Hubungan Presiden dan Partai Politik

55 personalisasi figur untuk beberapa kasus partai politik dalam organisasi partai politik serta disloyalitas politisi dan sentralisasi struktur organisasi partai politik. Ketiga, konfigurasi kekuatan politik diparlemen terfragmentasi dengan jumlah kekuatan politik yang terpolarisasi sehingga menyebabkan sulitnya mencapai suara mayoritas. Keempat, munculnya koalisi partai dengan ikatan yang bersifat sementara, yang didasarkan oleh kepentingan segelintir elit partai bukan dikarenakan kesamaan ideologi dan tujuan partai.

II.4 Hubungan Presiden dan Partai Politik

Hubungan Kekuasaan Presiden dengan Partai Politik pada masa pemerintahan SBY-Boediono memiliki kekuatan yang cukup kuat terlihat dari dukungan yang diberikan dalam pencalonan SBY-Boediono sebagai pasangan capres dan cawapres Indonesia dalam Pemilu Presiden tahun 2009 hingga di dalam DPR sangat dipengaruhi oleh posisi tawar para Partai Politik yang tergabung dalam koalisi pemerintahan SBY-Boediono. Posisi tawar partai politik tersebut juga menjadi salah satu factor utama dalam mengakomodasi kepentingan partai politik oleh presiden dalam proses penyusunan Kabinet Indonesia Bersatu Jilid II. SBY-Boediono didukung oleh koalisi 23 partai politik yang terdiri atas lima parpol yang lolos ke parlemen Partai Demokrat, PKS, PPP, PAN, dan PKB, serta 18 parpol nonparlemen PBB, PBR, PDS, PKPI, PKPB, Patriot, PNBKI, PPI, PPRN, PDP, PPPI, Partai Republikan, Pelopor, PKDI, PIS, PPIB, dan PPDI, PPD. Secara kuantitas, pasangan ini memiliki persentase dukungan partai terbanyak. Pasangan SBY-Boediono berhasil memenangkan pemilihan presiden dalam satu putaran. Universitas Sumatera Utara 56 Meskipun koalisi partai pengusung pasangan SBY-Boediono di atas kertas telah menguasai mayoritas sederhana kekuatan parlemen – 314 kursi di DPR terdiri dari Partai Demokrat 148 kursi, PKS 57, PAN 46, PPP 38, dan PKB 28 – sebesar 56,56 persen dari 560 kursi DPR. Ketika membentuk pemerintahan, sebenarnya SBY- Boediono memiliki beberapa pilihan dalam berkoalisi. Di samping tetap mempertahankan komposisi koalisi seperti di pilpres Partai Demokrat, PKS, PAN, PPP dan PKB. Ada dua faktor yang mendorong SBY dan Partai Demokrat mengambil strategi memperluas koalisi. 49 Kedua, kuantitas kekuatan koalisi partai pendukung pemerintah sebesar 56 persen dipandang SBY dan Partai Demokrat masih belum cukup untuk mengamankan posisi pemerintah. Kendatipun secara matematis 56 persen kursi di parlemen sudah mencapai mayoritas sederhana atau koalisi kemenangan minimal minimal winning coalition, tetapi jumlah itu dipandang belum mampu mengamankan kebijakan pemerintah di parlemen. Seandainya satu saja dari keempat partai mitra koalisi – PKS, Pertama, konfigurasi mitra koalisi pendukung SBY- Boediono saat itu hanya didukung oleh partai Islam dan berbasis massa Islam – PKS, PAN, PPP, dan PKB – tanpa menyertakan satupun partai nasionalis. Kondisi ini menjadikan SBY dan Partai Demokrat kurang nyaman dalam koalisi yang dikelilingi partai Islam. Karena itulah, SBY dan Partai Demokrat membutuhkan satu partai nasionalis untuk bergabung di barisan koalisi pendukung pemerintah, pilihannya Partai Golkar atau PDI Perjuangan. 49 Jurnal Indonesia Report 2009,Jakarta: The Indonesia Institute, 2010, hal: 90-92 Universitas Sumatera Utara 57 PAN, PPP, PKB – keluar dari barisan koalisi, maka kekuatan pemerintah menjadi minoritas di bawah 50 persen. Konsekuensi pemerintahan yang dibangun dengan koalisi partai-partai, kabinet juga harus menyertakan partai politik. Konfigurasi Kabinet Indonesia Bersatu KIB II yang dibentuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 22 Oktober 2009 merupakan cabinet koalisi partai-partai. Konfigurasi kabinet masih melanjutkan tradisi kompromi parpol di KIB I. Komposisi kabinet terdiri atas 19 menteri dari unsur partai politik dan 15 menteri dari nonpartai politik. Karena itu, kabinet masih didominasi kalangan petinggi partai-partai mitra koalisi pemerintah. Padahal kapital politik yang dimiliki SBY di periode kedua kepresidenannya ini jauh lebih tangguh dibandingkan periode sebelumnya. Kekuatan Partai Demokrat di parlemen hampir tiga kali lebih besar dari sebelumnya, dari 57 menjadi 148 kursi. Koalisi pendukung pemerintahan SBY-Boediono juga telah menguasai mayoritas kekuatan parlemen. Lebih kuat dari itu, SBY-Boediono juga telah mendapat kepercayaan dan mandat politik langsung dari rakyat dengan memenangkan pilpres lebih dari 60 persen dalam satu putaran. Namun, faktanya, kabinet masih didominasi figur-figur dari parpol. Mandat rakyat dan dukungan politik yang kuat tersebut ternyata belum mampu menjadikan SBY lebih bernyali untuk membentuk kabinet yang mengedepankan profesionalisme ketimbang akomodasi dan kompromi. 50 50 Jurnal Indonesia Report 2009, Ibid..hal: 93 Dan Universitas Sumatera Utara 58 pada 21 Oktober 2009 ini, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengumumkan susunan menteri Kabinet Indonesia Bersatu II Periode 2009-2014. 51 NO Tabel 2.3 Susunan Kabinet Indonesia Bersatu II Periode 2009-2014 Kementerian Nama Catatan mantan 1 Menko Politik, Hukum, dan Keamanan Mars. TNI Purn Djoko Suyanto Independen 2 Menko Perekonomian Hatta Rajasa PAN Mensesneg 3 Menko Kesra Agung Laksono Golkar 4 Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi Ind. Sek. Kabinet 5 Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi Ind.Gub. Sumbar 6 Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa Ind. Mantan Dubes RI PBB 7 Menteri Pertahanan Purnomo Yusgiantoro Ind.Men. ESDM 8 Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar PAN 9 Menteri Keuangan Sri Mulyani Ind.Menkeu 10 Menteri Energi dan Sumber Darwin Zahedy Saleh Demokrat 51 http:id.wikipedia.orgwikiKabinet_Indonesia_Bersatu_II Universitas Sumatera Utara 59 Daya Mineral 11 Menteri Perindustrian MS Hidayat GolkarKetua Kadin 12 Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu Ind. Mendag 13 Menteri Pertanian Suswono PKS 14 Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan PAN 15 Menteri Perhubungan Freddy Numberi Demokrat 16 Menteri Kelautan dan Perikanan Fadel Muhammad Golkar Gub. Gorontalo 17 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar PKB 18 Menteri Pekerjaan Umum Djoko Kirmanto Ind. Menteri PU 19 Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih Ind. Dokter 20 Menteri Pendidikan Nasional M Nuh Ind. Menkominfo 21 Menteri Sosial Salim Assegaf Aljufrie PKS Dubes RI Arab S 22 Menteri Agama Suryadharma Ali PPP 23 Menteri Kebudayaan dan Pariwisata Jero Wacik Demokrat Menbudpar Universitas Sumatera Utara 60 24 Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring PKS 25 Menneg Riset dan Teknologi Suharna Surapranata PKS 26 Menteri Negara Urusan Koperasi dan UKM Syarifudin Hasan Demokrat 27 Menneg Lingkungan Hidup Gusti Moh Hatta Ind. Prof. Univ. LM 28 Menneg Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Linda Agum Gumelar Ind. Ketum Kowani 29 Menneg Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi EE Mangindaan Demokrat kader 30 Menneg Pembangunan Daerah Tertinggal Helmy Faisal Zaini PKB 31 Menneg PPNKepala Bappenas Armida Alisjahbana Independen 32 Menneg BUMN Mustafa Abubakar Golkar Dirut Bulog 33 Menneg Perumahan Rakyat Suharso Monoarfa PPP 34 Menneg Pemuda dan Olahraga Andi Mallarangeng Demokrat Jubir Pres. Universitas Sumatera Utara 61 Dari 34 kementrian lebih dari 50 menteri berasal dari partai politik. Berikut ini komposisi Kabinet Indonesia Bersatu II dalam pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Tabel 2.4 Kabinet Indonesia Bersatu II No Unsur Jumlah 1 Profesional 15 2 Partai Demokrat 5 3 Partai Keadilan Sejahterah PKS 4 4 Partai Golkar 3 5 Partai Amanat nasional PAN 3 6 Partai Persatuan Pembangunan PPP 2 7 Partai Kebangkitan Bangsa PKB 2 Total 34 Peta koalisi partai yang dibangun Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono- Boediono secara ideologis tidak jelas karena di dalam koalisi tidak menjadikan kedekatan ideologi partai sebagai faktor pendukung, tetapi lebih didasarkan pada kepentingan politik kekuasaan jangka pendek saja. Kondisi ini merupakan akibat dari lemahnya pengakaran ideologi partai-partai dan kebutuhan politik sekuritas pemerintahan. Karena itu, dampaknya koalisi parpol pendukung pemerintah tidak akan efektif. Meskipun kekuatan koalisi partai pendukung pemerintah di parlemen Universitas Sumatera Utara 62 secara kuantitas sangat besar, tetapi ikatan koalisi tersebut akan cair dan rapuh. Partai- partai mitra koalisi pemerintah akan menjalankan politik dua kaki, berada di kabinet sekaligus menjadi oposisi di parlemen. 52 Salah satu prinsip pokok sistem pemerintahan presidensial adalah ketepisahan kekuasaan antara lembaga eksekutif dan lembaga legisalatif. Masalahnya, prinsip pemisahan kekuasaan eksekutif dan legislatif ini dapat menjad pisau bermata dua dalam sistem presidensial karena keterpisahan kekuasaan tersebut merupakan kelebihan sekaligus kelemahan sistem presidensial dibandingkan sistem parlementer. Disatu pihak, pemisahan kekuasaan eksektif dan legislatif dapat mendorong tegaknya hubungan kekuasaan yang bersifat check and balance antara presiden dan palemen, namun di lain pihak juga berpotensi menimbulkan situasi jalan buntu deadlock dalam hubungan keduanya jika kebijakan-kebijakan presiden tidak didukung kekuatan mayoritas di parlemen. Persoalannya tentu menjadi serius jika presiden yang berkuasa memiliki basis politik ysng relative kecil di parlemen.

II.5 Hubunngan Presiden dan DPR