Respon mahasiswa jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi 2004-2007 terhadap kebebasan pers di Indonesia
RESPON MAHASISWA JURNALISTIK FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI 2004-2007 TERHADAP
KEBEBASAN PERS DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh
MARIA ULFAH
NIM: 104051101946
PROGRAM STUDI KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(2)
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata 1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Juni 2009
(3)
RESPON MAHASISWA JURNALISTIK FAKULTAS
DAKWAH DAN KOMUNIKASI 2004-2007 TERHADAP
KEBEBASAN PERS DI INDONESIA
SKRIPSI
Diajukan kepada Fakultas Dakwah dan Komunikasi untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I)
Oleh Maria Ulfah NIM: 104051101946
Di bawah bimbingan,
Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si NIP: 150 275 288
PROGRAM STUDI KONSENTRASI JURNALISTIK
JURUSAN KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM
FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
(4)
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul RESPON MAHASISWA JURNALISTIK FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI 2004-2007 TERHADAP KEBEBASAN PERS DI INDONESIA telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Dakwah dan Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada 04 Juni 2009. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sosial Islam (S.Sos.I) Program Studi Konsentrasi Jurnalistik.
Jakarta, 04 Juni 2009
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota, Sekretaris Merangkap Anggota,
Drs. Wahidin Saputra, MA Rubiyanah, MA
NIP: 19700903 199 NIP: 19730822 199803 1 004
Penguji I, Penguji II,
Dra. Mahmudah Fitriah ZA, M. Pd Drs. Suhaimi, M. Si NIP: 19640212 199 703 2 001 NIP: 19670906 199403 1 002
Pembimbing,
Dra. Rini Laili Prihatini, M. Si NIP: 150 275 288
(5)
ABSTRAK
Maria Ulfah
Respon Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi 2004-2007 terhadap Kebebasan Pers di Indonesia
Persoalan berbicara dan berpendapat memang berkaitan dengan sejarah pertumbuhan pers. Pers lahir bermula dari sejarah perjuangan manusia tentang kebebasan berbicara dan berpendapat. Sejarah pers di Indonesia membuktikan begitu besarnya peranan media dalam menjunjung tinggi hak dan kebebasan berbicara setiap anggota masyarakat. Pers tetap dipandang sebagai kekuatan moral yang mampu menggerakkan semangat demokrasi, memenangkan atau mengalahkan kepentingan-kepentingan, mendukung atau menumbangkan kekuasaan, sehingga kebebasan pers itu sendiri pada akhirnya merupakan fasilitas untuk menunjukkan adanya keterkaitan yang kuat antara kebebasan tersebut dengan kebebasan-kebebasan dasar lainnya yakni kebebasan berbicara, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berpendapat.
Mahasiswa jurnalistik dalam hal ini perlu menyikapi permasalahan kebebasan pers yang terjadi di Indonesia, tentu saja hal ini sangat terkait erat dengan jurusan yang mahasiswa ambil yaitu jurnalistik, jurusan yang akan menjadikan mahasiswa tersebut berprofesi sebagai seorang pers.
Penelitian ini dilakukan Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis respon mahasiswa jurnalistik fakultas dakwah dan komunikasi terhadap kebebasan pers yang ada di Indonesia serta untuk melihat faktor pendorong munculnya respon pada mahasiswa atas kebebasan pers yang ada di Indonesia
Penelitian ini menggunakan paradigma kuantitatif dengan populasi adalah mahasiswa jurnalistik angkatan 2004-2007. Adapun tehnik pengambilan sampel adalah dengan cara stratifikasi random sampling. Pengumpulan data dalam penelitian menggunakan kuesioner. Analisa yang digunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan tehnik kuantitatif dengan menggunakan rumus rata-rata, frekuensi relatif, serta rumus uji chi square. Penelitian ini juga didahului dengan melakukan uji validitas dan realibilitas.
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat bahwa mahasiswa jurnalistik merespon permasalahan kebebasan pers ini secara positif, hal tersebut dikarenakan dari hasil uji chi square yang didapat bahwa dari uji coba menurut jenis kelamin dimana x²hit= 7.446 & x²tab=9.49 maka x²hit<x²tab atau x²tab lebih besar dari x²hitung, sama halnya dengan uji coba menurut tahun angkatan dimana x²hit=2.213 & x²tab=15.51 maka artinya tidak ada perbedaan yang signifikan dalam menanggapi respon walupun dilihat berdasarkan jenis kelamin dan tahun angkatan. Sedangkan faktor yang mempengaruhi respon positif dan negatif adalah faktor pemberitaan yang benar dan sesuai dengan fakta, pemberitaan yang tidak merugikan banyak pihak, pemberitaaan yang tidak mencemarkan nama baik, pemberitaan yang tidak menyudutkan pihak tertentu serta pemberitaan yang tidak menimbulkan perpecahan.
(6)
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim
Terukir rasa puji dan syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan hidayah dan inayah-Nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi besar Muhammad SAW beserta keluarga, sahabat dan umatnya yang senantiasa selalu istiqomah di jalan-Nya hingga akhir zaman.
Alhamdulillah pada akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini, penulis menyadari bahwa penulisan ilmiah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari kesempurnaan, namun penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Penulis menyadari skripsi ini tidaklah mungkin dapat terselesaikan tanpa dukungan dan dorongan dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih yang terhingga kepada:
1. yang paling tercinta dan tersayang Ayahanda Abd.Rokib dan Ibunda Mulia, yang senantiasa dengan ikhlas dan sabar dan tiada hentinya mendoakan serta memberikan restunya sehingga ananda dapat menyelesaikan studi di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. I Love u ever, ever, ever....
2. Bapak Drs. Arief Subhan MA, selaku Dekan Fakultas dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Drs. Suhaimi, M.Si selaku Ketua Konsentrasi Jurnalistik, Bapak terima kasih banyak ya atas motivasi dan bantuannya untuk menyelesaikan
(7)
skripsi ini, dan Dra. Rubiyanah, MA selaku Sekretaris Jurusan Konsentrasi Jurnalistik.
4. Dra. Rini Laili Prihatini M.si, sebagai dosen pembimbing yang telah sangat banyak meluangkan waktunya, serta dengan sabar dan ikhlas memberikan bimbingan, pengarahan, dan ilmunya kepada penulis. Ibuku sayang terima kasih banyak atas kesabarannya menghadapi penulis, memberikan motivasi selama ini, nasihat, serta masukan membangun, sehingga karena kebaikan itu semua skripsi ini dapat penulis selesaikan. Semoga silaturrahim kita yang terjalin dengan baik ini tidak akan putus. 5. Bapak dan Ibu dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi yang telah
memberikan ilmunya kepada penulis selama ini sehingga banyak hal bermanfaat yang penulis dapatkan.
6. Seluruh staff perpustakaan yang telah menyediakan dan memfasilitasi sehingga terlaksananya penulisan ini.
7. Untuk keluarga besarku, kakakku Akram, Tya & Eni, keponakan-keponakanku yang lucu, om dan tanteku terutama tanteku Rusda terima kasih atas do’a dan motivasinya.
8. Almarhumah nenekku tersayang Hj. Rohayah yang sudah lebih dulu pergi, yang Insya Allah telah menemukan kedamaian dan ketenangan, Ulfah yakin ibu terus doain aku disana. Miss u..
9. Seseorang yang selalu menyayangiku. Makasih ya atas perhatiannya. 10.PT. Austindo Solution khususnya ibu Novi atas izin yang diberikannya
selama ini untuk bimbingan ke kampus, sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
(8)
11. Teman-teman seperjuangan di jurnalistik 2004 Erman, Sofwan, Nofal, Neneng dan semua yang tidak disebutkan satu persatu, jurnalistik angkatan 2005-2007 terimakasih atas bantuannya mengisi angket.
12.Thanks so much to all crew da9enKz Plus, terutama tuk Dania Sagita makasih banyak ya mba tuk semua masukan, semangat dan bantuannya thanks banget, buat Upi, Layla, Fitri & Jo yang terus kasih semangat dan bantuan, Zee yang banyak banget kasih masukan, motivasi dan semangat thanks juga udah nemenin. I love you all....
13.Sepupu sekaligus adik dan teman setiaku Amelia, makasih ya udah kasih bantuan yang banyak banget, semangat dari teman-teman Genk Anush di AK, teman-teman Genk btozz, Sary, Ndak, dan Maya. juga tak lupa buat Rizwan, Mudzakir & Romely terima kasih banyak bantuannya sehingga selesai skripsi ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang langsung maupun tidak turut serta dalam membantu dan mendorong penulis dalam menyelesaikan pendidikan perguruan tinggi di UIN Jakarta.
Akhirnya penulis berharap semoga do’a yang telah diberikan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dari Allah SWT dan penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang membaca pada umumnya dan bagi segenap keluarga besar Jurusan Konsentrasi Jurnalistik pada khususnya.
Jakarta, Juni 2009
(9)
DAFTAR ISI
ABSTRAK... i
KATA PENGANTAR... ii
DAFTAR ISI... v
DAFTAR TABEL... viii
DAFTAR GAMBAR... ix
DAFTAR LAMPIRAN... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah... 1
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian... 7
1. Tujuan Penelitian... 7
2. Manfaat Penelitian... 8
D. Tinjauan Pustaka... 8
E. Sistematika Penulisan... 10
BAB II LANDASAN TEORETIS A. Ruang Lingkup Teori Respon... 12
1. Teori S-O-R... 14
2. Pengertian Respon... 14
3. Macam-macam Respon... 15
(10)
B. Jurnalistik dan Pers... 19
1. a. Pengertian Jurnalistik... 19
b. Pengertian Pers... 19
2. Sistem Pers Indonesia... 21
3. Kode Etik... 24
4. Etika Pers dalam Islam...26
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi Penelitian... 40
B. Paradigma dan Desain Penelitian... 40
C. Populasi dan Sampel Penelitian... 41
D. Variabel Penelitian... 42
E. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian... 43
F. Tehnik Pengumpulan Data... 47
1. Metode Angket... 47
2. Metode Dokumenter... 47
G. Sumber Data... 47
1. Data Primer... 47
2. Data Sekunder... 48
H. Uji Instrumen... 48
1. Validitas... 48
2. Realibilitas... 50
I. Metode Analisis Data... 51
(11)
2. Uji Chi-Square... 52
BAB IV TEMUAN LAPANGAN DAN ANALISA DATA A. Gambaran Umum... 54
1. Sejarah Singkat Konsentrasi Jurnalistik... 55
2. Profil dan Prospek Lulusan... 55
3. Visi Konsentrasi Jurnalistik... 56
4. Misi Konsentrasi Jurnalistik... 56
5. Tujuan Konsentrasi Jurnalistik... 57
B. Karakteristik Responden... 57
C. Hasil Uji Instrumen... 59
D. Analisa Data Lapangan... 59
1. Analisis Rangking (Skala Likert)... 59
2. Analisis Kai Kuadrat (Chi-Square)... 75
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan... 80
B. Saran... 81
DAFTAR PUSTAKA... 82 LAMPIRAN
(12)
DAFTAR TABEL
1. Tabel 1 Skala Likert... 51
2. Tabel 2 Karakteristik Respon Berdasarkan Jenis Kelamin... 58
3. Tabel 3 Karakteristik Respon Berdasarkan Tahun Angkatan... 58
4. Tabel 4 Rangking Pemberitaan yang Benar dan Sesuai dengan Fakta.. 60
5. Tabel 5 Rangking Pemberitaan yang tidak Merugikan Orang lain... 63
6. Tabel 6 Rangking Pemberitaan yang tidak Mencemarkan Nama Baik... 65
7. Tabel 7 Rangking Pemberitaan yang tidak Menyudutkan Pihak Tertentu... 68
8. Tabel 8 Rangking Pemberitaan yang tidak Menimbulkan perpecahan.. 71
9. Tabel 9 Rekapitulasi Rata-rata Skor Variabel... 73
10. Tabel 10 Kontingensi menurut Jenis Kelamin... 75
11. Tabel 11 Perhitungan x²... 76
12. Tabel 12 Kontingensi menurut Tahun Angkatan... 77
13. Tabel 13 Perhitungan x²... 78
(13)
DAFTAR GAMBAR
1. Gambar 1 Proses Unsur-unsur Komunikasi... 12 2. Gambar 2 Skema Kerangka Pemikiran Penelitian... 43
(14)
DAFTAR LAMPIRAN
1. Daftar Kuesioner 2. Skor Kuesioner
3. Hasil Uji Validitas dan Realibilitas 4. Hasil Uji Chi-Square
5. Daftar Mahasiswa Jurnalistik 2004-2007 (Responden) 6. Surat Bimbingan
(15)
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Satu hal yang menarik dan tentu saja termasuk yang essensial dalam kehidupan manusia, adalah kebebasan berbicara atau berpendapat. Mengapa hal tersebut menjadi menarik, sebab berbicara selain merupakan kekayaan manusia sebagai media. Selain itu berbicara juga menjadi salah satu ciri yang membedakan dari makhluk Tuhan lainnya. Berbicara juga merupakan salah satu bentuk ekspresi manusia berpikir.
Negara juga menjamin kebebasan individu dalam berbicara maupun memperoleh informasi, hal ini tertuang di dalam pasal 28 F UUD 1945, setelah amandemen ke-2 yang mengatakan setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang ada.1
Persoalan berbicara dan berpendapat memang berkaitan dengan sejarah pertumbuhan pers. Pers lahir bermula dari sejarah perjuangan manusia tentang kebebasan berbicara dan berpendapat. Sejarah pers membuktikan begitu besarnya peranan media dalam menjunjung tinggi hak dan kebebasan berbicara setiap anggota masyarakat, bahkan pada perjalanan selanjutnya.
1
D. Lawrence Kincaid dan Wilburscram, Asas-asas Komunikasi Antar Manusia, ( Jakarta: LP3ES, 1997), h. 6
(16)
Hingga saat ini pers tetap dipandang sebagai kekuatan moral yang mampu menggerakkan semangat demokrasi. Memenangkan atau mengalahkan kepentingan-kepentingan, mendukung atau menumbangkan kekuasaan, sehingga kebebasan pers itu sendiri pada akhirnya merupakan fasilitas untuk menunjukkan adanya keterkaitan yang kuat antara kebebasan tersebut dengan kebebasan-kebebasan dasar lainnya yakni kebebasan-kebebasan berbicara, kebebasan-kebebasan berkumpul, dan kebebasan berpendapat.2 Segala yang berkaitan dengan pers adalah soal kebebasan berbicara maupun berpendapat, peran media yang besar pun memang terbukti ampuh dalam hal menaklukan, seperti menjatuhkan seorang Presiden. Pantaslah jika dikatakan pers mampu mempengaruhi massa karena daya persuasinya yang kuat dan pengaruhnya yang besar kepada masyarakat.
Pers merupakan salah satu kekuatan sosial yang menjalankan kontrol secara bebas dan bertanggung jawab, baik terhadap masyarakat maupun terhadap kekuatan-kekuatan sosial lainnya. Efektivitas pengaruhnya dapat dilihat pada bukti-bukti yang menyiratkan terjadinya peristiwa luar biasa sebagai akibat dari perilaku pers, baik akibat positif maupun negatif. Kisah kemenangan Jimmy Carter di Amerika, popularitas politik Saddam Hussein di Irak, tumbangnya kekuasaan Marcos di Filiphina, rontoknya pemerintahan orde baru di Indonesia, semuanya tidak terlepas dari peran-peran sosial politik yang dimainkan pers.3 Jelas sekali jika dikatakan pers adalah salah satu kekuatan sosial, terbukti dengan efektifitas pengaruh yang besar dengan hasil yang luar biasa yang terjadi hampir
2
Asep Saiful Muhtahadi, Jurnalistik Pendekatan Teori dan praktik (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 14
3
(17)
di setiap negara, yang semua itu tidak lain adalah peran besar yang dilakukan oleh pers.
Pers Indonesia memiliki andil yang cukup besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Terbukti dengan tulisan-tulisan yang begitu tajam mampu menggugah “mata dunia” terhadap perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Namun sayangnya setelah Indonesia merdeka, di era 50 an pers dijadikan sebagai alat propaganda partai-partai politik, pada era tersebut pers bukan lagi menjadi suara publik melainkan telah menjadi kepentingan politik. Era reformasi yang merubah ketatanegaran Indonesia ternyata berimplikasi terhadap kebebasan pers. Media massa begitu bebas meng ekspose apapun tanpa melihat implikasi dari pemberitaan tersebut. Sehingga setelah itu mulai diadakan penataan agar pers Indonesia memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat.
Sistem pers di Indonesia mengacu pada teori pers tanggung jawab sosial.4 Asumsi utama teori ini adalah bahwa kebebasan mengandung di dalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan. Maka pers harus bertanggung jawab pada pemerintah. Ini menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pers yang kritis dan mencoba menjalankan kontrol sosial. Ada rambu-rambu yang tidak tertulis, yang tidak bisa dilanggar.
Apabila kita cermati, dalam tubuh pers terdapat “dikotomi”, yaitu terbelah menjadi dua sisi yang berbeda. Pertama, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik dalam menyampaikan informasi, pada sisi ini yang diutamakan adalah segi-segi iidil. Kedua, kita
4
Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta : PT, Raja Garafindo Persada, 2005), Cet. Ke-2, h. 75
(18)
melihat pers sebagai perusahaan yang bermotif mencari keuntungan.5 Maka dari itu apabila tidak bijaksana, akan terjadi ketidaksinambungan antara kepentingan iidil dan kepentingan komersial, dalam hal ini penerbitlah yang menentukan segi kepentingan yang diutamakan.
Kebebasan pers harus dijaga sebagai hak yang tidak dapat dicabut dari kebebasan dalam masyarakat. Yang dimaksud dengan kebebasan pers adalah kebebasan dan tanggung jawab untuk mendiskusikan, mempertanyakan, dan menantang tindakan dan pernyataan pemerintah serta masyarakat dan lembaga swasta. Jurnalis menjunjung tinggi hak untuk menyuarakan opini–opini yang tidak populer dan hak istimewa untuk sependapat dengan mayoritas.6 Kebebasan pers adalah hak warga masyarakat untuk mengetahui masalah atau fakta publik dan hak kebebasan masyarakat untuk mengekspresikan pikiran dan pendapatnya. Kebebasan pers bukan diartikan sebagai bebas yang semaunya dan tidak profesional. Karenanya pers harus bertanggung jawab. Maka dari itu perlu dibedakan antara kebebasan pers yang sebenarnya dengan bukan kebebasan pers yang kebablasan, seperti kutipan menarik dibawah ini:
“Kebebasan pers jangan diartikan bisa bersikap “semau gue” atau yang sering disebut Crussading journalism, hantam asal hantam dengan dalih seakan-akan hanya untuk kepentingan The Underdogs. Tetapi harus memperhatikan moral, mutu, dan etika jurnalis…”7
Agama Islam juga dapat diterapkan dalam kebebasan pers. Dalam hal ini media massa diharuskan menyampaikan informasi sesuai dengan syariat Islam, seperti menyampaikan berita secara jujur, adil serta tidak merugikan pihak
5
Eko Kahya, Perbandingan Sistem dan Kemerdekaan Pers, (Bandung: Pustaka Bani Quraisyi, 2004), h. 46-47
6
Horea Salajan, dkk., ABC Paket Berita TV (Jawa Barat: PJTV Program Pelatihan Jurnalistik Televisi, 2001), h. 10.
7
(19)
manapun. Secara tidak langsung seorang praktisi komunikasi massa berkewajiban mematuhi norma-norma yang berlaku dalam Islam.
Jurnalistik Islam mengemban misi amar ma’ruf nahi munkar, maka pesan yang disampaikan pun diusahakan mempengaruhi komunikan/khalayak agar berperilaku sesuai dengan ajaran Islam. Jurnalistik Islam tentu saja menghindari hal-hal yang dilarang, seperti gambar-gambar atau ungkapan pornografis, menjauhkan promosi kemaksiatan atau hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam seperti fitnah, pemutarbalikkan fakta, berita bohong, mendukung kemunkaran. Jurnalistik Islam harus mampu mempengaruhi khalayak agar menjauhi kemaksiatan, dan menawarkan solusi Islam atas setiap masalah.8
Kebebasan pers harus diperhatikan oleh semua pihak dan semua lapisan masyarakat. Tidak terkecuali mahasiswa jurnalistik yang dalam hal ini dijadikan responden dalam menyelesaikan skripsi ini. Peneliti sangat berharap hasil dari penelitian ini dapat menggambarkan bagaimana respon sekaligus tanggapan mahasiswa mengenai kebebasan pers di Indonesia. Dari hasil yang didapat pun akan terlihat jelas apakah mahasiswa jurnalistik mengikuti sejauh mana perkembangan pers di Indonesia.
Mahasiswa jurnalistik dalam hal ini begitu sangat penting menyikapi permasalahan kebebasan pers yang terjadi di Indonesia, tentu saja hal ini sangat terkait erat dengan jurusan yang mahasiswa ambil yaitu jurnalistik, jurusan yang akan menjadikan mahasiswa tersebut berprofesi sebagai seorang pers. Profesi yang menuntut tanggung jawab dan memerlukan kesadaran yang tinggi, yang
8
Asep Syaiful M. Romli, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003), h. 119-120
(20)
dalam hal ini seorang pers harus memiliki kecakapan dan keterampilan serta pengetahuan jurnalistik yang memadai dalam menjalankan profesinya.9
Penelitian ini terasa menarik khususnya bagi para mahasiswa jurnalistik, sebab penelitian ini dapat dipelajari sebagai suatu sumber pengetahuan sekaligus sebagai motivasi bagi para jurnalis untuk lebih meningkatkan ilmu pengetahuan jurnalistik yang memadai dalam menjalankan profesinya. Selain itu juga sebagai pelengkap eksistensi khususnya mahasiswa jurnalistik Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai juru dakwah, juru penerang, dan tenaga professional bimbingan keagamaan bagi masyarakat.
Atas dasar pemikiran di atas maka, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Respon Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi 2004-2007 terhadap Kebebasan Pers di Indonesia.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka penelitian ini dibatasi pada respon mahasiswa jurnalistik 2004-2007 terhadap kebebasan pers di Indonesia. Sedangkan pengertian dari respon adalah tanggapan, reaksi, jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi
Dengan demikian pembatasan masalahnya ditekankan pada respon yang diberikan mahasiswa, yakni respon positif atau respon negatif dengan adanya kebebasan pers yang ada di Indonesia. Adapun mahasiswa yang merespon positif menganggap bahwa kebebasan pers dapat memotivasi wartawan untuk lebih maju
9
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 1
(21)
dan berani mengungkapkan fakta tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta tidak memasung ide dan kreativitas wartawan dalam membuat suatu berita, artinya mahasiswa mendukung adanya kebebasan pers. Sedangkan yang merespon negatif berarti mahasiswa tidak menyetujui atau dengan kata lain menolak dengan adanya kebebasan pers karena akan muncul pemberitaan yang bebas dan berdampak tidak baik karena tidak adanya batasan yang jelas bagi para wartawan dalam membuat suatu berita
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jl. Ir. H. Juanda 95 Ciputat dengan pertimbangan lokasi/tempat penelitian adalah kampus dari peneliti sendiri yang dapat dijangkau dengan mudah oleh peneliti
2. Perumusan Masalah
Adapun perumusan masalah dari penelitian ini yaitu:
a. Bagaimanakah respon mahasiswa jurnalistik terhadap kebebasan pers yang ada di Indonesia?
b. Faktor apakah yang mendorong munculnya respon mahasiswa terhadap kebebasan pers yang ada di Indonesia?
C. Tujuan Penelitian
Setelah memahami permasalahan yang diteliti, ada beberapa tujuan yang hendak dicapai:
1. Untuk mengetahui dan menganalisis respon mahasiswa jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi terhadap kebebasan pers yang ada di Indonesia.
(22)
2. Untuk melihat faktor pendorong munculnya respon pada mahasiswa atas kebebasan pers yang ada di Indonesia.
D. Manfaat Penelitian
1. Untuk mengembangkan dan mengkaji tentang ilmu-ilmu yang terkait dalam ilmu jurnalistik, yakni ilmu–ilmu khusus jurnalistik seperti bahasa jurnalistik, produksi media, produksi siaran televisi dan sebagainya. 2. Untuk institusi atau jurusan adalah sebagai wadah dalam memunculkan
mata kuliah baru jurnalistik.
3. Untuk mahasiswa diharapkan penelitian ini dapat memperkaya ilmu dalam bidang kejurnalistikan, serta dapat menumbuhkan kreativitas berfikir mahasiswa.
E . Tinjauan Pustaka
Dalam penelitian ini ada beberapa literatur yang berkaitan dengan topik pembahasan yang memberikan inspirasinya dan mendasarinya penelitian.
a. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh Purwadaksi Rahmat dalam skripsinya yang berjudul “ Pandangan Jaringan Media Profetik (JMP) Terhadap Kebebasan Pers di Indonesia”, didapatkan hasil penelitian bahwa pers adalah penting dalam kehidupan pers, tapi akan lebih bermakna jika disertai tanggung jawab semua pihak, termasuk jurnalis boleh bebas dalam mengeluarkan ide dan pendapatnya. Namun bebas di sini harus bisa dipertanggungjawabkan dan bukan sekedar bebas sebebas-bebasnya.
(23)
b. Berdasarkan sumber dari forum freedom yang berjudul kebebasan pers melalui wawancara oleh Hamid Basyaib dari Freedom Institute disiarkan lewat jaringan radio 68H oleh Andreas Harsono, Senin 14 November 2005. Didapatkan hasil bahwa kebebasan pers adalah bagian dari hak asasi manusia. UUD 45 pasal 28 berbunyi: “Setiap orang berhak berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.” Jadi pengertiannya luas sekali. Meski begitu kita juga pernah mengalami penindasan, kecurigaan, dan alasan-alasan lain yang terlalu jelas. Intinya: pers dibungkam.
c. Berdasarkan sumber dari buku Jurnalistik teori dan Praktik karangan Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, 2006 yang dikemukakan oleh Mitchel V. Charnley dalam bukunya Reporting mengemukakan bahwa kebebasan pers itu bukan berarti, “Hey Pemerintah, jangan ikut campur! Tetapi artinya “Jangan ikut campur sehingga media dapat membantu rakyat memelihara sistem demokrasi”. Menurutnya kebebasan pers adalah sarana, bukan tujuan: pelindungnya adalah publik, bukan penerbit. Publik atau rakyat dalam hal ini diwakili oleh undang-undang dan aparat penegaknya.
Penelitian ini tentu saja berbeda dari penelitian sebelumnya, penelitian ini menekankan pada respon mahasiswa jurnalistik terhadap kebebasan pers di Indonesia, serta untuk melihat bagaimana respon mahasiswa terhadap penelitian
(24)
ini. Adapun mahasiswa yang merespon positif menganggap bahwa kebebasan pers dapat memotivasi wartawan untuk lebih maju dan berani mengungkapkan fakta tanpa adanya tekanan dan paksaan dari pihak manapun serta tidak memasung ide dan kreatifitas wartawan dalam membuat suatu berita, artinya mahasiswa mendukung adanya kebebasan pers. Sedangkan yang merespon negatif berarti mahasiswa tidak menyetujui atau dengan kata lain menolak dengan adanya kebebasan pers karena akan muncul pemberitaan yang bebas dan berdampak tidak baik karena tidak adanya batasan yang jelas bagi para wartawan dalam membuat suatu berita
Penelitian dilakukan pada mahasiswa Fakultas Dakwah dan Komunikasi dengan menggunakan kuesioner kepada 75 orang responden. Dari data yang dihasilkan nanti akan terlihat dengan jelas bagaimana mahasiswa jurnalistik merespon kebebasan pers yang ada di Indonesia saat ini. Mahasiswa yang selalu mengikuti perkembangan pers akan mempermudah mereka dalam merespon penelitian ini.
Tehnik penulisan dalam skripsi ini dibuat berdasarkan buku Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi, Tesis dan Disertasi) yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality Development and Assurance) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
F. Sistematika Penulisan
Secara keseluruhan, skripsi ini terbagi menjadi lima bab dan setiap bab diuraikan dalam sub bab dengan sistematika penyusunan sebagai berikut:
(25)
Bab I : Pendahuluan yang meliputi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, tinjauan pustaka serta sistematika penulisan.
Bab II : Landasan teori menjelaskan tentang respon dan kebebasan pers. Adapun penjelasan tentang respon meliputi teori, pengertian, macam-macam dan faktor terbentuknya. Sedangkan penjelasan tentang kebebasan pers meliputi pengertian pers dan jurnalistik, sistem pers, kode etik wartawan dan etika pers dalam Islam. Bab III : Metodologi penelitian yang meliputi penentuan lokasi penelitian, paradigma dan desain penelitian, populasi dan sampel, variabel penelitian, definisi operasional dan indikator penelitian, tehnik pengumpulan data, sumber data, uji instrumen yang terdiri dari uji validitas dan reliabilitas, dan metode analisis data. Bab IV : Temuan lapangan dan analisa data yang meliputi gambaran umum jurusan “Jurnalistik” yang terdiri atas visi, misi, prospek profil lulusan, tujuan, sejarah, latar belakang berdirinya, karakteristik responden, dan hasil uji instrumen. Sedangkan analisis data lapangan terdiri atas uji skala likert dan uji chi-square.
(26)
BAB II
LANDASAN TEORETIS
A. Ruang Lingkup Teori Respon
Dalam pembahasan teori respon tidak lepas dari pembahasan proses teori komunikasi, karena respon merupakan timbal balik dari apa yang dikomunikasikan terhadap orang-orang yang terlibat proses komunikasi. Komunikasi menampakkan jalinan sistem yang utuh dan signifikan, sehingga proses komunikasi hanya akan berjalan secara efektif dan efisien apabila unsur-unsur didalamnya terdapat keteraturan.10
Untuk melihat lebih jauh unsur-unsur yang terdapat dalam komunikasi dibawah ini digambarkan sebagai berikut11:
10
Onong Uchjana Effendi, Ilmu Komunikasi: Teori dan Praktek, (Bandung: PT. Rosda Karya, 1999), Cet. Ke-XII, h.18
11
(27)
Keterangan :
Sender : Komunikator yang menyampaikan pesan kepada seseorang atau sejumlah orang.
Encoding : Penyandian, yaitu proses pengalihan pikiran dalam bentuk lambang.
Message : Pesan yang merupakan seperangkaian lambang bermakna yang disampaikan oleh komunikator.
Media : Seluruh komunikasi tempat berlalunya pesan dari komunikator kepada komunikan.
Decoder : Persandian, yaitu proses dimana komunikan menetapkan makna dalam lambang yang disampaikan komunikator kepadanya.
Response : Tanggapan seperangkat reaksi pada komunikator setelah diterpa pesan.
Sender Encoding Message Media
Decoding
Noise
Receiver
(28)
Feedback : Umpan balik, yaitu tanggapaan komunikan apabila tersampaikan kepada komunikator.
Noise : Gangguan tak terencana yang terjadi dalam proses komunikasi sebagai akibat diterimanya pesan lain oleh komunikan yang berbeda dengan pesan yang disampaikan oleh komunikator kepadanya.
Model komunikasi di atas menegaskan faktor-faktor kunci dalam komunikasi efektif. Komunikator harus tahu khalayak mana yang dijadikan sasaran dan tanggapan apa yang diinginkannya. Ia harus terampil dalam menyandi pesan dengan memperhitungkan bagaimana komunikan sasaran biasanya mengawasandi pesan. Komunikator harus mengirim pesan melalui media yang efisien dalam mencapai khalayak sasarannya.12 Berikut akan diterangkan lebih jelas tentang teori-teori respon.
1. Teori S-O-R
Teori S-O-R sebagai singkatan dari Stimuli-Organism-Response, yang semula berasal dari psikologi, yang muncul antara tahun 1930 dan 1940. kalau kemudian menjadi juga teori komunikasi, hal ini dikarenakan objek material dari psikologi dan ilmu komunikasi adalah sama. Yaitu manusia yang jiwanya meliputi komponen-komponen : sikap, opini, perilaku, kognisi, afeksi dan konasi.
Menurut teori ini, efek yang ditimbulkan adalah reaksi khusus, sehingga seseorang dapat mengharapkan dan memperkirakan kesesuaian antara pesan dan
12
(29)
reaksi komunikasi. Jadi unsur-unsur dalam model ini adalah: pesan (stimulus, S), komunikan (organism, O), dan efek (response, R).13
2. Pengertian Respon
Ahmad Subandi mengemukakan respon dengan istilah umpan balik (feedback) yang memiliki peranan atau pengaruh yang besar dalam menentukan baik atau tidaknya suatu komunikasi.14 Dengan adanya respon yang disampaikan dari komunikan kepada komunikator maka akan menetralisir kesalahan penafsiran dalam sebuah proses komunikasi.
Sedangkan menurut Poerdawarminta, respon diartikan sebagai tanggapan reaksi dan jawaban.15 Respon akan muncul dari penerimaan pesan setelah sebelumnya terjadi serangkaian komunikasi.
Secara etimologis “respon adalah tanggapan, reaksi, jawaban terhadap suatu gejala atau peristiwa yang terjadi.” Secara garis besar dan bersifat umum tanggapan ialah gambaran pengamatan yang tinggal dikesadaran kita sesudah mengamati.16
Para ahli dalam menafsirkan respon antara satu dan lainnya berbeda. Tetapi walaupun para ahli berbeda-beda dalam mendefinisikan tanggapan, kesemuanya mempunyai titik kesamaan.
13
Onong uchjana Effendy, Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi, (Bandung: PT, Citra Aditya Bakti, 2003), Cet. Ke-3, h. 254
14
Ahmad Subandi, Psikologi Sosial, (Jakarta: Bulan Bintang, 1982), Cet II, h. 50 15
Poerdawarminta, Psikologi Komunikasi, (Jakarta: UT, 1999) Cet III, h. 43 16
Sumaryadi Subrata, Psikologi Pendidikan, (Jakarta: PT, Raja Grafindo Persada, 1995) Cet. Ke-VII, h. 36
(30)
Agus Sujanto mengemukakan bahwa yang disebut tanggapan adalah “pengamatan yang tinggal kesadaran kita yang sedang mengamati.”17
Sementara Abu Ahmadi menjelaskan arti tanggapan sebagai berikut: “Tanggapan sebagai salah satu fungsi jiwa yang pokok, dapat diartikan sebagai gambaran ingatan dari pengamatan dalam mana objek yang telah diamati tidak lagi berada dalam ruang waktu pengamatan. Jadi jika proses pengamatan sudah berhenti hanya kesannya saja. Peristiwa demikian itu disebut sebagai “tanggapan”.18
3. Macam-Macam Respon
Bentuk-bentuk atau macam-macam respon yang diartikan sebagai tanggapan dapat dibedakan berdasarkan indera yang digunakan, menurut asalnya maupun menurut ikatannya. Respon atau tanggapan terbagi menjadi lima macam berdasarkan indera yang dipakainya, Abu Ahmadi mengungkapkan :
“Menurut indera yang digunakan, tanggapan terbagi menjadi lima macam, ialah: tanggapan pengadilan, tanggapan baru, tanggapan pengecap, tanggapan pendengaran dan tanggapan peraba. Menurut ikatannya, tanggapan dapat dibagi menjadi dua macam, ialah : tanggapan keberadaan dan tanggapan pengamatan.”19
Dalam hal ini Agus Sujanto mengemukakan macam-macam tanggapan yang lebih rinci sebagai berikut:
Tanggapan menurut indera yang mengamati:
1. Tanggapan audit adalah tanggapan terhadap apa-apa yang telah didengarnya, baik berupa suara, ketukan, dan lain-lain.
2. Tanggapan visual adalah tanggapan terhadap sesuatu yang dilihatnya. 3. Tanggapan perasa adalah tanggapan sesuatu yang dialami oleh dirinya.20 Tanggapan menurut terjadinya:
1. Tanggapan ingatan adalah ingatan masa lampau, yaitu tanggapan terhadap kejadian yang telah lalu.
17
Agus Sujanto, Psikologi Umum, (Jakarta: PT, Bumi Aksara, 2001), h. 31 18
Abu Ahmadi, Psikologi Belajar, (Jakarta: Reneka Cipta, 1992), Cet. III, h. 64 19
Ibid, h. 36 20
(31)
2. Tanggapan fantasi adalah tanggapan masa kini, yaitu tanggapan terhadap sesuatu yang sedang terjadi.
3. Tanggapan fikiran adalah tanggapan masa datang atau tanggapan terhadap sesuatu yang akan terjadi.21
Tanggapan menurut lingkungan:
1. Tanggapan benda adalah tanggapan terhadap benda-benda yang ada disekitarnya.
2. Tanggapan kata-kata adalah tanggapan seseorang terhadap ucapan atau kata-kata yang dilontarkan oleh lawan bicara.22
4. Faktor-faktor Terbentuknya Respon
Semenjak manusia dilahirkan, sejak itulah manusia langsung menerima stimulus, sekaligus dituntut untuk menjawab dan mengatasi semua pengaruh. Manusia dalam pertumbuhan selanjutnya terus merasakan akibat pengaruh dari dirinya. Untuk mengembangkan fungsi alat inderanya sesuai fungsinya, terus memperhatikan, menggali segala sesuatu disekitarnya. Allah SWT telah mengisyaratkan bahwa manusia harus berusaha menggunakan alat inderanya dengan menggali lingkungan sekitar serta aspek eksternal (yang mempengaruhi dari diri luar manusia) seperti dikatakan Bimo Walgito “Alat indera itu penghubung antara individu dengan dunia luarnya.”23
Tanggapan yang dilakukan seseorang dapat terjadi kalau terpenuhi faktor penyebabnya. Hal itu perlu diketahui supaya individu yang bersangkutan dapat menanggapi dengan baik, pada proses awalnya individu mengadakan tanggapan tidak hanya dari satu stimulus saja melainkan individu dikenal berbagai stimulus yang ditimbulkan oleh keadaan sekitar. Tidak semua stimulus itu mendapat respons individu, sebab individu melakukan terhadap stimulus yang ada
21
Ibid, h. 31 22
Ibid, h. 32 23
(32)
persesuaian atau yang menarik dirinya. Dengan demikian maka akan ditanggapi oleh individu selain bergantung pada stimulus juga bergantung pada keadaan individu itu sendiri dengan kata lain, stimulus akan mendapatkan pemilihan dan individu akan bergantung pada dua faktor yaitu:
a. Faktor internal, yaitu faktor yang ada dalam diri individu. Manusia itu terdiri dari dua unsur, yaitu jasmani dan rohani. Maka seseorang yang mengadakan tanggapan terhadap suatu stimulus tetap dipengaruhi oleh eksistensi kedua unsur tersebut. Apabila terganggu salah satu unsur saja maka akan melahirkan hasil tanggapan yang berbeda intensitasnya pada diri individu yang melakukan tanggapan atau akan berbeda tanggapannya tersebut antara satu orang dengan orang yang lain.Unsur jasmani atau psikologis meliputi keberadaan, keutuhan dan cara bekerjanya alat indera, urat saraf dan bagian-bagian tertentu pada otak. Unsur-unsur rohani dan psikologis yang meliputi keberadaan, perasaan (feeling), akal, fantasi, pandangan jiwa, mental, pikiran, motivasi dan sebagainya.
b. Faktor eksternal, yaitu faktor yang ada pada lingkungan (faktor psikis). Faktor ini intensitas dan jenis benda perangsang atau orang menyebutnya dengan faktor stimulus. Menurut Bimo Walgito “faktor psikis berhubungan dengan objek menimbulkan stimulus dan stimulus mengenai indera.”24
Berikut ini salah satu kutipan Sarlito mengenai tanggapan:
“Seseorang yang melakukan tanggapan satu waktu menerima bersama-sama stimulus. Supaya stimulus dapat disadari oleh individu, stimulus harus cukup kuat, apabila stimulus tidak cukup kuat bagaimanapun besarnya perhatian dari individu stimulus tidak akan ditanggapi atau disadari oleh
24
(33)
individu yang bersangkutan, dengan demikian ada batas kekuatan yang minimal dari stimulus, agar stimulus dapat memindahkan kesadaran pada individu. Batas kekuatan minimal stimulus yang dapat menimbulkan kesadaran pada individu disebut ambang ablotut sebelah bawah atau juga disebut ambang stimulus kurang dari kekuatan tersebut individu tidak akan menyadarinya.” 25
Apabila kekuatan stimulus ditambah, maka stimulus akan lebih kuat dan orang akan mampu membedakan kekuatan stimulus yang satu dengan yang lainnya. Hal ini akan mengangkat ambang perbedaan stimulus dikarenakan ada stimulus yang berbentuk benda mati dan persepsinya akan ditentukan oleh individu yang mengadakan tanggapan. Stimulus ke dua berbentuk benda hidup seperti manusia, tanggapan yang terjadi akan dipengaruhi oleh stimulus dan orang yang melakukan tanggapan, seperti sistem nilai yang berlaku pada suatu masyarakat, gerakan perubahan atau harapan seseorang terhadap rangsangan yang akan ditimbulkan dan sebagainya.26
B. Jurnalistik dan Pers 1. a. Pengertian Jurnalistik
Jurnalistik atau Journalisme brasal dari perkataan journal, artinya catatan atau harian, atau catatan mengenai kejadian sehari-hari, atau bisa juga berarti surat kabar. Journal berasal dari perkataan latin diurnalis, artinya harian atau tiap hari. Dari perkataan itulah lahir kata jurnalis, yaitu orang yang melakukan pekerjaan jurnalistik.27
25
Sarlito Wirawan Sarwono, Psikologi Remaja, (Jakarta: Rajawali Press, 2000), h. 956 26
Ibid, h. 186 27
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, Jurnalistik Teori dan Praktik, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005), h. 15
(34)
MacDougall28 menyebutkan bahwa Journalisme adalah kegiatan menghimpun berita, mencari fakta, dan melaporkan peristiwa. Peristiwa Jurnalisme sangat penting di mana pun dan kapan pun. Jurnalisme sangat diperlukan dalam suatu Negara demokratis. Tak peduli apa pun perubahan-perubahan yang terjadi dimasa depan, baik sosial, ekonomi, politik maupun yang lainnya.
Keperluan untuk mengetahui apa yang terjadi merupakan kunci lahirnya jurnalisme selama berabad-abad. Tetapi, jurnalisme itu sendiri baru benar-benar dimulai ketika huruf-huruf lepas untuk percetakan mulai digunakan di Eropa pada sekitar tahun 1440. Dengan mesin cetak lembaran berita dan pamflet dapat dicetak dengan kecepatan yang lebih tinggi, dalam jumlah yang begitu banyak, dan dengan ongkos yang lebih rendah.29
1. b. Pengertian Pers
Pers berasal dari perkataan Belanda pers yang artinya menekan atau mengepres. Kata pers merupakan padanan dari kata press dalam bahasa Inggris yang juga berarti menekan atau mengepres. Secara harfiah kata press atau pers mengacu pada pengertian komunikasi yang dilakukan dengan perantara barang cetakan. Tapi sekarang ini kata pers digunakan untuk merujuk semua kegiatan jurnalistik, terutama kegiatan untuk menghimpun berita, baik oleh wartawan media elektronik maupun oleh wartawan media cetak.30
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat mendefinisikan pers dalam arti sempit, yaitu yang menyangkut kegiatan komunikasi yang hanya
28
Curtis D. MacDougall, Interpretative Reporting, Macmillan Publishing Co., Inc., New York, 1972.
29
Hikmat Kusumaningrat dan Purnama Kusumaningrat, h. 16 30
(35)
dilakukan dengan perantara barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti luas yaitu yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan media cetak maupun dengan media elektronik seperti radio, televisi, maupun internet.31
Asmawi Murani dan Nooroso dalam bukunya mengungkapkan bahwa pers dalam arti luas adalah media komunikasi massa yang didalamnya mengandung semua unsur menyiarkan atau memancarkan pikiran, gagasan dan perasaan seseorang, baik dengan kata-kata tertulis atau tercetak maupun dengan kata-kata lisan atau ucapan. Sedangkan pers dalam arti sempit mengandung penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan cara tertulis atau tercetak.32
Sedangkan menurut Eko Kahya pers dalam arti sempit merupakan manifestasi dari “freedom of the press” (kebebasan menyatakan atau mengutarakan pendapat, gagasan, atau pikiran), sedangkan dalam arti luas dari “freedom of the speech” (kebebasan berbicara).33
Perbedaan antara pers dalam arti luas dan sempit memang perlu diadakan, ini dikarenakan agar tidak timbul salah pengertian berhubung akibat hukum antara keduanya berlainan. Namun tidak dapat dihindari definisi keduanya sama dalam hal memberikan informasi.
2. Sistem Pers Indonesia
Sistem pada hakekatnya adalah suatu totalitas yang tediri dari subsistem-subsistem dengan atribut-atributnya yang satu sama lain saling berkaitan, saling ketergantungan satu sama lain, saling interaksi dan saling
31
Ibid, h. 17 32
Asmawi Murani dan Nooroso, Materi Pokok Hukum dan Etika Komunikasi Massa, (Jakarta: UT, 2000), h. 1.4
33
Eko Kahya, Perbandingan Sistem dan Kemerdekaan Pers, (Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004), h. 39
(36)
mempengaruhi, sehingga keseluruhannya merupakan suatu kebetulan yang utuh serta mempunyai peranan dan tujuan tertentu.34
Sebagai suatu sistem, pers pun terdiri dari berbagai subsistem antara lain tugas, fungsi, organisasi, manajemen, misi dan visi yang merupakan suatu kebulatan yang utuh dan suatu totalitas, serta mempunyai peranan dan tujuan tertentu.35
Menurut Rachmadi dalam buku karangan Nuruddin Fred Siebert, Wilbur Schramm, dan Theodore Peterson dalam bukunya Four Theories Of The Press (1963) mengamati setidak-tidaknya ada empat kelompok besar teori (sistem) pers, yakni sistem pers otoriter (authoritaraian),
sistem pers liberal (libertarian), sistem pers komunis (marxist) dan sistem pers tanggung jawab sosial (social responsibility).36
Teori atau sistem pers otoriter dikenal sebagai sistem tertua, yang lahir sekitar abad 15-16 pada masa pemerintahan absolut. Pers dalam sistem ini berfungsi sebagai penunjang negara (kerajaan) untuk memajukan rakyat. Pemerintah menguasai sekaligus mengawasi media. Berbagai kejadian yang akan diberikan dikontrol pemerintah karena kekuasaan raja sangat mutlak. Negara (dengan raja sebagai kekuatan) adalah pusat segala kegiatan. Oleh karena itu, individu tidak penting; yang lebih penting adalah negara sebagai tujuan akhir individu. Mussolini (Italia) dan Adolf Hitler (Jerman) adalah dua penguasa yang mewarisi sistem otoriter.37
34
Ibid, h. 40 35
Ibid, h. 41 36
Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, (Jakarta: PT, Raja Garafindo Persada, 2005), Cet. Ke-2, h. 72
37
(37)
Sistem pers liberal (libertarian) berkembang pada abad 17-18 sebagai akibat munculnya revolusi industri, dan adanya tuntutan kebebasan pemikiran di negara Barat yang sering disebut aufklarung (pencerahan). Esensi dasar sistem ini memandang manusia mempunyai hak asasi dan meyakini bahwa manusia akan bisa mengembangkan pemikirannya secara baik jika diberi kebebasan. Manusia dilahirkan sebagai makhluk bebas yang dikendalikan akal dan bisa mengatur sekelilingnya untuk tujuan yang mulia. Kebebasan adalah hal utama dalam mewujudkan essensi dasar itu, sedangkan kontrol pemerintah dipandang sebagai manifestasi “pemerkosaan” kebebasan berpikir. Oleh Karena itu, pers harus diberi tempat yang sebebas-bebasnya untuk membantu mencari kebenaran. Kebenaran akan diperoleh jika pers diberi kebebasan sehingga kebebasan pers menjadi tolak ukur dihormatinya hak bebas yang dimiliki manusia.38
Sistem pers komunis (juga sering disebut sistem pers “Totaliter Soviet / Soviet Totalitarian” atau pers “Komunis Soviet / Soviet Communist”) berkembang karena munculnya negara Uni Soviet yang berpaham komunis pada awal abad ke-20. Sistem ini dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx tentang perubahan sosial yang diawali oleh dialektika Hegel yang mengatakan “bahwa tak ada bidang-bidang realitas maupun bidang-bidang-bidang-bidang pengetahuan yang bediri sendiri karena semua saling terkait dalam satu gerak penyangkalan dan pembenaran.” Pers dalam sistem ini merupakan alat pemerintah atau partai dan menjadi bagian integral dari negara. Pers menjadi alat atau organ partai yang berkuasa (Partai Komunis Uni Soviet/PKUS). Dengan demikian segala sesuatu ditentukan oleh negara (partai).
38
(38)
Kritik diizinkan sejauh tidak bertentangan dengan ideologi partai. Media massa melakukan yang terbaik untuk partai yang ditentukan oleh pemimpin PKUS.39
Sistem pers Tanggung Jawab Sosial (Social Responsibility) muncul pada abad ke-20 pula sebagai protes terhadap kebebasan mutlak dari libertarian yang mengakibatkan kemerosotan moral masyarakat. Dasar pemikian sistem ini adalah sebebas-bebasnya pers harus bisa bertanggung jawab kepada masyarakat tentang apa yang diaktualisasikan.40
Melihat uraian tentang empat teori tersebut, jika diamati Indonesia termasuk dalam sistem pers tanggung jawab sosial. Ini tidak hanya dilihat dari istilah “kebebasan pers yang bertanggung jawab” seperti yang kita kenal selama ini. Namun berbagai aktualisasi pers pada akhirnya harus disesuaikan dengan etika dan moralitas masyarakat. Berita yang disampaikan pers harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Adapun tanggung jawab itu ada satu dasar ideologi yang diyakini, yakni Pancasila. Pancasila harus dijadikan acuan dalam perilaku pers.41
3. Kode Etik Wartawan
Etik atau yang biasa disebut dengan etika merupakan pencerminan pandangan masyarakat mengenai apa yang baik dan buruk, serta membedakan perilaku atau sikap yang dapat diterima dengan yang ditolak guna mencapai kebaikan dalam kehidupan bersama.42
39
Ibid, h. 73-74 40
Ibid, h. 74 41
Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, h. 75-76 42
Mafri Amir, etika Komunikai Massa dalam Pandangan Islam, (Jakarta: PT.Logos wacana Ilmu, 1999), Cet II, h. 34
(39)
Kode etik adalah salah satu bentuk pertanggungjawaban pers kepada masyarakat. Kode etik salah satu ihtiar untuk menjaga kepercayaan masyarakat sekaligus memelihara harkat dan martabat pers. Dapat dikatakan, kepatuhan terhadap kode etik menjadi salah satu ukuran kedewasaan seorang. Bagaimana seharusnya kepribadian dan integritas seorang wartawan, bagaimana memberlakukan sumber berita, bagaimana pula membuat berita dan menyatakan pendapat.43
Kode etik membantu para jurnalis memusatkan perhatian pada tanggung jawab membuat berita. Kode etik mengadopsi aturan-peraturan yang telah diterapkan dan teruji di banyak negara, yang dikembangkan guna menjamin prinsip-prinsip akurasi, keseimbangan, dan kejujuran dalam pemberitaan. Kode etik memembantu jurnalis menghindari bahaya dan memastikan bahwa media
tetap mempertahankan kredibilitas.44 KEWI (Kode Etik Wartawan Indonesia) menyatakan bahwa kemerdekaan
pers merupakan sarana terpenuhinya hak asasi manusia untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi. Dalam mewujudkan kemerdekaan pers, wartawan Indonesia menyadari adanya tanggung jawab sosial serta keberagaman masyarakat. Guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak masyarakat, diperlukan suatu landasan moral/etika profesi yang menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan, atas dasar itu wartawan Indonesia menetapkan kode etik:
43
, “Wartawan, Pebinis Pers, Standar Profesi,” Suara Merdeka Wacana, 9 Februari 2006 dari http://www.google.co.id. html
44
Horea Salajan, dkk., ABC Paket Berita TV (Jawa Barat: Program Pelatihan Jurnalistik Televisi, 2001), h. 7
(40)
1. Wartawan Indonesia menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Wartawan Indonesia menempuh tata cara yang etis untuk memperoleh dan menyiarkan informasi serta memberikan identitas kepada sumber informasi. 3. Wartawan Indonesia menghormati asas praduga tak bersalah, tidak
mencampurkan fakta dengan opini, berimbang dan selalu meneliti kebenaran informasi, serta tidak melakukan plagiat.
4. Wartawan Indonesia tidak menyiarkan informasi yang bersifat dusta, fitnah, sadis dan cabul, serta tidak menyebutkan identitas korban kejahatan susila. 5. Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
6. Wartawan Indonesia memiliki Hak Tolak, menghargai ketentuan embargo, informasi latar belakang dan off the record sesuai kesepakatan.
7. Wartawan Indonesia segera mencabut dan meralat kekeliruan dalam pemberitaan serta melayani Hak Jawab.45
Dengan demikian, ada rambu-rambu bagi wartawan dalam menjalankan kebebasannya, yaitu Kode Etik Jurnalistik, selain peraturan perundang-undangan maupun kendala-kendala lainnya. Kode etik meskipun tidak menetapkan sanksi tegas seperti undang-undang, namun ketentuan-ketentuannya dipatuhi oleh setiap wartawan karena jika tidak, martabat profesi wartawan akan terpuruk. maka tegaknya kode etik ini sangat mengandalkan pada “kata hati” atau “hati nurani” wartawan sendiri.
45
(41)
4. Etika Pers dalam Islam
Dalam sejarah Islam, sebetulnya dasar-dasar praktek jurnalistik sudah dilaksanakan sejak zaman Rasul, Rasulullah sendiri pernah berdakwah lewat tulisan. Diantaranya dikirimkan kepada Kaisar Romawi Timur (Hiracles), raja Parsi Abrawi, Raja Habsyi Najzasyi, Raja Mesir Mauqauqis, dan masih banyak lagi.46
Berikut ini penulis akan menguraikan aspek-aspek komunikasi yang dibutuhkan oleh insan pers dalam mengimplementasikan prinsip komunikasi yang berlandaskan kebenaran, yang dikutip dari buku Etika Komunikasi Massa dalam Pandangan Islam karya Mafri Amir sebagai berikut:
A. Fairness
Istilah fairness dalam ilmu komunikasi, khususnya yang menyangkut dengan komunikasi massa meliputi beberapa aspek etis, misalnya menetapkan etika kejujuran atau obyektifitas beradasarkan fakta, berlaku adil atau tidak memihak dengan menulis berita secara berimbang, serta menterapkan etika kepatuhan atau kewajaran.47
1. Kejujuran Komunikasi
Aspek kejujuran atau obyektifitas dalam komunikasi merupakan etika yang didasarkan kepada data dan fakta. Faktualitas menjadi kunci dari etika dari kejujuran. Menulis dan melaporkan dilakukan secara jujur, tidak memutar balikkan fakta yang ada. Dalam Al-Qur’an kejujuran diistilahkan dengan amanah, ghair al- takdzib, shidq, al-haq. Dengan dasar itulah maka seorang pekerja
46
Sutirman Eka Ardhana, Jurnalistik Dakwah, (Yogyakarta: Pustaka Fajar, 1995), h. 27 47
(42)
komunikasi massa dalam pandangan Al-Qur’an tidak akan berkomunikasi secara dusta. Istilah law al-hadits dapat diterjemahkan dengan kebohongan cerita atau cerita palsu. Sementara kata al-ifk mengandung pengertian mengada-ada, berita palsu, gossip (istilah yang populer dalam media massa).48
a. Amina (Amuna)
Percaya dalam Al-Qur’an biasa diungkapkan dengan kata amana. Kata-kata ini dalam berbagai bentuk jadiannya di dalam Al-Qur’an cukup banyak: yakni 834 buah, termasuk didalamnya istilah amanat.49
Sementara kata amanah itu sendiri terambil dari kata amuna-ya’munu-amanata. Secara harfiyah dapat diterjemahkan dengan tidak menipu atau tidak membelot. Sifat terpercaya adalah sifat Rasul. Nabi Muhammad SAW disifati dengan sifat amanah.50 Sifat tersebut harus dijadikan panutan oleh siapa saja, termasuk seorang komunikator atau wartawan yang bergerak dalam bidang komunikasi.
Sebagai orang yang harus bersifat jujur, maka wartawan haruslah menunaikan amanah yang dipikulkan kepadanya terhadap orang yang berhak, yakni masyarakat pemabaca atau pendengar, sesuai dengan kandungan ayat Q.S al-
Nisa’: 58 yang berbunyi:
48
Ibid, h. 66 49
Muhammad Fuadi ‘abd al-Baqiy, Al-Mu’jam Mufahras li Alfaz Qur’an Karim, Dar al-fikr, 1992, h. 103
50
(43)
“Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum diantara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah maha mendengar lagi maha melihat.”(Qs. An-Nisa : 58)51
Harus disadari oleh seorang komunikator atau wartawan, mereka mempunyai potensial untuk membentuk opini publik yang sangat besar pengaruhnya di tengah masyarakat. Maka itu etika kejujuran mutlak diperlukan untuk menghindari publikasi yang menyesatkan, karena kejujuran atau objektivitas penting dalam menyebarluaskan informasi.
b. Shidq
Sifat jujur dalam Al-Qur’an diungkapkan juga dengan kata shidq. Secara harfiah artinya benar atau jujur. Kata ini dalam banyak ayat sering dikontradiksi dengan kidzb.52 Perkataan al-shidq dalam ayat juga antara lain mengacu kepada pengertian jujur dan benar dalam berkomunikasi (al-qawl), baik lisan maupun tulisan.53
c. Ghair al-Kidzb
Melakukan etika kejujuran dalam Al-Qur’an bisa juga dilihat dari sejumlah ayat yang melarang dengan tegas untuk tidak melakukan dusta (
51
Tim Penyusun, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Jakarta: Yayasan Penyelenggara Penterjemah Al-Qur’an, 1986/1987), h. 128
52
Al-Munjid al-Lughat wa al-I’lam, Dar al-Masyriq, Beirut, 1994, h. 420 53
(44)
kidzb). Secara etimologis, kata al-kidzb dipahami sebagai lawan (al-shidq). Ungkapan tentang berdusta dalam ayat-ayat sering ditujukan kepada orang kafir, karena ia tidak membenarkan wahyu Allah.
“Dan tidak ada satu ayatpun dari ayat-ayat Tuhan sampai kepada mereka, melainkan mereka selalu berpaling dari padanya (mendustkannya). Sesungguhnya mereka telah mendustakan yang hak (Al-Qur’an) tatkala sampai
kepada mereka, maka kelak akan sampai kepada mereka (kenyataan dari) cerita-berita yang selalu mereka perolok-olokkan.” (Qs. Al-Anam : 4 -5).54
“Dan janganlah kamu mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh lidah-mu secara dusta “ini halal dan ini haram”, untuk mengada-adakan kebohongan terhadap Allah. Sesungguhnya orang-orang yang mengada-adakan kebohongan terhadap Allah tiadalah beruntung.” (Qs. An-Nahl: 116).55
Dalam kontek komunikasi massa, maka berbohong merupakan sifat tercela, karena sangat berbahaya. Kebohongan dalam komunikasi massa akan menyesatkan masyarakat disebabkan telah menyerap informasi yang salah. Tentu komunikasi seperti ini menyalai etika komunikasi dan ajaran Islam berdasarkan Al-Qur’an.
54
Tim Penyusun, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 186 55
(45)
d. Law al-Hadits wa Ifk
Di dalam Al-Qur’an, surat Luqman ayat 6 Allah berfirman:
“Dan di antara manusia (ada) orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna untuk menyesatkan (manusia) dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu olok-olokan. Mereka itu akan memperoleh azab yang menghinakan”.56
Law al-hadits dalam ayat ini ditafsirkan sebagai orang yang mempergunakan kejahatan akan kebaikan dengan nilai uang.57 Dari ungkapan tersebut dapat dipahami bahwa sifat sebahagian orang tersebut dalam ayat adalah sifat mereka yang suka memilih cerita fiktif atau berita kosong demi keuntungan material. Akibat dari pilihannya itu, maka banyak orang menderita kesesatan.
Dalam konteks komunikasi massa, ayat ini dijadikan petunjuk betapa bahayanya jika informasi disebarluaskan tanpa dasar-dasar kebenaran yang bertujuan menyesatkan publik.
Sedangkan ifk dalam Al-Qur’an adalah mendeteksi kepalsuan informasi, yang artinya mengada-ngada, berpaling dan menyuap.58
e. Izh-har al-Haq
Seorang wartawan dituntut untuk menyampaikan informasi berdasarkan fakta yang terjadi. Artinya berasaskan kepada kebenaran. Al-Qur’an mengajarkan
56
Ibid, h. 653 57
Abi Ja’far bin Muhammad bin Jarir Al-Thabariy, Jami’ul Bayan, Juz V, Mushtafa, Mesir, 1968, h. 60
58
Edward William Lane, Arabic-English Lexicon, (Beirut : Librairie du Liban, 1968), h. 69. John Penrice, op. cit., h. 7
(46)
kita berkata benar. Dan tidak boleh menyembunyikan kebenaran atau mencampur-adukkan antara yang benar dengan hal yang bathil.59
Kebenaran fakta dalam informasi yang disampaikan kepada publik terkandung dalan tuntutan lafadz Al-Qur’an surat Al-Ahzab ayat 70-71 Allah berfirman :
“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kamu kepada Allah dan katakanlah perkataaan yang benar,
Niscaya Allah memperbaiki bagimu amalan-amalanmu dan mengampuni bagimu dosa-dosamu. Dan barang siapa menta’ati Allah dan Rasul-Nya, maka sesungguhnya ia telah mendapat kemenangan yang besar”.60
Menurut Jalaluddin Rakhmat, prinsip ini sesuai dengan pengoperasionalisasian dalam kode etik Sigma Delta Chi, the Society of professional Journalism, yang mengatakan bahwa the duty of journalist is to serve the truth. Untuk itu para jurnalis harus bertindak berdasarkan intelligence, objectivity, accuracy, and fairness. Ia harus menghindari dusta, distorsi pesan, fitnah, prasangka atau kesengajaan untuk menutupi fakta sehingga memberikan makna yang menyesatkan.61
59
Mafri Amir, Etika Komunikai Massa dalam Pandangan Islam, h. 78 60
Tim Penyusun, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 680 61
Jalaluddin Rakhmat, Etika Komunikasi : Perspektif Religi”, Makalah Seminar, Perpustakaan Nasional, Jakarta, 18 Mei 1996.
(47)
2. Adil dan Tidak Memihak
Dalam praktek jurnalistik berlaku prinsip etis adil dan berimbang. Artinya tulisan harus disajikan secara tidak memihak. Menyajikan berita yang bersumber dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan, penilaian atau sudut pandang masing-masing terhadap suatu kasus berdasarkan prinsip berimbang dan adil. Berlaku adil adalah ajaran Islam. Kata al-adl dalam istilah Islam berarti memberikan sesuatu yang menjadi hak seseorang, atau mengambil sesuatu dari seseorang yang menjadi kewajibannya. Adil juga berarti sama dan seimbang dalam memberi balasan, atau sama dalam menimbang, menakar dan menghitung.62
Keadilan akan dapat memperbaiki kondisi umat dan perorangan. Keadilan merupakan salah satu sendi dalam pembangunan dan sebagai asas utama dalam urusan sosial. Karena itu tidak boleh bagi seorang mukmin untuk membedakan seseorang, meskipun ia kerabat atau famili terdekat. Jadi keadilan itu harus diperlakukan sama pada semua bentuk kegiatan seperti memberikan pertimbangan dan pengukuran dalam hal yang berhubungan dengan perkataan atau komunikasi.63
Dari apa yang dikemukakan Al-Maraghiy diatas, terlihat bahwa etika keadilan berlaku pada semua sektor perilaku umat Islam. Selain sebagai sendi utama dalam pembangunan juga sebagai dasar utama mengurus sosial kemasyarakatan. Bila dalam komunikasi massa, misalnya dalam penyajian tulisan atau berita media cetak atau elektronik sempat tejadi ketidakadilan, memihak dan tidak berimbang, tentu akan mengundang kegagalan dan kehancuran dalam
62
Mafri Amir, Etika Komunikai Massa dalam Pandangan Islam, h. 80-81 63
(48)
pembangunan, termasuk pembangunan komunikasi etis. Berita yang tidak seimbang akan merugikan orang lain. Ini berarti perbuatan dzalim sebagai lawan sifat adil.64
Dalam prakteknya, sebagian wartawan atau sebagian institusi media massa masih sering menyajikan tulisan atau berita secara tidak berimbang yang disebabkan adanya faktor kebencian terhadap seseorang atau organisasi dan serta ada nepotisme serta primordial. Artinya masih berpihak pada kepentingan pribadi atau kelompok mereka sendiri demi meraih keuntungan semata. Akhirnya berita atau tulisan pada media massa disajikan sepihak.65
3. Kewajaran dan Kepatuhan
Dalam komunikasi massa, wartawan wajib mempertimbangkan patut tidaknya menyiarkan berita, tulisan atau gambar dengan tolak ukur yang dapat membahayakan keselamatan dan keamanan negara dan bangsa. Dalam hal ini, misalnya tidak boleh menyiarkan berita rahasia militer atau negara. Atau berita yang dapat menyinggung perasaan umat beragama, suku, ras, dan golongan tertentu. “Wartawan Indonesia tidak menyiarkan berita, tulisan atau gambar yang menyesatkan, memutar balikkan fakta, bersifat fitnah, cabul, sadis dan sensasi berlebihan”. Dalam al-Qur’an juga kita temui tuntunan yang cukup bagus dalam etika komunikasi ini. Berbagai istilah yang ditemui adalah qawlan ma’rufan, qawlan sadidan, qawlan balighan, qawlan kariman, qawlan maysuran, dan qawlan layyinan.66
64
Mafri Amir, Etika Komunikai Massa dalam Pandangan Islam, h. 82 65
Ibid, h. 84 66
(49)
a. Qawlan Ma’rufan
Qawlan Ma’rufan dapat diterjemahkan dengan ungkapan yang pantas. Salah satu pengertian ma’rufan secara etimologis adalah al-khair atau al-ihsan, yang berarti baik-baik. Jadi qawlan Ma’rufan mengandung pengertian atau ungkapan yang baik dan pantas. Di dalam Al-Qur’an ungkapan qawlan Ma’rufan ditemukan pada 4 tempat : al-Baqoroh/ 2:235, al-Nisa/ 4:5 dan 8, serta al-ahdzab/ 23:32. Dalam surat al-Nisa ayat 5, qawlan ma’rufan berkonotasi kepada pengertian pembicaraan yang pantas bagi seorang yang belum dewasa (cukup) akalnya atau orang dewasa tetapi tergolong bodoh. Sedangkan pada ayat 8 surat yang sama lebih mengandung arti bagaimana menenggang perasaan famili, anak yatim dan orang miskin yang hadir sewaktu membagi-bagi harta warisan.67
Jalaluddin Rakhmat menjelaskan bahwa qawlan ma’rufan berarti perkataan yang baik. Tuhan menggunakan frasa ini ketika berbicara tentang kewajiban orang-orang kaya atau orang kuat terhadap orang-orang yang miskin atau lemah. Qawlan ma’rufan berarti pembicaraan yang bermanfaat, memberikan pengetahuan, mencerahkan pemikiran, menunjukkan pemecahan kesulitan kepada orang lemah, bila kita tidak dapat membantu secara material, kita harus memberikan bantuan psikologis.68
b. Qawlan Kariman
67
Ibid, h. 85 68
(50)
Qawlan Kariman, menyiratkan satu prinsip uatama dalam etika komunikasi Islam : perhormatan. Komunikasi dalam Islam harus memperlakukan orang lain dengan penuh rasa hormat.69
Kita mengkspresikan kehangatan yang tidak posesif terhadap orang lain. Orang lain dinilai dari harga dan integritasnya sebagai manusia. Hak orang lain diakui individualitas dan pandangan pribadinya. Pengakuan ini melibatkan keinginan kita membantu orang lain meningkatkan potensinya untuk menjadi siapa atau apapun. Semangat saling mempercayai ditingkatkan. Kita mengokohkan orang lain sebagai pribadi yang unik tanpa harus menyetujui perilaku atau pandangan mereka.70
c. Qawlan Maysuran
Dalam komunikasi massa dianjurkan untuk menyajikan tulisan atau bahasa yang mudah dicerna. Bahasa jurnalistik adalah bahasa yang mudah, ringkas dan tepat. Dalam Al-Qur’an ditemukan istilah qawlan maysuran yang merupakan tuntunan untuk melakukan komunikasi dengan mempergunakan bahasa yang mudah dimengerti dan melegakan perasaan.71
Menurut Jalaluddin qawlan maysuran sebenarnya lebih tepat diartikan ucapan yang menyenangkan, lawannya adalah ucapan yang menyulitkan. qawlan maysuran berisi hal-hal yang menggembirakan.72
Demikianlah bentuk komunikasi yang hangat di dalam Islam sehingga penolakan permintaan tidak boleh menyinggung perasaan orang lain, suatu
69
Mafri Amir, Etika Komunikai Massa dalam Pandangan Islam, h. 88 70
Ibid, h. 88-89 71
Mafri Amir, Etika Komunikai Massa dalam Pandangan Islam, h. 89 72
(51)
komunikasi yang sangat indah dalam memelihara keharmonisan dalam tata pergaulan ummat. Meskipun komunikasi di atas lebih berkonotasi dalam suasana tatap muka, namun kehangatan komunikasi serta ungkapan lemah lembut, mudah dimengerti juga berlaku pada daratan komunikasi massa.73
d. Qawlan Balighan
Qawlan Balighan dapat diterjemahkan ke dalam komunikasi yang efektif. Asal balighan adalah balagha yang artinya sampai atau fasih. Jadi untuk orang munafik tersebut diperlukan komunikasi efektif yang bisa menggugah jiwanya. Bahasa yang akan dipakai adalah bahasa yang akan mengesankan atau membekas pada hatinya. Sebab di hatinya banyak dusta, khianat dan ingkar janji. Kalau hatinya tidak tersentuh sulit untuk menundukkannya. Karena itu, qawlan balighan tersebut adalah gaya komunikasi yang harus menyentuh ke sasaran seperti itu.74
Jalaluddin Rakhmat merinci pengertian qawlan balighan tersebut menjadi dua. Pertama, qawlan balighan terjadi bila komunikator menyesuaikan pembicaraannya dengan sifat-sifat khalayak yang dihadapinya. Kedua qawlan balighan terjadi bila komunikator menyentuh khalayaknya pada hati dan otaknya sekaligus.75
Al-Qur’an mengatakan dalam surat Ibrahim ayat 4 yang berbunyi:
73
Mafri Amir, Etika Komunikai Massa dalam Pandangan Islam, h. 91 74
Mafri Amir, Etika Komunikai Massa dalam Pandangan Islam, h. 92-93 75
(52)
“Kami tidak mengutus seorang Rasulpun, melainkan dengan bahasa kaumnya, supaya ia dapat memberi penjelasan dengan terang kepada mereka. Maka Allah menyesatkan, siapa yang dia kehendaki, dan memberi petunjuk kepada siapa yang dia kehendaki. Dan dia-lah Tuhan yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana”.76
Bisa disimpulkan bahwa kewajaran dalam komunikasi adalah jika bahasa yang dipakai disesuaikan dengan pembaca, pendengar dan pemirsa, sehingga berhasil merubah tingkah laku khalayak, termasuk orang munafik yang perkataannya suka berubah-ubah atau plin-plan.77
e. Qawlan Layyinan
Panduan Al-Qur’an dalam soal komunikasi juga ada dalam istilah qawlan layyinan. Secara harfiyah berarti komunikasi yang lemah lembut. Berkomunikasi harus dilakukan dengan lemah lembut, tanpa emosi, apa lagi mencaci maki orang yang ingin dibawa ke jalan orang yang benar. Karena dengan cara seperti ini bisa lebih cepat dipahami dan diyakini oleh lawan dialog.78
B. Keakuratan Informasi
Menyampaikan informasi secara tepat merupakan landasan pokok untuk tidak mengakibatkan masyarakat pembaca, pendengar dan pemirsa mengalami kesalahan. Keasalahan yang ditimbulkan oleh kesesatan informasi pada media massa, tentu bisa diperkirakan betapa besar bahaya dan kerugian yang diderita masyarakat banyak.79
76
Tim Penyusun, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 379 77
Mafri Amir, Etika Komunikai Massa dalam Pandangan Islam, h. 93 78
Mafri Amir, Etika Komunikai Massa dalam Pandangan Islam, h. 93-94 79
(53)
Untuk mencapai ketepatan data dan fakta sebagai bahan informasi yang akan disampaikan kepada masyarakat diperlukan penelitian yang seksama oleh kalangan pers, terutama ajaran Islam mengakomodasikan etika akurasi informasi tersebut melalui ayat dibawah ini:
“Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita, maka periksalah dengan teliti agar kamu tidak menimpakan suatu musibah kepada suatu kaum tanpa mengetahui keadaannya yang menyebabkan kamu menyesal atas perbuatanmu itu.” (Q.S 49 : 6) 80
Etika jurnalistik mengisyaratkan untuk meneliti integritas dan kredibilitas sumber yang memberikan informasi. Hal itu berarti, jika wartawan menginginkan suatu informasi maka hendaklah memikirkan terlebih dahulu siapa yang akan dijadikan sumbernya dengan mempertimbangkan disiplin ilmunya dan kapasitasnya sebagai sumber informasi.81
Setiap manusia harus mempertanggungjawabkan perbuatannya. Artinya, tidak ada satupun perbuatan yang terbebas dari aspek pertanggungjawaban. Demikian pula pengelola komunikasi. Meskipun dalam prakteknya mereka mempunyai kebebasan, namun tidak dapat lepas dari tanggung jawab. Tanggung jawab tidak hanya sebatas mempertanggungjawabkan kebenaran informasi yang disiarkan, tetapi juga harus mempertanggungjawabkan perbuatannya kepada masyarakat dan allah SWT.82
80
Tim Penyusun, Al-Qur’an dan Terjemahnya, h. 846 81
Mafri Amir, Etika Komunikai Massa dalam Pandangan Islam, h. 99-100 82
(54)
Karena itu, para pengelola komunikasi massa haruslah tunduk kepada etika yang berlaku. Etika yang tidak hanya sebatas pengertian buruk dan baik menurut masyarakat barat atau di timur, tetapi dalam pengertian yang mengacu kepada norma agama, yakni Islam. Karena akhlak adalah puncak dan inti dari ajaran Islam. Dengan demikian para pengelola komunikasi secara mutlak harus berpedoman dan bertumpu kepada etika Islami atau akhlak sebagai yang dituntun dan dituntut oleh Al-Qur’an dan Hadits.
(55)
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Metodologi penelitian merupakan suatu metode yang digunakan sebagai penerapan pendekatan ilmiah pada pengkajian suatu masalah. Tujuan dari penggunaan metodologi ini adalah untuk mengumpulkan data yang akurat dan menganalisis data tersebut agar dapat terungkap atau menemukan jawaban atas permasalahan yang sedang diteliti83
A. Penentuan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda 95 Ciputat.
Adapun alasan pemilihan lokasi ini didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut:
1. Lokasi penelitian sangat mudah dijangkau oleh peneliti.
2. Peneliti adalah mahasiswa di Fakultas Dakwah dan Komunikasi (FDK), sehingga data dapat dengan mudah diakses.
3. Adanya keterbatasan biaya, waktu dan tenaga yang dimiliki oleh peneliti.
B. Paradigma dan Desain Penelitian
83
(56)
Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah paradigma positivistik sebagai paradigma penelitian yang sangat berpengaruh dan dapat melahirkan pendekatan paradigma kuantitatif dalam penelitian sosial.84 Sedangkan desain penelitian menggunakan deskriptif eksplorasi dimana dalam hal ini tidak menggunakan hipotesis penelitian karena tidak ditujukan untuk mencari hubungan sebab akibat antar variabel. Penelitian hanya menggunakan kasus tertentu sebagai objek atau tempat tertentu sebagai subjek yang bersifat kasuistik terhadap suatu objek penelitian.85
C. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah keseluruhan mahasiswa jurnalistik tahun akademik 2004-2007 Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, yang berlokasi di Jl. Ir. H. Juanda 95 Ciputat yang berjumlah 149 mahasiswa. Adapun populasi dalam penelitian ini adalah populasi berstarata,86 yakni terdiri dari unit-unit yang sifatnya berstrata (berlapis). Unit populasi adalah golongan-golongan, kelompok-kelompok yang memiliki sifat bertingkat atau berlapis yang jelas.
Sampel dalam penelitian ini adalah para mahasiswa jurnalistik yang memiliki kriteria aktif di jurusan jurnalistik, dengan demikian populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa angkatan 2004-2007. Sehingga berdasarkan
84
Burhan Bungin, Metodologi Penelitin Kuantitatif, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2005) h. 32-33
85
Ibid, h. 36 86
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1989), Edisi Revisi, h. 109
(57)
kriteria tersebut tehnik pengambilan sampel dilakukan dengan cara stratifikasi random sampling yaitu penelitian yang populasinya bersifat strata (berlapis).
Adapun teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara mengelompokkan populasi berdasarkan angkatan masuk mahasiswa dari tahun 2004-2007 yang berjumlah 147 orang (lihat lampiran). Selanjutnya berdasarkan pengelompokkan tersebut setiap kelompok diambil 50% dari jumlah populasi. Dengan demikian jumlah sampel yang terambil dalam penelitian ini sebanyak 75 mahasiswa.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel independen yaitu respon mahasiswa, meliputi: a. Respon positif
b. Respon negatif
2. Varibel dependen yaitu kebebasan pers, yang meliputi: a. Pemberitaan yang benar dan sesuai dengan fakta b. Pemberitaan yang tidak merugikan banyak pihak c. Pemberitaaan yang tidak mencemarkan nama baik d. Pemberitaan yang tidak menyudutkan pihak tertentu e. Pemberitaan yang tidak menimbulkan perpecahan
(58)
Adapun hubungan antar variabel dan hasil yang didapatkan dapat digambarkan sebagai berikut:
Variabel pengaruh Variabel terpengaruh
Skema Kerangka Pemikiran Penelitian
E. Definisi Operasional dan Indikator Penelitian 1. Variabel independen: respon, meliputi:
A. Respon positif
Definisi operasional: Tanggapan, reaksi atau jawaban yang mendukung atau menyetujui suatu peristiwa yang terjadi
Indikator : - Pesan yang disampaikan mendapat feed back baik atau sejalan - Tidak adanya kendala dalam menanggapi suatu pesan komunikasi B. Respon negatif
Definisi operasional: Tanggapan, reaksi atau jawaban yang tidak mendukung atau tidak menyetujui suatu peristiwa yang terjadi
Respon Positif (+)
Respon Negatif (-)
Kebebasan Pers:
a. Pemberitaaan yang benar dan sesuai dengan fakta
b. Pemberitaan yang tidak merugikan banyak pihak
c. Pemberitaan yang tidak mencemarkan nama baik seseorang/golongan
d. Pemberitan yang tidak menyudutkan pihak tertentu e. Pemberitaan yang tidak
(1)
Jadi r x² hit = 7,446
db = (r-1).(c-1) Jadi : Alfa = 5 % db = (2-1).(5.1) x²tab = 9.49 db = 1 x 4 Maka : x²hit<x²tab
Tabel 11 menunjukkan bahwa nilai kai kuadrat x²tab (9.49) dan nilai dari x²hitung (7.44) maka x²hit<x²tab atau x²tab lebih besar dari x²hitung artinya tidaknya adanya perbedaan yang signifikan antara respon yang didapat bila berdasarkan jenis kelamin. Jadi kuesioner positif yang dilemparkan peneliti kepada responden yaitu mahasiswa jurnalistik dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh/respon positif dari mahasiswa terhadap kebasan pers di Indonesia jika dilihat berdasarkan jenis kelamin.
Perhitungan kai kuadrat mahasiswa jurnalistik 2004-2007 terhadap kebebasan pers di Indonesia menurut tahun angkatan.
Tabel 12
Kontigensi menurut Tahun Angkatan
Angkatan BF TMO TMN TMPT TMP TOTAL
Rendah
(2007) 1077 844 841 777 801 4340
Sedang
(2005-2006) 2336 1846 1896 1779 1823 9680
Tinggi
(2004) 1009 816 818 785 774 4202
TOTAL 4422 3506 3555 3341 3398 18222
Berdasarkan tabel 12 diperoleh bahwa sesuai hasil perhitungan yang berdasarkan tahun angkatan mahasiswa BF atau pemberitan yang benar dan sesuai fakta mempunyai skor tertinggi (4422), hal ini menunjukkan BF menjadi penting menurut jawaban responden menurut angkatan rendah (2007), sedang (2005-2006) dan tinggi (2004). Hal tersebut disebabkan karena angkatan rendah sedang maupun tinggi menganggap bahwa kehidupan pers berjalan sesuai dengan
(2)
semestinya, yakni jujur dan tidak mengada-ada, tidak membuat berita yang bersifat fiksi dan khayalan. Seorang wartawan harus melaporkan apa yang sesungguhnya terjadi, tidak mendustakan informasi serta bersifat objektif terhadap data dan fakta yang dikumpulkan. Tetapi tidak demikian halnya dengan TMPT atau pemberitaan yang tidak menyudutkan pihak tertentu mempunyai skor terendah (3327). Hal tersebut tidak menjadi dominan menurut angkatan rendah, sedang maupun tinggi, ini disebabkan karena memang pada dasarnya sebuah berita dapat benar-benar dipahami serta dimengerti jika imbas dari berita tersebut tidak menyudutkan suatu pihak.
Adapun hasil dari perhitungan x² berdasarkan tahun angkatan mahasiswa adalah sebagai berikut:
Tabel 13 Perhitungan x²
(fp-fh)²
Angkatan Edisi fo fh fo-fh (fo-fh)²
fh
BF 1077 1053.2 23.8 566.44 0.537827573
TMO 844 835.03 8.97 80.4609 0.096356897
TMN 841 846.7 -5.7 32.49 0.038372505
TMPT 777 795.73 -18.73 350.8129 0.440869265
Rendah (2007)
TMP 801 809.31 -8.31 69.0561 0.085327131
BF 2336 2349.08 -13.08 171.0864 0.072831236
TMO 1846 1862.47 -16.47 271.2609 0.145645782
TMN 1896 1888.5 7.5 56.25 0.029785544
TMPT 1779 1774.82 4.18 17.4724 0.009844604
Sedang
(2005-2006)
TMP 1823 1805.1 17.9 320.41 0.177502631
BF 1009 1019.71 -10.71 114.7041 0.112486982
TMO 816 808.48 7.52 56.5504 0.069946566
TMN 818 819.78 -1.78 3.1684 0.003864939
TMPT 785 770.43 14.57 212.2849 0.275540802
Rendah (2007)
TMP 774 783.58 -9.58 91.7764 0.11712448
TOTAL 18222 0.08 0.0064 2.213326938
(3)
db = (r-1).(c-1) Jadi : Alfa = 5 % db = (3-1).(5.1) x²tab = 15.51 db = 2 x 4 Maka : x²hit<x²tab = 8
Tabel 13 menunjukkan bahwa nilai kai kuadrat x²tab (15.51) dan nilai dari x²hitung (2.213) maka x²hit<x²tab atau x²tab lebih besar dari x²hitung artinya tidaknya adanya perbedaan yang signifikan antara respon yang didapat bila berdasarkan tahun angkatan. Jadi kuesioner positif yang dilemparkan peneliti kepada responden yaitu mahasiswa jurnalistik dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh/respon positif dari mahasiswa terhadap kebasan pers di Indonesia jika dilihat berdasarkan tahun angkatan.
Bila disimak dari tabel 10, 11, 12, dan 13 terlihat dengan jelas bahwa x²tab lebih besar dari x²hitung, maka dari semua data yang diperoleh didapat bahwa tidaknya adanya perbedaan yang signifikan antara respon yang didapat bila berdasarkan jenis kelamin maupun tahun angkatan. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa adanya pengaruh/respon positif dari mahasiswa terhadap kebasan pers di Indonesia yang dilihat berdasarkan dua permasalahan yakni jenis kelamin dan tahun angkatan mahasiswa.
(4)
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan analisa data yang dilakukan oleh peneliti di Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta ini diperoleh kesimpulan bahwa:
1. Mahasiswa jurnalistik merespon kebebasan pers di Indonesia secara positif, hal ini dilihat berdasarkan rangking rata-rata yang dihasilkan. Mahasiswa memberikan respon tertinggi (rangking pertama) yaitu pemberitaan yang benar dan sesuai fakta dengan skor tertinggi (341.5), pemberitaan yang tidak menimbulkan perpecahan dengan skor tertinggi (334.7), pemberitaan yang tidak menyudutkan pihak tertentu dengan skor tertinggi (329.1). Diikuti oleh pemberitaan yang tidak merugikan banyak pihak dengan skor tertinggi (311.9) dan pemberitaaan yang tidak mencemarkan nama baik dengan skor tertinggi. (277.3). Hal yang mendukung pernyataan ini adalah diperkuat dengan hasil uji chi-square dimana x²hit<x²tab yakni r hitung lebih kecil dari r tabulasi, dengan kata lain tidak ada pengaruh/perbedaan yang signifikan bila dilihat dari jenis kelamin dan tahun angkatan mengenai responnya terhadap kebebasan pers.
2. Banyaknya mahasiswa yang menyetujui kebebasan pers menjadi faktor yang mendorong munculnya respon. Hal tersebut dikarenakan mahasiswa jurnalistik yang memahami dengan baik profesi seorang jurnalis. Selain itu faktor-faktor pendorong respon antara lain:
(5)
a. Pemberitaan yang benar dan sesuai dengan fakta b. Pemberitaan yang tidak merugikan banyak pihak c. Pemberitaaan yang tidak mencemarkan nama baik d. Pemberitaan yang tidak menyudutkan pihak tertentu e. Pemberitaan yang tidak menimbulkan perpecahan
B. Saran
Adapun program yang diajukan di jurusan jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi sudah cukup baik, namun untuk lebih meningkatkan efektifitasnya, peneliti mempunyai beberapa saran sebagai berikut:
1. Perguruan Tinggi/Fakultas/Jurusan
a. Lebih menggiatkan penelitian yang terkait dengan pengembangan ilmu jurnalistik.
b. Didapatinya respon responden yang tinggi tentang kebebasan pers dalam penelitian, maka jurusan jurnalistik seyogyanya dapat mempertimbangkan pengalokasian mata kuliah yang dapat memberikan praktek lebih banyak. Hal ini menjadi penting untuk lebih mengasah keterampilan praktis mahasiswa jurnalistik.
2. Pers/Wartawan
Kebebasan pers merupakan hak dasar yang dimiliki pelaku pers, meskipun demikian peneliti berharap para insan pers tetap melakukan kebebasan yang mengedepankan etika kesopanan yang juga merupakan hak dasar setiap orang sebagai warga negara.
(6)