DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Kuesioner 2. Skor Kuesioner
3. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas 4. Hasil Uji Chi-Square
5. Daftar Mahasiswa Jurnalistik 2004-2007 Responden 6. Surat Bimbingan
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Satu hal yang menarik dan tentu saja termasuk yang essensial dalam kehidupan manusia, adalah kebebasan berbicara atau berpendapat. Mengapa hal
tersebut menjadi menarik, sebab berbicara selain merupakan kekayaan manusia sebagai media. Selain itu berbicara juga menjadi salah satu ciri yang membedakan
dari makhluk Tuhan lainnya. Berbicara juga merupakan salah satu bentuk ekspresi manusia berpikir.
Negara juga menjamin kebebasan individu dalam berbicara maupun memperoleh informasi, hal ini tertuang di dalam pasal 28 F UUD 1945, setelah
amandemen ke-2 yang mengatakan setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.
Serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang ada.
1
Persoalan berbicara dan berpendapat memang berkaitan dengan sejarah pertumbuhan pers. Pers lahir bermula dari sejarah perjuangan manusia tentang
kebebasan berbicara dan berpendapat. Sejarah pers membuktikan begitu besarnya peranan media dalam menjunjung tinggi hak dan kebebasan berbicara setiap
anggota masyarakat, bahkan pada perjalanan selanjutnya.
1
D. Lawrence Kincaid dan Wilburscram, Asas-asas Komunikasi Antar Manusia, Jakarta: LP3ES, 1997, h. 6
Hingga saat ini pers tetap dipandang sebagai kekuatan moral yang mampu menggerakkan
semangat demokrasi.
Memenangkan atau
mengalahkan kepentingan-kepentingan, mendukung atau menumbangkan kekuasaan, sehingga
kebebasan pers itu sendiri pada akhirnya merupakan fasilitas untuk menunjukkan adanya keterkaitan yang kuat antara kebebasan tersebut dengan kebebasan-
kebebasan dasar lainnya yakni kebebasan berbicara, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berpendapat.
2
Segala yang berkaitan dengan pers adalah soal kebebasan berbicara maupun berpendapat, peran media yang besar pun memang
terbukti ampuh dalam hal menaklukan, seperti menjatuhkan seorang Presiden. Pantaslah jika dikatakan pers mampu mempengaruhi massa karena daya
persuasinya yang kuat dan pengaruhnya yang besar kepada masyarakat. Pers merupakan salah satu kekuatan sosial yang menjalankan kontrol
secara bebas dan bertanggung jawab, baik terhadap masyarakat maupun terhadap kekuatan-kekuatan sosial lainnya. Efektivitas pengaruhnya dapat dilihat pada
bukti-bukti yang menyiratkan terjadinya peristiwa luar biasa sebagai akibat dari perilaku pers, baik akibat positif maupun negatif. Kisah kemenangan Jimmy
Carter di Amerika, popularitas politik Saddam Hussein di Irak, tumbangnya kekuasaan Marcos di Filiphina, rontoknya pemerintahan orde baru di Indonesia,
semuanya tidak terlepas dari peran-peran sosial politik yang dimainkan pers.
3
Jelas sekali jika dikatakan pers adalah salah satu kekuatan sosial, terbukti dengan efektifitas pengaruh yang besar dengan hasil yang luar biasa yang terjadi hampir
2
Asep Saiful Muhtahadi, Jurnalistik Pendekatan Teori dan praktik Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, h. 14
3
Ibid, h. 48
di setiap negara, yang semua itu tidak lain adalah peran besar yang dilakukan oleh pers.
Pers Indonesia memiliki andil yang cukup besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Terbukti dengan tulisan-tulisan yang begitu tajam
mampu menggugah “mata dunia” terhadap perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Namun sayangnya setelah Indonesia merdeka, di era 50 an
pers dijadikan sebagai alat propaganda partai-partai politik, pada era tersebut pers bukan lagi menjadi suara publik melainkan telah menjadi kepentingan politik. Era
reformasi yang merubah ketatanegaran Indonesia ternyata berimplikasi terhadap kebebasan pers. Media massa begitu bebas meng ekspose apapun tanpa melihat
implikasi dari pemberitaan tersebut. Sehingga setelah itu mulai diadakan penataan agar pers Indonesia memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat.
Sistem pers di Indonesia mengacu pada teori pers tanggung jawab sosial.
4
Asumsi utama teori ini adalah bahwa kebebasan mengandung di dalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan. Maka pers harus bertanggung jawab pada
pemerintah. Ini menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pers yang kritis dan mencoba menjalankan kontrol sosial. Ada rambu-rambu yang tidak tertulis, yang
tidak bisa dilanggar. Apabila kita cermati, dalam tubuh pers terdapat “dikotomi”, yaitu terbelah
menjadi dua sisi yang berbeda. Pertama, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik dalam menyampaikan
informasi, pada sisi ini yang diutamakan adalah segi-segi iidil. Kedua, kita
4
Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta : PT, Raja Garafindo Persada, 2005, Cet. Ke- 2, h. 75
melihat pers sebagai perusahaan yang bermotif mencari keuntungan.
5
Maka dari itu apabila tidak bijaksana, akan terjadi ketidaksinambungan antara kepentingan
iidil dan kepentingan komersial, dalam hal ini penerbitlah yang menentukan segi kepentingan yang diutamakan.
Kebebasan pers harus dijaga sebagai hak yang tidak dapat dicabut dari kebebasan dalam masyarakat. Yang dimaksud dengan kebebasan pers adalah
kebebasan dan tanggung jawab untuk mendiskusikan, mempertanyakan, dan menantang tindakan dan pernyataan pemerintah serta masyarakat dan lembaga
swasta. Jurnalis menjunjung tinggi hak untuk menyuarakan opini–opini yang tidak populer dan hak istimewa untuk sependapat dengan mayoritas.
6
Kebebasan pers adalah hak warga masyarakat untuk mengetahui masalah atau fakta publik
dan hak kebebasan masyarakat untuk mengekspresikan pikiran dan pendapatnya. Kebebasan pers bukan diartikan sebagai bebas yang semaunya dan tidak
profesional. Karenanya pers harus bertanggung jawab. Maka dari itu perlu dibedakan antara kebebasan pers yang sebenarnya dengan bukan kebebasan pers
yang kebablasan, seperti kutipan menarik dibawah ini: “Kebebasan pers jangan diartikan bisa bersikap “semau gue” atau yang
sering disebut Crussading journalism, hantam asal hantam dengan dalih seakan- akan hanya untuk kepentingan The Underdogs. Tetapi harus memperhatikan
moral, mutu, dan etika jurnalis…”
7
Agama Islam juga dapat diterapkan dalam kebebasan pers. Dalam hal ini media massa diharuskan menyampaikan informasi sesuai dengan syariat Islam,
seperti menyampaikan berita secara jujur, adil serta tidak merugikan pihak
5
Eko Kahya, Perbandingan Sistem dan Kemerdekaan Pers, Bandung: Pustaka Bani Quraisyi, 2004, h. 46-47
6
Horea Salajan, dkk., ABC Paket Berita TV Jawa Barat: PJTV Program Pelatihan Jurnalistik Televisi, 2001, h. 10.
7
Purwadaksi, “Pandangan Jaringan Media Profetik,” h. 14
manapun. Secara tidak langsung seorang praktisi komunikasi massa berkewajiban mematuhi norma-norma yang berlaku dalam Islam.
Jurnalistik Islam mengemban misi amar ma’ruf nahi munkar, maka pesan yang disampaikan pun diusahakan mempengaruhi komunikankhalayak agar
berperilaku sesuai dengan ajaran Islam. Jurnalistik Islam tentu saja menghindari hal-hal yang dilarang, seperti gambar-gambar atau ungkapan pornografis,
menjauhkan promosi kemaksiatan atau hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam seperti fitnah, pemutarbalikkan fakta, berita bohong, mendukung
kemunkaran. Jurnalistik Islam harus mampu mempengaruhi khalayak agar menjauhi kemaksiatan, dan menawarkan solusi Islam atas setiap masalah.
8
Kebebasan pers harus diperhatikan oleh semua pihak dan semua lapisan masyarakat. Tidak terkecuali mahasiswa jurnalistik yang dalam hal ini dijadikan
responden dalam menyelesaikan skripsi ini. Peneliti sangat berharap hasil dari penelitian ini dapat menggambarkan bagaimana respon sekaligus tanggapan
mahasiswa mengenai kebebasan pers di Indonesia. Dari hasil yang didapat pun akan terlihat jelas apakah mahasiswa jurnalistik mengikuti sejauh mana
perkembangan pers di Indonesia. Mahasiswa jurnalistik dalam hal ini begitu sangat penting menyikapi
permasalahan kebebasan pers yang terjadi di Indonesia, tentu saja hal ini sangat terkait erat dengan jurusan yang mahasiswa ambil yaitu jurnalistik, jurusan yang
akan menjadikan mahasiswa tersebut berprofesi sebagai seorang pers. Profesi yang menuntut tanggung jawab dan memerlukan kesadaran yang tinggi, yang
8
Asep Syaiful M. Romli, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003, h. 119-120
dalam hal ini seorang pers harus memiliki kecakapan dan keterampilan serta pengetahuan jurnalistik yang memadai dalam menjalankan profesinya.
9
Penelitian ini terasa menarik khususnya bagi para mahasiswa jurnalistik, sebab penelitian ini dapat dipelajari sebagai suatu sumber pengetahuan sekaligus
sebagai motivasi bagi para jurnalis untuk lebih meningkatkan ilmu pengetahuan jurnalistik yang memadai dalam menjalankan profesinya. Selain itu juga sebagai
pelengkap eksistensi khususnya mahasiswa jurnalistik Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai juru dakwah, juru penerang, dan tenaga professional
bimbingan keagamaan bagi masyarakat. Atas dasar pemikiran di atas maka, peneliti tertarik untuk meneliti tentang
Respon Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi 2004-2007 terhadap Kebebasan Pers di Indonesia.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada respon mahasiswa jurnalistik 2004-2007 terhadap kebebasan pers di
Indonesia. Sedangkan pengertian dari respon adalah tanggapan, reaksi, jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi
Dengan demikian pembatasan masalahnya ditekankan pada respon yang diberikan mahasiswa, yakni respon positif atau respon negatif dengan adanya
kebebasan pers yang ada di Indonesia. Adapun mahasiswa yang merespon positif menganggap bahwa kebebasan pers dapat memotivasi wartawan untuk lebih maju
9
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005, h. 1
dan berani mengungkapkan fakta tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta tidak memasung ide dan kreativitas wartawan dalam membuat
suatu berita, artinya mahasiswa mendukung adanya kebebasan pers. Sedangkan yang merespon negatif berarti mahasiswa tidak menyetujui atau dengan kata lain
menolak dengan adanya kebebasan pers karena akan muncul pemberitaan yang bebas dan berdampak tidak baik karena tidak adanya batasan yang jelas bagi para
wartawan dalam membuat suatu berita Penelitian ini dilakukan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. H. Juanda 95 Ciputat dengan pertimbangan lokasitempat penelitian adalah kampus dari peneliti sendiri yang
dapat dijangkau dengan mudah oleh peneliti
2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dari penelitian ini yaitu: a. Bagaimanakah respon mahasiswa jurnalistik terhadap kebebasan pers yang
ada di Indonesia? b. Faktor apakah yang mendorong munculnya respon mahasiswa terhadap
kebebasan pers yang ada di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Setelah memahami permasalahan yang diteliti, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis respon mahasiswa jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi terhadap kebebasan pers yang ada di Indonesia.
2. Untuk melihat faktor pendorong munculnya respon pada mahasiswa atas kebebasan pers yang ada di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk mengembangkan dan mengkaji tentang ilmu-ilmu yang terkait dalam ilmu jurnalistik, yakni ilmu–ilmu khusus jurnalistik seperti bahasa
jurnalistik, produksi media, produksi siaran televisi dan sebagainya. 2. Untuk institusi atau jurusan adalah sebagai wadah dalam memunculkan
mata kuliah baru jurnalistik. 3. Untuk mahasiswa diharapkan penelitian ini dapat memperkaya ilmu dalam
bidang kejurnalistikan, serta dapat menumbuhkan kreativitas berfikir mahasiswa.
E . Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini ada beberapa literatur yang berkaitan dengan topik pembahasan yang memberikan inspirasinya dan mendasarinya penelitian.
a. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Purwadaksi Rahmat dalam skripsinya yang berjudul “ Pandangan Jaringan Media Profetik
JMP Terhadap Kebebasan Pers di Indonesia”, didapatkan hasil penelitian bahwa pers adalah penting dalam kehidupan pers, tapi akan lebih
bermakna jika disertai tanggung jawab semua pihak, termasuk jurnalis boleh bebas dalam mengeluarkan ide dan pendapatnya. Namun bebas di
sini harus bisa dipertanggungjawabkan dan bukan sekedar bebas sebebas- bebasnya.
b. Berdasarkan sumber dari forum freedom yang berjudul kebebasan pers melalui wawancara oleh Hamid Basyaib dari Freedom Institute disiarkan
lewat jaringan radio 68H oleh Andreas Harsono, Senin 14 November 2005. Didapatkan hasil bahwa kebebasan pers adalah bagian dari hak asasi
manusia. UUD 45 pasal 28 berbunyi: “Setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan
sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan,
mengolah, dan
menyampaikan informasi
dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Jadi pengertiannya luas
sekali. Meski begitu kita juga pernah mengalami penindasan, kecurigaan, dan alasan-alasan lain yang terlalu jelas. Intinya: pers dibungkam.
c. Berdasarkan sumber dari buku Jurnalistik teori dan Praktik karangan Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, 2006 yang
dikemukakan oleh Mitchel V. Charnley dalam bukunya Reporting mengemukakan bahwa kebebasan pers itu bukan berarti, “Hey Pemerintah,
jangan ikut campur Tetapi artinya “Jangan ikut campur sehingga media dapat membantu rakyat memelihara sistem demokrasi”. Menurutnya
kebebasan pers adalah sarana, bukan tujuan: pelindungnya adalah publik, bukan penerbit. Publik atau rakyat dalam hal ini diwakili oleh undang-
undang dan aparat penegaknya.
Penelitian ini tentu saja berbeda dari penelitian sebelumnya, penelitian ini menekankan pada respon mahasiswa jurnalistik terhadap kebebasan pers di
Indonesia, serta untuk melihat bagaimana respon mahasiswa terhadap penelitian
ini. Adapun mahasiswa yang merespon positif menganggap bahwa kebebasan pers dapat memotivasi wartawan untuk lebih maju dan berani mengungkapkan fakta
tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta tidak memasung ide dan kreatifitas wartawan dalam membuat suatu berita, artinya mahasiswa
mendukung adanya kebebasan pers. Sedangkan yang merespon negatif berarti mahasiswa tidak menyetujui atau dengan kata lain menolak dengan adanya
kebebasan pers karena akan muncul pemberitaan yang bebas dan berdampak tidak baik karena tidak adanya batasan yang jelas bagi para wartawan dalam membuat
suatu berita Penelitian dilakukan pada mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi
dengan menggunakan kuesioner kepada 75 orang responden. Dari data yang dihasilkan nanti akan terlihat dengan jelas bagaimana mahasiswa jurnalistik
merespon kebebasan pers yang ada di Indonesia saat ini. Mahasiswa yang selalu mengikuti perkembangan pers akan mempermudah mereka dalam merespon
penelitian ini. Tehnik penulisan dalam skripsi ini dibuat berdasarkan buku Pedoman
Penulisan Karya Ilmiah Skripsi, Tesis dan Disertasi yang diterbitkan oleh CeQDA Center for Quality Development and Assurance UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan, skripsi ini terbagi menjadi lima bab dan setiap bab diuraikan dalam sub bab dengan sistematika penyusunan sebagai berikut:
Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka serta
sistematika penulisan. Bab II : Landasan teori menjelaskan tentang respon dan kebebasan pers. Adapun
penjelasan tentang respon meliputi teori, pengertian, macam-macam dan faktor terbentuknya. Sedangkan penjelasan tentang kebebasan pers meliputi pengertian
pers dan jurnalistik, sistem pers, kode etik wartawan dan etika pers dalam Islam. Bab III : Metodologi penelitian yang meliputi penentuan lokasi penelitian,
paradigma dan desain penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional dan indikator penelitian, tehnik pengumpulan data, sumber data, uji
instrumen yang terdiri dari uji validitas dan reliabilitas, dan metode analisis data. Bab IV : Temuan lapangan dan analisa data yang meliputi gambaran umum
jurusan “Jurnalistik” yang terdiri atas visi, misi, prospek profil lulusan, tujuan, sejarah, latar belakang berdirinya, karakteristik responden, dan hasil uji
instrumen. Sedangkan analisis data lapangan terdiri atas uji skala likert dan uji chi-square.
Bab V : Penutup yang terdiri atas kesimpulan dan saran.
BAB II LANDASAN TEORETIS
A. Ruang Lingkup Teori Respon
Dalam pembahasan teori respon tidak lepas dari pembahasan proses teori komunikasi, karena respon merupakan timbal balik dari apa yang
dikomunikasikan terhadap orang-orang yang terlibat proses komunikasi. Komunikasi menampakkan jalinan sistem yang utuh dan signifikan, sehingga
proses komunikasi hanya akan berjalan secara efektif dan efisien apabila unsur- unsur didalamnya terdapat keteraturan.
10
Untuk melihat lebih jauh unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi dibawah ini digambarkan sebagai berikut
11
:
10
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, Bandung: PT. Rosda Karya, 1999, Cet. Ke-XII, h.18
11
Ibid, h. 19
Keterangan :
Sender : Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang
atau sejumlah orang. Encoding
: Penyandian, yaitu proses pengalihan pikiran dalam bentuk lambang.
Message : Pesan yang merupakan seperangkaian lambang bermakna yang
disampaikan oleh komunikator. Media
: Seluruh komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan.
Decoder : Persandian, yaitu proses dimana komunikan menetapkan
makna dalam lambang yang disampaikan komunikator kepadanya.
Response : Tanggapan seperangkat reaksi pada komunikator setelah
diterpa pesan. Sender
Encoding Message
Media Decoding
Noise
Receiver
Feedback Response
Feedback : Umpan balik, yaitu tanggapaan komunikan apabila
tersampaikan kepada komunikator. Noise
: Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang
berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.
Model komunikasi di atas menegaskan faktor-faktor kunci dalam komunikasi efektif. Komunikator harus tahu khalayak mana yang dijadikan
sasaran dan tanggapan apa yang diinginkannya. Ia harus terampil dalam menyandi pesan dengan memperhitungkan bagaimana komunikan sasaran biasanya
mengawasandi pesan. Komunikator harus mengirim pesan melalui media yang efisien dalam mencapai khalayak sasarannya.
12
Berikut akan diterangkan lebih jelas tentang teori-teori respon.
1. Teori S-O-R
Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimuli-Organism-Response, yang semula berasal dari psikologi, yang muncul antara tahun 1930 dan 1940. kalau
kemudian menjadi juga teori komunikasi, hal ini dikarenakan objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama. Yaitu manusia yang jiwanya
meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi. Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus, sehingga
seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan
12
Onong, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, h.19
reaksi komunikasi. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah: pesan stimulus, S, komunikan organism, O, dan efek response, R.
13
2. Pengertian Respon
Ahmad Subandi mengemukakan respon dengan istilah umpan balik feedback yang memiliki peranan atau pengaruh yang besar dalam menentukan
baik atau tidaknya suatu komunikasi.
14
Dengan adanya respon yang disampaikan dari komunikan kepada komunikator maka akan menetralisir kesalahan penafsiran
dalam sebuah proses komunikasi. Sedangkan menurut Poerdawarminta, respon diartikan sebagai tanggapan
reaksi dan jawaban.
15
Respon akan muncul dari penerimaan pesan setelah sebelumnya terjadi serangkaian komunikasi.
Secara etimologis “respon adalah tanggapan, reaksi, jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi.” Secara garis besar dan bersifat umum
tanggapan ialah gambaran pengamatan yang tinggal dikesadaran kita sesudah mengamati.
16
Para ahli dalam menafsirkan respon antara satu dan lainnya berbeda. Tetapi walaupun para ahli berbeda-beda dalam mendefinisikan tanggapan,
kesemuanya mempunyai titik kesamaan.
13
Onong uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, Bandung: PT, Citra Aditya Bakti, 2003, Cet. Ke-3, h. 254
14
Ahmad Subandi, Psikologi Sosial, Jakarta: Bulan Bintang, 1982, Cet II, h. 50
15
Poerdawarminta, Psikologi Komunikasi, Jakarta: UT, 1999 Cet III, h. 43
16
Sumaryadi Subrata, Psikologi Pendidikan, Jakarta: PT, Raja Grafindo Persada, 1995 Cet. Ke- VII, h. 36
Agus Sujanto mengemukakan bahwa yang disebut tanggapan adalah “pengamatan yang tinggal kesadaran kita yang sedang mengamati.”
17
Sementara Abu Ahmadi menjelaskan arti tanggapan sebagai berikut: “Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok, dapat diartikan
sebagai gambaran ingatan dari pengamatan dalam mana objek yang telah diamati tidak lagi berada dalam ruang waktu pengamatan. Jadi jika proses pengamatan
sudah berhenti hanya kesannya saja. Peristiwa demikian itu disebut sebagai “tanggapan”.
18
3. Macam-Macam Respon