Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Satu hal yang menarik dan tentu saja termasuk yang essensial dalam kehidupan manusia, adalah kebebasan berbicara atau berpendapat. Mengapa hal tersebut menjadi menarik, sebab berbicara selain merupakan kekayaan manusia sebagai media. Selain itu berbicara juga menjadi salah satu ciri yang membedakan dari makhluk Tuhan lainnya. Berbicara juga merupakan salah satu bentuk ekspresi manusia berpikir. Negara juga menjamin kebebasan individu dalam berbicara maupun memperoleh informasi, hal ini tertuang di dalam pasal 28 F UUD 1945, setelah amandemen ke-2 yang mengatakan setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya. Serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang ada. 1 Persoalan berbicara dan berpendapat memang berkaitan dengan sejarah pertumbuhan pers. Pers lahir bermula dari sejarah perjuangan manusia tentang kebebasan berbicara dan berpendapat. Sejarah pers membuktikan begitu besarnya peranan media dalam menjunjung tinggi hak dan kebebasan berbicara setiap anggota masyarakat, bahkan pada perjalanan selanjutnya. 1 D. Lawrence Kincaid dan Wilburscram, Asas-asas Komunikasi Antar Manusia, Jakarta: LP3ES, 1997, h. 6 Hingga saat ini pers tetap dipandang sebagai kekuatan moral yang mampu menggerakkan semangat demokrasi. Memenangkan atau mengalahkan kepentingan-kepentingan, mendukung atau menumbangkan kekuasaan, sehingga kebebasan pers itu sendiri pada akhirnya merupakan fasilitas untuk menunjukkan adanya keterkaitan yang kuat antara kebebasan tersebut dengan kebebasan- kebebasan dasar lainnya yakni kebebasan berbicara, kebebasan berkumpul, dan kebebasan berpendapat. 2 Segala yang berkaitan dengan pers adalah soal kebebasan berbicara maupun berpendapat, peran media yang besar pun memang terbukti ampuh dalam hal menaklukan, seperti menjatuhkan seorang Presiden. Pantaslah jika dikatakan pers mampu mempengaruhi massa karena daya persuasinya yang kuat dan pengaruhnya yang besar kepada masyarakat. Pers merupakan salah satu kekuatan sosial yang menjalankan kontrol secara bebas dan bertanggung jawab, baik terhadap masyarakat maupun terhadap kekuatan-kekuatan sosial lainnya. Efektivitas pengaruhnya dapat dilihat pada bukti-bukti yang menyiratkan terjadinya peristiwa luar biasa sebagai akibat dari perilaku pers, baik akibat positif maupun negatif. Kisah kemenangan Jimmy Carter di Amerika, popularitas politik Saddam Hussein di Irak, tumbangnya kekuasaan Marcos di Filiphina, rontoknya pemerintahan orde baru di Indonesia, semuanya tidak terlepas dari peran-peran sosial politik yang dimainkan pers. 3 Jelas sekali jika dikatakan pers adalah salah satu kekuatan sosial, terbukti dengan efektifitas pengaruh yang besar dengan hasil yang luar biasa yang terjadi hampir 2 Asep Saiful Muhtahadi, Jurnalistik Pendekatan Teori dan praktik Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999, h. 14 3 Ibid, h. 48 di setiap negara, yang semua itu tidak lain adalah peran besar yang dilakukan oleh pers. Pers Indonesia memiliki andil yang cukup besar dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia. Terbukti dengan tulisan-tulisan yang begitu tajam mampu menggugah “mata dunia” terhadap perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Namun sayangnya setelah Indonesia merdeka, di era 50 an pers dijadikan sebagai alat propaganda partai-partai politik, pada era tersebut pers bukan lagi menjadi suara publik melainkan telah menjadi kepentingan politik. Era reformasi yang merubah ketatanegaran Indonesia ternyata berimplikasi terhadap kebebasan pers. Media massa begitu bebas meng ekspose apapun tanpa melihat implikasi dari pemberitaan tersebut. Sehingga setelah itu mulai diadakan penataan agar pers Indonesia memiliki tanggung jawab terhadap masyarakat. Sistem pers di Indonesia mengacu pada teori pers tanggung jawab sosial. 4 Asumsi utama teori ini adalah bahwa kebebasan mengandung di dalamnya suatu tanggung jawab yang sepadan. Maka pers harus bertanggung jawab pada pemerintah. Ini menimbulkan kesulitan tersendiri bagi pers yang kritis dan mencoba menjalankan kontrol sosial. Ada rambu-rambu yang tidak tertulis, yang tidak bisa dilanggar. Apabila kita cermati, dalam tubuh pers terdapat “dikotomi”, yaitu terbelah menjadi dua sisi yang berbeda. Pertama, pers adalah lembaga sosial dan wahana komunikasi massa yang melaksanakan kegiatan jurnalistik dalam menyampaikan informasi, pada sisi ini yang diutamakan adalah segi-segi iidil. Kedua, kita 4 Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta : PT, Raja Garafindo Persada, 2005, Cet. Ke- 2, h. 75 melihat pers sebagai perusahaan yang bermotif mencari keuntungan. 5 Maka dari itu apabila tidak bijaksana, akan terjadi ketidaksinambungan antara kepentingan iidil dan kepentingan komersial, dalam hal ini penerbitlah yang menentukan segi kepentingan yang diutamakan. Kebebasan pers harus dijaga sebagai hak yang tidak dapat dicabut dari kebebasan dalam masyarakat. Yang dimaksud dengan kebebasan pers adalah kebebasan dan tanggung jawab untuk mendiskusikan, mempertanyakan, dan menantang tindakan dan pernyataan pemerintah serta masyarakat dan lembaga swasta. Jurnalis menjunjung tinggi hak untuk menyuarakan opini–opini yang tidak populer dan hak istimewa untuk sependapat dengan mayoritas. 6 Kebebasan pers adalah hak warga masyarakat untuk mengetahui masalah atau fakta publik dan hak kebebasan masyarakat untuk mengekspresikan pikiran dan pendapatnya. Kebebasan pers bukan diartikan sebagai bebas yang semaunya dan tidak profesional. Karenanya pers harus bertanggung jawab. Maka dari itu perlu dibedakan antara kebebasan pers yang sebenarnya dengan bukan kebebasan pers yang kebablasan, seperti kutipan menarik dibawah ini: “Kebebasan pers jangan diartikan bisa bersikap “semau gue” atau yang sering disebut Crussading journalism, hantam asal hantam dengan dalih seakan- akan hanya untuk kepentingan The Underdogs. Tetapi harus memperhatikan moral, mutu, dan etika jurnalis…” 7 Agama Islam juga dapat diterapkan dalam kebebasan pers. Dalam hal ini media massa diharuskan menyampaikan informasi sesuai dengan syariat Islam, seperti menyampaikan berita secara jujur, adil serta tidak merugikan pihak 5 Eko Kahya, Perbandingan Sistem dan Kemerdekaan Pers, Bandung: Pustaka Bani Quraisyi, 2004, h. 46-47 6 Horea Salajan, dkk., ABC Paket Berita TV Jawa Barat: PJTV Program Pelatihan Jurnalistik Televisi, 2001, h. 10. 7 Purwadaksi, “Pandangan Jaringan Media Profetik,” h. 14 manapun. Secara tidak langsung seorang praktisi komunikasi massa berkewajiban mematuhi norma-norma yang berlaku dalam Islam. Jurnalistik Islam mengemban misi amar ma’ruf nahi munkar, maka pesan yang disampaikan pun diusahakan mempengaruhi komunikankhalayak agar berperilaku sesuai dengan ajaran Islam. Jurnalistik Islam tentu saja menghindari hal-hal yang dilarang, seperti gambar-gambar atau ungkapan pornografis, menjauhkan promosi kemaksiatan atau hal-hal yang bertentangan dengan syariat Islam seperti fitnah, pemutarbalikkan fakta, berita bohong, mendukung kemunkaran. Jurnalistik Islam harus mampu mempengaruhi khalayak agar menjauhi kemaksiatan, dan menawarkan solusi Islam atas setiap masalah. 8 Kebebasan pers harus diperhatikan oleh semua pihak dan semua lapisan masyarakat. Tidak terkecuali mahasiswa jurnalistik yang dalam hal ini dijadikan responden dalam menyelesaikan skripsi ini. Peneliti sangat berharap hasil dari penelitian ini dapat menggambarkan bagaimana respon sekaligus tanggapan mahasiswa mengenai kebebasan pers di Indonesia. Dari hasil yang didapat pun akan terlihat jelas apakah mahasiswa jurnalistik mengikuti sejauh mana perkembangan pers di Indonesia. Mahasiswa jurnalistik dalam hal ini begitu sangat penting menyikapi permasalahan kebebasan pers yang terjadi di Indonesia, tentu saja hal ini sangat terkait erat dengan jurusan yang mahasiswa ambil yaitu jurnalistik, jurusan yang akan menjadikan mahasiswa tersebut berprofesi sebagai seorang pers. Profesi yang menuntut tanggung jawab dan memerlukan kesadaran yang tinggi, yang 8 Asep Syaiful M. Romli, Jurnalistik Praktis Untuk Pemula, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003, h. 119-120 dalam hal ini seorang pers harus memiliki kecakapan dan keterampilan serta pengetahuan jurnalistik yang memadai dalam menjalankan profesinya. 9 Penelitian ini terasa menarik khususnya bagi para mahasiswa jurnalistik, sebab penelitian ini dapat dipelajari sebagai suatu sumber pengetahuan sekaligus sebagai motivasi bagi para jurnalis untuk lebih meningkatkan ilmu pengetahuan jurnalistik yang memadai dalam menjalankan profesinya. Selain itu juga sebagai pelengkap eksistensi khususnya mahasiswa jurnalistik Universitas Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai juru dakwah, juru penerang, dan tenaga professional bimbingan keagamaan bagi masyarakat. Atas dasar pemikiran di atas maka, peneliti tertarik untuk meneliti tentang Respon Mahasiswa Jurnalistik Fakultas Dakwah dan Komunikasi 2004-2007 terhadap Kebebasan Pers di Indonesia.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah