HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kualitas Perekat Likuida Bambu 1. Kenampakan Perekat Likuida
Dari penelitian yang telah dilakukan diperoleh warna perekat likuida bambu coklat kehitaman. Warna tersebut sedikit agak berbeda dengan warna yang
ditetapkan oleh standar SNI 06-4567-1998 tentang warna perekat phenol formaldehid yang berwarna merah kehitaman yang mungkin disebabkan karena
penggunaan beberapa bahan kimia dalam pembuatan perekat likuida bambu seperti phenol teknis, H
2
SO
4
98 , formalin, NaOH 40 , serta melamin formaldehid serta suhu dan waktu pemasakan yang secara dominan
mempengaruhi warna perekat likuida menjadi lebih gelap. Selain itu terdapat beberapa butiran – butiran atau serat – serat kecil dalam
perekat likuida yang menyebabkan warna menjadi lebih gelap. Beberapa butiran kecil – kecil tersebut karena proses pembuatan perekat likuida dengan
menggunakan bahan baku bambu yang memiliki serat yang panjang sehingga serat tersebut tidak terpotong secara sempurna. Menurut penelitian Masri 2005
mengenai tandan kosong kelapa sawit, bahwa penggunaan ukuran serbuk 20 – 60 mess dinilai lebih efisien dan ditetapkan sebagai ukuran yang optimal dari segi
kenampakan perekat. Perekat likuida ini berupa cairan yang agak kental sehingga perlu
dicairkan lagi dengan menggunakan air agar lebih mudah dalam penyemprotan perekat likuida pada partikel bambu saat pembuatan papan partikel dengan
perbandingan 1 : 1 dalam berat.
2. Derajat Keasaman pH
Dalam penelitian ini untuk menentukan keasaman perekat likuida dengan adanya penambahan NaOH 40 yang berfungsi sebagai katalis dalam
mempercepat pengerasan resin serta menambah waktu gelatinasi sehingga masa simpan storage life menjadi lebih lama, yang diukur dengan menggunakan pH
meter untuk mengetahui pH sasaran yang diinginkan.
Keasaman perekat likuida pada penelitian ini sebesar 8,04. Nilai ini masih diatas pH netral 7, sehingga perekat yang bersifat basa akan lebih mudah
diaplikasikan dan perekat tidak mudah rusak, karena keasaman dengan nilai dibawah 7 akan mengurangi waktu simpan dan perekat yang dihasilkan mudah
rusak. Peningkatan pH ini sangat diperlukan karena pH yang asam akan merusak kayu Ruhendi dkk, 2000 dalam Widiyanto, 2002. Menurut Maloney 1993
bahwa dengan semakin tinggi pH maka akan semakin lama waktu penyimpanan. Menurut SNI 06-4567-1998, pH perekat berkisar antara 10,0 – 13,0. Akan
tetapi penelitian ini mengacu pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Masri 2005, yang menyatakan bahwa pH 8 memiliki taraf yang optimal sebagai
perekat likuida.
3. Kekentalan Viskositas
Kekentalan yang dimiliki oleh perekat likuida merupakan salah satu faktor yang penting, karena menunjukan kemampuan perekat dapat mengalir pada
permukaan yang direkat sehingga dapat menyebar merata pada permukaan sirekat. Dengan semakin tinggi kekentalan maka kemampuan untuk membasahi
permukaan sirekat dan dapat berpenetrasi kedalam sirekat menjadi sulit dan dengan semakin kecil nilai viskositas maka perekat memiliki kemampuan untuk
membasahi permukaan sirekat dan dapat berpenetrasi kedalam sirekat sehingga dapat meningkatkan kualitas dari perekat tersebut. Akan tetapi jika semakin encer
maka kualitas perekat tersebut akan semakin rendah. Untuk itu perlu adanya nilai viskositas optimal agar kualitas perekat tetap baik Ruhendi dkk, 2000 dalam
Widiyanto, 2002. Dari penelitian Setiawan 2004 menyatakan bahwa semakin tinggi formalin yang diberikan maka akan semakin encer.
Nilai viskositas dari perekat likuida bambu adalah 150 cps. Nilai yang dihasilkan ini sesuai dengan standar SNI 06-4567-1998, yaitu sebesar 130 – 300
cps sehingga nilai ini sudah optimal untuk kualitas perekat likuida.
4. Berat Jenis BJ