Dinamika Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being

26

2.1.5 Dinamika Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being

Penelitian yang dilakukan, Ryff 1989: 1070 menemukan bahwa faktor- faktor demografis seperti usia, jenis kelamin, status sosial ekonomi dan budaya mempengaruhi perkembangan psychological well-being seseorang . Perbedaan rentang usia berdasarkan data yang didapatkan dari penelitian Ryff menunjukan akan penguasaan lingkungan dan otonomi kemandirian seiring dengan perbandingan usia yaitu antara usia 25-39, usia 40-59, dan 60-74. Tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi, secara jelas, menunjukan penurunan seiring dengan bertambahnya usia. Sedangkan dari sisi penerimaan diri dan hubungan positif dengan orang lain menunjukan variasi skor kesejahteraan berdasarkan usia. Adanya suatu perbedaan gender pria atau wanita. Faktor jenis kelamin menunjukan perbedaan yang signifikan pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi dimana wanita menunjukan angka kesejahteraan yang lebih tinggi dari pada pria. Perbedaan status ekonomi maupun perbedaan status pekerjaan memicu terbentukya kelas-kelas sosial. Hal ini akan mempengaruhi seberapa baik kondisi psikis seseorang dalam menjalani hidup. Perbedaan status sosial juga mendukung seberapa mandiri seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidup. Hasil penelitian Ryff dalam Leddy, 2006: 143 menunjukan bahwa orang dengan status pekerjaan yang tinggi memiliki kesejahteraan psikologis yang tinggi, serta kesejahteraan psikologis meningkat seiring dengan meningkatnya tingkat pendidikan seseorang. Status pekerjaan yang tinggi atau tingginya tingkat pendidikan seseorang 27 menunjukan bahwa individu memiliki faktor pengaman misalnya: uang, ilmu, dan keahlian dalam hidupnya untuk menghadapi masalah, tekanan dan tantangan. Sistem nilai individualisme-kolektivisme memberi dampak terhadap psychological well-being yang dimiliki suatu masyarakat. Budaya barat memiliki skor yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri dan dimensi otonomi, sedangkan budaya timur yang menjunjung tinggi nilai kolektivisme, memiliki skor yang tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain.

2.2 GURU HONORER

2.2.1 Pengertian Guru Honorer

Dalam pengertian sederhana, guru adalah orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya. Guru dalam pandangan masyarakat adalah orang yang melaksanakan pendidikan ditempat-tempat tertentu, tidak mesti dilembaga pendidikan formal tetapi bisa juga di lembaga pendidikan nonformal seperti masjid, surau, dirumah dan sebagainya Djamarah, 2000: 34. Sedangkan guru honorer adalah guru tidak tetap yang belum berstatus minimal sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil CPNS, dan digaji per-jam pelajaran. Seringkali mereka digaji secara sukarela, dan bahkan di bawah gaji minimum yang telah ditetapkan secara resmi. Secara kasat mata, mereka sering nampak tidak jauh berbeda dengan guru tetap, bahkan mengenakan seragam Pegawai Negeri Sipil layaknya seorang guru tetap. Hal tersebut sebenarnya sangat menyalahi aturan yang telah ditetapkan pemerintah. Secara fakta, mereka berstatus pengangguran terselubung. Pada umumnya, mereka menjadi tenaga sukarela demi diangkat menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil melalui jalur