dilakukan dengan perantara barang cetakan. Sedangkan pers dalam arti luas yaitu yang menyangkut kegiatan komunikasi baik yang dilakukan media cetak maupun
dengan media elektronik seperti radio, televisi, maupun internet.
31
Asmawi Murani dan Nooroso dalam bukunya mengungkapkan bahwa pers dalam arti luas adalah media komunikasi massa yang didalamnya mengandung
semua unsur menyiarkan atau memancarkan pikiran, gagasan dan perasaan seseorang, baik dengan kata-kata tertulis atau tercetak maupun dengan kata-kata
lisan atau ucapan. Sedangkan pers dalam arti sempit mengandung penyiaran pikiran, gagasan, atau berita-berita dengan cara tertulis atau tercetak.
32
Sedangkan menurut Eko Kahya pers dalam arti sempit merupakan manifestasi dari “freedom of the press” kebebasan menyatakan atau
mengutarakan pendapat, gagasan, atau pikiran, sedangkan dalam arti luas dari “freedom of the speech” kebebasan berbicara.
33
Perbedaan antara pers dalam arti luas dan sempit memang perlu diadakan, ini dikarenakan agar tidak timbul salah pengertian berhubung akibat hukum antara
keduanya berlainan. Namun tidak dapat dihindari definisi keduanya sama dalam
hal memberikan informasi.
2. Sistem Pers Indonesia
Sistem pada hakekatnya adalah suatu totalitas yang tediri dari subsistem- subsistem dengan atribut-atributnya yang satu sama lain saling berkaitan, saling
ketergantungan satu sama lain, saling interaksi dan saling pengaruh-
31
Ibid, h. 17
32
Asmawi Murani dan Nooroso, Materi Pokok Hukum dan Etika Komunikasi Massa, Jakarta: UT, 2000, h. 1.4
33
Eko Kahya, Perbandingan Sistem dan Kemerdekaan Pers, Bandung: Pustaka Bani Quraisy, 2004, h. 39
mempengaruhi, sehingga keseluruhannya merupakan suatu kebetulan yang utuh serta mempunyai peranan dan tujuan tertentu.
34
Sebagai suatu sistem, pers pun terdiri dari berbagai subsistem antara lain tugas, fungsi, organisasi, manajemen, misi dan visi yang merupakan suatu
kebulatan yang utuh dan suatu totalitas, serta mempunyai peranan dan tujuan tertentu.
35
Menurut Rachmadi dalam buku karangan Nuruddin Fred Siebert, Wilbur Schramm, dan Theodore Peterson dalam bukunya Four Theories Of The Press
1963 mengamati setidak-tidaknya ada empat kelompok besar teori sistem pers, yakni sistem pers otoriter authoritaraian,
sistem pers liberal libertarian, sistem pers komunis marxist dan sistem pers tanggung jawab sosial social responsibility.
36
Teori atau sistem pers otoriter dikenal sebagai sistem tertua, yang lahir sekitar abad 15-16 pada masa pemerintahan absolut. Pers dalam sistem ini
berfungsi sebagai penunjang negara kerajaan untuk memajukan rakyat. Pemerintah menguasai sekaligus mengawasi media. Berbagai kejadian yang akan
diberikan dikontrol pemerintah karena kekuasaan raja sangat mutlak. Negara dengan raja sebagai kekuatan adalah pusat segala kegiatan. Oleh karena itu,
individu tidak penting; yang lebih penting adalah negara sebagai tujuan akhir individu. Mussolini Italia dan Adolf Hitler Jerman adalah dua penguasa yang
mewarisi sistem otoriter.
37
34
Ibid, h. 40
35
Ibid, h. 41
36
Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, Jakarta: PT, Raja Garafindo Persada, 2005, Cet. Ke- 2, h. 72
37
Ibid , h. 72
Sistem pers liberal libertarian berkembang pada abad 17-18 sebagai akibat munculnya revolusi industri, dan adanya tuntutan kebebasan pemikiran di
negara Barat yang sering disebut aufklarung pencerahan. Esensi dasar sistem ini memandang manusia mempunyai hak asasi dan meyakini bahwa manusia akan
bisa mengembangkan pemikirannya secara baik jika diberi kebebasan. Manusia dilahirkan sebagai makhluk bebas yang dikendalikan akal dan bisa mengatur
sekelilingnya untuk tujuan yang mulia. Kebebasan adalah hal utama dalam mewujudkan essensi dasar itu, sedangkan kontrol pemerintah dipandang sebagai
manifestasi “pemerkosaan” kebebasan berpikir. Oleh Karena itu, pers harus diberi tempat yang sebebas-bebasnya untuk membantu mencari kebenaran. Kebenaran
akan diperoleh jika pers diberi kebebasan sehingga kebebasan pers menjadi tolak ukur dihormatinya hak bebas yang dimiliki manusia.
38
Sistem pers komunis juga sering disebut sistem pers “Totaliter Soviet Soviet Totalitarian
” atau pers “Komunis Soviet Soviet Communist” berkembang karena munculnya negara Uni Soviet yang berpaham komunis pada awal abad ke-
20. Sistem ini dipengaruhi oleh pemikiran Karl Marx tentang perubahan sosial yang diawali oleh dialektika Hegel yang mengatakan “bahwa tak ada bidang-
bidang realitas maupun bidang-bidang pengetahuan yang bediri sendiri karena semua saling terkait dalam satu gerak penyangkalan dan pembenaran.” Pers dalam
sistem ini merupakan alat pemerintah atau partai dan menjadi bagian integral dari negara. Pers menjadi alat atau organ partai yang berkuasa Partai Komunis Uni
SovietPKUS. Dengan demikian segala sesuatu ditentukan oleh negara partai.
38
Nuruddin, Sistem Komunikasi Indonesia, h. 72-73
Kritik diizinkan sejauh tidak bertentangan dengan ideologi partai. Media massa melakukan yang terbaik untuk partai yang ditentukan oleh pemimpin PKUS.
39
Sistem pers Tanggung Jawab Sosial Social Responsibility muncul pada abad ke-20 pula sebagai protes terhadap kebebasan mutlak dari libertarian yang
mengakibatkan kemerosotan moral masyarakat. Dasar pemikian sistem ini adalah sebebas-bebasnya pers harus bisa bertanggung jawab kepada masyarakat tentang
apa yang diaktualisasikan.
40
Melihat uraian tentang empat teori tersebut, jika diamati Indonesia termasuk dalam sistem pers tanggung jawab sosial. Ini tidak hanya dilihat dari
istilah “kebebasan pers yang bertanggung jawab” seperti yang kita kenal selama ini. Namun berbagai aktualisasi pers pada akhirnya harus disesuaikan dengan
etika dan moralitas masyarakat. Berita yang disampaikan pers harus bisa dipertanggungjawabkan kepada masyarakat. Adapun tanggung jawab itu ada satu
dasar ideologi yang diyakini, yakni Pancasila. Pancasila harus dijadikan acuan dalam perilaku pers.
41
3. Kode Etik Wartawan