Uji Efek Penurunan Kadar Asam Urat Dari Ekstrak Etanol Daun Cocor Bebek (Bryophyllum Pinnatum (Lam.) Oken) Pada Mencit Jantan

(1)

UJI EFEK PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARI

EKSTRAK ETANOL DAUN COCOR BEBEK

(Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken)

PADA MENCIT JANTAN

SKRIPSI

OLEH:

MUHARRIR MAISALDI

NIM 121524173

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

UJI EFEK PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARI

EKSTRAK ETANOL DAUN COCOR BEBEK

(Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken)

PADA MENCIT JANTAN

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara

OLEH:

MUHARRIR MAISALDI

NIM 121524173

PROGRAM STUDI EKSTENSI SARJANA FARMASI

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(3)

PENGESAHAN SKRIPSI

UJI EFEK PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARI

EKSTRAK ETANOL DAUN COCOR BEBEK

(Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken)

PADA MENCIT JANTAN

OLEH:

MUHARRIR MAISALDI NIM 121524173

Dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Pada Tanggal: 5 Agustus 2015

Disetujui Oleh:

Pembimbing I, Panitia Penguji,

Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt. NIP 195008221974121002 NIP 195103261978022001

Pembimbing II, Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt. NIP 195008221974121002

Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt. Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt. NIP 195311281983031002 NIP 195208241983031001

Dr. Poppy Anjelisa Z. Hsb, M.Si., Apt. NIP 197506102005012003

Medan, 5 Agustus 2015 Fakultas Farmasi

Universitas Sumatera Utara Wakil Dekan I,

Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt. NIP 195807101986012001


(4)

iv

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkat, rahmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini disusun untuk melengkapi salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara, yang berjudul “Uji Efek Penurunan Kadar Asam Urat dari Ekstrak Etanol Daun Cocor Bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) pada Mencit Jantan”.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., selaku Wakil Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bantuan dan fasilitas selama masa pendidikan.

Pada kesempatan ini juga penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Drs. Awaluddin Saragih, M.Si., Apt., dan Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran, tulus dan ikhlas selama penelitian hingga selesainya skripsi ini. Ucapan terima kasih kepada Ibu Prof. Dr. Rosidah, M.Si., Apt, Bapak Drs. Saiful Bahri, M.S., Apt dan Ibu Dr. Poppy Anjelisa Hasibuan, S.Si., M.Si., Apt sebagai dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh staf pengajar, pegawai tata usaha, pegawai akademik Fakultas Farmasi USU Medan yang telah membantu selama penelitian hingga terselesaikannya penulisan skripsi ini. Terima kasih kepada Ibu Marianne, S.Si., M.Si., Apt., selaku kepala Laboratorium Farmakologi Farmasi USU, dan Terima kasih kepada Ibu Dra.


(5)

v

Aswita Hafni Lubis, M.Si., Apt., selaku kepala Laboratorium Fitokimia Farmasi USU yang telah memberikan izin dan fasilitas untuk penulis sehingga dapat mengerjakan dan menyelesaikan penelitian ini.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan yang tulus kepada Ayahanda Drs. M. Thalib Ali dan Ibunda Mawardaton, serta adik-adikku Almh. Nanda Astuti, Munazhirah, Muzaimah, dan Muzammir atas doa, nasihat, motivasi, semangat, dan pengorbanan baik moril maupun materil dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Mia Ridhayani, S.Farm., Siti Amalia Wahyu Pratiwi, S.Farm., serta teman-teman seperjuangan Farmasi Ekstensi 2012 gelombang 2 atas semangat, bantuan serta doa kepada penulis selama masa perkuliahan hingga selesainya penyusunan skripsi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu sangat diharapkan kritikan dan saran yang dapat menyempurnakan skripsi ini. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberi manfaat bagi kita semua.

Medan, 5 Agustus 2015

Penulis,

Muharrir Maisaldi NIM 121524173


(6)

vi

UJI EFEK PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARI EKSTRAK ETANOL DAUN COCOR BEBEK

(Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) PADA MENCIT JANTAN

ABSTRAK

Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin pada manusia. Pola makan yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang mengandung purin tinggi dan proses pengeluaran asam urat dari dalam tubuh mengalami gangguan, menyebabkan kadar asam urat semakin meningkat. Umumnya untuk mengatasi asam urat digunakan obat-obat sintesis yang dapat menimbulkan efek samping. Oleh karena itu dikembangkan pengobatan alternatif menggunakan tanaman obat seperti cocor bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken). Cocor bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) digunakan secara tradisional untuk pengobatan penyakit infeksi, luka, demam, peradangan, wasir, pusing, penurun panas, batuk, rematik, dan peluruh air seni. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak etanol daun cocor bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) terhadap penurunan kadar asam urat pada mencit jantan yang diinduksi dengan kalium oksonat secara intraperitoneal.

Tahapan penelitian yaitu identifikasi bahan tanaman, pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam, pembuatan ekstrak dengan menggunakan metode maserasi dan pengujian efek penurunan kadar asam urat dari ekstrak etanol daun cocor bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan kalium oksonat sebagai penginduksi asam urat dan kadar asam urat diukur dengan alat Easy Touch®. Mencit dinyatakan hiperurisemia bila kadar asam uratnya 1,7-3,0 mg/dl. Ekstrak etanol daun cocor bebek dengan dosis yaitu 50, 100 dan 200 mg/kg BB diberikan secara oral, dan pengamatan selang waktu 1 jam selama 3 jam. Sebagai kontrol positif digunakan Allopurinol dosis 10 mg/kg BB dan CMC Na 1% sebagai kontrol negatif. Data hasil pengujian kemudian dianalisis dengan metode analisis variansi (ANAVA), kemudian dilanjutkan dengan Post Hoc Tukey HSD.

Hasil karakteristik simplisia daun cocor bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) diperoleh kadar air 4,00%, kadar sari larut air 38,07%, kadar sari larut etanol 15,67%, kadar abu total 6,9%, dan kadar abu tidak larut asam 0,62%. Hasil uji efek penurunan kadar asam urat pada mencit jantan menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun cocor bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) memberikan efek penurunan kadar asam urat pada mencit jantan dengan dosis efektif 100 mg/kg BB, dan tidak berbeda signifikan dengan kontrol positif Allopurinol (p > 0.05).


(7)

vii

EFFECTS OF ETHANOL EXTRACT OF LIFE PLANT LEAVES (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken)

TO DECREASE URIC ACID LEVELS IN MALE MICE

ABSTRACT

Uric acid is the end product of purine metabolism in humans. Unhealthy diet such as eating foods that have high levels of purine, and disorders of uric acid expenditure processes of the body can cause increased levels of uric acid. Generally, the synthetis of drugs used to treat gout but can cause side effects. Therefore developed an alternative treatment using medicinal plants like life plant (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken). Life plant (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) traditionally used for the treatment of infectious diseases, sores, fever, inflammation, hemorrhoids, dizziness, fever, cough, rheumatism, and urine laxative. The purpose of this research was to find out the effect of the ethanol extract of life plant leaves (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) to decrease uric acid levels in male mice induced by potassium oxonate intraperitoneally.

Stage of this research is the identification of plant material, collection and processing of materials, manufacture of the simplex, the simplex characterization includes macroscopic, and microscopic examination, determination of water content, the assay of the water soluble extract, the ethanol soluble extract, the determination of total ash and determination of acid insoluble ash content, manufacture of extracts using maceration method, and testing the effect of a decrease in the levels of uric acid from the ethanol extract of life plant (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) leaves carried out experimentally by using potassium oxonate as inducer and measurement of uric acid levels with Easy Touch®. Mice were declared hiperuricemia when uric acid levels from 1.7 to 3.0 mg/dl. Ethanol extract of life plant (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) leaves in doses 50, 100, and 200 mg/kg administered orally and observation interval of 1 hour for 3 hours. Allopurinol is used as a positive control dose of 10 mg/kg and CMC Na 1% as a negative control. The results of test were analyzed by the method of analysis of variance (ANAVA) was followed by Post Hoc Tukey HSD.

The results of the simplex characteritic gave water content of 4.00%, water soluble extract content of 38.07%, the ethanol soluble extract 15.67%, total ash content of 6.9%, and acid insoluble ash content of 0.62%. The result of the effect of a decrease uric acid levels in male mice showed that the ethanol extract of life plant leaves give the effect of a decrease uric acid levels in male mice with an effective dose of 100 mg/kg BW and did not give a significant differences with positive control allopurinol (p > 0.05).

Key words: Life plant (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) leaves, Uric acid,


(8)

viii

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

ABSTRAK ... vi

ABSTRACT ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Kerangka Pikir ... 3

1.3 Perumusan Masalah ... 4

1.4 Hipotesis ... 4

1.5 Tujuan Penelitian ... 4

1.6 Manfaat Penelitian ... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1 Tanaman Cocor Bebek ... 6

2.1.1 Klasifikasi Tanaman ... 6


(9)

ix

2.1.3 Nama Asing ... 6

2.1.4 Deskripsi Tanaman ... 7

2.1.5 Khasiat Secara Tradisional ... 7

2.1.6 Kandungan Kimia ... 7

2.1.7 Aktivitas Farmakologi Hasil Penelitian ... 8

2.2 Metode Ekstraksi ... 8

2.3 Asam Urat ... 10

2.3.1 Metabolisme Asam Urat ... 10

2.3.2 Hiperurisemia ... 11

2.3.3 Gout ... 11

2.4 Obat Antihiperurisemia ... 13

2.5 Kalium Oksonat ... 15

BAB III METODE PENELITIAN ... 16

3.1 Alat - Alat yang digunakan ... 16

3.2 Bahan - Bahan yang digunakan ... 16

3.3 Penyiapan Bahan ... 17

3.1.1 Pengumpulan Bahan ... 17

3.1.2 Identifikasi Tumbuhan ... 17

3.1.3 Pengolahan Bahan ... 17

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi ... 17

3.4.1 Pereaksi Bouchardat ... 17

3.4.2 Pereaksi Dragendroff ... 18

3.4.3 Pereaksi Mayer ... 18


(10)

x

3.4.5 Pereaksi Molisch ... 18

3.4.6 Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M ... 18

3.4.7 Pereaksi Asam Klorida 2 N ... 18

3.4.8 Pereaksi Natrium Hidroksida 2 N ... 18

3.4.9 Pereaksi Asam Sulfat 2 N ... 19

3.4.10 Pereaksi Liebermann-Burchard ... 19

3.4.11 Larutan Kloralhidrat ... 19

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia ... 19

3.5.1 Pemeriksaan Makroskopik ... 19

3.5.2 Pemeriksaan Mikroskopik ... 19

3.5.3 Penetapan Kadar Air ... 20

3.5.4 Penetapan Kadar Sari Larut Air ... 20

3.5.5 Penetapan Kadar Sari Larut Etanol ... 21

3.5.6 Penetapan Kadar Abu Total ... 21

3.5.7 Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam ... 21

3.6 Skrining Fitokimia ... 22

3.6.1 Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid ... 22

3.6.2 Pemeriksaan Alkaloid ... 22

3.6.3 Pemeriksaan Flavonoid ... 23

3.6.4 Pemeriksaan Glikosida ... 23

3.6.5 Pemeriksaan Tanin ... 24

3.6.6 Pemeriksaan Saponin ... 24

3.6.7 Pemeriksaan Antrakinon ... 24


(11)

xi

3.8 Uji Efek Penurunan Kadar Asam Urat ... 25

3.8.1 Pembuatan suspensi CMC Na 1% sebagai kontrol negatif ... 25

3.8.2 Pembuatan suspensi allopurinol sebagai kontrol positif ... 25

3.8.3 Pembuatan Larutan Kalium Oksonat 0,5% ... 25

3.8.4 Pembuatan suspensi ekstrak etanol daun cocor bebek (EEDCB) 1% ... 26

3.9 Penyiapan Hewan Percobaan ... 26

3.10 Pengujian Efek Penurunan Kadar Asam Urat ... 26

3.11 Penggunaan Alat ... 28

3.12 Analisis Data ... 28

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 29

4.1 Hasil Identifikasi Tanaman ... 29

4.2 Hasil Karakteristik ... 29

4.3 Pengujian Efek Penurunan Kadar Asam Urat ... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

5.1 Kesimpulan ... 40

5.2 Saran ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41


(12)

xii

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

4.1 Hasil Karakteristik ... 30

4.2 Hasil Skrining Fitokimia ... 30

4.3 Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat ... 32

4.4 Persen Penurunan Kadar Asam Urat ... 34

4.5 Post Hoc Tukey Jam ke 1 ... 35

4.6 Post Hoc Tukey Jam ke 2 ... 35


(13)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1.1 Kerangka Pikir Penelitian ... 3 2.1 Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol ... 14 2.2 Mekanisme kerja kalium oksonat menghambat xantin oksidase ... 15 4.1 Grafik Penurunan Kadar Asam Urat ... 33 4.2 Grafik Persen Penurunan Kadar Asam Urat ... 37


(14)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Halaman

1. Hasil Identifikasi Tumbuhan ... 45

2. Surat Persetujuan Etik (ethical clearance) ... 46

3. Gambar Tumbuhan Cocor Bebek ... 47

4. Gambar Daun Segar dan Simplisia Cocor Bebek ... 48

5. Gambar Serbuk Simplisia Cocor Bebek ... 49

6. Hasil Mikroskopik Daun dan Serbuk Cocor Bebek ... 50

7. Bagan Alur Penelitian ... 52

8. Perhitungan Penetapan Kadar Air ... 54

9. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Air ... 55

10. Perhitungan Penetapan Kadar Sari Larut Dalam Etanol ... 56

11. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Total ... 57

12. Perhitungan Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam ... 58

13. Volume Maksimum Sesuai Jalur Pemberian Dan Konversi Dosis .. 59

14. Contoh Perhitungan Dosis ... 60

15. Gambar Alat Pengukuran Kadar Asam Urat Easy Touch ... 63

16. Gambar Hewan Percobaan ... 64

17. Tabel Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat ... 65

18. Tabel Hasil Persen Penurunan Kadar Asam Urat ... 66

19. Hasil Perhitungan Persen Kadar Asam Urat ANAVA ... 67


(15)

vi

UJI EFEK PENURUNAN KADAR ASAM URAT DARI EKSTRAK ETANOL DAUN COCOR BEBEK

(Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) PADA MENCIT JANTAN

ABSTRAK

Asam urat adalah produk akhir metabolisme purin pada manusia. Pola makan yang tidak sehat seperti mengkonsumsi makanan yang mengandung purin tinggi dan proses pengeluaran asam urat dari dalam tubuh mengalami gangguan, menyebabkan kadar asam urat semakin meningkat. Umumnya untuk mengatasi asam urat digunakan obat-obat sintesis yang dapat menimbulkan efek samping. Oleh karena itu dikembangkan pengobatan alternatif menggunakan tanaman obat seperti cocor bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken). Cocor bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) digunakan secara tradisional untuk pengobatan penyakit infeksi, luka, demam, peradangan, wasir, pusing, penurun panas, batuk, rematik, dan peluruh air seni. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak etanol daun cocor bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) terhadap penurunan kadar asam urat pada mencit jantan yang diinduksi dengan kalium oksonat secara intraperitoneal.

Tahapan penelitian yaitu identifikasi bahan tanaman, pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, karakterisasi simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, dan mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut air, penetapan kadar sari larut etanol, penetapan kadar abu total, dan penetapan kadar abu tidak larut asam, pembuatan ekstrak dengan menggunakan metode maserasi dan pengujian efek penurunan kadar asam urat dari ekstrak etanol daun cocor bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) dilakukan secara eksperimental dengan menggunakan kalium oksonat sebagai penginduksi asam urat dan kadar asam urat diukur dengan alat Easy Touch®. Mencit dinyatakan hiperurisemia bila kadar asam uratnya 1,7-3,0 mg/dl. Ekstrak etanol daun cocor bebek dengan dosis yaitu 50, 100 dan 200 mg/kg BB diberikan secara oral, dan pengamatan selang waktu 1 jam selama 3 jam. Sebagai kontrol positif digunakan Allopurinol dosis 10 mg/kg BB dan CMC Na 1% sebagai kontrol negatif. Data hasil pengujian kemudian dianalisis dengan metode analisis variansi (ANAVA), kemudian dilanjutkan dengan Post Hoc Tukey HSD.

Hasil karakteristik simplisia daun cocor bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) diperoleh kadar air 4,00%, kadar sari larut air 38,07%, kadar sari larut etanol 15,67%, kadar abu total 6,9%, dan kadar abu tidak larut asam 0,62%. Hasil uji efek penurunan kadar asam urat pada mencit jantan menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun cocor bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) memberikan efek penurunan kadar asam urat pada mencit jantan dengan dosis efektif 100 mg/kg BB, dan tidak berbeda signifikan dengan kontrol positif Allopurinol (p > 0.05).


(16)

vii

EFFECTS OF ETHANOL EXTRACT OF LIFE PLANT LEAVES (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken)

TO DECREASE URIC ACID LEVELS IN MALE MICE

ABSTRACT

Uric acid is the end product of purine metabolism in humans. Unhealthy diet such as eating foods that have high levels of purine, and disorders of uric acid expenditure processes of the body can cause increased levels of uric acid. Generally, the synthetis of drugs used to treat gout but can cause side effects. Therefore developed an alternative treatment using medicinal plants like life plant (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken). Life plant (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) traditionally used for the treatment of infectious diseases, sores, fever, inflammation, hemorrhoids, dizziness, fever, cough, rheumatism, and urine laxative. The purpose of this research was to find out the effect of the ethanol extract of life plant leaves (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) to decrease uric acid levels in male mice induced by potassium oxonate intraperitoneally.

Stage of this research is the identification of plant material, collection and processing of materials, manufacture of the simplex, the simplex characterization includes macroscopic, and microscopic examination, determination of water content, the assay of the water soluble extract, the ethanol soluble extract, the determination of total ash and determination of acid insoluble ash content, manufacture of extracts using maceration method, and testing the effect of a decrease in the levels of uric acid from the ethanol extract of life plant (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) leaves carried out experimentally by using potassium oxonate as inducer and measurement of uric acid levels with Easy Touch®. Mice were declared hiperuricemia when uric acid levels from 1.7 to 3.0 mg/dl. Ethanol extract of life plant (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) leaves in doses 50, 100, and 200 mg/kg administered orally and observation interval of 1 hour for 3 hours. Allopurinol is used as a positive control dose of 10 mg/kg and CMC Na 1% as a negative control. The results of test were analyzed by the method of analysis of variance (ANAVA) was followed by Post Hoc Tukey HSD.

The results of the simplex characteritic gave water content of 4.00%, water soluble extract content of 38.07%, the ethanol soluble extract 15.67%, total ash content of 6.9%, and acid insoluble ash content of 0.62%. The result of the effect of a decrease uric acid levels in male mice showed that the ethanol extract of life plant leaves give the effect of a decrease uric acid levels in male mice with an effective dose of 100 mg/kg BW and did not give a significant differences with positive control allopurinol (p > 0.05).

Key words: Life plant (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) leaves, Uric acid,


(17)

1

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Asam urat merupakan hasil metabolisme akhir dari purin yaitu salah satu komponen asam nukleat yang terdapat dalam inti sel tubuh. Peningkatan kadar asam urat dapat mengakibatkan gangguan pada tubuh manusia seperti perasaan linu-linu di daerah persendian dan sering disertai timbulnya rasa nyeri yang teramat sangat bagi penderitanya. Hal ini disebabkan oleh penumpukan kristal di daerah tersebut akibat tingginya kadar asam urat dalam darah. Penyakit ini sering disebut hiperurisemia atau lebih dikenal masyarakat sebagai penyakit asam urat. Hiperurisemia disebabkan oleh sintesa purin berlebihan dalam tubuh karena pola makan yang tidak sehat dan proses pengeluaran asam urat dari dalam tubuh mengalami gangguan. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi penyakit ini adalah diet, berat badan dan gaya hidup (Price dan Wilson, 2005).

Usaha untuk menurunkan kadar asam urat dapat dilakukan dengan mengurangi produksi asam urat atau meningkatkan eksresi asam urat oleh ginjal. Umumnya untuk mengatasi penyakit asam urat digunakan obat sintesis seperti allopurinol. Allopurinol bekerja dengan cara menghambat pembentukan asam urat melalui penghambatan enzim xantin oksidase. Obat ini memiliki efek samping seperti reaksi alergi kulit, nyeri kepala, kerusakan hati dan ginjal, gangguan saluran pencernaan seperti mual dan diare. Mengingat banyak efek samping yang ditimbulkan dari obat-obat sintesis maka muncul kecenderungan dari masyarakat untuk menggunakan tanaman obat tradisional (Tayeb, dkk., 2012).


(18)

2

Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai obat adalah cocor bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken). Cocor bebek digunakan secara tradisional untuk pengobatan wasir, pusing, penurun panas, batuk, dan peluruh air seni (Fajriah, 2011). Beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa tanaman cocor bebek memiliki potensi sebagai analgetik (Safitri, dkk., 2013), memiliki efek antiinflamasi (Wirda, 2001), antidiabetes (Dewiyanti, dkk., 2012), obat luka bakar (Hasyim, dkk., 2012), dan hepatoprotektor (Trubus, 2013). Cocor bebek mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan tannin (Safitri, dkk., 2013), asam askorbat, quercetin, kaempferol dan bryophyllin (Utami, 2003). Quercetin dan kaempferol merupakan senyawa kimia yang dapat menghambat kerja enzim xantin oxidase yang merupakan salah satu enzim yang berfungsi dalam proses pembentukan asam urat (Haidari, dkk., 2011).

Berdasarkan uraian diatas, maka perlu dilakukan uji efek penurunan kadar asam urat dari ekstrak etanol daun cocor bebek pada mencit jantan yang diinduksi dengan kalium oksonat.


(19)

3

1.2 Kerangka Pikir Penelitian

Kerangka pikir dari penelitian ini adalah sebagai berikut :

Variabel Bebas Variabel Terikat Parameter

Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian

Keterangan :

EEDCB : Ekstrak Etanol Daun Cocor Bebek

1. Makroskopik 2. Mikroskopik 3. Kadar air 4. Kadar sari larut

dalam air 5. Kadar sari larut

dalam etanol 6. Kadar abu total 7. Kadar abu tidak

larut dalam asam

Skrining golongan senyawa kimia

Karakterisasi Simplisia

EEDCB

Normal 0,5-1,4 mg/dL Hiperusemia 1,7-3,0 mg/dL 1. Steroid/

triterpenoid 2. Alkaloid 3. Flavonoid 4. Glikosida 5. Saponin 6. Tanin 7. Antrakinon

CMC Na 1%

Allopurinol Kadar Asam Urat (mg/dL) Simplisia daun


(20)

4

1.3 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas dapat diambil perumusan masalah yaitu sebagai berikut :

a. apakah karakteristik simplisia daun cocor bebek sesuai dengan persyaratan pada Materia Medika Indonesia?

b. apakah ekstrak etanol daun cocor bebek dapat menurunkan kadar asam urat pada mencit yang diinduksi dengan kalium oksonat?

1.4 Hipotesis

Berdasarkan perumusan masalah diatas maka dibuat hipotesis sebagai berikut :

a. karakteristik simplisia daun cocor bebek yang diteliti sesuai dengan persyaratan pada Materia Medika Indonesia;

b. ekstrak etanol daun cocor bebek dapat menurunkan kadar asam urat yang diinduksi larutan kalium oksonat.

1.5 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. untuk mengetahui karakteristik daun cocor bebek yang diteliti;

b. untuk mengetahui efek ekstrak etanol daun cocor bebek sebagai penurun kadar asam urat dalam darah mencit.


(21)

5

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut :

a. memberikan informasi tentang karakteristik simplisia dan efek penurunan kadar asam urat dari ekstrak etanol daun cocor bebek;

b. menambah inventaris tanaman obat yang berkhasiat sebagai penurun kadar asam urat.


(22)

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Cocor Bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken) 2.1.1 Klasifikasi Tanaman

Tanaman Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken dapat diklasifikasi sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledoneae Bangsa : Rosales

Suku : Crassulaceae Marga : Bryophyllum

Jenis : Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken Sinonim : Kalanchoe pinnata Lam. Pers

(Depkes RIa, 2000)

2.1.2 Nama Daerah

Didingin (aceh), ceker bebek, cocor bebek (Sumatera Utara, Riau, Jambi), daun sejuk (Palembang), buntiris (Sunda), ceker itik, sosor bebek, suru bebek (Jawa), daun sejuk (melayu), daun ancar bebek (Madura), mamala (Halmahera), rau kufiri (Ternate) dan kabi-kabi (Tidore) (Depkes RIa, 2000).

2.1.3 Nama Asing

Life plant, floppers, miracle leaf, cathedral bells, air plant (Amerika, Inggris); bendingin, seringen (Brunai Darussalam); sedingin, seringin, setawar padang (Malaysia); karitamana, abisrana, katakataka (Filipina); Luodishenggen


(23)

7

(Cina); pountay poun po (Laos); yoekiyapinba (Myanmar); bencha chat, ton tai bai pen, khuwum taai ngaai pen (Thailand) (Trubus, 2013).

2.1.4 Deskripsi Tanaman

Cocor bebek merupakan tumbuhan semak atau tumbuhan semusim dengan tinggi 30-100 cm. Batang bersegi empat, lunak, beruas, tegak, hijau. Daun tebal, tunggal, berbentuk lonjong, bertangkai pendek, ujung tumpul, tepi bergerigi, pangkal membundar, panjang 5-20 cm, lebar 2,5 – 15 cm. Bunga berbentuk malai, majemuk, menggantung, kelopak silindris, berlekatan, berwarna merah keunguan, benang sari delapan, putik panjang ± 4 cm, mahkota berbentuk corong dan panjangnya 3,5-5,5 cm. Buah berbentuk kotak dan berwarna ungu bernoda putih. Biji kecil dan putih dan berakar tunggang berwarna kuning keputihan (Depkes RIa, 2000).

2.1.5 Khasiat Secara Tradisional

Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken digunakan secara tradisional untuk

pengobatan wasir, pusing, penurun panas, obat batuk, dan peluruh air seni (Depkes RIa, 2000). Masyarakat di Bundelkhand, India menggunakan jus daun segar cocor bebek untuk mengatasi penyakit kuning. Daun segar dihaluskan lalu dijadikan kompres pada luka bakar. Ilmu pengobatan Cina menggunakan seluruh bagian tanaman yang dipercaya memberi efek dingin untuk menghentikan pendarahan, menghilangkan panas, dan detoksifikasi (Trubus, 2013).

2.1.6 Kandungan Kimia

Daun cocor bebek mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin (Safitri, dkk., 2013; Depkes RIa, 2000), asam askorbat, quercetin, kaempferol dan bryophyllin (Utami, 2003), asam cis-akonitat, asam ferulak, asam


(24)

8

syringat, asam kofeat, asam p-hydroxybenzoat, dan beberapa asam organik, β -sisterol, kuersetin-3-0-α-rhamnopyranosil-α-L-arabinopyranosida (Trubus, 2013).

2.1.7 Aktivitas Farmakologi Hasil Penelitian

Tanaman cocor bebek memiliki efek sebagai analgetik (Safitri, dkk., 2013), memiliki efek antiinflamasi (Wirda, 2001), antidiabetes (Dewiyanti, dkk., 2012), obat luka bakar (Hasyim, dkk., 2012), dan hepatoprotektor (Trubus, 2013).

2.2 Metode Ekstraksi

Ekstraksi adalah suatu proses penyarian senyawa kimia yang terdapat di dalam bahan alam atau berasal dari dalam sel dengan menggunakan pelarut dan metode yang tepat. Ekstrak adalah sediaan kering, kental atau cair dibuat dengan menyari simplisia nabati atau hewani menurut cara yang cocok, di luar pengaruh cahaya matahari langsung (Ditjen POM, 1979). Metode ekstraksi dengan menggunakan pelarut, dibedakan menjadi:

a. Cara dingin

Metode ekstraksi cara dingin dibedakan menjadi: i. Maserasi

Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan (kamar).

ii. Perkolasi

Perkolasi adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut yang selalu baru sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.


(25)

9 b. Cara Panas

Metode dengan cara panas dibedakan menjadi: i. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

ii. Soxhletasi

Soxhletasi adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

iii. Digesti

Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.

iv. Infundasi

Infundasi adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur 90oC selama 15 menit di penangas air, dapat berupa bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih.

v. Dekoktasi

Dekoktasi adalah infundasi pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan temperatur sampai titik didih air (Depkes RIb, 2000).


(26)

10

2.3 Asam Urat

Asam urat merupakan produk akhir katabolisme purin dalam tubuh yang tidak memiliki tujuan fisiologis sehingga dapat dianggap sebagai produk buangan (Katzung, dkk., 2002). Secara alamiah, purin terdapat dalam tubuh kita dan dijumpai pada semua makanan dari sel, yakni makanan dari tanaman (sayur, buah, kacang-kacangan) atau pun hewan (daging, jeroan, ikan sarden). Asam urat sebagian besar dieksresi melalui ginjal dan sebagian kecil melalui saluran cerna (Nucleus, 2011).

Asam urat pada serum normal pada laki-laki adalah 5,1 ± 1.0 mg/dl dan pada perempuan adalah 4,0 ± 1.0 mg/dl. Nilai ini akan meningkat sampai 9-10 mg/dl pada seseorang dengan gout (Price dan Wilson, 2005). Sedangkan pada mencit normal kadar asam uratnya adalah 0,5-1,4 mg/dl dan mencit dikatakan hiperurisemia jika kadar asam uratnya berkisar antara 1,7-3,0 mg/dl (Muhtadi, dkk., 2012). Manusia memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi dari hewan mamalia lain karena manusia tidak memiliki enzim urikase, yaitu enzim yang menguraikan asam urat menjadi allantoin yang mudah larut (Katzung, 2002).

2.3.1 Metabolisme Asam Urat

Nukleotida purin yang utama pada manusia adalah adenosine monofosfat (AMP) dan guanosin monofosfat (GMP). Kedua nukleotida tersebut akan dipecah menjadi bentuk nukleosida oleh fosfomonoesterase menjadi adenosine dan guanosin. Adenosine akan mengalami deaminasi menjadi inosin oleh enzim adenosine deaminase. Fosforilasi ikatan N-glikosinat inosin dengan guanosin dikatalis oleh nukleosida purin fosforilase sehingga akan dilepaskan senyawa ribose-1-fosfat dan basa purin. Setelah itu, hipoxantin dan guanin membentuk


(27)

11

xantin yang masing-masing dikatalis oleh enzim xantin oxidase dan guanase. Xantin yang terbentuk akan kembali dikatalisis oleh xantin oxidase menjadi asam urat (Murray, dkk., 2003).

2.3.2 Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah keadaan dimana terjadi peningkatan kadar asam urat darah di atas normal. Beberapa hal yang dapat mempengaruhi kadar asam urat dalam darah serta merupakan faktor penyebab terjadinya hiperurisemia adalah sebagai berikut:

a. Peningkatan produksi asam urat (overproduction)

i. Penyebab primer yaitu terjadi peningkatan aktivitas phosporibosyl

pyrophosphate synthetase (PRPP synthetase) akan meningkat

menyebabkan peningkatan PRPP yang merupakan kunci sintesa purin dan terjadi defisiensi hypoxantine guanine phosporibosyl transferase (HGPRT) akan meningkatkan metabolisme guanin dan hipoxantin menjadi xantin. ii. Penyebab sekunder adalah terjadi peningkatan asupan purin, konversi asam

nukleat meningkat, penguraian ATP meningkat. b. Penurunan eksresi asam urat (underproduction)

Hal ini dapat terjadi karena penyebab primer dan penyebab sekunder yaitu berupa insufiensi ginjal, terjadi inhibisi pengeluaran asam urat, dan peningkatan reabsorbsi tubular (Gaw, dkk., 2011).

2.3.3 Gout

Gout adalah penyakit metabolik yang ditandai arthritis akut berulang karena endapan kristal asam urat di persendiaan dan tulang rawan. Istilah gout digunakan untuk menggambarkan keadaan penyakit yang berkaitan dengan


(28)

12

hiperurisemia. Gout adalah diagnosis klinis sedangkan hiperurisemia adalah kondisi biokimia (Mariani, dkk., 2012). Gout dapat bersifat primer dan sekunder. Gout primer merupakan akibat langsung pembentukan asam urat tubuh yang berlebihan atau akibat penurunan ekskresi asam urat. Gout sekunder disebabkan karena pembentukan asam urat yang berlebihan atau ekskresi asam urat yang berkurang akibat proses penyakit lain atau pemakaian obat-obat tertentu (Price dan Wilson, 2005).

Terdapat empat tahap perjalanan klinis gout yang tidak terobati, yaitu: a. Tahap hiperurisemia asimtomatik

Pada tahap ini pasien tidak menunjukkan gejala-gejala selain dari peningkatan kadar asam urat serum. Hanya 20% dari pasien hiperurisemia asimtomatik yang berlanjut menjadi serangan gout akut.

b. Tahap arthritis gout akut

Serangan gout akut terjadi ketika kristal urat mulai terbentuk pada cairan sinovial. Pada tahap ini gejala yang muncul sangat khas, yaitu radang sendi yang akut dan timbul sangat cepat dalam waktu singkat. Keluhan berupa nyeri, bengkak, merah dan hangat, disertai keluhan sistem berupa demam, menggigil dan merasa lelah.

c. Tahap interkritis

Tahap interkritis merupakan kelanjutan stadium gout akut, dimana secara klinik tidak muncul tanda-tanda radang akut, meskipun pada cairan sendi masih ditemukan kristal urat, yang menunjukkan proses kerusakan sendi yang terus berlangsung progesif. Stadium ini bisa berlangsung beberapa tahun sampai 10


(29)

13

tahun tanpa serangan akut dan tanpa tata laksana yang adekuat akan berlanjut ke stadium gout kronik.

d. Tahap gout kronik

Pada tahap ini terjadi kerusakan persendian dan bahkan persendian mengalami kehancuran total oleh adanya deposit kristal asam urat, terjadi kerusakan yang ekstensif dan permanen (Price dan Wilson, 2005).

2.4 Obat Antihiperurisemia

Berikut ini adalah golongan obat-obat yang digunakan untuk mengatasi kondisi hiperusemia:

a. Golongan urikosurik

Golongan urikosurik yaitu golongan obat yang dapat meningkatkan eksresi asam urat. Obat-obat ini bekerja dengan cara menghambat reabsorbsi asam urat di tubulus ginjal sehingga peningkatan eksresi asam urat melalui urin. Oleh karena itu, fungsi ginjal yang baik, sangat mendukung mekanisme kerja obat golongan ini. Probenesid dan sulfinpirazon adalah contoh obat golongan urikosurik (Katzung, dkk., 2002).

b. Golongan urikostatik

Golongan urikostatik yaitu golongan obat yang dapat menghambat pembentukan asam urat obat golongan ini bekerja dengan menghambat pembentukan asam urat obat golongan ini bekerja dengan menghambat aktivitas enzim xantin oksidase yang berperan dalam metabolisme hipoxantin menjadi xantin menjadi asam urat. Berdasarkan mekanisme


(30)

14

tersebut, produksi asam urat akan berkurang dan produksi xantin dan hipoxantin meningkat dan dibuang melalui ginjal (Dipiro, 1997).

Allopurinol adalah satu-satunya obat golongan urikostatik yang digunakan sampai saat ini. Allopurinol dan metabolitnya oksipurinol (alloxantine) merupakan inhibitor xantin oksidase dan mempengaruhi perubahan hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat. Allopurinol juga menurunkan konsentrasi intraseluler PRPP. Oleh karena waktu paruh metabolitnya panjang, allopurinol cukup diberikan satu kali sehari. Dosis awal untuk allopurinol adalah 100 mg sehari, dosis allopurinol dapat ditingkatkan sampai 300 mg/hari tergantung pada respon kadar asam urat. Efek samping pada pemakaian allopurinol yaitu terjadi gangguan gastrointestinal termasuk mual, muntah dan diare, terjadi reaksi alergi, toksisitas hati, neuritis perifer dan lain-lain (Katzung, dkk., 2002). Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol dapat dilihat pada Gambar 2.1

Gambar 2.1 Mekanisme inhibisi sintesis asam urat oleh allopurinol

(Katzung, dkk., 2002)

Keterangan : = menghambat


(31)

15

2.5 Kalium Oksonat

Kalium oksonat merupakan salah satu penginduksi hiperurisemia pada hewan pengerat, dan biasanya diberikan dengan cara injeksi intraperitonial. Kalium oksonat bekerja dengan cara menghambat enzim urikase. Enzim tersebut dapat mengurai asam urat menjadi allantoin yang dapat larut dalam air. Jika enzim tersebut dihambat maka akan terjadi penumpukan asam urat pada hewan uji (Wanatabe, dkk., 2006). Metabolisme asam urat menjadi allantoin dan mekanisme kerja kalium oksonat dalam menghambat enzim urikase dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Keterangan : Menghambat

Menguraikan Terurai

Gambar 2.2 Mekanisme kerja kalium oksonat dalam menghambat enzim

urikase (Mazzali, dkk., 2001)

Enzim Urikase

Allantoin Asam Urat


(32)

16

BAB III

METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dengan tahapan penelitian yaitu identifikasi bahan, pengumpulan dan pengolahan bahan, pembuatan simplisia, pemeriksaan karakterisasi simplisia, pembuatan ekstrak, penyiapan hewan percobaan, pengujian efek penurunan kadar asam urat secara oral terhadap mencit jantan. Data hasil penelitian dianalisis dengan menggunakan program SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 18.

3.1 Alat-alat yang digunakan

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium, aluminium foil, blender (National), lemari pengering, oven listrik (Memmert®), tanur (Naberttherm®), timbangan digital (Mettler Tolledo®), neraca kasar (OHAUS), alat destilasi penetapan kadar air, desikator, stopwatch, mortir dan stamfer, kaca objek, kaca penutup, rotary evaporator (Heidolph VV-300),

freeze dryer (Edwards), neraca hewan (Presica), spuit 1 ml (Terumo), oral sonde,

mikroskop (Boeco) dan alat pengukur kadar asam urat (Easy Touch®).

3.2 Bahan-bahan yang digunakan

Bahan tumbuhan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun cocor bebek. Bahan kimia yang digunakan kecuali dinyatakan lain adalah berkualitas pro analisis yaitu etanol 70% (teknis), kloralhidrat, toluena, aquades, aqua pro injeksi, CMC Na (teknis), kalium oksonat (Sigma Aldrich®) dan allopurinol (Hexpharm®).


(33)

17

3.3 Penyiapan Bahan

Penyiapan bahan meliputi pengumpulan bahan, identifikasi tumbuhan, dan pengolahan bahan.

3.3.1 Pengumpulan bahan

Pengumpulan bahan dilakukan secara purposif, yaitu tanpa membandingkan dengan daerah lain. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun cocor bebek, yang diambil dari Desa Gampong Lada, Kecamatan Mutiara Timur, Kabupaten Pidie, Propinsi Aceh.

3.3.2 Identifikasi tumbuhan

Identifikasi tumbuhan dilakukan di Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Pusat Penelitian Biologi, Bogor.

3.3.3 Pengolahan bahan

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun cocor bebek yang masih segar. Daun dipisahkan dari pengotoran. Lalu dicuci hingga bersih kemudian ditiriskan dan ditimbang, diperoleh berat basah sebesar 5 kg. selanjutnya daun tersebut dikeringkan dalam lemari pengering pada temperatur ± 40oC sampai daun kering. Simplisia yang telah kering diblender menjadi serbuk, ditimbang dan diperoleh berat simplisia sebesar 600 g. Lalu dimasukkan ke dalam wadah tertutup rapat dan disimpan pada suhu kamar.

3.4 Pembuatan Larutan Pereaksi 3.4.1 Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida P dilarutkan dalam air suling secukupnya kemudian ditambahkan 2 g iodida sedikit demi sedikit, dicukupkan dengan air suling air suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).


(34)

18

3.4.2 Pereaksi Dragendorff

Larutan bismut (III) nitrat P 40% b/v dalam asam nitrat P sebanyak 20 ml kemudian dicampurkan dengan 50 ml larutan kalium iodida, didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan jernih diambil dan diencerkan dengan air suling secukupnya hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.3 Pereaksi Mayer

Larutan raksa (II) klorida P 2,266% b/v sebanyak 60 ml dicampur dengan 10 ml larutan kalium iodida P 50% b/v. Kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.4 Pereaksi besi (III) klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida dilarutkan dalam air suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.5 Perekasi Molisch

Sebanyak 3 g α-naftol dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.6 Pereaksi timbal (II) asetat 0,4 M

Timbal (II) asetat sebanyak 15,17 g dilarutkan dalam air suling bebas CO2

hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.7 Pereaksi asam klorida 2 N

Sebanyak 7,3 ml asam klorida pekat diencerkan dengan air suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.8 Pereaksi natrium hidroksida 2 N

Sebanyak 8,001 g pellet natrium hidroksida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling hingga 100 ml (Depkes RI, 1995).


(35)

19

3.4.9 Pereaksi asam sulfat 2 N

Larutan asam sulfat pekat sebanyak 9,8 ml ditambahkan air suling sampai 100 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.10 Pereaksi Liebermann-Burchard

Campur secara perlahan 5 ml asam asetat anhidrida dengan 5 ml asam sulfat pekat tambahkan etanol 95% hingga 50 ml (Depkes RI, 1995).

3.4.11 Larutan kloralhidrat

Sebanyak 50 g kloralhidrat ditimbang, lalu dilarutkan dalam 20 ml air suling (Depkes RI, 1995).

3.5 Pemeriksaan Karakteristik Simplisia

Pemeriksaan karakteristik simplisia meliputi pemeriksaan makroskopik, mikroskopik, penetapan kadar air, penetapan kadar sari larut dalam air, penetapan kadar sari larut dalam etanol, penetapan kadar abu total, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam.

3.5.1 Pemeriksaan makroskopik

Pemerikasaan makroskopik dilakukan dengan mengamati warna, bentuk, ukuran, dan rasa pada daun segar dan simplisia daun cocor bebek.

3.5.2 Pemeriksaan mikroskopik

Pemeriksaan mikroskopik terhadap serbuk simplisia dilakukan dengan cara menaburkan serbuk simplisia diatas kaca objek yang telah ditetesi dengan larutan kloralhidrat dan ditutup dengan kaca penutup, kemudian diamati di bawah mikroskop dengan berbagai pembesaran. Pemeriksaan mikroskopik pada daun segar dilakukan dengan cara mengiris melintang/membujur daun segar tanaman cocor bebek, lalu diletakkan pada kaca objek, kemudian ditetesi kloralhidrat dan


(36)

20

difiksasi dengan api spiritus, kemudian ditutup dengan kaca penutup dan diamati di bawah mikroskop dengan berbagai pembesaran.

3.5.3 Penetapan kadar air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (destilasi toluen). Alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung dan tabung penerima.

Cara penetapan:

Pada labu bulat dimasukkan 200 ml toluena dan 2 ml air suling, didestilasi selama 2 jam. Destilasi dihentikan dan dibiarkan dingin selama 30 menit, kemudian volume air di dalam tabung penerima dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Kemudian kedalam labu yang berisi toluen jenuh tersebut dimasukkan 5 g serbuk simplisia yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih, kecepatan tetesan diatur lebih kurang 2 tetes per detik hingga sebagian air tersuling. Kemudian kecepatan dinaikkan hingga 4 tetes per detik. Kemudian setelah semua air tersuling, bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen. Destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air dibaca dengan ketelitian 0,05 ml. Selisih kedua volume air yang dibaca sesuai dengan kandungan air yang terdapat dalam bahan yang diperiksa. Kadar air dihitung dalam persen (Depkes RI, 1995).

3.5.4 Penetapan kadar sari larut dalam air

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam 100 ml air-kloroform (2,5 ml kloroform dalam air suling 1000 ml) dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam,


(37)

21

kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.5.5 Penetapan kadar sari larut dalam etanol

Sebanyak 5 g serbuk simplisia, dimaserasi selama 24 jam dalam etanol 96% dalam labu bersumbat sambil sesekali dikocok selama 6 jam pertama, dibiarkan selama 18 jam, kemudian disaring. Diuapkan 20 ml filtrat sampai kering dalam cawan penguap yang berdasar rata yang telah dipanaskan dan ditara. Sisa dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobot tetap. Kadar sari larut dalam etanol dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (Depkes RI, 1995).

3.5.6 Penetapan kadar abu total

Sebanyak 2 g serbuk simplisia yang telah digerus dan ditimbang seksama dimasukkan dalam krus porcelin yang telah dipijar dan ditara, kemudian diratakan. Krus dipijar perlahan-lahan sampai arang habis, pemijaran dilakukan pada suhu 600oC selama 3 jam. Kemudian didinginkan dan ditimbang sampai diperoleh bobot tetap. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara (WHO, 1998).

3.5.7 Penetapan abu tidak larut dalam asam

Abu yang telah diperoleh dalam penetapan kadar abu total dididihkan dengan 25 ml asam klorida encer selama 5 menit, bagian yang tidak larut dalam asam dikumpulkan, disaring dengan kertas saring, dipijarkan, kemudian didinginkan dan ditimbang sampai bobot tetap. Kadar abu yang tidak larut dalam asam dihitung terhadap bobot yang dikeringkan di udara (WHO, 1998).


(38)

22

3.6 Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa steroid/triterpenoid, alkaloid, flavonoid, glikosida, saponin, tanin dan antrakinon. Skrining dilakukan terhadap serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun cocor bebek.

3.6.1 Pemeriksaan steroid/triterpenoid

Sebanyak 1 g serbuk simplisia daun cocor bebek dimaserasi dengan 20 ml

n-heksan selama 2 jam, lalu disaring. Filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada

sisa dalam cawan penguap ditambahkan beberapa tetes pereaaksi Liebermann-Burchard. Timbul warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukan adanya triterpenoida. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada ekstrak etanol daun cocor bebek (Harborne, 1987).

3.6.2 Pemeriksaan alkaloid

Serbuk simplisia daun cocor bebek ditimbang sebanyak 0,5 g, kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi lalu ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan diatas penangas air selama 2 menit, didinginkan lalu disaring (Depkes RI, 1995). Filtrat dipakai untuk percobaan berikut:

1. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Mayer akan terbentuk endapan berwarna putih atau kuning;

2. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Bouchardat akan terbentuk endapan berwarna coklat hitam;

3. Filtrat sebanyak 3 tetes ditambahkan 2 tetes larutan Dragendorff akan terbentuk endapan berwarna merah atau jingga.


(39)

23

Alkaloida dinyatakan positif jika terjadi endapan atau paling sedikit dua dari tiga percobaan diatas. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada ekstrak etanol daun cocor bebek (Depkes RI, 1995)

3.6.3 Pemeriksaan flavonoid

Serbuk simplisia daun cocor bebek ditimbang sebanyak 10 g, dimasukkan kedalam tabung reaksi lalu ditambahkan 10 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, di kocok dan dibiarkan memisah. Flavonoida positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada ekstrak etanol daun cocor bebek (Farnsworth, 1966).

3.6.4 Pemeriksaan glikosida

Serbuk simplisia daun cocor bebek ditimbang sebanyak 3 g kemudian disari dengan 30 ml campuran 7 bagian volume etanol 96% dan 3 bagian volume air suling, selanjutnya ditambahkan 10 ml HCl 2 N, direfluks selama 2 jam, didinginkan dan disaring. Pada 30 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M, dikocok, didiamkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), dilakukan sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan dan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 50oC. Sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut: 0,1 ml larutan percobaan dimasukan dalam tabung reaksi dan diuapkan diatas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes pereaksi Molisch, kemudian secara perlahan-lahan ditambahkan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuknya cincin berwarna ungu pada batas kedua


(40)

24

cairan menunjukkan adanya ikatan gula. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada ekstrak etanol daun cocor bebek (Depkes RI, 1995).

3.6.5 Pemeriksaan tanin

Serbuk simplisia daun cocor bebek ditimbang sebanyak 0,5 g, disari dengan 10 ml air suling, disaring lalu filtrat diencerkan dengan air suling sampai hampir tidak berwarna. Diambil 2 ml larutan tersebut lalu ditambahkan 1 sampai 2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada ekstrak etanol daun cocor bebek (Fansworth, 1966).

3.6.6 Pemeriksaan saponin

Serbuk simplisia daun cocor bebek sebanyak 0,5 g dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik, timbul busa yang mantap tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 - 10 cm. Ditambahkan 1 tetes larutan asam klorida 2 N, bila buih tidak hilang menunjukkan adanya saponin. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada ekstrak etanol daun cocor bebek (Depkes RI, 1995).

3.6.7 Pemeriksaan antrakinon

Serbuk simplisia daun cocor bebek ditimbang sebanyak 0,2 g, kemudian ditambahkan 5 ml asam sulfat 2 N, dipanaskan sebentar, setelah dingin ditambahkan 10 ml benzena, dikocok dan didiamkan. Lapisan benzena dipisahkan dan disaring, kocok lapisan benzena dengan 2 ml NaOH 2 N, didiamkan. Lapisan air berwarna merah dan lapisan benzena tidak berwarna menunjukkan adanya antrakinon. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada ekstrak etanol daun cocor bebek (Depkes RI, 1995).


(41)

25

3.7 Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Cocor Bebek

Sebanyak 400 g serbuk simplisia dimaserasi dengan 75 bagian etanol 70% dalam wadah tertutup rapat dan dibiarkan pada suhu kamar selama 5 hari terlindung dari cahaya matahari sambil diaduk, kemudian disaring dan ampas diremaserasi dengan etanol 70% secukupnya hingga diperoleh 100 bagian. Dipindahkan ke bejana tertutup, dibiarkan di tempat sejuk, terlindung dari cahaya selama 2 hari. Enap tuangkan atau disaring. Maserat yang diperoleh dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator pada temperatur ± 40oC sampai diperoleh ekstrak kental (Ditjen POM, 1979).

3.8 Uji Efek Penurunan Kadar Asam Urat

3.8.1 Pembuatan suspensi CMC Na 1% sebagai kontrol negatif

Pembuatan suspensi CMC Na 1% dilakukan dengan cara sebagai berikut: Sebanyak 1 g CMC Na ditaburkan ke dalam lumpang yang berisi air suling panas sebanyak 20 ml. Didiamkan selama 15 menit hingga diperoleh masa yang transparan, digerus hingga berbentuk gel dan diencerkan dengan sedikit air suling, kemudian dituang ke dalam labu tentukur 100 ml, ditambah air suling sampai batas tanda.

3.8.2 Pembuatan suspensi allopurinol 0,1% sebagai kontrol positif

Pembuatan suspensi allopurinol dilakukan dengan cara sebagai berikut: ditimbang 10,625 mg serbuk dari 20 tablet allopurinol yang telah dihaluskan dan dihomogenkan (mengandung 10 mg allopurinol), dimasukkan ke dalam lumpang, di gerus. Lalu ditambahkan suspensi CMC Na 1% kemudian dihomogenkan. Dituang ke dalam labu tentukur 10 ml, ditambah CMC Na 1% sampai batas tanda.


(42)

26

3.8.3 Pembuatan larutan kalium oksonat 0,5% (B/V)

Pembuatan larutan kalium oksonat dilakukan dengan cara sebagai berikut: ditimbang sebanyak 50 mg kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 10 ml, ditambahkan aqua pro injeksi sampai batas tanda.

3.8.4 Pembuatan suspensi ekstrak etanol daun cocor bebek (EEDCB)

Pembuatannya dilakukan dengan cara sebagai berikut: ekstrak ditimbang masing-masing sebanyak 50 mg, 100 mg dan 200 mg, dimasukkan masing-masing ke dalam lumpang, ditambahkan sedikit suspensi CMC Na 1% dan digerus hingga homogen, selanjutnya dimasukkan masing-masing ke dalam labu tentukur, kemudian masing-masing konsentrasi dicukupkan dengan suspensi CMC Na 1% sampai 10 ml.

3.9 Penyiapan Hewan Percobaan

Hewan yang digunakan adalah mencit jantan dengan berat 20-30 g dibagi 5 kelompok, yaitu kelompok kontrol negatif, kelompok kontrol positif dan kelompok uji yang terdiri dari 3 dosis dan setiap kelompok terdiri dari 5 ekor mencit.

Sebelum digunakan sebagai hewan percobaan, semua mencit terlebih dahulu dipelihara selama kurang lebih dua minggu untuk penyesuaian lingkungan, mengontrol kesehatan dan berat badan, kemudian mencit dipuasakan (tidak diberi makan tapi tetap diberi minum) selama 18 jam.

3.10 Pengujian Efek Penurunan Kadar Asam Urat EEDCB

Sebelum pengujian mencit dipuasakan (tidak diberi makan tetapi tetap diberi minum) selama 18 jam. Hewan uji dikelompokan menjadi 5 kelompok,


(43)

27

yang masing-masing terdiri dari 5 ekor hewan uji. Kemudian masing-masing hewan uji dalam kelompok ditimbang dan diberi tanda pada bagian ekor.

Tiap kelompok diukur kadar asam urat puasa dengan diambil darah yang berasal dari vena ekor mencit. Kadar asam urat diukur dengan menggunakan strip

test Easy Touch®.

Semua kelompok mencit kemudian diinjeksi dengan kalium oksonat dosis 200 mg/kg BB secara intra peritoneal (ip). Satu jam kemudian diukur kadar asam urat darah mencit. Mencit dinyatakan hiperurisemia jika kadar asam uratnya 1,7-3,0 mg/dl. Setelah mencit hipeurisemia diberi perlakuan sebanyak sekali secara oral. Kelompok perlakuan tersebut adalah sebagai berikut:

a. Kelompok I : diberikan suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB b. Kelompok II : diberikan suspensi CMC Na 1%

c. Kelompok III : diberikan suspensi EEDCB dosis 50 mg/kg BB d. Kelompok IV : diberikan suspensi EEDCB dosis 100 mg/kg BB e. Kelompok V : diberikan suspensi EEDCB dosis 200 mg/kg BB

Satu jam kemudian diukur kadar asam urat darah mencit, lalu diukur kembali setelah 2 jam dan 3 jam dengan cara yang sama. Dicatat hasil pengukuran masing-masing kelompok perlakuan (Kristiani, dkk., 2013; Mariani, dkk., 2012; Muhtadi, dkk., 2012; Simamarta, dkk., 2012; Wanatabe, dkk., 2006). Selanjutnya dihitung persen penurunan kadar asam urat dengan rumus sebagai berikut;

Keterangan : a = kadar asam urat setelah induksi

b = kadar asam urat pada waktu pengamatan jam ke-t

% penurunan kadar asam urat = �−�


(44)

28

3.11 Penggunaan Alat

Kadar asam urat diukur dengan menggunakan strip test Easy Touch® yang bekerja secara enzimatis. Prosedur penggunaannya yaitu:

a. sesuaikan kode yang terdapat pada vial strip test dengan memori;

b. setelah sesuai masukkan memori ke dalam alat pengukur kadar asam urat; c. masukkan strip test untuk menghidupkan layar;

d. darah disentuhkan pada strip test, kemudian darah akan mengalir sampai ke zona reaksi dengan otomatis;

e. setelah 20 detik hasil pengukuran kadar asam urat akan ditampilkan pada layar.

3.12 Analisis Data

Data hasil penelitian dianalisis menggunakan analisis variasi (ANAVA) pada tingkat kepercayaan 95%, dilanjutkan dengan uji Tukey HSD untuk melihat perbedaan nyata antar kelompok perlakuan. Analisis statistik ini menggunakan program SPSS versi 18.


(45)

29

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Identifikasi Tanaman

Hasil identifikasi tumbuhan yang dilakukan di Pusat Penelitian dan Pengembangan LIPI Bogor, menunjukkan bahwa tumbuhan yang diteliti adalah

Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken, suku Crassulaceae.

4.2 Hasil Karakteristik

Hasil pemeriksaan makroskopik daun segar cocor bebek berbentuk lonjong atau bundar panjang, panjang 5-20 cm dan lebar 2,5-15 cm, berwarna hijau, ujung daun tumpul, pangkal daun membundar, pinggiran daun beringgit atau beringgit ganda, permukaan daun gundul dan rasanya sedikit asam. Hasil pemeriksaan makroskopik simplisia daun cocor bebek berkeriput berbentuk lonjong atau bundar panjang, berwarna hijau kecoklatan, ujung daun tumpul, pangkal daun membundar, pinggiran daun beringgit atau beringgit ganda dan rasanya sedikit asam.

Hasil pemeriksaan mikroskopik daun segar dan serbuk simplisia daun cocor bebek terlihat adanya epidermis dengan stomata tipe anomositik, mesofil meliputi sel parenkim besar, berbentuk bundar, dinding tipis didalamnya ada hablur kalsium oksalat bentuk prisma.

Hasil pemeriksaan karakterisasi dari serbuk simplisia daun cocor bebek dapat dilihat pada tabel 4.1.


(46)

30

Tabel 4.1 Hasil karakterisasi serbuk simplisia daun cocor bebek

No Karakteristik serbuk simplisia Simplisia

Kadar (%) Persy. MMI (%) 1 Kadar air 4,00 < 10 2 Kadar sari larut dalam air 38,07 ≥ 34.5 3 Kadar sari larut dalam etanol 15,67 ≥ 9 4 Kadar abu total 6,9 ≤ 12 5 Kadar abu tidak larut dalam asam 0,62 ≤1.5

Hasil karakterisasi serbuk simplisia memenuhi syarat berdasarkan persyaratan pada Materia Medika Indonesia Edisi V (1989). Kadar air simplisia adalah 4,00 %. Jika kadar air lebih dari 10% dapat terjadi proses pembusukan dan merusak bahan, sehingga tidak dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama. Penetapan kadar sari larut air untuk mengetahui banyaknya senyawa yang dapat larut dalam air. Penetapan kadar sari etanol dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa kimia yang larut dalam etanol (Ditjen POM, 1979). Penetapan kadar abu total bertujuan untuk mengetahui kadar senyawa-senyawa anorganik seperti logam Mg, Ca, Pb, dan Si. Pada penetapan kadar abu tidak larut asam, senyawa anorganik yang tidak larut adalah silikat yang menunjukkan pengotor dari pasir.

Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak etanol daun cocor bebek menunjukan hasil yang sama, dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 4.2 Hasil skrining fitokimia serbuk simplisia dan ekstrak daun cocor bebek

No Pemeriksaan Serbuk simplisia Ekstrak 1 Steroid/Triterpenoid + +

2 Alkaloida + +

3 Flavonoida + +

4 Glikosida + +

5 Tanin + +

6 Saponin + +

7 Antrakinon - -

Keterangan : (+) = menunjukan hasil (-) = tidak menunjukan hasil


(47)

31

Berdasarkan hasil skrining fitokimia diatas, menunjukkan bahwa tanaman cocor bebek mengandung hampir semua metabolit sekunder, kecuali antrakinon. Adanya metabolit sekunder seperti tersebut di atas sangat berhubungan dengan khasiat tanaman ini secara farmakologi. Adanya steroid/triterpenoid maupun flavonoid yang terdapat di dalam tanaman ini sangat mendukung tanaman ini sebagai obat antihiperurisemia. Menurut Wirda (2001), steroid/triterpenoid berperan dalam menghilangkan nyeri. Nyeri biasanya dialami oleh penderita hiperurisemia, sedangkan flavonoid berperan sebagai inhibitor xantin oksidase (Umameswari, 2013).

4.3 Pengujian efek penurunan kadar asam urat

Hiperusemia pada mencit dilakukan dengan cara diinduksi dengan menggunakan larutan kalium oksonat. Pengukuran kadar asam urat dilakukan dengan menggunakan alat pengukur kadar asam urat Easy Touch®. Kalium oksonat dapat digunakan sebagai penginduksi asam urat, karena kalium oksonat dapat bekerja menghambat enzim urikase yang mengubah asam urat menjadi allantoin sehingga kadar asam urat darah meningkat.

Untuk menentukan dosis dalam penelitian ini, dilakukan orientasi dosis terlebih dahulu dengan dosis 50, 100, 200 dan 400 mg/kg BB. Pada saat orientasi dosis 400 mg/kg BB menunjukkan hasil penurunan kadar asam urat yang tidak berbeda dengan kelompok 200 mg/kg BB, sehingga akhirnya dipilih hanya tiga dosis yaitu dosis 50, 100 dan 200 mg/kg BB. Hasil pengukuran kadar asam urat dapat dilihat pada tabel dan grafik kadar asam urat rata-rata dari berbagai perlakuan dibawah ini:


(48)

32

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Kadar Asam Urat

Kelompok Perlakuan Berat Badan (g) Kadar Puasa (mg/ dL) Perlakuan

Induksi 1 jam 2 jam 3 jam CMC Na

1% (Kontrol Negatif)

24.5 1.5 3.3 3.5 3.9 4.3 25.0 1.6 4.2 4.5 5.0 5.2 24.8 1.6 3.2 3.4 3.4 3.8 25.1 1.5 3.5 3.6 4.6 5.0 24.3 1.5 3.3 3.3 3.5 4.2

Rata-rata 24.74 1.54 3.5 3.66 4.08 4.5

Allopurinol (Positif)

25.0 1.5 3.8 3.4 2.5 2.1 23.6 1.5 3.6 2.8 2.4 2.0 24.5 1.7 3.5 3.1 2.2 2.0 24.2 1.5 3.7 3.2 2.2 2.0 24.8 1.6 3.5 2.6 2.3 2.0

Rata-rata 24.42 1.56 3.62 3.02 2.32 2.02

EEDCB 50 mg/ Kg

BB

24.4 1.5 3.5 3.1 2.8 2.5 25.1 1.5 3.4 3.1 2.5 2.4 24.5 1.6 3.5 3.2 2.9 2.6 24.8 1.7 3.8 3.4 2.8 2.7 24.5 1.6 3.6 3.2 2.7 2.7

Rata-rata 24.64 1.58 3.56 3.2 2.74 2.58

EEDCB 100 mg/ Kg

BB

24.6 1.5 3.5 2.7 2.3 2.1 25.2 1.6 3.8 2.9 2.5 2.0 24.3 1.6 3.6 3.2 2.3 2.1 25.0 1.7 3.4 3.0 2.4 2.0 24.7 1.6 3.6 3.3 2.3 2.1

Rata-rata 24.76 1.6 3.58 3.02 2.32 2.06

EEDCB 200 mg/ Kg

BB

25.1 1.5 3.4 2.6 2.3 2.0 24.2 1.7 3.8 3.5 2.4 2.1 24.5 1.5 3.6 3.3 2.3 2.0 24.5 1.5 3.7 3.1 2.4 2.1 23.9 1.6 3.5 2.8 2.4 2.0


(49)

33

Gambar 4.1 Grafik Kadar Asam Urat Rata-rata Vs Waktu

Berdasarkan grafik diatas dapat dilihat bahwa setelah terinduksi, kelompok perlakuan yang diberikan CMC Na 1 %, suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDCB 50 mg/kg BB, suspensi EEDCB 100 mg/kg BB dan suspensi EEDCB 200 mg/kg BB, kadar asam uratnya mengalami kenaikan. Hal ini disebabkan kalium oksonat telah bekerja menghambat enzim urikase sehingga kadar asam urat di dalam darah mencit meningkat.

Pada jam ke-1, ke-2, dan ke-3, kelompok yang diberikan suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, suspensi EEDCB 50, 100 dan 200 mg/kg BB memberikan efek penurunan kadar asam urat. Kelompok yang diberikan suspensi CMC Na 1 % tidak memberikan efek penurunan kadar asam urat.

Untuk melihat kekuatan ektrak etanol daun daun cocor bebek dan allopurinol dalam menurunkan kadar asam urat, maka dihitung persen penurunan kadar asam urat. Data persen penurunan kadar asam urat dianalisa secara statistik dengan metode ANAVA lalu dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD untuk semua kelompok perlakuan dari jam ke-1 sampai dengan jam ke-3 dan dilakukan

0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 Puasa Setelah terinduksi

Jam ke-1 Jam ke-2 Jam ke-3

suspensi Allopurinol 10 mg/kg BB (kontrol positif) suspensi EEDCB 50 mg/kg BB

suspensi EEDCB 100 mg/kg BB

suspensi EEDCB 200 mg/kg BB

suspensi CMC Na 1% (kontrol negatif) K ada r A sa m U ra t ( mg /dl ) Waktu (jam)


(50)

34

perhitungan persen penurunan kadar asam urat rata-rata setiap kelompok perlakuan setelah pemberian suspensi allopurinol dan suspensi ekstrak etanol daun daun cocor bebek. Hasil perhitungan persen penurunan kadar asam urat rata-rata setiap kelompok perlakuan dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 4.4 Persen Penurunan Kadar Asam Urat

Kelompok Perlakuan Berat Badan (g) Kadar Puasa (mg/dL) Perlakuan

1 jam 2 jam 3 jam Allopurinol

(Positif)

25.0 1.5 10.53 34.21 44.74 23.6 1.5 22.22 33.33 44.44 24.5 1.7 11.43 37.14 42.86 24.2 1.5 13.51 40.54 45.95 24.8 1.6 25.71 34.29 42.85

Rata-rata 24.42 1.56 16.68 35.90 44.17

EEDCB 50 mg/ Kg

BB

24.4 1.5 11.43 20.00 28.57 25.1 1.5 8.82 26.47 29.41 24.5 1.6 8.57 17.14 25.71 24.8 1.7 10.52 26.32 28.95 24.5 1.6 11.11 25.00 25.00

Rata-rata 24.64 1.58 10.09 22.99 27.53

EEDCB 100 mg/ Kg BB

24.6 1.5 22.86 34.29 40.00 25.2 1.6 23.68 34.21 47.37 24.3 1.6 11.11 36.11 41.67 25.0 1.7 11.76 29.41 41.18 24.7 1.6 8.33 36.11 41.67

Rata-rata 24.76 1.6 15.55 34.03 42.38

EEDCB 200 mg/ Kg BB

25.1 1.5 23.53 32.35 41.18 24.2 1.7 7.89 36.84 44.74 24.5 1.5 8.33 36.11 44.44 24.5 1.5 16.22 35.14 43.24 23.9 1.6 20.00 31.42 42.86

Rata-rata 24.44 1.56 15.19 34.37 43.29

Data persen penurunan kadar asam urat setelah dianalisis secara statistik dengan metode ANAVA dan dilanjutkan dengan uji Post Hoc Tukey HSD dapat dilihat pada table dibawah ini:


(51)

35

Tabel 4.5 Post Hoc Tukey Jam ke 1

Tukey HSDa

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05 1

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/ kg BB 5 10.0900

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/ kg BB 5 15.1940

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/ kg BB 5 15.5480

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB 5 16.6800

Sig. .351

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Uji Tukey HSD pada jam ke-1 dengan perlakuan masing-masing diulang sebanyak 5 kali menunjukkan hasil bahwa kelompok perlakuan yang diberikan suspensi EEDCB 50 mg/kg BB, suspensi EEDCB 200 mg/kg BB, suspensi EEDCB 100 mg/kg BB dan suspensi allopurinol 10 mg/kg BB menunjukkan persen penurunan kadar asam urat yang tidak berbeda signifikan, dengan nilai signifikansi 0,351 (p>0,05). Persen penurunan kadar asam urat yang paling kuat adalah suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, selanjutnya diikuti oleh suspensi suspensi EEDCB 100 mg/kg BB, suspensi EEDCB 200 mg/kg BB dan yang paling lemah adalah suspensi EEDCB 50 mg/kg BB.

Tabel 4.6 Post Hoc Tukey Jam ke 2

Tukey HSDa

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/ kg BB 5 22.9860

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/ kg BB 5 34.0260

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/ kg BB 5 34.3720

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB 5 35.9020

Sig. 1.000 .782

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.


(52)

36

Uji Tukey HSD pada jam ke-2 dengan perlakuan masing-masing diulang sebanyak 5 kali menunjukkan bahwa kelompok perlakuan yang diberikan suspensi EEDCB 50 mg/kg BB memiliki persen penurunan kadar asam urat yang berbeda signifikan dengan EEDCB 100 mg/kg BB, suspensi EEDCB 200 mg/kg BB dan suspensi allopurinol 10 mg/kg BB. Pada tabel juga terlihat bahwa suspensi EEDCB 100 mg/kg BB memiliki persen penurunan kadar asam urat yang tidak berbeda signifikan dengan suspensi EEDCB 200 mg/kg BB dan suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, nilai signifikannya adalah 0,782(p>0,05). Persen penurunan kadar asam urat yang paling kuat adalah suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, selanjutnya diikuti oleh suspensi EEDCB 100 mg/kg BB dan suspensi EEDCB 200 mg/kg BB.

Tabel 4.7 Post Hoc Tukey Jam ke 3

Tukey HSDa

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/ kg BB 5 27.5280

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/ kg BB 5 42.3780

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/ kg BB 5 43.2920

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB 5 44.1680

Sig. 1.000 .511

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Uji Tukey HSD pada jam ke-3 dengan perlakuan masing-masing diulang sebanyak 5 kali menunjukkan bahwa kelompok perlakuan yang diberikan suspensi EEDCB 50 mg/kg BB memiliki persen penurunan kadar asam urat yang berbeda signifikan dengan EEDCB 100 mg/kg BB, suspensi EEDCB 200 mg/kg BB dan suspensi allopurinol 10 mg/kg BB. Pada tabel juga terlihat bahwa suspensi EEDCB 100 mg/kg BB memiliki persen penurunan kadar asam urat yang tidak


(53)

37

berbeda signifikan dengan suspensi EEDCB 200 mg/kg BB dan suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, nilai signifikannya adalah 0,511(p>0,05). Persen penurunan kadar asam urat yang paling kuat adalah suspensi allopurinol 10 mg/kg BB, selanjutnya diikuti oleh suspensi EEDCB 200 mg/kg BB dan suspensi EEDCB 100 mg/kg BB.

Berikut ditampilkan secara grafik batang persentase penurunan kadar asam urat setiap jam.

Gambar 4.2 Grafik Persentase Penurunan Kadar Asam Urat Vs Waktu

Berdasarkan grafik diatas menunjukan persentase penurunan kadar asam urat yang ditunjukan oleh Allopurinol dosis 10 mg/kg BB, EEDCB dosis 100 mg/kg BB dan EEDCB dosis 200 mg/kg BB pada setiap jam tidak jauh berbeda.

0 5 10 15 20 25 30 35 40 45 50

Jam ke-1 Jam ke-2 Jam ke-3

suspensi Allopurinol 10 mg/kg BB

suspensi EEDCB 50 mg/kg BB

suspensi EEDCB 100 mg/kg BB

suspensi EEDCB 200 mg/kg BB

P er sent ase pe nur una n k ada r asam ur at ( % ) Waktu (jam)


(54)

38

Peningkatan dosis EEDCB dua kali lipat yaitu dosis 200 mg/kg BB hanya meningkatkan efek penurunan kadar asam urat sedikit lebih tinggi dari dosis 100 mg/kg BB. Jadi dapat disimpulkan bahwa dosis yang paling efektif pada penurunan kadar asam urat mencit adalah dosis 100 mg/kg BB.

Menurut Zastrow dan Bourne (2001), peningkatan dosis obat seharusnya akan meningkatkan respon yang sebanding dengan dosis yang ditingkatkan, namun dengan meningkatnya dosis peningkatan respon akhirnya akan menurun, karena sudah tercapai dosis yang sudah tidak dapat meningkatkan respon lagi.

Senyawa aktif yang diduga berperan dalam menurunkan kadar asam urat darah adalah flavonoid. Flavonoid dilaporkan dapat menghambat kerja enzim xantin oksidase sehingga dapat menurunkan kadar asam urat yang berlebih. Xantin oksidase merupakan enzim yang mengubah hipoxantin menjadi xantin dan xantin menjadi asam urat (Umameswari, 2013). Selain flavonoid, cocor bebek juga mengandung steroid yang bersifat sebagai antiinflamasi (Wirda, 2001). Adanya sifat antiinflamasi dari cocor bebek dapat mengurangi pembengkakkan akibat penumpukkan kristal asam urat. Menurut Safitri, dkk., (2013) cocor bebek juga efektif sebagai analgesik, sehingga dapat meredakan nyeri yang biasanya disebabkan oleh penumpukan asam urat yang berlebih. Cocor bebek juga berkhasiat sebagai peluruh air seni, sehingga mempercepat eksresi asam urat. Umumnya sifat-sifat farmakologis tanaman untuk mengobati asam urat mempunyai sifat inhibitor xantin oksidase, dan antiinflamasi. Begitu juga dengan pengobatan modern menggunakan obat sintesis yang bekerja inhibitor xantin oksidase, dan antiiflamasi (Mariani, dkk., 2012).


(55)

39

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol daun cocor bebek cukup efektif menurunan kadar asam urat. Hal ini memberikan gambaran atas potensi daun cocor bebek yang dapat dikembangkan menjadi produk herbal yang bermanfaat sebagai obat antihiperusemia.


(56)

40

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

Kesimpulan di dalam penelitian ini adalah :

a. Hasil pemeriksaan karakteristik daun cocor bebek memenuhi syarat Materia Medika Indonesia yaitu kadar air 4,00%, kadar sari larut dalam air 38,07%, kadar sari larut dalam etanol 15,67%, kadar abu total 6,9% dan kadar abu tidak larut dalam asam 0,62%.

b. Ekstrak etanol daun cocor bebek dapat menurunkan kadar asam urat dalam darah mencit jantan dengan dosis efektif 100 mg/kg BB.

5.2 SARAN

a. Disarankan untuk penelitian selanjutnya dilakukan uji efek penurunan kadar asam urat dari daun cocor bebek dengan menggunakan penginduksi lain seperti makanan yang mengandung purin tinggi.

b. Disarankan bagi penderita gangguan ginjal, penggunaan dalam bentuk sediaan jamu/seduhan dihindari karena cocor bebek mengandung kalsium oksalat.


(57)

41

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI. (1989). Materia Medika Indonesia. Jilid V. Cetakan Pertama. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI. Halaman 290-294. Depkes RI. (1995). Materia Medika Indonesia. Jilid VI. Cetakan Keenam. Jakarta:

Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan RI. Halaman 247-251, 297-304, 321-325.

Depkes RIa. (2000). Investaris Tanaman Obat Indonesia (I). Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 147-148.

Depkes RIb. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Departemen Kesehatan RI. Halaman 1-17.

Dewiyanti, I.D., Filailla, E., Megawati, dan Yuliani, T. (2012). The Antidiabetic Activity of Cocor Bebek Leaves (Kalanchoe pinnata Lam. Pers.) Ethanolic Extract from Various Areas. The Journal Of Tropical Life

Science. 2(2): 37-39.

Dipiro, J.T. (1997). Pharmacotherapy A Pathophysiologic Approach 3th edition.

New York: The McGraw-Hill Companies, Inc. Halaman: 1755-1760. Ditjen POM. (1979). Farmakope Indonesia. Edisi III. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia. Halaman 9, 902.

Ditjen POM. (1995). Farmakope Indonesia. Edisi IV. Jakarta: Departemen Keseharan Republik Indonesia. Halaman 855, 896, 898, 1035.

Fajriah, S. (2011). Isolasi, Identifikasi dan Uji Aktivitas Biologi dari Fraksi Etil Asetat Daun Cocor Bebek (Bryophyllum pinnatum (Lam.) Oken). Tesis. Depok: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Indonesia

Farnsworth, N.R. (1966). Biological and Phytochemical Screening Of Plants. J. Pharm. Sci. 55(3): 264.

Gaw, A., Murphy, M.J. Robert, O’reilly, C.D., Stewart, M.J., dan Stepherd, J. (2011). Biokimia Klinis: Teks Bergambar. Edisi ke-4. Diterjemahkan oleh: dr.Albertus Agung Mahode dan July Manurung. Jakarta: EGC. Halaman: 12-14.


(58)

42

Haidari, F., Seid, K. A., Majid, M. S., Soltan, A. M., dan Mohammad, R. R. (2011). Effect of Parsley (Petroselinum crispum) and Its Flavonol Constituents, Kaempferol and Quercetion, on Serum Uric Acid Level, Biomarkers of Oxidative Stress, and Liver Xantine Oxidoreductase Activity in Oxonate-Inducated Hyperuricemic Rats. Iranian journal of

pharmaceutical research. 10(4): 811-819.

Harborne, J.B. (1987). Metode Fitokimia. Terjemahan Kosasih Padmawinata dan Iwang Soediro. Bandung: Penerbit ITB. Halaman 4, 70-72, 127, 155. Harmita. dan Radji, M. (2008). Buku Ajar Analisis Hayati. Edisi III. Jakarta:

Penerbit EGC. Halaman: 24.

Hasyim, N., Pare, K.L., Junaid, I., dan Kurniati, A. (2012). Formulasi dan Uji Efektivitas Gel Luka Bakar Ekstrak Daun Cocor Bebek (Kalachoe pinnata L.) pada Kelinci (Oryctolagus cuniculus). Majalah Farmasi dan

Farmakologi. 16(2): 89-94.

Katzung, B.G. (2002). Farmakologi: Dasar dan Klinik. Jilid 3. Diterjemahkan oleh: Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran UNAIR. Jakarta: Salemba Medika. Halaman: 246.

Kristiani, R.D., Rahayu, D., dan Subarnas, A. (2013). Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Akar Pakis Tangkur (Polypodium feei) pada Mencit Jantan.

Bionatura-Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik. ISSN 1411-0903: 174-177.

Mariani, I., Bahri, S., dan Awaluddin, S. (2012). Aktivitas Antihiperurisemia Ekstrak Etanol Herba Suruhan (Peperomia pellucida (L.) Kunth) pada Mencit Jantan. Journal of Pharmaceutics and Pharmacology. 1(1): 37-43. Mazzali, M., Hugnes, J., Kim, Y.G., Jefferson, J., Kang, D. H., Gordon, K. L.,

Lan, H. Y., Krvlighn, S., dan Johnson, R. J. (2001). Elevated uric acid increases blood pressure in the rats by a novel independent mechanism.

Hypertension. 32(2001):1101-1106.

Muhtadi, Suhendi, A., Nurcahyanti, W., dan Sutrisna, E.M. (2012). Potensi Daun Salam (Syzigium polyanthum Walp.) dan Biji Jinten Hitam (Nigella sativa Linn) Sebagai Kandidat Obat Herbal Terstandar Asam Urat. Pharmacon 13(1): 30-36

Murray, K.R., Granner, K.D., dan Rodwell, W.V. (2003). Biokimia Harper. Edisi 27. Jakarta: EGC. Halaman: 216.


(1)

67

Lampiran 19. Hasil Perhitungan Persen Penurunan Kadar Asam Urat ANAVA

Tests of Normality

Perlakuan Kolmogorov-Smirnova Shapiro-Wilk

Statistic df Sig. Statistic df Sig.

Jam_1 Suspensi Allopurinol dosis

10 mg/kg BB

.278 5 .200* .859 5 .223

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/ kg BB

.232 5 .200* .867 5 .254

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/ kg BB

.301 5 .156 .826 5 .130

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/ kg BB

.238 5 .200* .899 5 .406

Jam_2 Suspensi Allopurinol dosis

10 mg/kg BB

.307 5 .140 .861 5 .232

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/ kg BB

.284 5 .200* .848 5 .188

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/ kg BB

.327 5 .087 .802 5 .083

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/ kg BB

.227 5 .200* .904 5 .431

Jam_3 Suspensi Allopurinol dosis

10 mg/kg BB

.238 5 .200* .900 5 .409

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/ kg BB

.297 5 .172 .843 5 .175

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/ kg BB

.397 5 .010 .762 5 .039

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/ kg BB

.191 5 .200* .936 5 .638

a. Lilliefors Significance Correction

*. This is a lower bound of the true significance.

Test of Homogeneity of Variances

Levene Statistic df1 df2 Sig.

Jam_1 6.860 3 16 .003

Jam_2 1.499 3 16 .253


(2)

68

Lampiran 20. Hasil Uji Tukey Persen Penurunan Kadar Asam Urat

ANOVA

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Jam_1 Between Groups 128.605 3 42.868 1.154 .358

Within Groups 594.452 16 37.153

Total 723.056 19

Jam_2 Between Groups 530.407 3 176.802 17.890 .000

Within Groups 158.124 16 9.883

Total 688.531 19

Jam_3 Between Groups 938.403 3 312.801 77.657 .000

Within Groups 64.448 16 4.028


(3)

69

Jam_1

Tukey HSDa

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05 1

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/ kg BB 5 10.0900

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/ kg BB 5 15.1940

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/ kg BB 5 15.5480

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB 5 16.6800

Sig. .351

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Jam_2

Tukey HSDa

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/ kg BB 5 22.9860

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/ kg BB 5 34.0260

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/ kg BB 5 34.3720

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB 5 35.9020

Sig. 1.000 .782

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.

Jam_3

Tukey HSDa

Perlakuan

N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/ kg BB 5 27.5280

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/ kg BB 5 42.3780

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/ kg BB 5 43.2920

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB 5 44.1680

Sig. 1.000 .511

Means for groups in homogeneous subsets are displayed. a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 5.000.


(4)

70

Multiple Comparisons

Tukey HSD Dependent Variable

(I) Perlakuan (J) Perlakuan

Mean Difference

(I-J)

Std.

Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound Upper Bound

Jam_1 Suspensi

Allopurinol dosis 10 mg/kg BB

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/kg BB

6.59000 3.8550 4

.351 -4.4393 17.6193

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/kg BB

1.13200 3.8550 4

.991 -9.8973 12.1613

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/kg BB

1.48600 3.8550 4

.980 -9.5433 12.5153

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/kg BB

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB

-6.59000 3.8550 4

.351

-17.6193

4.4393

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/kg BB

-5.45800 3.8550 4

.508

-16.4873

5.5713

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/kg BB

-5.10400 3.8550 4

.562

-16.1333

5.9253

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/kg BB

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB

-1.13200 3.8550 4

.991

-12.1613

9.8973

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/kg BB

5.45800 3.8550 4

.508 -5.5713 16.4873

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/kg BB

.35400 3.8550 4

1.000

-10.6753

11.3833

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/kg BB

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB

-1.48600 3.8550 4

.980

-12.5153

9.5433

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/kg BB

5.10400 3.8550 4

.562 -5.9253 16.1333

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/kg BB

-.35400 3.8550 4

1.000

-11.3833

10.6753

Jam_2 Suspensi

Allopurinol dosis 10 mg/kg BB

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/kg BB

12.91600* 1.9882 4

.000 7.2276 18.6044

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/kg BB

1.87600 1.9882 4

.782 -3.8124 7.5644

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/kg BB

1.53000 1.9882 4


(5)

71

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/kg BB

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB

-12.91600*

1.9882 4

.000

-18.6044

-7.2276

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/kg BB

-11.04000*

1.9882 4

.000

-16.7284

-5.3516

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/kg BB

-11.38600*

1.9882 4

.000

-17.0744

-5.6976

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/kg BB

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB

-1.87600 1.9882 4

.782 -7.5644 3.8124

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/kg BB

11.04000* 1.9882 4

.000 5.3516 16.7284

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/kg BB

-.34600 1.9882 4

.998 -6.0344 5.3424

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/kg BB

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB

-1.53000 1.9882 4

.867 -7.2184 4.1584

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/kg BB

11.38600* 1.9882 4

.000 5.6976 17.0744

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/kg BB

.34600 1.9882 4

.998 -5.3424 6.0344

Jam_3 Suspensi

Allopurinol dosis 10 mg/kg BB

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/kg BB

16.64000* 1.2693 3

.000 13.0084 20.2716

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/kg BB

1.79000 1.2693 3

.511 -1.8416 5.4216

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/kg BB

.87600 1.2693 3

.899 -2.7556 4.5076

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/kg BB

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB

-16.64000*

1.2693 3

.000

-20.2716

-13.0084 Suspensi EEDCB

dosis 100 mg/kg BB

-14.85000*

1.2693 3

.000

-18.4816

-11.2184 Suspensi EEDCB

dosis 200 mg/kg BB

-15.76400*

1.2693 3

.000

-19.3956

-12.1324 Suspensi EEDCB

dosis 100 mg/kg BB

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB

-1.79000 1.2693 3

.511 -5.4216 1.8416

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/kg BB

14.85000* 1.2693 3

.000 11.2184 18.4816

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/kg BB

-.91400 1.2693 3


(6)

72

Suspensi EEDCB dosis 200 mg/kg BB

Suspensi Allopurinol dosis 10 mg/kg BB

-.87600 1.2693 3

.899 -4.5076 2.7556

Suspensi EEDCB dosis 50 mg/kg BB

15.76400* 1.2693 3

.000 12.1324 19.3956

Suspensi EEDCB dosis 100 mg/kg BB

.91400 1.2693 3

.888 -2.7176 4.5456