D. Implikasi yang Muncul Akibat Terjadinya Pernikahan Campuran di
Desa Teluk Awur
Seseorang dalam mengambil sebuah keputusan, akan selalu mempertimbangkan konsekuensi atas keputusan tersebut. Setiap keputusan
yang diambil selalu membawa dua kemungkinan, antara untung dan rugi. Untung dan rugi tersebut adalah konsekuensi yang didapat seseorang apabila
siap mengambil sebuah keputusan, hal ini juga yang dirasakan oleh perempuan yang melakukan pernikahan campuran. Perempuan Desa Teluk
Awur dalam mengambil keputusan untuk menikah campur tentu saja sudah siap dengan konsekuensi yang mereka dapatkan. Konsekuensi itu tidak hanya
berupa kerugian, tetapi dapat juga berupa sebuah keuntungan. Berikut adalah implikasi yang mencul dari adanya pernikahan campuran di Desa Teluk
Awur:
1. Aspek Ekonomi
Dampak ekonomi yang ditimbulkan dari adanya pernikahan campuran antara perempuan Desa Teluk Awur dengan Warga Negara
Asing dapat ditanggapi secara positif maupun negatif oleh pihak-pihak yang bersangkutan, yaitu perempuan Desa Teluk Awur sendiri.
Perempuan Desa Teluk Awur yang mendampatkan dampak berupa keuntungan, akan menanggapi positif pernikahan yang dijalaninya,
sedangkan perempuan yang merasa tidak diuntungkan dalam hal ekonomi dari pernikahannya, akan menanggapi pernikahan campuran secara biasa
saja.
Keuntungan yang diperoleh para perempuan Desa Teluk Awur dalam bentuk ekonomi dapat berupa materi yang terlihat seperti rumah,
tanah, mobil, perusahaan, atau kekayaan. Berikut adalah hasil wawancara penulis dengan NA:
Mbiyen si emang aku karo bojoku ngontrak omahe tonggoku Mbak. Tapi saiki wis Alhamdulillah lah wis iso gawe omah dewe,
yo ora ketang omahe ora sebanding karo omah kontrakanku mbiyen. Pertama tuku tanahe ndisik, terus mbangun sitik-sitik. Iki
yo soko duite bojoku sing saben sasi dikirim, tak lumpukke sitihik- sithik, terus yo dadi omah ngene iki. Omah iki lagi setengah tahun
tak enggoni Mbak, wong kontrakanku mbiyen wis do bolong kentenge.
Dulu si memang saya dan suami saya kontrak rumahnya tetangga saya Mbak. Tapi sekarang sudah Alhamdulillah lah sudah bisa
membuat rumah sendiri, ya walaupun rumahnya tidak sebanding dengan rumah kontrakan saya dulu. Pertama beli tanahnya dulu,
terus mbangun sedikit-sedikit. Ini ya uangnya suami saya, yang tiap bulan dikirimi, saya kumpulkan sedikit demi sedikit, lalau ya
jadi rumah seperti ini. Rumah ini baru setengah tahun saya tempati Mbak, soalnya kontrakan saya dulu sudah pada bocor
gentingnya. Wawancara tanggal: 3 April 2013
NA mendapatkan keuntungan berupa rumah dari hasil
pernikahannya dengan suaminya Warga Negara Italia. NA mengumpulkan sedikit demi sedikit uang dari kiriman suaminya tiap
bulan, sampai bisa membangun rumah yang bisa ditempati bersama anak- anaknya. Berikut adalah gambar rumah yang ditempati NA bersama
anak-anaknya dari hasil pernikahannya bersama Warga Negara Asing:
Gambar 5. Rumah perempuan pelaku pernikahan campuran Sumber: dokumentasi pribadi penulis
Rumah yang dibangun NA memang bukan rumah yang besar dan mewah, tapi setidaknya NA sudah bisa memiliki rumah sendiri walaupun
hanya berukuran kecil. NA juga mendapatkan keuntungan lain selama menjalankan pernikahannya dengan suaminya yang berasal dari Italia itu.
NA setiap bulannya masih dikirim uang jatah bulanan untuk mencukupi kebutuhan NA dan anak-anaknya walaupun suaminya berada di Italia.
Pernikahan yang dijalani NA dengan suaminya yang berasal dari Italia itu ternyata membawa dampak yaitu berupa naiknya status ekonomi NA di
tengah masyarakat. Keuntungan dalam hal ekonomi ternyata juga dirasakan oleh
perempuan Desa Teluk Awur lainnya, yaitu M. M juga merasa mendapatkan keuntungan dari pernikahannya dengan suaminya yang
berasal dari Perancis. M adalah salah satu perempuan Desa Teluk Awur yang terpaksa menikah karena himpitan ekonomi untuk menghidupi anak
dan adik-adiknya. Pernikahan M dengan suaminya yang berasal dari Perancis ternyata memang membawa dampak berupa dampak ekonomi.
M setiap bulannya diberi uang jatah bulanan untuk menghidupi adik dan orang tuanya di Demak, selain itu M masih diberi uang jatah bulanan
untuk kebutuhan sehari-hari M dan anaknya. M yang merupakan pendatang di Desa Teluk Awur ini sekarang sudah menempati rumah
yang diberikan suaminya dengan mengatas namakan M sebagai pemilik, selain itu untuk keseharian M masih dibekali suaminya dengan mobil
bermerek APV. Berikut adalah hasil wawancara penulis dengan M: Nggih ngeten niki Mbak ingkang kulo gadhah. Kulo sih saben
dintene kesa-kesah ngagem sepeda motor, tapi nek badhe kesah tebih nggih kulo ngagem mobil ingkang diparingi bapakne. Tiap
bulane si kulo mesti diparingi jatah kalih bapakne kangge kulo, nggih tak bagi-bagi piyaMbak kangge ngirim tiyang sepuhe kulo
ten Demak, terus nggih kangge kebutuhane kulo ten mriki. Daleme kulo niki nggih dapringi bapakne sami mawon diatas
namakke kulo. Ya memang begini Mbak yang saya punya, saya si setiap harinya
pergi-pergi naik sepeda motor, tapi ya kalau mau pergi jauh ya saya pakai mobil yang dikasih bapaknya. Tiap bulan saya pasti
dikasih jatah bulanan sama bapakanya buat saya, tapi ya saya bagi-bagi sendiri jatah buat ngirim orang tua di Demak, terus ya
buat kebutuhan saya disini. Rumah saya ini kan dikasih bapaknya sama saja diatas namakan saya.
Wawancara tanggal: 5 April 2013 Nasib yang berbeda ternyata dirasakan oleh salah satu perempuan
Desa Teluk Awur yaitu SM. SM yang mempunyai seorang suami yang berasal dari Maroko tidak banyak mendapatkan keuntungan berupa
materi dari suaminya. SM adalah salah satu perempuan yang dalam rumah tangganya pengaturan dipegang oleh suami. SM selalu berada di
samping suami, bahkan SM tidak diberi kebebasan untuk memegang
uang dari suaminya, sehingga kebutuhan SM sehari-hari harus diatur oleh suami. Berikut adalah hasil wawancara penulis dengan SM:
Kulo mboten dicekeli arto kalih bapake kog Mbak. Kulo nek maem kan mesti kalih bapake, kesah pundi-pundi nggih kalih
bapake. Dadose mboten butuh arto kangge nopo-nopo. Niki anake kulo nggih nek butuh nopo-nopo mpun dicekapi kalih bapake.
Tiyang Maroko kan hampir sami kalih tiyang arab Mbak, dados menawi mboten percoyo kalih kulo nek mbeto arto.
Saya tidak dipegangi uang sama bapaknya kok Mbak. Saya kalau makan kan pasti sama bapaknya, pergi kemana-mana juga sama
bapaknya. Jadi tidak perlu uang buat apa-apa. Orang Maroko kan hampir sama kaya orang Arab Mbak, jadi mungkin tidak percaya
sama saya kalau memegang uang. Wawancara tanggal: 3 April 2013
Nasib SM walaupun tidak seberuntung dengan perempuan-
perempuan Desa Teluk Awur yang lain, tapi tidak pernah mempermasalahkan hubungan pernikahannya dengan suaminya. Materi
bukan tujuan SM menikah dengan suaminya, sehingga apapun yang didapatkan SM selama pernikahannya dengan suaminya, akan SM terima
dengan senang hati. SM saat ini sudah menikmati hidupnya bersama suami dan anaknya. Hidup SM dan anaknya sudah dicukupi saja sudah
keuntungan bagi SM secara pribadi.
2. Aspek Sosial Budaya