruh karyawan / karyawati RSUP H. Adam Malik Medan, khususnya Departemen / SMF THT-KL yang selalu membantu dan bekerjasama dengan baik dalam menjalani tugas pendidikan dan pelayanan kesehatan selama ini.
Yang mulia dan tercinta Ayahanda dr. H. Bachtiar Sp.M dan Ibunda Hj. Netty Herawaty, ananda sampaikan rasa hormat dan terimakasih yang tak terhingga serta penghargaan yang setinggi-tingginya atas kasih sayang yang telah diberikan dan dilimpahkan kepada ananda sejak dalam kandungan dan dengan segala daya upaya telah mengasuh, membesarkan dan membimbing dengan penuh kasih sayang semenjak kecil sehingga penulis dewasa agar menjadi anak yang berbakti kepada kedua orang tua, agama, bangsa dan Negara. Dengan memanjatkan do’a kehadirat Allah SWT, ampunilah dosa kedua orang tua penulis serta sayangilah mereka sebagaimana mereka menyayangi penulis sewaktu kecil.
Yang tercinta Bapak mertua Ir. H. Chairul Azhar dan Ibu mertua Hj. Yusnaini yang telah memberikan dorongan dan restu untuk selalu menuntut ilmu setinggi-tingginya.
(7)
Kepada suamiku tercinta dr. Adriansyah Putra, serta buah hati kami tersayang M. Rayyan Al-Qudra, tiada kata yang lebih indah yang dapat saya ucapkan selain ucapan terimakasih yang setulus-tulusnya atas pengorbanan tiada tara, kesabaran, ketabahan dan dorongan semangat yang tiada henti-hentinya kepada ibunda sehingga dengan ridho Allah SWT akhirnya kita sampai pada saat yang berbahagia ini.
Kepada kakak dan Abang-abang ipar, Abang-abang dan Kakak-kakak ipar, penulis mengucapkan terimakasih atas limpahan kasih sayang dan tak henti-hentinya memberikan dorongan serta doa kepada penulis.
Yang tercinta teman-teman sejawat peserta Magister Kedokteran Ilmu Kesehatan THT-Bedah Kepala dan Leher yang telah bersama-sama, baik dalam suka maupun dalam duka, saling membantu sehingga terjalin persaudaraan yang erat, dengan harapan teman-teman lebih giat lagi sehingga dapat menyelesaikan studi ini. Semoga Allah selalu memberkahi kita semua.
Semoga segala bantuan dan bimbingan yang diberikan kepada penulis menjadi amal ibadah. Akhirnya penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, dan semoga Allah Subhanahu Wata’ala selalu melimpahkan rahmat dan hidayahNya kepada kita semua.
Medan, November 2011
(8)
PROFIL POLIP NASI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010
Abstrak
Latar Belakang : Polip nasi merupakan masalah medis dan masalah sosial karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita baik pendidikan, pekerjaan, aktivitas harian dan kenyamanan. Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti karena hanya sedikit laporan dari hasil studi epidemiologi. Di Indonesia, RS. Dr. Sutomo Surabaya melaporkan penderita polip nasi sebesar 4,63% dari semua pengunjung poliklinik THT. Rasio pria dan wanita 2-4:1. Di RSUP H. Adam Malik Medan selama Maret 2004 sampai Februari 2005 didapatkan kasus polip nasi sebanyak 26 orang terdiri dari 17 pria (65%) dan 9 wanita (35%) dan selama September 2009 sampai Oktober 2010 didapatkan kasus polip nasi sebanyak 21 orang terdiri dari 15 pria (71,4%) dan 6 wanita (28.6%).
Tujuan: Mengetahui gambaran kejadian polip nasi dibagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan tahun 2010.
Metode: Rancangan penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan design case series. Pengambilan sampel penelitian adalah secara retrospektif dengan melihat rekam medik yaitu seluruh penderita polip nasi yang datang ke bagian THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan sejak bulan Januari 2010 sampai dengan Desember 2010.
Hasil: Pada penelitian ini dijumpai penderita polip nasi pada Januari 2010 sampai Desember 2010 dijumpai sebanyak 43 penderita dan paling banyak ditemukan pada laki-laki(51,2%), kelompok umur 35-44 tahun dan 45-54 tahun masing-masing (20,0%), keluhan utama berupa hidung tersumbat (100%), dan keluhan tambahan tersering berupa sakit kepala dan bersin-bersin masing-masing (37,2%), penderita polip nasi terbanyak pada stadium 2 dan 3 masing-masing (41,9%), tipe histologi terbanyak berupa stroma gembur diinfiltrasi limfosit dan PMN yang diffuse (18,6%), infeksi sinus paranasal berupa multisinusitis unilateral (16,3%), hidung yang terlibat adalah kavum nasi kanan (39,5%), dan penatalaksanaan polip nasi dengan operatif (53,5%) Kata Kunci : design case series, profil, polip nasi, retrospektif, penderita
(9)
NASI POLYPS PROFILE IN RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN IN 2010
Abstract
Background: Nasal polyps are medical and social problems because it can affect
the quality of life for people either education, occupation, daily activities and discomfort. The prevalence of patients with nasal polyps have not known for sure because only a few reports of the results of epidemiological studies. In Indonesia, Dr. Sutomo Surabaya Hospital reported patients with nasal polyps were 4.63% of all visitors that came to the ENT clinic. The ratio of male and female 2-4:1. In H. Adam Malik Medan general hospital during March 2004 to February 2005 cases of nasal polyps were found in 26 persons consist of 17 males (65%) and 9 women (
Objective: To obtain data about
35%). In September 2009 to Oktober 2010, nasal polyps were found in 21 persons consist of 15 male (71,4%) and 6 female (28.6%).
the incidence of nasal polyps patients in H. Adam Malik Medan general hospital
Method: This study is using case series design with
in 2010
retrospective study methode by looking at medical records of all patients with nasal polyps who came to the H. Adam Malik Medan general hospital from January 2010 until December 2010
Result: In this research, we found patients with nasal polyps in January 2010 to
December 2010 are 43 patients and
. most commonly found in men (51.2%), age group 35-44 years and 45-54 years respectively (20.0%), the main complaint of nasal congestion (100%), and additional complaints of headache and sneezing respectively (37.2%), patients in stage 2 and 3 respectively (41.9%), histological type of loose stroma infiltrated lymphocytes and PMN diffuse (18.6% ), infection of the paranasal sinuses are multisinusitis unilateral (16.3%), nasal cavity involved is the right side (39.5%), and the management of nasal polyps with operative (53.5
Keywords: case series, retrospective, nasal polyps, patients, profile. %).
(10)
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan kelompok umur Tabel 4.2. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan jenis kelamin
Tabel 4.3. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan keluhan utama dan keluhan tambahan
Tabel 4.4. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan stadium Tabel 4.5. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan histopatologi
Tabel 4.6. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan infeksi sinus paranasal yang terlibat dilihat dari hasil ct-scan
Tabel 4.7. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan hidung yang terlibat Tabel 4.8. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan penatalaksanaan
(11)
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Anatomi Hidung 5
Gambar 2. Anatomi Hidung 7
(12)
DAFTAR ISI
Abstrak vi
Abstract vii
Daftar Tabel viii
Daftar Gambar ix
Daftar Isi x
Bab 1 Pendahuluan
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Perumusan Masalah... 2 1.3. Tujuan Penelitian ... 2 1.4. Manfaat Penelitian ... 3 Bab 2. Tinjauan pustaka
2.1. Anatomi Hidung 4
2.2. Definisi 9
2.3. Kekerapan... 9
2.4. Etiologi dan Patogenesis 11
2.5. Gejala dan Tanda 12
2.6. Diagnosa 14
2.7. Penatalaksanaan 14
2.8. Kerangka Teori dan Konsep 15
Bab 3. Metode penelitian
3.1.Rancangan Penelitian 16
3.2.Tempat dan Waktu Penelitian... 16 3.3.Populasi, Sampel dan Besar Sampel, Teknik Pengambilan Sampel
3.3.1. Populasi 16
3.3.2. Sampel 16
3.3.3. Besar Sampel 17
3.3.4. Teknik Pengambilan Sampel 17
3.4.Definisi Operasional Variabel 17
(13)
Bab 4. Hasil penelitian
4.1. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan kelompok umur 20 4.2. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan jenis kelamin 21 4.3. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan keluhan utama 21
dan keluhan tambahan
4.4. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan stadium 22 4.5. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan histopatologi 22 4.6. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan infeksi 23
sinus paranasal yang terlibat dilihat dari hasil ct-scan
4.7. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan hidung 23 yang terlibat
4.8. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan penatalaksanaan 24 Bab 5. Pembahasan
5.1. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan kelompok umur 25 5.2. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan jenis kelamin 26 5.3. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan keluhan utama 27
dan keluhan tambahan
5.4. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan stadium 28 5.5. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan histopatologi 29 5.6. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan infeksi 30
sinus paranasal yang terlibat dilihat dari hasil ct-scan
5.7. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan hidung 30 yang terlibat
(14)
Bab 6. Kesimpulan dan Saran
6.1 Kesimpulan 32
6.2 Saran 33
Daftar Pustaka 34
(15)
PROFIL POLIP NASI DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN TAHUN 2010
Abstrak
Latar Belakang : Polip nasi merupakan masalah medis dan masalah sosial karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita baik pendidikan, pekerjaan, aktivitas harian dan kenyamanan. Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti karena hanya sedikit laporan dari hasil studi epidemiologi. Di Indonesia, RS. Dr. Sutomo Surabaya melaporkan penderita polip nasi sebesar 4,63% dari semua pengunjung poliklinik THT. Rasio pria dan wanita 2-4:1. Di RSUP H. Adam Malik Medan selama Maret 2004 sampai Februari 2005 didapatkan kasus polip nasi sebanyak 26 orang terdiri dari 17 pria (65%) dan 9 wanita (35%) dan selama September 2009 sampai Oktober 2010 didapatkan kasus polip nasi sebanyak 21 orang terdiri dari 15 pria (71,4%) dan 6 wanita (28.6%).
Tujuan: Mengetahui gambaran kejadian polip nasi dibagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan tahun 2010.
Metode: Rancangan penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan design case series. Pengambilan sampel penelitian adalah secara retrospektif dengan melihat rekam medik yaitu seluruh penderita polip nasi yang datang ke bagian THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan sejak bulan Januari 2010 sampai dengan Desember 2010.
Hasil: Pada penelitian ini dijumpai penderita polip nasi pada Januari 2010 sampai Desember 2010 dijumpai sebanyak 43 penderita dan paling banyak ditemukan pada laki-laki(51,2%), kelompok umur 35-44 tahun dan 45-54 tahun masing-masing (20,0%), keluhan utama berupa hidung tersumbat (100%), dan keluhan tambahan tersering berupa sakit kepala dan bersin-bersin masing-masing (37,2%), penderita polip nasi terbanyak pada stadium 2 dan 3 masing-masing (41,9%), tipe histologi terbanyak berupa stroma gembur diinfiltrasi limfosit dan PMN yang diffuse (18,6%), infeksi sinus paranasal berupa multisinusitis unilateral (16,3%), hidung yang terlibat adalah kavum nasi kanan (39,5%), dan penatalaksanaan polip nasi dengan operatif (53,5%) Kata Kunci : design case series, profil, polip nasi, retrospektif, penderita
(16)
NASI POLYPS PROFILE IN RSUP.H. ADAM MALIK MEDAN IN 2010
Abstract
Background: Nasal polyps are medical and social problems because it can affect
the quality of life for people either education, occupation, daily activities and discomfort. The prevalence of patients with nasal polyps have not known for sure because only a few reports of the results of epidemiological studies. In Indonesia, Dr. Sutomo Surabaya Hospital reported patients with nasal polyps were 4.63% of all visitors that came to the ENT clinic. The ratio of male and female 2-4:1. In H. Adam Malik Medan general hospital during March 2004 to February 2005 cases of nasal polyps were found in 26 persons consist of 17 males (65%) and 9 women (
Objective: To obtain data about
35%). In September 2009 to Oktober 2010, nasal polyps were found in 21 persons consist of 15 male (71,4%) and 6 female (28.6%).
the incidence of nasal polyps patients in H. Adam Malik Medan general hospital
Method: This study is using case series design with
in 2010
retrospective study methode by looking at medical records of all patients with nasal polyps who came to the H. Adam Malik Medan general hospital from January 2010 until December 2010
Result: In this research, we found patients with nasal polyps in January 2010 to
December 2010 are 43 patients and
. most commonly found in men (51.2%), age group 35-44 years and 45-54 years respectively (20.0%), the main complaint of nasal congestion (100%), and additional complaints of headache and sneezing respectively (37.2%), patients in stage 2 and 3 respectively (41.9%), histological type of loose stroma infiltrated lymphocytes and PMN diffuse (18.6% ), infection of the paranasal sinuses are multisinusitis unilateral (16.3%), nasal cavity involved is the right side (39.5%), and the management of nasal polyps with operative (53.5
Keywords: case series, retrospective, nasal polyps, patients, profile. %).
(17)
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Polip nasi merupakan masalah medis dan masalah sosial karena dapat mempengaruhi kualitas hidup penderita baik pendidikan, pekerjaan, aktivitas harian dan kenyamanan. Polip nasi merupakan mukosa hidung yang mengalami inflamasi dan menimbulkan prolaps mukosa di dalam rongga hidung. Polip nasi ini dapat dilihat melalui pemeriksaan rinoskopi dengan atau tanpa bantuan endoskop (Hanis dkk 2010) .
Prevalensi penderita polip nasi belum diketahui pasti karena hanya sedikit laporan dari hasil studi epidemiologi serta tergantung pada pemilihan populasi penelitian dan metode diagnostik yang digunakan. Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan 4,3% di Finlandia. Dengan perbandingan pria dan wanita 2- 4:1. (Fransina 2008). Di Amerika Serikat prevalensi polip nasi diperkirakan antara 1-4 %. Pada anak-anak sangat jarang ditemukan dan dilaporkan hanya sekitar 0,1% (Hanis dkk, 2010). Penelitian Larsen dan Tos di Denmark memperkirakan insidensi polip nasi sebesar 0,627 per 1000 orang per tahun (Bateman 2003, Ferguson et al.2006). Di Indonesia studi epidemiologi menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3 : 1 dengan prevalensi 0,2%-4,3% (Fransina 2008). Di RSUP H. Adam Malik Medan selama Januari 2003 sampai Desember 2003 didapatkan kasus polip nasi sebanyak 32 orang terdiri dari 20 pria dan 12 wanita (Ananda 2005), selama Maret 2004 sampai Februari 2005 didapatkan kasus polip nasal sebanyak 26 orang terdiri dari 17 pria (65%) dan 9 wanita (35%) (Munir 2008), dan selama September 2009
(18)
sampai Oktober 2010 didapatkan kasus polip nasal sebanyak 21 orang terdiri dari 15 pria (71,4%) dan 6 wanita (28.6%) (Harahap 2010). Sardjono Soejak dan Sri Herawati (dikutip dari Nurmusa 1980) melaporkan penderita polip nasi sebesar 4,63% dari semua pengunjung poliklinik THT RS. Dr. Sutomo Surabaya. Rasio pria dan wanita 2-4:1 (Hanis dkk 2010).
Saat ini belum didapatkan data mengenai gambaran kejadian penderita polip nasi di RSUP H. Adam Malik Medan, karena itulah penulis mencoba untuk melakukan penelitian tentang profil penderita polip nasi di bagian THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan
1.2 Perumusan Masalah
Bagaimana gambaran kejadian polip nasi di bagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan tahun 2010.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum
Mengetahui gambaran kejadian polip nasi dibagian THT-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan tahun 2010.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Mengetahui proporsi penderita polip nasi berdasarkan kelompok umur
(19)
2. Mengetahui proporsi penderita polip nasi berdasarkan jenis kelamin.
3. Mengetahui proporsi penderita polip nasi berdasarkan keluhan utama dan keluhan tambahan
4. Mengetahui proporsi penderita polip nasi berdasarkan stadium polip nasi.
5. Mengetahui proporsi penderita polip nasi berdasarkan jenis histopatologi.
6. Mengetahui proporsi penderita polip nasi berdasarkan infeksi sinus paranasal yang terlibat dilihat dari hasil ct-scan .
7. Mengetahui proporsi penderita polip nasi berdasarkan hidung yang terlibat dilihat dari nasoendoskopi.
8. Mengetahui proporsi penderita polip nasi berdasarkan penatalaksanaan.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Untuk memperoleh data tentang polip nasi di RSUP H. Adam Malik Medan.
2. Sebagai bahan pertimbangan untuk penatalaksanaan terhadap kasus polip nasi.
3. Sebagai bahan untuk pengembangan keilmuan dibidang ilmu kesehatan dibidang Ilmu Kesehatan Telinga, Hidung, Tenggorok dan Bedah Kepala Leher.
(20)
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi
Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang dipisahkan oleh septum nasi dibagian tengahnya sehingga menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Setiap kavum nasi mempunyai 4 buah dinding yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior (Corbrigde,1998).
Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai ala nasi, tepat dibelakang nares anterior, disebut sebagai vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang memiliki banyak kelenjar sebasea dan rambut-rambut yang disebut dengan vibrise (Ballenger 1997;Hilger 1989).
Septum Nasi
Dinding medial rongga hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang rawan, dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periostium pada bagian tulang sedangkan diluarnya dilapisi juga oleh mukosa hidung (Hollinshead 1996; Corbridge 1998).
Bagian tulang terdiri dari:
1. Lamina perpendikularis os etmoid
Lamina perpendikularis os etmoid terletak pada bagian supero-posterior dari septum nasi dan berlanjut ke atas membentuk lamina kribriformis dan Krista gali. 2. Os Vomer
Os vormer terletak pada bagian postero-inferior. Tepi belakang os vomer merupakan ujung bebas dari septum nasi.
(21)
Tepi bawah os vomer melekat pada krista nasiis os maksila dan os palatina.
4. Krista nasiis os palatine (Lund 1997; Corbridge 1998)
Gambar 1. Anatomi Hidung (Netter F)
Bagian tulang rawan terdiri dari
1. Kartilago septum (kartilago kuadrangularis)
Kartilago septum melekat dengan erat pada os nasi, lamina perpendikularis os etmoid, os vomer dan krista nasiis os maksila oleh serat kolagen.
2. Kolumela
Kedua lubang berbentuk elips disebut nares, dipisahkan satu sama lain oleh sekat tulang rawan dan kulit yang disebut kolumela (Lund 1997; Corbridge 1998).
Dinding lateral rongga hidung dibentuk oleh permukaan dalam prosesus frontsalis os maksila, os lakrimalis, konka inferior dan konka media yang merupakan bagian dari os etmoid, konka inferior, lamina perpendikularius os
(22)
konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil adalah konka media, yang lebih kecil lagi konka superior, sedangkan yang terkecil ialah konka suprema dan konka suprema biasanya rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema merupakan bagian dari labirin etmoid. Diantara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang dinamakan dengan meatus. Tergantung dari letak meatus, ada tiga meatus yaitu meatus inferior, medius dan superior. Dinding inferior merupakan dasar hidung yang dibentuk oleh prosesus palatina os maksila dan prosesus horizontal os palatum (Ballenger 1997; Hilger 1989).
Dinding superior atau atap hidung terdiri dari kartilago lateralis superior dan inferior, os nasi, prosesus frontalis os maksila, korpus os etmoid dan korpus os sphenoid. Sebagian besar atap hidung dibentuk oleh lamina kribrosa yang dilalui filament-filamen n.olfaktorius yang berasal dari permukaan bawah bulbus olfaktorius berjalan menuju bagian teratas septum nasi dan permukaan kranial konka superior (Ballenger 1997; Hilger 1989).
(23)
Gambar 2. Anatomi Hidung (Netter F)
Perdarahan
Bagian postero-inferior septum nasi diperdarahi oleh arteri sfenopalatina yang merupakan cabang dari arteri maksilaris (dari arteri karotis eksterna). Septum bagian antero-inferior diperdarahi oleh arteri palatina mayor (juga cabang dari arteri maksilaris) yang masuk melalui kanalis insisivus. Arteri labialis superior (cabang dari arteri fasialis) memperdarahi septum bagian anterior mengadakan anastomose membentuk pleksus Kiesselbach yang terletak lebih superfisial pada bagian anterior septum. Daerah ini disebut juga Little’s area yang merupakan sumber perdarahan pada epistaksis (Lund 1997).
Arteri karotis interna memperdarahi septum nasi bagian superior melalui arteri etmoidalis anterior dan superior (Lund 1997).
(24)
Bagian bawah rongga hidung mendapat perdarahan dari cabang arteri maksilaris interna, diantaranya ialah ujung arteri palatina mayor dan arteri sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama nervus sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media. Bagian depan hidung mendapat perdarahan dari cabang-cabang arteri fasialis (Ballenger 1997).
Vena sfenopalatina mengalirkan darah balik dari bagian posterior septum ke pleksus pterigoideus dan dari bagian anterior septum ke vena fasialis. Pada bagian superior vena etmoidalis mengalirkan darah melalui vena oftalmika yang berhubungan dengan sinus sagitalis superior (Lund 1997).
Persarafan
Bagian antero-superior septum nasi mendapat persarafan sensori dari nervus etmoidalis anterior yang merupakan cabang dari nervus nasosiliaris yang berasal dari nervus oftalmikus (n.V1). Sebagian kecil septum nasi pada inferior mendapatkan persarafan sensori dari nervus alveolaris cabang antero-superior. Sebagian besar septum nasi lainnya mendapatkan persarafan sensori dari cabang maksilaris nervus trigeminus (n.V2). Nervus nasopalatina mempersarafi septum bagian tulang, memasuki rongga hidung melalui foramen sfenopalatina berjalan berjalan ke septum bagian superior, selanjutnya kebagian antero-inferior dan mencapai palatum durum melalui kanalis insisivus (Hollinshead 1966).
Sistem limfatik
Aliran limfatik hidung berjalan secara paralel dengan aliran vena. Aliran limfatik yang berjalan di sepanjang vena fasialis anterior berakhir pada limfe
(25)
2.2 Definisi
Polip nasi adalah suatu proses inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasi yang ditandai dengan adanya massa yang edematous pada rongga hidung (Erbek et al,2007).
Polip nasi dapat pula didefinisikan sebagai kantong mukosa yang edema, jaringan fibrosus, pembuluh darah, sel-sel inflamasi dan kelenjar (Tos & Larsen,2001).
Polip nasi muncul seperti anggur pada rongga hidung bagian atas, yang berasal dari dalam kompleks ostiomeatal. Polip nasi terdiri dari jaringan ikat longgar, edema, sel-sel inflamasi dan beberapa kelenjar dan kapiler dan ditutupi dengan berbagai jenis epitel, terutama epitel pernafasan pseudostratified dengan silia dan sel goblet (Fokkens et al,2007).
Gambar 3. Polip Nasi (Archer 2009)
2.3 Kekerapan
Prevalensi polip nasi pada populasi bervariasi antara 0,2%-4,3% (Drake Lee 1997, Ferguson et al.2006). Polip nasi dapat mengenai semua ras dan frekuensinya meningkat sesuai usia. Polip nasi biasanya terjadi pada rentang usia
(26)
30 tahun sampai 60 tahun dimana dua sampai empat kali lebih sering terjadi pada pria (Kirtsreesakul 2005, Ferguson et al 2006, Erbek et al 2007).
Prevalensi polip nasi dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan 4,3% di Finlandia. Dengan perbandingan pria dan wanita 2- 4:1 (Fransina 2008).
Di Amerika Serikat diperkirakan 0,3% penduduk dewasanya menderita polip nasi, sedangkan di Inggris lebih tinggi lagi, yaitu sekitar 0,2-3%.3 Frekuensi kejadian polip nasi meningkat sesuai dengan umur, dimana mencapai puncaknya pada umur sekitar 50 tahun. Kejadian polip nasi lebih banyak dialami pria dibanding wanita dengan perbandingan 2,2:1. Polip nasi jarang ditemukan pada anak-anak. Anak dengan polip nasi harus dilakukan pemeriksaan terhadap kemungkinan adanya cystic fibrosis karena cystic fibrosis
Prevalensi alergi pada pasien polip nasi dilaporkan bervariasi antara 10-64%. Kern et al menemukan polip nasi pada pasien dengan alergi sebesar 25,6% dibandingkan dengan kontrol sebesar 3,9% (Fokkens et al,2007). Settipane dan Chaffe melaporkan 55% dari 211 pasien polip nasi memiliki tes kulit positif. Keith et al melaporkan 52% dari 87 pasien memiliki tes kulit positif (Grigoreas et al,2002). Bertolak belakang dengan penelitian di atas yang menunjukkan bahwa alergi lebih sering terdapat pada pasien polip nasi, dilaporkan beberapa penelitian yang menunjukkan hasil yang berbeda (Fokkens et al,2007). Seperti penelitian Grigoreas et al di Yunani tahun 1990-1998 menemukan polip nasi lebih banyak ditemukan pada pasien non alrergi dibandingkan dengan pasien alergi (10,8% vs 2,1%). Pada penelitian ini 37,5% dari 160 pasien polip nasi memiliki tes kulit
merupakan faktor resiko bagi anak-anak untuk menderita polip (Fransina 2008).
(27)
memiliki tes kulit positif. Pada penelitian Small et al dijumpai 47% dari19 pasien polip nasi memiliki hasil tes kulit positif (Grigoreas et al.2002).
Polip nasi banyak dijumpai pada ruang transisi antara hidung dan sinus. Kami menemui 75% polip nasi berdekatan pada resesus etmoidalis. Banyak polip nasi yang unilatral (63%), dan polip nasi bilateral dijumpai 37% pada kadaver (Tos & Larsen 2001)
2.4 Etiologi dan Patogenesis
Banyak teori yang menyatakan bahwa polip merupakan manifestasi utama dari inflamasi kronis, oleh karena itu kondisi yang menyebabkan inflamasi kronis dapat menyebabkan polip nasi. Beberapa kondisi yang berhubungan dengan polip nasi seperti alergi dan non alergi, sinusitis alergi jamur, intoleransi aspirin, asma, sindrom Churg-Strauss (demam, asma, vaskulitis eosinofilik, granuloma), fibrosis kistik, Primary ciliary dyskinesia, Kartagener syndrome (rinosinusitis kronis, bronkiektasis, situs inversus), dan Young syndrome (sinopulmonary disease, azoospermia, polip nasi) (Kirtreesakul 2002).
Beberapa mekanisme lain terbentuknya polip nasi juga telah dikemukakan antara lain ketidak seimbangan vasomotor, gas NO, superantigen, gangguan transportasi ion transepitel, gangguan polisakarida, dan ruptur epitel (Assanasen 2001, Kirtreesakul 2002).
Patogenesis polip nasi masih belum diketahui. Perkembangan polip telah dihubungkan dengan inflamasi kronik, disfungsi sistem saraf autonom dan predisposisi genetik. Berbagai keadaan telah dihubungkan dengan polip nasi, yang dibagi menjadi rinosinusitis kronik dengan polip nasi eosinofilik dan rinosinuritis
(28)
kronik dengan polip nasi non eosinofilik, biasanya neutrofilik (Drake Lee,1997; Ferguson & Orlandi,2006; Mangunkusumo & Wardani 2007).
Pada penelitian akhir-akhir ini dikatakan bahwa polip berasal dari adanya epitel mukosa yang rupture oleh karena trauma, infeksi, dan alergi yang menyebabkan edema mukosa, sehingga jaringan menjadi prolaps (King 1998). Fenomena Bernoulli menyatakan bahwa udara yang mengalir melalui tempat yang sempit akan mengakibatkan tekanan negatif pada daerah sekitarnya. Jaringan yang lemah akan terisap oleh tekanan negatif sehingga mengakibatkan edema mukosa dan pembentukan polip. Fenomena ini menjelaskan mengapa polip kebanyakan berasal dari area yang sempit di kompleks ostiomeatal di meatus media. Walaupun demikian polip dapat timbul dari tiap bagian mukosa hidung atau sinus paranasi dan sering kali bilateral atau multiple (Nizar & Mangunkusumo 2001).
2.5 Gejala dan Tanda
Gejala utama dari polip nasi adalah sumbatan hidung yang terus menerus namun dapat bervariasi tergantung dari lokasi polip. Pasien juga mengeluh keluar ingus encer dan post nasi drip. Anosmia dan hiposmia juga menjadi ciri dari polip nasi. Sakit kepala jarang terjadi pada polip nasi (Drake Lee 1997, Ferguson et al 2006).
Pada pemeriksaan rinoskopi anterior dan posterior dapat dijumpai massa polipoid, licin, berwarna pucat keabu-abuan yang kebanyakan berasal dari meatus media dan prolaps ke kavum nasi. Polip nasi tidak sensitif terhadap palpasi dan tidak mudah berdarah (Newton et al 2008).
(29)
Pemeriksaan nasoendoskopi memberikan visualisasi yang baik terutama pada polip yang kecil di meatus media (Assanasen 2001). Penelitian Stamberger pada 200 pasien polip nasi yang telah dilakukan bedah sinus endoskopik fungsional ditemukan polip sebanyak 80% di mukosa meatus media, processus uncinatus dan infundibulum (Tos 2001). Stadium polip berdasarkan pemeriksaan nasoendoskopi menurut Mackay dan Lund dibagi menjadi stadium 0: tanpa polip, stadium 1: polip terbatas di meatus media, stadium 2: polip di bawah meatus media, stadium 3: polip masif (Assanasen 2001). Polip nasi hampir semuanya bilateral dan bila unilateral membutuhkan pemeriksaan histopatologi untuk menyingkirkan keganasan atau kondisi lain seperti papiloma inverted (Newton et al 2008).
Pada pemeriksaan histopatologi, polip nasi ditandai dengan epitel kolumnar bersilia, penebalan dasar membran, stoma edematous tanpa vaskularisasi dan adanya infiltrasi sel plasma dan eosinofil. Eosinofil dijumpai sebanyak 85% pada polip dan sisanya merupakan neutrofil (Bernstein 2001, Bachert et al 2003, Newton et al 2008).
Berdasarkan penemuan histopatologi, Hellquist HB mengklassifikasikan polip nasi menjadi 4 tipe yaitu : (I) Eosinophilic edematous type (stroma edematous dengan eosinofil yang banyak), (II) Chronic inflammatory or fibrotic type (mengandung banyak sel inflamasi terutama limfosit dan neutrofil dengan sedikit eosinofil), (III) Seromucinous gland type (tipe I+hiperplasia kelenjar seromucous), (IV) Atypical stromal type (Kirtsreesakul 2002, Kim 2002).
(30)
2.6 Diagnosis
Diagnosis polip nasi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan rinoskopi anterior, pemeriksaan nasoendoskopi (Assanasen 2001, Ferguson et al 2006, Fokkens et al 2007).
2.7 Penatalaksanaan
Polip nasi sangat mengganggu pada kebanyakan pasien. Penyakit ini sering berulang dan memerlukan pengobatan yang lama sampai bertahun-tahun. Dengan demikian pengobatannya bertujuan untuk mengurangi besarnya atau menghilangkan polip agar aliran udara hidung menjadi lapang dan penderita dapat bernafas dengan baik. Selanjutnya gejala-gejala rinitis dapat dihilangkan dan fungsi penciuman kembali normal. Terdapat beberapa pilihan pengobatan untuk polip nasi mulai dari pemberian obat-obatan, pembedahan konvensional sederhana dengan menggunakan snare polip sampai pada bedah endoskopi yang memakai alat lebih lengkap. Walaupun demikian, angka kekambuhan masih tetap tinggi sehingga memerlukan sejumlah operasi ulang (Munir 2006).
Tujuan utama pengobatan pada kasus polip nasi adalah menghilangkan keluhan-keluhan, mencegah komplikasi dan mencegah rekurensi polip. Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Dapat di berikan topikal atau sistemik. Polip eosinofilik memberikan respon yang lebih baik terhadap pengobatan kortikosteroid intranasi dibandingkan polip tipe neutrofilik. Kasus polip yang tidak membaik dengan terapi medikamentosa atau polip yang sangat masif dipertimbangkan untuk terapi
(31)
Penanganan polip nasi adalah obat-obatan, pembedahan atau kombinasi antara keduanya. Pembedahan merupakan pengangkatan polip dari rongga hidung atau pembedahan yang lebih ekstensif melibatkan sinus-sinus paranasal (Bateman 2003).
Tujuan dari penanganan polip nasi adalah untuk mengeliminasi atau secara signifikan mengurangi ukuran polip nasi sehingga meredakan gejala hidung tersumbat, beringus, perbaikan dalam drainase sinus, restorasi penciuman dan pengecapan (Newton 2008).
2.8 Kerangka Teori dan Konsep
FAKTOR PENYEBAB
Non-alergi
Intoleransi Aspirin
Polip nasi Alergi
FAKTOR GENETIK
Bedah Cilliary dyskinesia syndrome
Medikamentosa
Cystic fibrosis
Young syndrome Sinusitis alergi jamur
(32)
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian bersifat deskriptif dengan menggunakan design Case series dari data sekunder di RSUP H. Adam Malik Medan.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Departemen / SMF THT-KL RSUP. H. Adam Malik Medan mulai Januari 2010 sampai dengan Desember 2010. Alasan dilakukannya penelitian karena RSUP H. Adam Malik merupakan rumah sakit sentra pendidikan program Magister dan Spesialis Ilmu Kesehatan THT-KL dan tersedia data rekam medis yang dapat diakses.
3.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel, Teknik Pengambilan Sampel 3.3.1 Populasi
Seluruh data penderita dengan diagnosa polip nasi yang datang berobat ke poliklinik THT-KL FK USU/RSUP H. Adam Malik Medan sejak Januari 2010 sampai dengan Desember 2010.
3.3.2 Sampel
(33)
3.3.3 Besar sampel
Penentuan besar sampel pada penelitian ini adalah berdasarkan lamanya waktu, yaitu jumlah penderita dengan diagnosa polip nasi di RSUP H. Adam Malik Medan sejak Januari 2010 sampai Desember 2010.
3.3.4 Teknik pengambilan sampel
Pengambilan sampel penelitian adalah secara retrospektif dengan melihat rekam medik yaitu seluruh penderita polip nasi yang datang ke bagian THT-KL FK USU / RSUP H. Adam Malik Medan sejak bulan Januari 2010 sampai dengan Desember 2010.
3.4 Definisi Operasional Variabel
Polip nasi adalah suatu proses inflamasi kronis pada mukosa hidung dan sinus paranasi yang ditandai dengan adanya massa yang edamatous pada rongga hidung (Erbek et al 2007). Massa polipoid, licin, berwarna pucat keabu-abuan yang kebanyakan berasal dari meatus media dan prolaps ke kavum nasi (Newton et al 2008). Diagnosa polip nasi ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan THT, pemeriksaan nasoendoskopi.
Umur adalah usia penderita polip nasi sesuai yang tercatat pada kartu status dan dihitung dalam tahun menurut ulang tahun terakhir. Perhitungannya berdasarkan kalender Masehi
Jenis kelamin sesuai dengan yang tercatat pada rekam medis yaitu laki-laki atau perempuan
(34)
Keluhan Utama dan keluhan tambahan adalah keadaan atau kondisi yang menyebabkan penderita datang berobat sesuai dengan yang tercatat pada rekam medis:
1. Sumbatan hidung 2. Ingus encer 3. Post nasi drip
4. Anosmia dan hiposmi
Stadium adalah perkembangan suatu proses penyakit berdasarkan menurut Mackay dan Lund. Terdiri dari 4 stadium.
1. Stadium 0, bila tidak ada polip di kavum nasi 2. Stadium 1, bila polip terbatas di meatus media 3. Stadium 2, bila polip sampai dibawah meatus media 4. Stadium 3, polip masif
Histopatologi adalah hasil pemeriksaan dari suatu tumor jinak atau ganas yang sediaannya diambil dari jaringan biopsi atau hasil operasi dan dilihat dibawah mikroskop oleh seorang ahli patologi.
Penatalaksanaan adalah pengobatan atau tindakan yang diberikan terhadap penderita sesuai penyakitnya, dibedakan atas:
1. Medikamentosa 2. Bedah
(35)
3.5 Kerangka Kerja
Tahapan penelitian adalah sebagai berikut:
- Tahap pertama, rekam medis dari seluruh penderita polip nasi sejak januari 2010 sampai desember 2010 dikumpulkan dan diperiksa.
- Tahap kedua, data dari rekam medis di pindahkan kedalam format SPSS untuk dianalisa. Data yang dikumpulkan mencakup karaketristik penderita (jenis kelamin, usia, suku, pekerjaan), keluhan utama, stadium polip nasi, hasil pemeriksaan histopatologi, hasil ct scan, dan penatalaksanaan.
- Tahap ketiga, dilakukan analisa data dan disajikan dalam bentuk tabel dan grafik.
- Tahap keempat, dilakukan pembahasan atas hasil analisa data dan disajikan sebagai laporan hasil penelitian.
Rekam Medis 2010
Penderita Polip Nasi
- Jenis Kelamin - Umur
- Suku - Pekerjaan - Keluhan Utama - Lama Keluhan - Stadium Polip Nasi - Histopatologi - CT-Scan
(36)
BAB 4
HASIL PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan menggunakan design case series dimana pengambilan data dari data klinis di Bagian Rekam Medik Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok, Bedah Kepala Leher FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan. Data penelitiannya adalah seluruh kasus polip nasi yang berobat di RSUP H. Adam Malik sejak Januari 2010 sampai dengan Desember 2010.
Tabel 4.1 Proporsi penderita polip nasi menurut kelompok umur
Proporsi tertinggi penderita polip nasi terdapat pada kelompok umur 35 - 44 dan kelompok umur 45 – 54 tahun sebanyak 9 (20,9%) penderita.
Umur Jumlah Persen %
≤ 14 2 4,7
15-24 8 18,6
25-34 6 13,9
35-44 9 20,9
45-54 9 20,9
55-64 4 9,3
65-74 3 7,0
≥ 75 2 4,7
(37)
Tabel 4.2 Proporsi penderita polip nasi berdasarkan jenis kelamin
Jenis Kelamin Jumlah Persen %
Laki-laki 22 51,2%
Perempuan 21 48,8%
Total 43 100%
Jenis kelamin terbanyak menderita polip nasi adalah laki-laki sebanyak 22 (51,2%) penderita dan perempuan sebanyak 21 (48,8%) penderita.
Tabel 4.3 Proporsi penderita polip nasi berdasarkan keluhan utama dan keluhan tambahan
Keluhan Utama Jumlah Persen %
Hidung Tersumbat 43 100.0 Keluhan Tambahan Bersin-bersin Ingus encer Sakit kepala Telinga sakit Telinga berdengung Hidung berdarah campur ingus
Suara sengau Lender mengalir di tenggorok Penciuman berkurang Hidung berbau 16 8 16 1 3 9 1 2 1 1 37,2 18,6 37,2 2,3 6,9 20,9 2,3 4,6 2,3 2,3
Proporsi keluhan utama pada penderita polip nasi adalah hidung tersumbat sebanyak 43 (100% ) penderita. Dan proporsi keluhan tambahan pada penderita polip nasi yang terbanyak adalah bersin-bersin dan sakit kepala sebanyak 16 (37,2%) penderita dan terkecil adalah telinga sakit, suara sengau, penciuman berkurang dan hidung berbau masing-masing 1 (2,3%) penderita.
(38)
Tabel 4.4 Proporsi penderita polip nasi berdasarkan stadium
Stadium Jumlah Persen %
Stadium 1 7 16.2
Stadium 2 18 41.9
Stadium 3 18 41.9
Total 43 100.0
Proporsi penderita polip nasi berdasarkan stadium polip nasi yang terbanyak dijumpai adalah stadium 2 dan 3 yaitu masing-masing sebanyak 18 (41,9%) penderita.
Tabel 4.5 Proporsi penderita polip nasi berdasarkan histopatologi
Jenis Histopatologi Jumlah Persen %
Stroma jaringan ikat dan massa basofilik 2 4.7 Stroma gembur diinfiltrasi oleh limfosit dan
PMN yang difuse 8 18.6
Kelenjar-kelenjar bentuk bulat tubular,
sebagian berdilatasi kistik 1 2.3
Jaringan dengan epitel metaplasia, permukaan mengalami disorganisasi, inti membesar, pleomorfik, kromatin kasar.
1 2.3
Tidak terdata 31 72.1
Total 43 100.0
Proporsi penderita polip nasi berdasarkan histopatologi adalah dengan stroma gembur diinfiltrasi limfosit dan PMN yang difuse sebanyak 8 (18,6%) penderita dan terendah adalah kelenjar-kelenjar bentuk bulat tubular, sebagian berdilatasi kistik dan jaringan dengan epitel metaplasia, permukaan mengalami disorganisasi, inti membesar, pleomorfik, kromatin kasar masing-masing sebanyak sebanyak 1 (2,3%) penderita.
(39)
Tabel 4.6 Proporsi penderita polip nasi berdasarkan infeksi sinus paranasal yang terlibat dilihat dari hasil ct-scan
Hasil Ct-Scan Jumlah Persen %
Sinusitis maksilaris unilateral 2 4.7
Multisinusitis unilateral 7 16.2
Multisinusitis bilateral 5 11.6
Pansinusitis 2 4.7
Sinusitis frontalis dupleks 1 2.3
Tidak terdata 26 60.5
Total 43 100.0
Proporsi penderita polip nasi berdasarkan infeksi sinus paranasal dari hasil ct-scan terbanyak adalah multisinusitis unilateral sebanyak 7 (16,3%) penderita dan terendah adalah sinusitis frontalis dupleks sebanyak 1 (2,3%) penderita.
Tabel 4.7 Proporsi penderita polip nasi berdasarkan hidung yang terlibat dilihat dari nasoendoskopi
Hidung yang terlibat Jumlah Persen %
Kanan 17 39.5
Kiri 12 27.9
Kanan dan kiri 14 32.6
Total 43 100.0
Proporsi penderita polip nasi berdasarkan hidung yang terlibat terbanyak adalah kavum nasi kanan sebanyak 17 (39,5%) penderita dan terendah adalah pada kavum nasi kiri sebanyak 12 (27,9%) penderita.
(40)
Tabel 4.8 Proporsi penderita polip nasi berdasarkan penatalaksanaan
Penatalaksanaan Jumlah Percent
Medikamentosa 20 46.5
Operatif 23 53.5
Total 43 100.0
Proporsi penderita polip nasi berdasarkan penatalaksanaan terbanyak adalah operatif sebanyak 23 (53,5%) penderita dan terendah adalah medikamentosa sebanyak 20 (46,5%) penderita.
(41)
BAB 5 PEMBAHASAN
Pada penelitian yang dilakukan di Departemen THT-KL FK USU bagian Rekam Medik RSUP H. Adam Malik didapatkan data penderita polip nasi mulai Januari 2010 hingga Desember 2010 sebanyak 43 penderita dari seluruh pasien yang datang berobat ke poliklinik THT.
Dari table 5.1 dapat dilihat proporsi penderita polip nasi dari kelompok umur yang terbanyak adalah pada kelompok umur 35-44 tahun dan 45-54 tahun yaitu masing-masing 20,9%.
Hampir sama dengan hasil penelitian Munir (2006) didapati persentase tertinggi pada penderita polip nasi terdapat pada kelompok umur 35-44 tahun (30%). Hanis (2010) di Amerika Serikat diperkirakan prevalensi penderita polip nasi antara 1-4 % pada dewasa sedangkan di Eropa dilaporkan sekitar 1-2 % pada dewasa. Penelitian Kirtsreesakul 2005, polip nasi biasanya terjadi pada rentang usia 30 tahun sampai 60 tahun. Hosemann (1994) dan Hedman (1999) prevalensi polip hidung dilaporkan 1-2% pada orang dewasa di Eropa dan sedangkan di Finlandia 4,3%.
Usia kasus polip nasi berkisar 40 tahun mungkin disebabkan oleh pada usia tersebut adalah usia produktif dimana penderita aktif bekerja sehingga kemungkinan telah lama terpapar polusi saat bekerja. Bisa juga dapat disebabkan stress yang dapat menurunkan respon imun sehingga lebih rentan terjadinya inflamasi.
(42)
Dari tabel 5.2 dapat dilihat proporsi jenis kelamin penderita polip nasi mempunyai perbandingan yang hampir sama dimana laki-laki sebanyak 51,2% sementara perempuan 48,8%. Di RSUP H. Adam Malik Medan selama Januari 2003 sampai Desember 2003 didapatkan kasus polip nasi sebanyak 32 orang terdiri dari 20 pria dan 12 wanita (Ananda 2005), selama Maret 2004 sampai Februari 2005 didapatkan kasus polip nasi sebanyak 26 orang terdiri dari 17 pria dan 9 wanita (Munir 2006) dan selama September 2009 sampai Oktober 2010 didapatkan kasus polip nasi sebanyak 21 orang terdiri dari 15 pria (71,4%) dan 6 wanita (28.6%) (Harahap 2010). Pada penelitian Fransina (2008) menunjukkan bahwa perbandingan pria dan wanita 2-3 : 1 dengan prevalensi 0,2%-4,3%. Pada penelitian Kirtsreesakul 2005 dimana prevalensi polip nasi dua sampai empat kali lebih sering terjadi pada pria. Dowel (1992) pada penelitiannya menjumpai perbandingan laki-laki dan perempuan 2,5 : 1. Wang (2005) di Singapura mendapatkan perbandingan polip hidung pada laki-laki dan perempuan berkisar 2-3 : 1 dan Mangunkusumo (2004) mendapatkan perbandingan laki-laki dan perempuan 2 : 1. Pada penelitian Drake lee (1987) mendapatkan perbandingan pria dan wanita 2- 4:1.
Tingginya persentasi laki-laki dibandingkan perempuan kemungkinan disebabkan oleh aktifitas yang berbeda antara laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki lebih aktif berada diluar rumah sehingga lebih sering terpapar polusi yang dapat menyebabkan hiperreaktifitas hidung. Hiperreaktifitas hidung merupakan suatu keadaan meningkatnya sensitifitas mukosa hidung terhadap zat-zat iritan non spesifik seperti parfum, asap rokok, asap lalu lintas. Perubahan suhu
(43)
tersebut dalam konsentrasi yang tinggi dapat memicu gejala hidung pada setiap orang. Penelitian Collins et al (2002) di Inggris pada tahun 1020 pasien polip nasi didapatkan laki-laki 2,48 kali lebih sering terpapar senyawa kimia dan debu dibandingkan perempuan namun tidak ditemukan hubungan antara jenis kelamin dengan polip nasi. Penelitian ini juga menemukan bahwa laki-laki 2,25 kali lebih sering merokok dibandingkan perempuan namun berdasarkan literatur belum ada penelitian yang menunjukkan adanya peran merokok dalam perkembangan polip nasi (Haro et al 2009).
Dari tabel 5.3 dapat dilihat proporsi keluhan utama pada penderita polip nasi adalah hidung tersumbat sebanyak 100%. Dan keluhan tambahan terbanyak adalah bersin-bersin dan sakit kepala masing-masing sebanyak 37,2%.
Hal ini hampir sesuai dengan penelitian Suheryanto (1999) mendapatkan penderita polip dengan keluhan hidung tersumbat yang paling banyak (94,4%). Penelitian Munir (2006) mendapatkan keluhan utama pada penderita polip nasi adalah hidung tersumbat 14 (54%) dan keluhan sakit kepala 12 (46%). Demikian juga Malcolm (1997) dan Soriano (2004) mengatakan gejala yang paling sering pada polip hidung adalah sumbatan hidung.
Munir (2006) berat ringannya gejala utama polip nasi tergantung besar kecilnya polip, atau pada saat mendapat serangan radang atau alergi. Rinore biasanya encer atau mukopurulen bila ada infeksi, dan dapat menetes ke belakang sebagai post nasi drip. Bersin-bersin terjadi apabila latar belakang alergi yang mendasarinya. Infeksi sinus paranasal dapat terjadi bersamaan dengan polip nasi. Keluhan hidung tersumbat dapat berupa keluhan subjektif yang disebabkan tekanan mekanis dari polip yang berada di dalam sinus paranasal, maupun
(44)
obstruksi aliran udara hidung akibat perluasan polip ke dalam rongga hidung (Ferguson & Orlandi 2006). Sakit kepala biasanya terjadi pada pasien polip nasi yang disertai dengan infeksi sekunder dan disebabkan oleh obstruksi aliran udara hidung (Drake-Lee 1997).
Pada penelitian ini keluhan hidung tersumbat mungkin disebabkan oleh polip yang sudah meluas kedalam rongga hidung, keluhan bersin-bersin mungkin disebabkan oleh adanya alergi pada penderita polip nasi, dan keluhan sakit kepala mungkin disebabkan adanya infeksi sekunder pada sinus paranasal dan adanya obstruksi aliran udara hidung.
Dari tabel 5.4 dapat dilihat proporsi stadium polip nasi yang terbanyak dijumpai adalah stadium 2 dan 3 yaitu masing-masing sebanyak 41,9%. Pada penelitian Hanis (2010) memperlihatkan bahwa stadium 3 paling banyak ditemukan 79.1%. Fokken et al (2007) mengatakan bahwa polip nasi asimptomatis dapat hadir atau menetap, dan tidak terdiagnosis dengan pemeriksaan klinis. Dengan kata lain, polip yang tidak menimbulkan gejala tidak terdiagnosis karena tidak terlihat dengan rinoskopi anterior dan atau karena pasien tidak menemui dokter mereka untuk masalah ini. Memang, sepertiga pasien dengan polip nasi tidak mencari perobatan medis untuk gejala sinonasal mereka. Fokken et al (2007) juga mengatakan bahwa polip nasi yang besar dapat dilihat dengan rinoskopi anterior, sedangkan nasoendoskopi digunakan untuk mendiagnosis polip nasi yang lebih kecil. Nasoendoskopi merupakan prasyarat untuk memperkirakan adanya prevalensi polip nasi pada penderita.
(45)
menghasilkan gejala yang menyebabkan gangguan pada kualitas hidup penderita (Tos & Larsen 2001).
Pada penelitian ini dijumpai stadium polip nasi terbanyak adalah stadium 2 dan 3. Hal ini mungkin disebabkan
Dari tabel 5.5 dapat dilihat proporsi polip nasi berdasarkan histopatologi terbanyak dijumpai adalah stroma gembur diinfiltrasi oleh limfosit dan PMN yang difuse sebanyak 18,6%. Berdasarkan penemuan histopatologi, Hellquist HB mengklassifikasikan polip nasi menjadi 4 tipe yaitu : (I) Eosinophilic edematous type (stroma edematous dengan eosinofil yang banyak), (II) Chronic inflammatory or fibrotic type (mengandung banyak sel inflamasi terutama limfosit dan neutrofil dengan sedikit eosinofil), (III) Seromucinous gland type (tipe I+hiperplasia kelenjar seromucous), (IV) Atypical stromal type (Kirtsreesakul 2002).
karena pasien tidak menemui dokter mereka untuk polip nasi yang tidak menimbulkan gejala, sehingga pada saat polip sudah meluas, mereka baru mencari pengobatan medis.
Penelitian Volges (2001) menemukan tipe I sebanyak 94,8% dari 39 kasus, Bucholtz (1999) menemukan tipe I sebanyak 69% dari 16 kasus, Mangunkusumo (2004) menemukan tipe II sebanyak 72,4%. Munir (2008) menemukan tipe I sebanyak 62% dari 26 kasus.
Fokkens et al (2007) mengatakan bahwa polip nasi berbentuk seperti anggur, berasal dari kompleks ostiomeatal. Polip nasi terdiri dari jaringan ikat longgar, edema, sel-sel inflamasi dan beberapa kelenjar dan pembuluh darah, dan ditutupi dengan berbagai jenis sel epitel. Epitel pseudostatified respiratory merupakan epitel terbanyak dengan sel-sel silia dan sel-sel goblet. Eosinofil adalah sel inflamasi yang paling sering pada polip nasi, juga dijumpai neutrofil,
(46)
sel mast, sel plasma, limfosit dan monosit serta fibroblast. Kim et al (2002) mengatakan bahwa rongga hidung memiliki dinding yang tebal dan mengandung fibrocytes, infiltrasi sel-sel inflamasi seperti neutrofil, limfosit, eosinofil, pembuluh darah dan kelenjar mucinous. Polip nasi lebih berhubungan pada inflamasi kronis dari pada alergi (Kim et al 2002).
Pada penelitian ini dijumpai hasil histopatologi berupa stroma gembur diinfiltrasi oleh limfosit dan PMN yang difuse dimana hal ini mungkin dsebabkan oleh karena ahli patologi anatomi tidak memberikan kesimpulan berdasarkan tipe histopatologi menurut Hellquist HB.
Dari tabel 5.6 dapat dilihat proporsi polip nasi berdasarkan infeksi sinus paranasi yang terlibat dilihat dari hasil ct-scan terbanyak adalah multisinusitis unilateral sebanyak 16,3%. Ct-scan penting untuk menunjukkan penyebaran dari penyakit, kegagalan penatalaksanaan dengan obat-obatan, dan ketika diduga adanya komplikasi. Ct-scan paling baik dilakukan sesudah pengobatan dengan obat-obatan untuk menggambarkan penyakit kronis (Assanasen 2001).
Dari tabel 5.7 dapat dilihat proporsi penderita polip nasi berdasarkan hidung yang terlibat pada penderita polip nasi terbanyak adalah kavum nasi kanan sebanyak 39,5%. Tos & Larsen (2001) mengatakan bahwa polip nasi yang kecil dan soliter dapat terbentuk pada ruangan sempit dari kompleks ostiomeatal.
Pada penelitian ini dijumpai adanya polip nasi di hidung sebelah kanan mungkin disebabkan oleh karena faktor kebetulan pada pasien polip nasi ini terdapat ruangan sempit dari kompleks ostiomeatal disebelah kanan ataupun ada faktor lain seperti kelainan anatomi yang dapat menyebabkan kavum nasi kanan
(47)
Dari tabel 5.8 dapat dilihat penderita polip nasi berdasarkan penatalaksanaan yang terbanyak adalah operatif sebanyak 53,5%. Endoskopi telah meningkatkan diagnosis dan manajemen dari polip hidung. Penatalaksanaan awal polip nasi adalah dengan obat-obatan (Assanasen 2001). Pemberian kortikosteroid untuk menghilangkan polip nasi disebut juga polipektomi medikamentosa. Untuk polip stadium 1 dan 2 sebaiknya diberikan kortikosteroid intranasi selama 4-6 minggu. Bila reaksinya baik, pengobatan ini diteruskan sampai polip atau gejalanya menghilang (HTA 2006). Pengangkatan polip nasi secara operatif dilakukan jika polip nasi tidak respons dengan obat-obatan. Tujuan dari operasi adalah untuk memperbaiki fisiologi hidung dengan membebaskan hidung dari polip nasi dan memperbaiki drainase dari sinus yang infeksi (Assanasen 2001).
Pada penelitian ini penatalaksanaan polip nasi yang dilakukan berupa operatif mungkin disebabkan oleh karena penderita polip nasi yang datang berobat dalam keadaan stadium 2 dan 3.
(48)
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dapt diambil kesimpulan sebagai berikut: 6.1.1. Penderita polip nasi terbanyak terdapat pada kelompok umur 35 - 44 tahun
dan kelompok umur 45 – 54 sebanyak masing-masing 9 penderita (20%). Jenis kelamin terbanyak menderita polip nasi adalah laki-laki sebanyak 22 penderita (51,2%) dan perempuan sebanyak 21 penderita (48,8%).
6.1.2. Proporsi keluhan utama pada penderita polip nasi adalah hidung tersumbat sebanyak 43 penderita (100% ), dan keluhan tambahan terbanyak adalah bersin-bersin dan sakit kepala masing-masing sebanyak 37,2%.
6.1.3. Stadium polip nasi yang terbanyak dijumpai adalah stadium 2 dan 3 yaitu masing-masing sebanyak 18 (41,9%) penderita.
6.1.4. Proporsi histopatologi pada penderita polip nasi adalah dengan stroma gembur diinfiltrasi limfosit dan PMN yang diffus sebanyak 18,6% penderita.
6.1.5. Proporsi penderita polip nasi berdasarkan infeksi sinus paranasal yang terlibat dilihat dari hasil ct-scan terbanyak adalah multisinusitis unilateral sebanyak 7 (16,3%) penderita.
6.1.6. Proporsi hidung yang terlibat pada penderita polip nasi terbanyak adalah kavum nasi kanan sebanyak 17 (39,5%) penderita.
6.1.7. Proporsi penatalaksanaan pada penderita polip nasi terbanyak adalah operatif sebanyak 23 (53,5%) penderita.
(49)
6.2. Saran
6.2.1 Perlu dilakukan penyuluhan dan pemahaman terhadap pasien tentang polip nasi baik keluhan utama yang paling sering terjadi maupun penatalaksanaan yang sesuai pada penderita polip nasi.
6.2.2 Kelengkapan data dalam pengisian rekam medis diperlukan untuk mendapatkan informasi yang lebih baik.
(50)
Daftar Pustaka
Ananda E. 2005. Gambaran histopatologi polip hidung di RSUP H. Adam Malik Medan. Tesis. FK USU. Medan
Archer SM. 2009. Nasi Polyps, Nonsurgical Treatment. Dalam eMedicine.com
Assanasen P, Naclerio RM. 2001. Medical an surgical management of nasi polyps. Current Opinion in Otolaryngology & Head and Neck Surgery 9:27-36
Bachert et al. 2003. An up date on the dignosis and treatment of sinusitis and nasi polyposis. Allergy 58:176-191
Ballenger, JJ. 1994. ’Aplikasi klinis Anatomi dan Fisiologi Hidung dan Sinus Paranasi’ dalam Penyakit Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher, Jilid 1, Edisi 13, Binarupa Aksara, Jakarta, 8-9.
Bernstein JM. 2001. Nasi polyps. Di dalam Kennedy et al (eds), Diseases of the sinuses diagnosis and management. London: B.C Decker. Hlm 69-71. Brown GA. 1969. Nasi Polyposis. In: Postgrad. med. J. (October 1969) 45,
680-683.
(51)
Drake-Lee AB. 1997. Nasi Polyps. Di dalam Kerr AG (ed) Scott-Brown’s Otolaryngology. Oxford: Butterworth-Heinemann Pr. 4/10/1-10 Eghtedari F et al. 2007. Agreement Rate of Skin Prick Test with Tissue
Eosinophil Count in Patient with Nasi Polyps. In: Iran J Allergy Asthma Immunol. June 2007; 6(2): 89-92.
Erbek et al. 2007. The Role of Allergy in the severity of nasi polyposis. Am J Rhinol 21: 686-90
Ferguson BJ, Orlandi RR. 2006. Chronic hypertrophic rhinosinusitis and nasi polyposis. Di dalam Bailey et al (eds) Head & Neck Surgery
Otolaryngology. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins. Hlm 393-398.
Fokkens et al. 2007. European Position Paper on Rhinosinusitis and Nasi Polyps. Rhinology Supplement 20: 6-18
Fokkens W, Lund V, Mullol J. Chronic Rhinosinusitis with or without nasi polyps. Dalam International Rhinology. EPOS 2007. Hlm 8-20
Fransina, Sedjawidada R, Akil A, Perkasa F, Punagi AQ. 2008. The Decrease Of Nasi Polyp Size After Cox-2 Inhibitor Treatment In Comparison With Corticosteroid Treatment. FK Hasanuddin. Makassar.
Grigoreas et al. 2002. Nasi polyps in patients with rhinitis and asthma. Allergy and asthma proc 23: 169-174
Hanis IF, Raharjo SP, Arfandi RB, Djufri NI.2010. Hubungan antara Stadium Polip Nasi dengan Fungsi Ventilasi dan Drainase Telinga Tengah berdasarkan Gambaran Timpanogram. Tesis. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Makassar.
(52)
Hilger, PA. 1989. Applied Anatomy and Physiology of The Nose, dalam Boies Fundamentals of Otolaryngology, 6th
Hollinshead, WH. 1996. ’The Head and Neck’. Anatomy for Surgeons, Vol.1, Hoeber Harper Int. Ed. New York, 234-76
Ed. W Saunders, Philadelphia, 177-87
Haro et al. 2009. Clinical Aspects Of Patients With Nasi Polyposis. Intl Arch Otolaryngol 13(3): 259-263
Irfan M, Shamim AK. 2009. Routine Histological Examination for Nasi Polyp Speciment: Is it Necessary?. In: Med J Malaysia Vol 64 no.1 March 2009. Kim JM et al. 2002. Clinical and Histologic Features of Antrochoanal Polyps. J
Rhinol 9 (1,2) 2002.
King CH. Allergic and Polips. In: Allegic ENT Practice A Basic Guide. Thieme, New York. Stutgart 1998: 370-1
Kirtreesakul V. 2002. Update on nasi polyps: etiopathogenesis. J Med Assoc Thai 88(12): 1966-1972
Lund V, Mackay IS. 1993. Staging in Chronic Rhinosinusitis. Rhinology 31: 183-184
Mangunkusumo, Endang, Soetjipto, Damajanti. 2007. Sinusitis dalam Soepardi, Efiaty A. Iskandar, Nurbaity. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher Edisi Keenam. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Munir D, 2008. Histopathology Types of Polyposis in Adam Malik Hospital. Majalah Kedokteran Nusantara. Vol. 41. No. 1
(53)
Mygind et al. 2000. Nasi polyposis, eosinophil dominated inflamation, and allergy. Thorax journal 55(2)79-83
Netter F. v3.0. Interactive Atlas of Human Anatomy.
Newton JR, Ah-See KW. 2008. A review of nasi polyposis. Therapeutics and Clinical Risk Management 4(2): 507-512
Nizar NW, Mangunkusumo E. Polip Hidung. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Dan Leher. Edisi 5. FKUI Jakarta 2001:96-8
Settipane RA, Lieberman P. 2001. Update on Nonallergic Rhinitis. In: Annals of Allergy, Asthma & Immunology 2001;86:494-508.
Tos M, Larsen PL. 2001. Nasi polyps: origin, etiology, pathogenesis, and
structure. Di dalam Kennedy et al (eds), Diseases of the Sinuses Diagnosis and Management. London: B.C. Decker. Hlm 57-59
Wright C, 2008. Medical Management of Nasi Polyposis. In Grand Rounds Presentation, UTMB, Dept of Otolaryngology. p:1-8.
(54)
PERSONALIA PENELITIAN 1. Peneliti Utama
a. Nama Lengkap : dr. Fathma Dewi b. Pangkat/Gol : -
c. NIP : -
d. Jabatan : PPDS THT-KL FK USU (Asisten Ahli) e. Jabatan Struktural : -
f. Fakultas : Kedokteran
g. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara h. Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT-KL i. Waktu yang disediakan : 11 jam / minggu
2. Anggota Peneliti/Pembimbing
a. Nama Lengkap : dr. Mangain Hasibuan Sp.THT-KL b. Pangkat/Gol : Pembina Tk.I/IV c
c. NIP : 195401121982021002
d. Jabatan : Staf sub bagian THT-KL FK USU e. Jabatan Struktural : Koordinator IGD
f. Fakultas : Kedokteran
g. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
h. Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT-KL, sub bagian Rhinologi
(55)
3. Anggota Peneliti/Pembimbing
a. Nama Lengkap : dr. Siti Nursiah Sp.THT-KL b. Pangkat/Gol : III c
c. NIP : 196510301999032001
d. Jabatan : Staf sub bagian THT-KL FK USU e. Jabatan Struktural : -
f. Fakultas : Kedokteran
g. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
h. Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT-KL, sub bagian Rhinologi
i. Waktu yang disediakan : 5 jam / minggu
4. Anggota Peneliti/Pembimbing
a. Nama Lengkap : dr. Linda I Adenin Sp.THT-KL b. Pangkat/Gol : IV c
c. NIP : 195604041983032001
d. Jabatan : Staf sub bagian THT-KL FK USU e. Jabatan Struktural : -
f. Fakultas : Kedokteran
g. Perguruan Tinggi : Universitas Sumatera Utara
h. Bidang Keahlian : Ilmu Kesehatan THT-KL, sub bagian Pharing
Laringologi i. Waktu yang disediakan : 5 jam / minggu
(56)
NO MR Nama Umu
r
(Thn) Suku Pekerjaan
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Stadium HISTOPATOLOGI Penatalaksanaan Hidung Ct-scan
(Inisial) L P (bulan)
Stroma jaringan ikat dan massa basofilik Stroma gembur diinfiltras i limfosit dan PMN yang diffus Kelenjar-kelenjar bentuk bulat tubular, sebagian berdilatasi kistik polyp with atipical stroma
Kanan kiri
1 449875 HS 35 batak petani
hdg tsumbat
bersin2, ingus encer, sakit kepala
3 operatif
2 413371 MAS 18 batak pelajar
hdg tsumbat
1 medikamentosa
3 224387 RT 42 batak Pns
hdg tsumbat
2 medikamentosa
s. maksilaris unilateral
4 186497 RHS 49 batak Pns
hdg tsumbat
3 operatif
multisinusitis bilateral
5 387630 PAT 71 batak IRT
hdg tsumbat
skt kpla, ingus encer,
bersin2
1 medikamentosa
6 421718 HL 13 mandailing pelajar hdg 2 operatif
(57)
tsumbat
7 431816 S 29 padang IRT
hdg tsumbat
bersin2 2 operatif
8 429802 JH 25 jawa wiraswasta
hdg tsumbat
bersin2, ingus encer
1 medikamentosa
9 426561 S 44 aceh wiraswasta
hdg tsumbat
2 medikamentosa Pansinusitis
10 447245 S 68 melayu IRT
hdg tsumbat
2 medikamentosa
11 439338 E 21 karo mahasiswa
hdg tsumbat
bersin2 3 operatif
s. maksilaris unilateral
12 439041 AL 44 mandailing Pns
hdg tsumbat
bersin2, skt kpla
3 medikamentosa
13 439202 AD 18 mandailing pelajar
hdg tsumbat
hdg bau, bersin2
1 medikamentosa
14 435740 TM 43 batak wiraswasta
hdg tsumbat skt kpla, ingus encer, hdg berdrh campur ingus
2 operatif
15 433494 DAS 35 batak Pns
hdg tsumbat
(58)
16 433920 JG 50 karo Pns
hdg tsumbat
2 operatif
multisinusitis unilateral
17 432118 AS 47 aceh petani
hdg tsumbat
skt kpla, telinga kiri
skt
2 medikamentosa
18 432363 AS 46 aceh wiraswasta
hdg tsumbat
1 medikamentosa
multisinusitis unilateral
19 434893 CTA 11 padang pelajar
hdg tsumbat
bersin2, ingus encer
3 medikamentosa
20 406171 S 47 padang Pns
hdg tsumbat
2 medikamentosa
multisinusitis unilateral
21 434777 A 57 padang petani
hdg tsumbat
skt kpla 3 medikamentosa
22 435689 JS 25 mandailing pelajar
hdg tsumbat
ingus encer, skt kpla
3 medikamentosa
23 424644 JS 32 karo wiraswasta
hdg tsumbat
2 operatif
multisinusitis bilateral
24 422280 MN 24 aceh wiraswasta
hdg tsumbat bersin2, hdg berdrh campur ingus, telinga
(59)
berdegung, skt kpla
25 424223 L 21 mandailing tdk bekerja
hdg tsumbat
2 operatif
multisinusitis unilateral
26 454065 MH 16 melayu pelajar
hdg tsumbat hdg berdrh campur ingus, ingus encer, suara sengau
3 operatif
multisinusitis bilateral
27 451297 NH 52 mandailing IRT
hdg tsumbat
bersin2 2 operatif
28 450851 MN 58 mandailing IRT
hdg tsumbat
2 medikamentosa
29 448606 W 52 jawa wiraswasta
hdg tsumbat
tlng berdengung,
skt kpla
2 operatif
multisinusitis unilateral
30 449643 SS 40 batak Pns
hdg tsumbat hdg berdrh campur ingus, bersin2, skt kpla
2 operatif
multisinusitis dupleks
(60)
31 442135 MY 50 batak wiraswasta hdg tsumbat
hdg brdrh campur ingus
3 operatif Pansinusitis
32 412317 MN 38 melayu wiraswasta
hdg tsumbat
skt kpla, hdg brdrh campur
ingus
3 operatif
33 440006 MS 63 batak wiraswasta
hdg tsumbat
skt kpla, bersin2
1 operatif
34 448997 ZL 57 mandailing Pns
hdg tsumbat
ingus encer, bersin2
2 medikamentosa
35 446368 LS 40 mandailing IRT
hdg tsumbat
skt kpla 3 medikamentosa
36 449002 GS 32 batak wiraswasta
hdg tsumbat lendir mengalir di tenggorokan, hdg berdrh campur ingus
3 medikamentosa
37 443255 SDV 30 batak wiraswasta
hdg tsumbat
lendir mengalir di tenggorokan
3 operatif
multisinusitis unilateral
38 449240 R 75 padang Pns
hdg tsumbat
skt kpla 2 operatif
s. frontalis duplekx
(61)
39 445422 JM 21 batak pelajar hdg tsumbat bersin2, tlng berdengung, hdg berdrh campur ingus
2 medikamentosa
40 439168 DH 75 batak Pns
hdg tsumbat
bersin2, skt kpla
3 operatif
multisinusitis unilateral
41 442704 HS 45 batak petani
hdg tsumbat hdg brdrh campur ingus, skt kpla, penciuman brkrg, pilek2
3 operatif
multisinusitis bilateral
42 443309 DG 70 karo
Pns
Hidung
tersumbat 3 operatif
Multisinusitis bilateral
43 443046 BS 15 karo
Pns
Hidung
(1)
NO MR Nama Umu
r
(Thn) Suku Pekerjaan
Keluhan Utama
Keluhan Tambahan
Stadium HISTOPATOLOGI Penatalaksanaan Hidung Ct-scan
(Inisial) L P (bulan)
Stroma jaringan ikat dan massa basofilik
Stroma gembur diinfiltras i limfosit dan PMN yang diffus
Kelenjar-kelenjar bentuk
bulat tubular, sebagian berdilatasi
kistik
polyp with atipical stroma
Kanan kiri
1 449875 HS 35 batak petani
hdg tsumbat
bersin2, ingus encer, sakit kepala
3 operatif
2 413371 MAS 18 batak pelajar
hdg tsumbat
1 medikamentosa
3 224387 RT 42 batak Pns
hdg tsumbat
2 medikamentosa
s. maksilaris unilateral
4 186497 RHS 49 batak Pns
hdg tsumbat
3 operatif
multisinusitis bilateral
5 387630 PAT 71 batak IRT
hdg tsumbat
skt kpla, ingus encer,
bersin2
1 medikamentosa
6 421718 HL 13 mandailing pelajar hdg 2 operatif
(2)
tsumbat
7 431816 S 29 padang IRT
hdg tsumbat
bersin2 2 operatif
8 429802 JH 25 jawa wiraswasta
hdg tsumbat
bersin2, ingus encer
1 medikamentosa
9 426561 S 44 aceh wiraswasta
hdg tsumbat
2 medikamentosa Pansinusitis
10 447245 S 68 melayu IRT
hdg tsumbat
2 medikamentosa
11 439338 E 21 karo mahasiswa
hdg tsumbat
bersin2 3 operatif
s. maksilaris unilateral
12 439041 AL 44 mandailing Pns
hdg tsumbat
bersin2, skt kpla
3 medikamentosa
13 439202 AD 18 mandailing pelajar
hdg tsumbat
hdg bau, bersin2
1 medikamentosa
14 435740 TM 43 batak wiraswasta
hdg tsumbat
skt kpla, ingus encer,
hdg berdrh campur ingus
2 operatif
15 433494 DAS 35 batak Pns
hdg tsumbat
(3)
16 433920 JG 50 karo Pns
hdg tsumbat
2 operatif
multisinusitis unilateral
17 432118 AS 47 aceh petani
hdg tsumbat
skt kpla, telinga kiri
skt
2 medikamentosa
18 432363 AS 46 aceh wiraswasta
hdg tsumbat
1 medikamentosa
multisinusitis unilateral
19 434893 CTA 11 padang pelajar
hdg tsumbat
bersin2, ingus encer
3 medikamentosa
20 406171 S 47 padang Pns
hdg tsumbat
2 medikamentosa
multisinusitis unilateral
21 434777 A 57 padang petani
hdg tsumbat
skt kpla 3 medikamentosa
22 435689 JS 25 mandailing pelajar
hdg tsumbat
ingus encer, skt kpla
3 medikamentosa
23 424644 JS 32 karo wiraswasta
hdg tsumbat
2 operatif
multisinusitis bilateral
24 422280 MN 24 aceh wiraswasta
hdg tsumbat
bersin2, hdg berdrh campur ingus, telinga
(4)
berdegung, skt kpla
25 424223 L 21 mandailing tdk bekerja hdg tsumbat
2 operatif
multisinusitis unilateral
26 454065 MH 16 melayu pelajar
hdg tsumbat
hdg berdrh campur ingus, ingus encer, suara sengau
3 operatif
multisinusitis bilateral
27 451297 NH 52 mandailing IRT
hdg tsumbat
bersin2 2 operatif
28 450851 MN 58 mandailing IRT
hdg tsumbat
2 medikamentosa
29 448606 W 52 jawa wiraswasta
hdg tsumbat
tlng berdengung,
skt kpla
2 operatif
multisinusitis unilateral
30 449643 SS 40 batak Pns
hdg tsumbat
hdg berdrh campur
ingus, bersin2, skt
kpla
2 operatif
multisinusitis dupleks
(5)
31 442135 MY 50 batak wiraswasta hdg tsumbat
hdg brdrh campur ingus
3 operatif Pansinusitis
32 412317 MN 38 melayu wiraswasta
hdg tsumbat
skt kpla, hdg brdrh campur
ingus
3 operatif
33 440006 MS 63 batak wiraswasta
hdg tsumbat
skt kpla, bersin2
1 operatif
34 448997 ZL 57 mandailing Pns
hdg tsumbat
ingus encer, bersin2
2 medikamentosa
35 446368 LS 40 mandailing IRT
hdg tsumbat
skt kpla 3 medikamentosa
36 449002 GS 32 batak wiraswasta
hdg tsumbat
lendir mengalir di tenggorokan,
hdg berdrh campur ingus
3 medikamentosa
37 443255 SDV 30 batak wiraswasta
hdg tsumbat
lendir mengalir di tenggorokan
3 operatif
multisinusitis unilateral
38 449240 R 75 padang Pns
hdg tsumbat
skt kpla 2 operatif
s. frontalis duplekx
(6)
39 445422 JM 21 batak pelajar
hdg tsumbat
bersin2, tlng berdengung, hdg berdrh campur ingus
2 medikamentosa
40 439168 DH 75 batak Pns
hdg tsumbat
bersin2, skt kpla
3 operatif
multisinusitis unilateral
41 442704 HS 45 batak petani
hdg tsumbat
hdg brdrh campur ingus, skt
kpla, penciuman brkrg, pilek2
3 operatif
multisinusitis bilateral
42 443309 DG 70 karo
Pns
Hidung
tersumbat 3 operatif
Multisinusitis bilateral
43 443046 BS 15 karo
Pns
Hidung