Profil Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua

pada ternak di wilayah yang termasuk hirarki dari KUD Giri Tani pada dinas peternakan setempat. Petugas keswan dalam memberi penyuluhan tentang pemerahan dan pengiriman pasca panen oleh anggota KUD, juga melakukan program vaksinasi pada ternak secara berkesinambungan setiap tahun yaitu pada bulan Juni atau Juli. Vaksin yang biasa diberikan oleh petugas keswan pada ternak di wilayah tersebut adalah vaksin Antraks dan Brucellosis. Pada ternak di wilayah Cisarua pernah terjadi kasus Brucellosis keguguran pada trimester ke 3 yaitu pada awal tahun 2000. Gejala umum yang terlihat pada kasus keguguran antara lain abortus pada bulan ke 6 dan ke 7 disertai cairan dari plasenta yang berwarna keruh serta bau yang busuk. Pada kasus kelahiran prematur sapi perah lahir dalam keadaan lemah dan tubuh yang sangat kurus serta mengalami kematian setelah satu atau dua minggu setelah kelahiran. Pada tahun 2000 pernah dilakukan test and slaughter oleh pemerintah melalui Dinas Peternakan. Para petani yang ternaknya positif terinfeksi Brucella sp. mendapat kompensasi dari pemerintah berupa ganti rugi. Selain Dinas Peternakan, pengujian tentang kasus Brucellosis juga dilakukan oleh Balai Penelitian Veteriner kota Bogor dan Wates Yogyakarta. Selain Brucellosis kasus yang sering muncul pada ternak di wilayah Cisarua adalah cacingan, E.coli, dan Salmonella. Hal ini berdampak pada produksi susu oleh ternak yang kurang baik. Selain itu di duga dari kasus infeksi tersebut akan berpengaruh terhadap kualitas dan kuantitas susu terutama pada prodak olahannya. Pada produk susu dari KUD Giri Tani mendapat toleransi terhadap jumlah mikroba dalam susu dari para industri-industri pengolahan susu sebesar kurang dari 1.000.000. Pihak KUD menghargai susu dari peternak sebesar Rp 2.800 per liter. Susu dari peternak sementara akan ditampung oleh KUD yang kemudian di saring dan didinginkan sampai suhu 2 ˚C. Susu sampai pada industri-industri pengolahan susu biasanya pada suhu 5-7 ˚C dan sanggup bertahan sampai 12 jam.

5.2. Profil Peternak Sapi Perah di Kecamatan Cisarua

Profil peternak yang diamati meliputi tingkat pendidikan, tujuan beternak, pengalaman beternak, pengetahuan peternak tentang kesehatan ternak secara umum. Informasi tersebut diperoleh melalui wawancara langsung dengan peternak menggunakan panduan kuesioner dan dengan pengurus koperasi setempat. Tabel 1. Karakteristik Peternak No Peternak Pendidika n terakhir Pengalama n beternak Tujuan beternak Pemahaman tentang kesehatan ternak 1. Deden SD 5-10 tahun Usaha pokok Dinas Peternakan 2. Eman SD 1-5 tahun Usaha sambilan Turun temurun 3. Nafis SD 5-10 tahun Usaha pokok Belajar sendiri 4. Tuti SMA 10 tahun Usaha pokok Pendidikan formal 5. Nunung SD 1-5 tahun Usaha pokok Dinas Peternakan 6. Djamaluddin SMP 1-5 tahun Usaha pokok Dinas Peternakan 7. Apip SD 1-5 tahun Usaha pokok Dinas Peternakan 8. Hasan SMA 5-10 tahun Usaha pokok Dinas Peternakan 9. Adang SD 1-5 tahun Usaha pokok Dinas Peternakan 10. Heru PT 5-10 tahun Usaha sambilan Pendidikan formal 11. Apit munawih SMP 1-5 tahun Usaha pokok Turun temurun 12. H. Enjen SMA 5-10 tahun Usaha sambilan Dinas Peternakan 13. Jeri SD 1-5 tahun Usaha pokok Belajar sendiri 14. Gugun SD 1-5 tahun Usaha pokok Turun temurun 15. H. Jaji SMP 1-5 tahun Usaha pokok Dinas Peternakan 16. Samin Solihat SMA 1-5 tahun Usaha pokok Dinas Peternakan 17. Pepen Munawih SD 1-5 tahun Usaha sambilan Belajar sendidri Sistem pemeliharaan sapi perah di wilayah Kecamatan Cisarua umumnya dilakukan secara intensif dalam kandang dengan alas kandang terbuat dari semen. Namun, kondisi alas tersebut bervariasi, ada yang kondisi baik yaitu rata dan kuat dan ada yang kurang baik. Sumber bibit ternak diperoleh dari daerah setempat atau dari luar. Luar daerah setempat bibit diperoleh dari Sukabumi, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Sumber pakan ternak terutama hijauan diperoleh dari lahan disekitar daerah setempat dan konsentrat berasal dari koperasi atau toko pakan setempat. Sedangkan pakan yang berupa ampas tahu diperoleh dari produsen tahu di Kabupaten Bogor. Status dan kepemilikan ternak bervariasi yaitu milik pribadi ataupun sebagai pemelihara dengan populasi 1 ekor sampai 100 ekor dengan rata- rata 10-15 ekorpeternak. Tingkat pendidikan peternak bervariasi mulai dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Kondisi pendidikan ini sangat berpengaruh terhadap kemampuan peternak dalam menerima dan memahami informasi yang berhubungan dengan usaha peternaknya, khususnya yang berkaitan dengan kesehatan hewan dan produksinya. Tujuan peternak melakukan usaha beternak sapi perah ada dua, yaitu sebagai usaha pokok dan usaha sambilan. Pengalaman beternak sapi umumnya lebih dari dua tahun dan yang secara turun temurun. Tingkat pengetahuan dan pemahaman peternak tentang kesehatan hewan dan produksinya bervariasi dari tidak tahu sampai tingkat yang tergolong baik. Tingkat pengetahuan berhubungan erat dengan tingkat pendidikan, pengalaman beternak, tujuan berusaha, dan aspek pembinaan yang dilakukan oleh koperasi dan Dinas Peternak setempat, yang mereka peroleh. Pengetahuan beternak diperoleh oleh peternak melalui Dinas Peternakan, paramedik, turun temurun, belajar sendiri, dan dari peternak lain. Bila mereka tidak mengetahui tentang kesehatan ternak mereka umumnya berdiam diri, dan ada yang mencari tahu kepeternak lain atau ke Dinas Peternakan. Peternak belum menempatkan pakan hewan pada tempat yang khusus, baik itu pakan hijauan seperti rumput, ampas tahu, dan konsentrat. Untuk rumput beberapa peternak menempatkannya begitu saja di tempat yang dikehendaki. Begitupun juga pada ampas tahu, sebagian peternak bahkan meletakkannya begitu saja atau di jalan masuk dan keluar area kandang. Rumput bahkan ada yang diletakkan berdampingan dengan tumpukan feses sapi. Kualitas air dibeberapa peternak kurang baik serta pakan rumput tercecer di lantai kandang yang kemungkinan besar bercampur dengan feses. Semua kondisi tersebut dapat menularkan agen penyakit yang terdapat dilingkungan dan kotoran sapi dan manusia ke sapi melalui pakan atau air yang diberikan. Peternak mungkin beranggapan bahwa sapi tidak perlu diberikan pakan dan air minum yang bersih seperti manusia. Anggapan ini harus diubah sehingga sapi yang dipelihara oleh peternak akan bebas dari ancaman atau resiko terkena penyakit dan dapat ditularkan melalui pakan dan air minum. Gambar 1 Kondisi kandang pemeliharaan sapi disalah satu lokasi yang berdampingan dengan tempat pembuangan feses manusiaWC kiri atas dan kualitas air yang digunakan terlihat di dalam bak kanan bawah di samping WC kanan atas. Kondisi tersebut memungkinkan resiko sapi tertular agen penyakit asal manusia dan dapat menularkan ke sapi lain. Gambar 2 Tempat meletakkan pakan sapi di beberapa lokasi peternakan di Kecamatan Cisarua. Pakan diletakkan belum pada tempatnya terutama pakan asal limbah tahu dan rumput hijauan, sedangkan untuk konsentrat sudah diletakkan dalam ruang tertutup tetapi kebersihan tempat masih belum diperhatikan karena masih terdapat feses di sekitar tempat penampungan tersebut. Gambar 3 Kondisi kandang yang sanitasinya tidak baik. Sapi terlihat memakan rumput yang berserakan di lantai kandang yang berlantai tanah dan kemungkinan terkontaminasi oleh feses dan urin kanan bawah. Pada gambar kiri atas menujukan sapi pedet yang pakan bercampur dengan pakan yang kemungkinan terlah terkontaminasi oleh mikroba. Pada kanan atas merupakan salah satu kondisi kandang yang baik dimana kandang beralaskan bahan yang terbuat dari bahan karet. Gambar 4 Kondisi di lokasi KUD Giri Tani pada saat penampungan susu. Panampung susu dan pendingin di KUD kiri bawah dan alat pengelolaan susu di KUD kiri atas. Kanan bawah merupakan alat untuk membawah susu ke industri pengelola susu. Kiri atas merupakan alat penyaring dari peternak sebelum didinginkan.

5.3. Pengetahuan dan Persepsi Peternak tentang Brucellosis