Rancangan Kampung Jajanan Sebagai Urban Catalyst Kawasan Perkotaan

(1)

RANCANGAN KAMPUNG JAJANAN SEBAGAI URBAN CATALYST KAWASAN PERKOTAAN

SKRIPSI

OLEH

SILVIRA META HANDARI 100406012

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK


(2)

RANCANGAN KAMPUNG JAJANAN SEBAGAI URBAN CATALYST KAWASAN PERKOTAAN

SKRIPSI

Untuk memperoleh Gelar Sarjana Teknik Dalam Departemen Arsitektur

Pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

SILVIRA META HANDARI 100406012

DEPARTEMEN ARSITEKTUR FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN


(3)

PERNYATAAN

RANCANGAN KAMPUNG JAJANAN SEBAGAI URBAN CATALYST KAWASAN PERKOTAAN

SKRIPSI

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam Skripsi ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, Juli 2014


(4)

Judul Skripsi : RANCANGAN KAMPUNG JAJANAN SEBAGAI URBAN CATALYST KAWASAN PERKOTAAN

Nama Mahasiswa : Silvira meta Handari Nomor Pokok : 100406012

Departemen : Arsitektur

Menyetujui Dosen pembimbing

Dr. Ir. Dwira N. Aulia M.Sc

Koordinator Skripsi, Ketua Program Studi,

Ir. Bauni Hamid, M.DesS, Ph.D Ir. N. Vinky Rahman, MT


(5)

Telah diuji pada Tanggal:

Panitia Penguji Skripsi

Ketua Komisi Penguji : Penguji I Anggota Komisi Penguji : 1. Penguji II


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya, penulis dimampukan untuk menyelesaikan skripsi ini sebagai syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Teknik Arsitektur pada Universitas Sumatera Utara (USU) Medan.

Penulis juga ingin menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. Ir. Dwira N. Aulia M.Sc, selaku Dosen Pembimbing yang telah membantu memberikan petunjuk dan pengarahan dalam penulisan skripsi ini. 2. Bapak Boy Brahmawanta S.T, M.T, IAI, selaku Dosen Penguji I serta Dosen

Arsitek Pembimbing yang telah memberikan kritik dan saran yang mendukung.

3. Bapak Taufik Mustafa S.T, M.T, IAI, selaku Dosen Penguji kedua yang telah memberikan kritik dan saran dalam penulisan skripsi ini.

4. Bapak Ir. Bauni Hamid, M.DesS, Ph.D, selaku dosen koordinator yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama proses pembuatan skripsi. 5. Bapak Ir. N. Vinky Rahman, M.T, selaku Ketua Departemen Arsitektur dan

Bapak Ir. Rudolf Sitorus, M.LA, selaku Sekretaris Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.


(7)

6. Bapak dan Ibu dosen staff pengajar Departemen Arsitektur, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

7. Masyarakat Kampung Hamdan yang telah memberikan informasi dan izin dalam melakukan survei sehingga penulis mendapatkan data yang diperlukan untuk menyelesaikan skripsi ini.

8. Kedua orang tua dan saudara-saudara penulis yang tercinta, yang telah mendoakan dan memberikan dorongan untuk penulis menyelesaikan studi dan skripsi penulis di Universitas Sumatera Utara.

9. Rekan-rekan mahasiswa khususnya Doni, Agung, Fikar, Aldo, bagi yang tidak tersebut namanya penulis mohon maaf atas kekhilafan.

10.Abdul Joshua Oh Mandai yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tugas PA6 sehingga penulis dapat melanjutkan skripsi ini.

11.Jeumpa, Anggi, Ela, Suci, Aya, dan Rina yang telah banyak membantu dan memberikan dukungan serta motivasi untuk penulis.

12.Khususnya pada sahabat penulis Sri Hartini yang telah banyak membantu dan selalu memberikan dukungan serta semangat untuk penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

13.Pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan motivasi tetapi tidak dapat dicantumkan seluruhnya.

Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari sempurna. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak sebagai bahan penyempurnaan skripsi ini.


(8)

Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat yang besar bagi semua pihak.

Medan, Juli 2014

Penulis,


(9)

ABSTRAK

Revitalisasi kawasan muka sungai yang kumuh dan terlantar di pusat kota saat ini belum menemukan model penerapan ideal yang dianggap berhasil mengakomodasi berbagai kepentingan para stakeholder. Salah satu akar permasalahan yang luput dari proses perencanaan dan perancangan adalah luputnya upaya mengintegrasikan kondisi ideal dan realitas, maka untuk itu dilakukan peremajaan kembali pada kawasan permukiman kumuh yang terletak pada tepi sungai. Tujuan dalam melakukan revitalisasi ini adalah untuk mengurangi kepadatan bangunan dan memperluas ruang terbuka hijau yang mengacu pada perhitungan ekonomis.Katalis merupakan salah satu konsep untuk strategi revitalisasi pada suatu kawasan terbangun. Di dalam konsep urban catalyst, desain arsitektural dapat menjadi katalis bagi proses penataan suatu kawasan. Sungai Deli memiliki sejarah yang penting di Sumatera Utara pada masa pemerintahan kerajaan Deli yang pada awalnya merupakan urat nadi perdagangan ke daerah lain. Perancangan ini dilakukan dengan menggunakan metode reflective ethnography yang mana proses perancangan dilakukan sendiri yang bersifat reflektif, sedangkan metode penelitian cenderung menerapkan model penelitian etnografik. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa ruang publik, pusat perdagangan dan kegiatan di area muka sungai dapat menjadi katalis bagi Kampung Hamdan. Penataan terhadap elemen-elemen tersebut dapat menjadi katalis melalui linkage system yang terbentuk.

Kata kunci: revitalisasi, muka sungai, desain katalis, permukiman kumuh, sistem keterkaitan.

ABSTRACT

Revitalization of the river front area is rundown and abandoned in downtown now there has been find the ideal model of the application which is considered successfully accommodate the various interests of stakeholders. One of the problems that escaped from the planning and design process is being loose an effort to integrate the ideal and the reality condition, then it's important to do the rejuvenation of the slum area which is located on the banks of the river. The purpose in doing this revitalization is to reduce the density of buildings and expand the green space that refers to the economic calculations. Catalyst is one of the concepts for revitalization strategies in a region . In the concept of urban catalyst, architectural design can be a catalyst for the process of structuring an area. Deli River has an important history in North Sumatra during the reign of the kingdom of Deli which was originally an artery of trade to other areas. The design was done by using the method of reflective ethnographic which carried its own design process that is reflective, while the research methods tend to apply the model of ethnographic research. From the analysis it can be seen that the public sphere, the center of commerce and activity in the face area of the river can be a catalyst for the village of Hamdan. The arrangement of the elements can be a catalyst formed through the linkage system.


(10)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... vi

ABSTRAK ... ix

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

PROLOG: A River Runs Through It ... 1

BAB I KONDISI KAWASAN DALAM BEBERAPA ASPEK ... 1

1.1 Sungai Deli ... 6

1.2 Kampung Hamdan ... 10

1.2.1 Aspek Lingkungan ... 10

1.2.2 Aspek Fisik ... 11

1.2.3 Aspek Sosial & Budaya ... 15

1.2.4 Aspek Ekonomi ... 16

1.2.5 Studi Banding Proyek Sejenis ... 18

BAB II SEBUAH PEMAHAMAN TERHADAP KASUS PROYEK ... 22

2.1 Rumah Susun ... 26

2.1.1. Latar Belakang ... 27

2.1.2. Sistem Kepemilikan Individual ... 28

2.2 Kasus Proyek Rancangan ... 29


(11)

2.2.2 Kondisi Kebudayaan Masyarakat ... 31

2.2.3 Kondisi Keamanan dan Keselamatan Privasi Masyarakat ... 31

2.2.4 Potensi Tapak Terhadap Proyek ... 32

BAB III POTENSI DAN PERMASALAHAN ... 33

3.1 Potensi dan Permasalahan dalam Menerapkan Tema ... 33

3.2 Tema Proyek ... 34

3.2.1 Urban Catalyst ... 34

3.2.2 Penerapan Tema Urban Catalyst ... 36

BAB IV MENGEKSPRESIKAN BENTUK ... 38

4.1 Massa Bangunan ... 39

4.1.1 Rumah Susun ... 39

4.1.2 Kampung Jajanan ... 42

4.2 Konsep Denah ... 44

4.2.1 Denah Pertama ... 44

4.2.2 Denah Kedua ... 44

4.3 Konsep Denah Keseluruhan ... 45

4.4 Perletakan Ruang Terhadap Tapak ... 48

4.4.1 Rancangan Pertama ... 48

4.4.2 Rancangan Akhir ... 55

BAB V PENERAPAN STRUKTUR TERHADAP RANCANGAN ... 66

5.1 Rumah Susun ... 68

5.1.1 Struktur Kolom & Balok ... 68

5.1.2 Struktur Pondasi ... 70

5.1.3 Struktur Dinding ... 71


(12)

5.2 Kampung Jajanan ... 73

5.2.1 Struktur Tiang Penyangga ... 73

5.2.2 Struktur Dinding ... 74

5.2.3 Struktur Pondasi ... 76

BAB VI KONSEP UTILITAS ... 77

6.1 Plumbing ... 77

6.2 Listrik ... 78

6.3 Kebakaran & Sampah ... 79

6.4 Transportasi Vertikal ... 79

BAB VII KAMPUNG HAMDAN SEBAGAI KATALISATOR PERKOTAAN ... 80

7.1 Tapak Berpotensi untuk Area Wisata dan Aktivitas Ekonomi ... 80

7.1.1 Area Tepi Sungai... 81

7.1.2 Area Rumah Susun ... 82

7.2 Nilai Ganti Untung Hunian Kampung Hamdan ... 83

EPILOG ... 85

DAFTAR PUSTAKA ... 86 LAMPIRAN


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Skenario Ganti Untung Hunian Kepemilikan Legal ... 61 Tabel 4.2 Skenario Ganti Untung Hunian Kepemilikan Illegal ... 61 Tabel 4.3 Skenario Ganti Untung Pasar ... 62


(14)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1.1 Kedalaman sungai saat tidak terjadi hujan ... 8

Gambar 1.2 Kedalaman sungai saat terjadi hujan ... 8

Gambar 1.3 Kondisi bantaran Sungai Deli ... 9

Gambar 1.4 Peta Lokasi Proyek ... 10

Gambar 1.5 Rumah penduduk berdinding batu bata ... 11

Gambar 1.6 Rumah penduduk berdinding seng bekas ... 12

Gambar 1.7 Kondisi jalan di sekitar tapak berupa gang ... 13

Gambar 1.8 Kondisi jalan di sekitar tapak berupa jalan menengah ... 14

Gambar 1.9 Kondisi parit di sekitar kawasan ... 15

Gambar 1.10 Manfaat sungai bagi warga ... 16

Gambar 1.11 Aktivitas ekonomi di pinggir jalan ... 17

Gambar 2.1 Rumah susun habitat 67 ... 27

Gambar 2.2 Warung Bakso Amat ... 30

Gambar 4.1 Massa bangunan pertama ... 39

Gambar 4.2 Massa bangunan kedua... 40

Gambar 4.3 Massa bangunan ketiga ... 41

Gambar 4.4 Massa kampung jajanan pertama ... 42


(15)

Gambar 4.6 Konsep denah pertama ... 44

Gambar 4.7 Konsep denah kedua... 44

Gambar 4.8 Konsep pertama denah keseluruhan ... 45

Gambar 4.9 Konsep kedua denah keseluruhan ... 46

Gambar 4.10 Denah tipe unit 36 ... 47

Gambar 4.11 Denah tipe unit 45 ... 47

Gambar 4.12 Denah tipe unit 54 ... 47

Gambar 4.13 Rancangan site plan ... 49

Gambar 4.14 Parkir hunian rumah susun ... 54

Gambar 4.15 Parkir Kampung Hamdan ... 54

Gambar 4.16 Rancangan akhir tapak ... 56

Gambar 4.17 Denah lantai dasar kampung jajanan ... 59

Gambar 4.18 Denah lantai dua kampung jajanan ... 59

Gambar 4.19 Denah lantai tiga kampung jajanan ... 59

Gambar 4.20 Denah lantai basement kampung jajanan ... 60

Gambar 4.21 Sketsa area water taxy deck ... 63

Gambar 4.22 3D area water taxy deck ... 63

Gambar 4.23 Sketsa jembatan penghubung ke kampung sebelah ... 64


(16)

Gambar 5.1 Struktur kolom rumah susun ... 69

Gambar 5.2 Struktur balok rumah susun ... 69

Gambar 5.3 Struktur dinding rumah susun ... 71

Gambar 5.4 Struktur lantai rumah susun... 72

Gambar 5.5 Berbagai bentuk struktur rangka batang kayu ... 74

Gambar 5.6 Struktur dinding kampung jajanan ... 74

Gambar 5.7 Media tanam vertikal ... 75

Gambar 7.1 Rumah susun yang telah dirancang ... 81

Gambar 7.2 Gazebo tepi sungai ... 82


(17)

PROLOG

A River Runs Through it

Riverfront architecture atau arsitektur muka air merupakan pendekatan arsitektur terhadap sungai dimana memberikan dampak positif pada perkembangan kawasan sungai dan mempunyai hubungan yang kuat dengan badan sungai yang ada dalam kawasan. Riverfront berfungsi sebagai kegiatan kawasan, baik yang tumbuh atau sudah berkembang maupun dalam perencanaan kawasan yang berada di tepi sungai. Serta bangunan-bangunan yang direncanakan berhadap langsung ke arah sungai, dibatasi oleh ruang terbuka hijau yang sesuai dengan ketentuan garis sempadan dan kawasan lindung setempat (Sandio dkk, 2013).

Dalam konteks Kota Medan, kawasan muka sungai merupakan kawasan yang paling identik dengan lokasi terlantar, tidak tertata dan kumuh. Kenyataan ini makin diperburuk oleh masyarakat yang menjadikan sungai sebagai area pembuangan baik berupa limbah maupun sampah. Padahal, kalau masyarakat berpikir lebih terbuka, daerah kawasan sungai bisa dijadikan manfaat untuk objek wisata.

Daerah tepi Sungai Deli yang mulanya, pada masa kerajaan Deli, merupakan urat nadi perdagangan ke daerah lain. Tapi melihat keadaan sekarang, Sungai Deli terlihat tidak terawat karena banyaknya sampah yang menumpuk disebabkan oleh warga permukiman itu sendiri, warga tidak memikirkan apa akibat dari perilaku mereka. Selain itu, pencemaran Sungai Deli, 70 persen di antaranya diakibatkan oleh


(18)

limbah padat dan cair. Limbah domestik padat atau sampah yang dihasilkan di kota Medan mencapai 1.235 ton perhari (wikipedia).

Seiring pesatnya pembangunan Kota Medan, hal ini memberi pengaruh pada perkembangan di sekitar kota, salah satunya kawasan permukiman padat di Kelurahan Kampung Hamdan Kecamatan Medan Maimun. Masalah utama yang mendukung untuk dilakukannya revitalisasi pada kawasan adalah kurangnya ruang terbuka hijau, padatnya kondisi bangunan, dan tidak adanya tempat pembuangan untuk sampah sehingga menyebabkan permukiman menjadi kumuh.

Peremajaan kembali pada kawasan pemukiman kumuh yang terletak pada tepi sungai bertujuan untuk menciptakan kawasan permukiman penduduk yang mempunyai kualitas lingkungan yang baik dari sebelumnya, bisa mengatasi masalah penduduk yang mendirikan bangunan secara illegal, serta bisa memanfaatkan potensi lingkungan yaitu sungai yang ada pada lokasi kawasan permukiman sebagai area depan dari permukiman warga dengan menjadikan ruang terbuka untuk aktivitas masyarakatnya sendiri.

Dalam hal ini, maka akan dilakukan sebuah kasus tentang “Model Penataan Fungsi Campuran” Perumahan Flat Sederhana dan Area Komersil yang berlokasi pada kawasan tepi Sungai Deli Segmen Jl. Ir. H. Juanda – Jl. Multatuli, Medan. Tujuan dalam melakukan revitalisasi ini adalah untuk mengurangi kepadatan


(19)

bangunan dan memperluas ruang terbuka hijau yang mengacu pada perhitungan ekonomis.

Pentingnya penanganan permukiman kumuh ini, juga ditegaskan dalam UU No. 4 Tahun 1992 pada Pasal 4 tentang perumahan dan permukiman bahwa penataan perumahan dan permukiman bertujuan untuk:

1. Memenuhi kebutuhan rumah sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia, dalam rangka peningkatan dan penerataan kesejahteraan masyarakat;

2. Mewujudkan perumahan dan permukiman yang layak dalam lingkungan yang sehat, aman, serasi, dan teratur.

Pada kawasan, kegiatan yang terlihat lebih kepada warga yang berjualan yang berada di pinggir-pingir jalan ataupun di dalam rumah warga. Usaha ini dilakukan untuk menunjang kegiatan ekonomi warga yang berada di Kelurahan Kampung Hamdan. Tetapi, dengan adanya warung-warung di sekitar badan jalan menyebabkan terjadinya kemacetan karena pengunjung menggunakan jalan sebagai area untuk parkir.

Usaha yang dimaksud di atas berupa jualan nasi, bakso, tempat area kecantikan/salon, toko serba ada, serta industri rumah tangga seperti pembuatan bakso dan depot air bersih. Depot air bersih ini dijual kepada warga sekitar yang digunakan untuk air minum, sedangkan pembuatan bakso ini dilakukan pada siang hari bagi warga yang berjualan dengan menggunakan gerobak bakso yang dijual pada


(20)

malam hari. Di kawasan ini juga terkenal dengan Warung Bakso Amat yang kelezatannya tidak diragukan lagi oleh masyarakat Kota Medan.

Dengan adanya aktivitas ekonomi tersebut, maka muncullah pemikiran tentang penataan atau pembangunan kembali terhadap kawasan permukiman padat tanpa menghilangkan kegiatan ekonomi yang berlangsung. Hal ini melatarbelakangi munculnya tema yang akan diterapkan berhubungan dengan kegiatan ekonomi warga yang bertajuk kepada tema “Urban Catalyst” (Attoe, 1989).

Secara garis besar, tema ini mampu membangkitkan kegiatan ekonomi dan juga kegiatan sosial warga yang ada di kawasan. Tetapi agar kegiatan ekonomi warga tidak menjadi gangguan bagi pengguna jalan, maka kegiatan ekonomi warga dialihkan dari yang tadinya berjualan di pinggir jalan serta yang ada di dalam rumah, maka akan disediakan tempat di dalam kawasan. Warga yang berjualan akan berkumpul dalam satu tempat yang bisa juga disebut dengan area kampung jajanan.


(21)

ABSTRAK

Revitalisasi kawasan muka sungai yang kumuh dan terlantar di pusat kota saat ini belum menemukan model penerapan ideal yang dianggap berhasil mengakomodasi berbagai kepentingan para stakeholder. Salah satu akar permasalahan yang luput dari proses perencanaan dan perancangan adalah luputnya upaya mengintegrasikan kondisi ideal dan realitas, maka untuk itu dilakukan peremajaan kembali pada kawasan permukiman kumuh yang terletak pada tepi sungai. Tujuan dalam melakukan revitalisasi ini adalah untuk mengurangi kepadatan bangunan dan memperluas ruang terbuka hijau yang mengacu pada perhitungan ekonomis.Katalis merupakan salah satu konsep untuk strategi revitalisasi pada suatu kawasan terbangun. Di dalam konsep urban catalyst, desain arsitektural dapat menjadi katalis bagi proses penataan suatu kawasan. Sungai Deli memiliki sejarah yang penting di Sumatera Utara pada masa pemerintahan kerajaan Deli yang pada awalnya merupakan urat nadi perdagangan ke daerah lain. Perancangan ini dilakukan dengan menggunakan metode reflective ethnography yang mana proses perancangan dilakukan sendiri yang bersifat reflektif, sedangkan metode penelitian cenderung menerapkan model penelitian etnografik. Dari hasil analisis dapat diketahui bahwa ruang publik, pusat perdagangan dan kegiatan di area muka sungai dapat menjadi katalis bagi Kampung Hamdan. Penataan terhadap elemen-elemen tersebut dapat menjadi katalis melalui linkage system yang terbentuk.

Kata kunci: revitalisasi, muka sungai, desain katalis, permukiman kumuh, sistem keterkaitan.

ABSTRACT

Revitalization of the river front area is rundown and abandoned in downtown now there has been find the ideal model of the application which is considered successfully accommodate the various interests of stakeholders. One of the problems that escaped from the planning and design process is being loose an effort to integrate the ideal and the reality condition, then it's important to do the rejuvenation of the slum area which is located on the banks of the river. The purpose in doing this revitalization is to reduce the density of buildings and expand the green space that refers to the economic calculations. Catalyst is one of the concepts for revitalization strategies in a region . In the concept of urban catalyst, architectural design can be a catalyst for the process of structuring an area. Deli River has an important history in North Sumatra during the reign of the kingdom of Deli which was originally an artery of trade to other areas. The design was done by using the method of reflective ethnographic which carried its own design process that is reflective, while the research methods tend to apply the model of ethnographic research. From the analysis it can be seen that the public sphere, the center of commerce and activity in the face area of the river can be a catalyst for the village of Hamdan. The arrangement of the elements can be a catalyst formed through the linkage system.


(22)

BAB I

KONDISI KAWASAN DALAM BEBERAPA ASPEK

Kegiatan studi lapangan untuk kasus proyek ini dilakukan untuk mendapatkan data yang dibutuhkan selama dalam pembuatan proyek dan juga untuk mengetahui kondisi tapak yang ada pada kawasan yang akan direncanakan. Setelah melakukan kegiatan studi lapangan, keadaan/kondisi bangunan yang ada di kawasan tergolong kepada permukiman dengan kepadatan bangunan tinggi, dan permukiman ini digolongkan kepada permukiman kumuh. Kumuh di sini dilihat dari kondisi fisik dan kondisi sosial ekonomi budaya.

Ciri-ciri permukiman kumuh, seperti yang diungkapkan oleh Suparlan (1997) adalah:

• Fasilitas umum yang kondisinya kurang memadai.

• Kondisi hunian rumah dan permukiman serta penggunaan ruang-ruangnya mencerminkan penghuninya yang kurang mampu atau miskin.

• Adanya tingkat frekuensi dan kepadatan volume tinggi dalam penggunaan ruang-ruang yang ada di permukiman kumuh sehingga mencerminkan kesemrawutan tata ruang dan ketidakberdayaan ekonomi penghuninya.

• Permukiman kumuh merupakan suatu satuan-satuan komuniti yang hidup secara tersendiri dengan batas-batas kebudayaan dan sosial yang jelas


(23)

• Penghuni permukiman kumuh secara sosial dan ekonomi tidak homogen, warganya mempunyai mata pencaharian dan tingkat kepadatan yang beranekaragam, begitu juga asal muasalnya.

• Sebagian besar penghuni permukiman kumuh adalah mereka yang bekerja di sector informal atau mempunyai mata pencaharian tambahan di sector informil.

1.1 Sungai Deli

Sungai adalah aliran air yang besar dan memanjang yang mengalir secara terus menerus dari hulu (sumber) menuju hilir (muara). Pada beberapa kasus, sebuah sungai secara sederhana mengalir meresap ke dalam tanah sebelum menemukan badan air lainnya. Dengan melalui sungai merupakan cara yang biasa bagi air yang turun di anak sungai. Beberapa anak sungai akan bergabung untuk membentuk sungai utama. Aliran air biasanya berbatasan dengan saluran dasar dan tebing di sebelah kiri dan kanan. Kemanfaatan terbesar sebuah sungai adalah unt baku air minum, sebagai saluran pembuangan air hujan dan air limbah, bahkan sebenarnya potensial untuk dijadikan objek wisata sungai (Wikipedia).

Sungai dalam kehidupan manusia mempunyai peranan penting, yaitu sebagai mata pencaharian bagi yang bekerja menjadi nelayan, sebagai tempat daerah wisata,


(24)

sebagai tempat untuk mendapatkan air, sebagai sarana transportasi, dan lain sebagainya. Menurut Mulyanto (2007) ada dua fungsi utama sungai secara alami yaitu mengalirkan air dan mengangkut sedimen hasil erosi pada Daerah Aliran Sungai dan alurna. Kedua fungsi ini terjadi bersamaan dan saling mempengaruhi.

Menurut Muttaqin (2013), jenis-jenis sungai berdasarkan debit airnya dilasifikasikan menjadi :

a. Sungai pemanen, adalah sungai yang debit airnya sepanjang tahun relatif tetap. b. Sungai periodik, adalah sungai yang pada waktu musim penghujan debit airnya besar, sedangkan pada musim kemarau debitnya kecil.

c. Sungai Episodik, adalah sungai yang pada musim kemarau kering dan pada waktu musim penghujan airnya banyak.

d. Sungai Ephemeral, adalah sungai yang hanya ada airnya saat musim hujan dan airnya belum tentu banyak.

Melihat dari jenis-jenis air berdasarkan debitnya, maka Sungai Deli termasuk pada jenis sungai periodic yang pada waktu musim penghujan debit airnya besar, sedangkan pada musim kemarau debitnya kecil, seperti yang terlihat pada gambar 1.1 dan gambar 1.2 di bawah ini.


(25)

Gambar 1.1 Kedalaman sungai saat tidak terjadi hujan (Sumber: penulis, 8 Maret 2014)

Kedalaman Sungai Deli di Kelurahan Kampung Hamdan pada saat tidak terjadinya hujan hanya sekitar sepinggang anak-anak kira-kira 50 cm, seperti yang terlihat pada gambar 1.1 Anak-anak umumnya mandi di sungai sambil bermain. Ini merupakan kesenangan tersendiri bagi anak-anak tersebut.

Gambar 1.2 Kedalaman sungai saat terjadi hujan (Sumber: penulis, 4 Maret 2014)

Pada saat terjadinya hujan, kedalaman air Sungai Deli bisa mencapai 1.5m sehingga anak-anak tidak berani masuk ataupun bermain di sungai. Anak-anak tersebut hanya bermain di sekitar tepi sungai. Kondisi ini hanya terjadi saat hujan


(26)

deras dengan waktu yang tidak lama. Kata penduduk sekitar, kedalaman air sungai ini bila terjadi hujan deras yang berdurasi waktu yang sangat lama hingga seharian, maka kawasan di Kampung Hamdan akan terjadi banjir dengan ketinggian air mencapai 3m.

Gambar 1.3 Kondisi bantaran Sungai Deli (Sumber: penulis, 4 Maret 2014)

Daerah tepi Sungai Deli yang mulanya, pada masa kerajaan Deli, merupakan urat nadi perdagangan ke daerah lain. Tapi melihat keadaan sekarang, kondisi air sungai sangatlah buruk atau bisa disebut kumuh dan mengotori sungai dengan limbah industri dan sampah rumah tangga yang terlihat pada gambar 1.3 dengan banyaknya tumpukan sampah yang disebabkan oleh warga sekitar. Sampah-sampah tersebut menumpuk di sekitar dasar sungai yang menyebabkan keadaan sungai menjadi dangkal setiap tahunnya. Dengan keaadan ini, pemandangan yang terjadi pada area sungai sangat tidak enak di pandang oleh mata.


(27)

1.2 Kampung Hamdan

Kawasan Kelurahan Kampung Hamdan merupakan kawasan permukiman padat yang dihuni oleh masyarakat kalangan menegah ke bawah.

1.2.1 Aspek Lingkungan

Gambar 1.4 Peta Lokasi Proyek (Sumber: Bauni hamid, 2 Maret 2014)

Kawasan permukiman padat Kampung Hamdan terletak di Jl. Ir. H. Juanda, tepatnya pada Kelurahan Kampung Hamdan, Kecamatan Medan Maimun. Kawasan ini merupakan kawasan permukiman kumuh dengan bangunan yang tidak tertata rapi. Kawasan ini berbatasan dengan Rumah Sakit Stella Maris, Area Perkantoran, Sungai Deli, dan Istana Maimun.

Pada proyek kali ini diharapkan supaya desain bangunan memiliki hubungan yang terkonsep dengan baik pada keadaan yang ada di sekitar kawasan.


(28)

1.2.2 Aspek Fisik • Bangunan

Tipe bangunan yang berada di site tidak sesuai dengan standart rumah yang baik, karena perbandingan jumlah anggota keluarga dengan luas rumah tidak sesuai dengan ketentuan rumah yang layak huni. Keaadan rumah juga tidak memiliki jarak yang menyebabkan kurangnya bukaan pada setiap rumah di kawasan ini yang berdampak pada kenyamanan termal/penerang menjadi kurang baik. Rumah yang berdempet dan material yang tidak mendukung akustika bangunan menyebabkan ketidaknyamanan akustik. Serta kulit bangunan di kawasan ini masih ada yang menggunakan seng bekas.

Material yang digunakan bukan saja dari seng bekas, tetapi juga dari material kayu, dan papan bagi masyarakat yang berpenghasilan menengah cenderung rendah. Sedangkan masyarakat yang berpenghasilan mencukupi menggunakan material dari batu bata.

Gambar 1.5 Rumah penduduk berdinding batu bata (Sumber: penulis, 8 Maret 2014)


(29)

Warga sekitar yang berpenghasilan sudah mencukupi, menggunakan material batu bata sebagai bahan bangunan untuk rumah yang ditinggali. Rumah dengan material bata ini dapat ditemui sekitar pinggiran jalan dan tengah tapak. Selain itu, bahan lantai sudah berupa keramik. Kondisi ini dapat dilihat pada gambar 1.5.

Gambar 1.6 Rumah penduduk yang menggunakan material dinding seng bekas

(Sumber: penulis, 4 Maret 2014)

Material seng bekas merupakan mayoritas bahan material yang terlihat pada kelurahan Kampung Hamdan. Material ini digunakan karena lebih terjangkau oleh masyarakat yang berpenghasilan menengah ke bawah.

Melihat dari bahan material yang digunakan, keaadan ini sangatlah tidak nyaman karena pada siang hari seng untuk dinding akan terasa panas dan pada malam hari akan terasa dingin.


(30)

• Jalan atau Sirkulasi Warga

Pada kawasan Kampung Hamdan ini banyak terdapat jalan-jalan kecil atau bisa disebut seperti gang yang bisa diakses dari jalan manapun karena jalan tersebut tidak ada yang buntu. Dengan banyaknya jalan-jalan seperti gang di kawasan, banyak pengunjung yang akan terlihat bingung mau ke arah mana untuk mencapai jalan utama.

Jalan utama di kawasan ini terletak pada jalan yang ada di sekitar tapak, yaitu Jl. Ir. H. Juanda, Jl. Multatuli dan Jl. Samanhudi.

Gambar 1.7 Kondisi jalan di sekitar tapak berupa gang (Sumber: penulis, 8 Maret 2014)

Jalan yang berada di kawasan berupa gang ini hanya bisa dilewati oleh pejalan kaki dan juga sepeda motor. Untuk melewati jalan ini, pejalan kaki dan sepeda motor


(31)

harus bergantian, tidak bisa sekaligus karena kondisi jalan yang terlihat pada gambar 1.7 sangatlah sempit dan kecil.

Gambar 1.8 Kondisi jalan di sekitar tapak berupa jalan menengah (Sumber: penulis, 4 Maret 2014)

Jalan menengah ini, bisa dilewati oleh pejalan kaki, sepeda motor dan becak. Area untuk kendaraan dan pejalan kaki di kawasan ini tidak dibedakan yang menyebabkan pejalan kaki harus berhati-hati selama berjalan di sekitar kawasan. Bagi pengguna kendaraan, bila melewati jalan ini harus berhati-hati juga karena pada ujung jalan terdapat tikungan yang menyebabkan pengguna tidak bisa melihat pengendara lain dari arah yang berlawanan.

Jalan yang ada di sekitar kawasan tidak bisa di lewati oleh mobil karena ukuran lebar jalan tidak memungkinkan untuk mobil lewat seperti yang terlihat pada gambar 1.7 dan gambar 1.8.


(32)

• Parit dan tempat sampah

Gambar 1.9 Kondisi parit di sekitar kawasan (Sumber: penulis, 4 Maret 2014)

Kondisi parit yang terbuka dan beberapa tempat dipenuhi oleh tumpukan sampah membuat pemandangan tapak menjadi buruk dan dapat berpengaruh pada kesehatan warga yang menyebabkan parit terlihat tidak terawat dengan baik, disebabkan oleh warga. Dengan adanya tumpukan sampah ini, jalur air yang melewati parit tersebut menjadi tersumbat. Keaadan ini terjadi karena tidak adanya terdapat tempat sampah di sekitar perumahan warga.

1.2.3 Aspek Sosial & Budaya

Kehidupan sosial merupakan bagian kebudayaan, di mana kehidupan sosial meliputi interaksi sosial yakni kelakuan manusia dengan manusia lain di


(33)

sekelilingnya yang akan menghasilkan tingkatan-tingkatan sosial tertentu dan stratifikasi sosial. Tempat interaksi sosial yang ada pada kawasan ini berlangsung di

area sungai, bantaran jalan, dan warung tempat jualan warga.

Gambar 1.10 Manfaat sungai bagi warga (Sumber: penulis, 8 Maret 2014)

Di sungai, warga melakukan kegiatan seperti bermain bagi anak-anak, dan mencuci bagi para ibu yang ada di kawasan. Dengan adanya kegiatan mencuci ini, tercipta suatu interaksi sosial bagi warga sehingga warga saling mengenal satu sama lain.

Di dalam kawasan terdapat beberapa suku yaitu: Padang, Jawa, Batak, Cina, Melayu, dan India. Tetapi mayoritas warga di kawasan ini bersuku Padang dan Jawa. Masyarakat di sini mayoritas beragama Islam.

1.2.4 Aspek Ekonomi

Pada kawasan, kegiatan yang lebih terlihat lebih kepada warga yang berjualan yang berada di pinggir-pingir jalan ataupun di dalam rumah warga. Usaha ini


(34)

dilakukan untuk menunjang kegiatan ekonomi warga yang berada di Kelurahan Kampung Hamdan.

Usaha yang dimaksud berupa jualan nasi, bakso, tempat area kecantikan/salon, toko serba ada, serta industri rumah tangga seperti pembuatan bakso dan depot air bersih. Depot air bersih ini dijual kepada warga sekitar yang digunakan untuk air minum, sedangkan pembuatan bakso ini dilakukan pada siang hari bagi warga yang berjualan dengan menggunakan gerobak bakso yang dijual pada malam hari. Di kawasan ini juga terkenal dengan Warung Bakso Amat yang kelezatannya tidak diragukan lagi oleh masyarakat Kota Medan.

Gambar 1.11 Aktivitas ekonomi di pinggir jalan (Sumber: penulis, 8 Maret 2014)

Dengan adanya warung-warung di sekitar badan jalan menyebabkan terjadinya kemacetan karena pengunjung menggunakan jalan sebagai area untuk parker, seperti yang terlihat pada gambar 1.11.


(35)

1.2.5 Studi Banding Proyek Sejenis

Inventarisasi data terbagi dua yaitu data sekunder yang informasi data didapat dari peta, peraturan uu, data kawasan, dan jurnal yang berkaitan dengan kasus proyek. Sedangkan yang kedua, data primer yang didapat dari kegiatan survei serta melakukan pengamatan pada kawasan. Dalam melakukan survei, peta memang dibutuhkan untuk perancang agar mendapatkan analisa langkah-langkah kerja apa yang akan dilakukan pada saat kegiatan survei berlangsung supaya pekerjaan kita lebih terarah.

Untuk menambah wawasan, maka dilakukan studi banding untuk mendapatkan perbandingan kondisi tapak yang akan direncanakan. Studi banding yang dilakukan dengan mencari tentang proyek sejenis yang sudah terlaksana berupa tentang arsitektur tepi sungai dan lebih tepatnya lagi tentang rumah susun yang berorientasi pada area tepi sungai. Studi banding tentang rumah susun yang sudah terlaksana merupakan solusi untuk menangani permukiman kumuh dan mengurangi kepadatan bangunan. Dari studi banding yang diperoleh, maka didapatlah pengetahuan tentang bagaimana mendesain bangunan rumah susun yang tidak akan menyebabkan area permukiman tersebut menjadi kumuh.

Selain itu, studi banding yang dicari juga diperoleh dari beberapa jurnal yang berkaitan dengan proyek tersebut. Pengetahuan tentang permasalahan permukiman kumuh atau bangunan tepi sungai yang berkaitan dalam isi jurnal berupa:


(36)

1. Perencanaan kualitas fisik bangunan secara vertical ini gunanya untuk menghindari pengembangan rumah secara horizontal yang cenderung memakan lahan (Putro, 2011).

2. Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan dalam perencanaan di kawasan pinggiran sungai antara lain: memundurkan bangunan (setback) dari pinggir sungai, membuat dinding penahan untuk mengurangi terjadinya erosi yang akan mendangkalkan aliran sungai, dan membuat jalur hijau di pinggiran sungai sebagai barrier terhadap terjadinya erosi (Putro, 2011).

3. Dalam pengembangan kawasan waterfront perlu memperhatikan aspek-aspek yang mempengaruhinya antara lain: aspek ekonomi yang mencakup besaran nilai lahan serta potensi perekonomian yang dapat dikembangkan oleh suatu kota; aspek sosial meliputi penyediaan fasilitas sosial sepanjang badan air sebagai tempat berkumpul, bersenang-senang serta untuk menikmati fasilitas yang tersedia; aspek preservasi bersifat melindungi adanya bangunan atau kawasan lain yang memiliki nilai-nilai historis (Suriyadi, 2008)

4. Secara garis besar, karakteristik waterfront adalah sebagai berikut: memiliki pola penataan tersendiri baik secara arsitektural maupun teknologi pada situasi pantai yang direncanakan; memiliki pola pengembangan massa yang dinamis sesuai dengan karakter air; memiliki karakter yang unik diciptakan secara keseluruhan meliputi sungai sebagai latar depan, sebagai penghubung aktivitas yang menyertai; orientasi bangunan, kegiatan pada air sebagai


(37)

elemen utama kawasan sebagai salah satu cara penyatuan karakter kawasan (Suriyadi, 2008).

5. Budaya sungai dapat diartikan sebagai cara hidup masyarakat yang berada dekat dengan sungai, menjadikan sungai sebagai way of lifenya, sungai sebagai tempat berkehidupan dan sungai membentuk karakter masyarakat yang akan tercermin dalam kehidupan fisik, sosial dan ekonominya, Sedangkan cara beradaptasi dan bertahan hidup dilakukan dengan cara menyesuaikannya dengan karakter sungai, kehidupan ekologi dan sumber daya yang dimiliki sungai (Goenmiandari dkk, 2010).

6. Untuk mendapatkan konsep penataan permukiman pinggir sungai dilakukan analisa berdasarkan sasaran yang dicapai, yaitu dengan analisa deskriptif kualitatif bertujuan untuk melukiskan secara sistematis fakta dan karakteristik suatu populasi secara factual dan cermat; analisa trianggulasi dipergunakan untuk merumuskan konsep penataan permukiman pinggir sungai yang sesuai dengan budaya setempat (Goenmiandari dkk, 2010).

7. Strategi pengendalian bagi pemanfaatan ruang publik sebagai tempat negosiasi berbagai pihak, dilakukan dengan dua cara: pendekatan menyeluruh dengan memperhatikan berbagai aspek pengelolaan keterkaitan, peruntukan lahan, bentukan elemen fisik ruang publik yang diharapkan serta adanya cetak biru pengembangan kota; pendekatan insentif yang member peluang terjadinya negosiasi antara sektor pribadi dan wilayah publik (Asvada, 2013).


(38)

Dari ke tujuh jurnal di atas, maka diperoleh pengetahuan tentang mengatasi solusi permasalahan-permasalahan permukiman di area tepi sungai, sehingga memudahkan dalam melakukan analisa permasalahan kawasan yang akan direncanakan.


(39)

BAB II

SEBUAH PEMAHAMAN TERHADAP KASUS PROYEK

Pada tahap ini kami melakukan pemograman. Pemrograman ini bisa dilakukan setelah mahasiswa melakukan beberapa tahap berupa studi lapangan, dan inventarisasi data. Dari hasil data yang didapat inilah baru mahasiswa bisa melakukan pemograman arsitektur berupa susunan data dalam proses desain untuk memudahkan kita sebagai perancang mendapatkan hasil desain bangunan tersebut.

Pemrograman berguna untuk memenuhi harapan kita sebagai perancang dalam merencanakan sesuatu program yang tersusun sehingga kita bisa memikirkan wujud dari desain yang akan kita rencanakan tersebut. Setiap kita mendesain suatu bangunan, kita harus melakukan pemograman terlebih dahulu karena sudah merupakan prosedur dalam suatu konteks dan sudah merupakan persyaratan yang spesifik. Tanpa pemograman, desain sebenarnya juga bisa direncanakan tetapi desain yang dihasilkan tersebut kurang memuaskan.

Dalam pemrograman berisi analisa, pengumpulan dan pengelompokkan data secara tersusun yang ditemukan dari informasi yang didapatkan untuk proyek desain yang akan direncanakan dalam melakukan kegiatan survei. Pemrograman juga melihatkan cara penggunaan isu desain secara terfokus untuk informasi atau data eksisting dan konsep yang akan dibuat untuk penjelasan kondisi rancangan yang akan


(40)

datang. Isu desain adalah sejauh mana pendefinisian kita sebagai perancang terhadap penggarapan kawasan dari respon desain.

Setelah melihat kondisi tapak dan mendapatkan data yang diperlukan, dilakukan analisa dan pemrograman. Analisa merupakan bagian dari pemograman yang menjelaskan kondisi eksisting/tapak untuk bisa menggambarkan desain seperti apa yang akan kita kerjakan nantinya. Pengumpulan data ini sangat penting bagi perancang karena mengarahkan pada suatu keberhasilan dalam batasan-batasan rancangan dan kemungkinan dalam menangani masalah desain tersebut.

Pemrograman ini menggambarkan kebutuhan yang akan datang, perancang yang menyusunnya harus membuat konsep untuk mencapai harapan dan keingininan dari proyek yang akan direncanakan. Kondisi yang akan datang harus bisa mendekati tingkat kualitas kawasan untuk membuat suatu rancangan yang akan didesain.

Dalam analisa dan pemograman terbagi dalam beberapa faktor seperti:

1. Faktor manusia

Di dalam faktor manusia ini terdapat tentang perilaku dan interaksi, faktor sosial/politik/kultural dan faktor keamanan, keselamatan dan privasi. Ini menggambarkan tentang kegiatan apa saja yang terjadi di sekitar kawasan, tentang kehidupan warga yang meliputi kegiatan interaksi manusia dan juga tentang mayoritas budaya yang ada di sekitar kawasan, serta menganalisa apakah sekitar


(41)

2. Fungsi dan pengolahan lahan

Mendefiniskan tentang lingkungan tapak lokasi, tata guna lahan, ruang terbuka dan tata hijau, rekayasa teknis dan perlengkapan tapak, aksesibilitas manusia, akses kendaraan, parker, serta sistem pembuangan dan sanitasi. Di sini kita sebagai perancang mendapatkan data tapak yang kita inginkan sehingga perancang bisa menggambarkan desain seperti apa yang akan dibangun, dan di sini juga sudah terdapat permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekitar kawasan. Perancang harus bisa memecahkan permasalahan tersebut dengan konsep desain yang seperti apa nantinya.

3. Fungsi dan pengolahan bangunan

Terdapat program ruang (menggambarkan tipe, ukuran, hubungan antar fungsi, dan sebagainya), kulit bangunan, sistem struktur dan konstruksi, sistem mekanikal dan elektrikal, kenyaman termal/penerang/akustik, aspek keberlanjutan, serta metoda dan strategi konstruksi.

Dalam tahap ini sudah bisa menggambarkan suatu ruang yang akan didesain serta menggambarkan hubungan antar fungsi bangunan. Selain itu kita juga mendapakan data tentang kenyamanan termal seperti apa yang ada di sekitar kawasan. Sedangkan dalam aspek keberlanjutan, kita sebagai perancang harus bisa merespon atau menanggapi desain yang akan dirancang.


(42)

Terdapat tiga aspek utama yang harus diperhatikan dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, yaitu aspek ekologi, sosial, dan ekonomi, dan masing-masing aspek tersebut mempunyai persyaratan agar pembangunan suatu wilayah atau suatu sektor dapat berlangsung secara berkelanjutan. Antara aspek tersebut sebaiknya terintegrasi sehingga pembangunan menghasilkan sesuatu yang bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat tanpa mengabaikan prinsip-prinsip kelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.

Dalam aspek ekologi terdapat keharmonisan ruang yang diperlukan dalam kehidupan manusia dan kegiatan pembangunan, tingkat pemanfaatan sumberdaya, eksploitasi sumber daya, pembuangan limbah, dan pembangunan kawasan harus sesuai dengan kaidah yang tidak merusak.

4. Faktor eksternal

Termasuk di dalamnya pasokan energi (air, listrik, telepon), kepatuhan hukum dan peraturan, serta anggaran dan biaya & analisis investasi. Menggambarkan tentang permasalahan rumah yang menggunakan material seperti apa, apakah sesuai dengan kondisi bangunan yang sesuai untuk ditempati. Dan juga mendapatkan tentang data pasokan energi yang terdapat di sekitar kawasan. Serta kita sebagai perancang juga harus mematuhi aturan dalam membangun, karena nanti bangunan akan dibangun di tepi sungai, maka kita juga harus memikirkan kondisi sungai tersebut dan cara pengelolaannya. Bagaimana kita sebagai perancang menjalankan aturan-aturan


(43)

tersebut sehingga bisa menghasilkan desain yang sesuai tanpa melanggar hukum atau peraturan dalam membangun. Serta dalam anggaran biaya, kita bisa memprediksikan bangunan yang kita bangun sesuai dengan kondisi ekonomi warga di sekitar kawasan.

Dari data di atas, kita bisa memberikan tanggapan desain yang akan kita rencanakan. Tanggapan desain yang kita buat sesuai dengan permasalahan yang ada di kawasan. Bagaimana kita sebagai seorang perancang menyelesaikan masalah tersebut sehingga bisa menghasilkan konsep yang akan dibuat. Selain itu tahap pemograman menjelaskan kondisi rancangan sebagai respon kita terhadap desain yang menjelaskan tujuan pembuatan proyek, dan penggambaran konsep.

2.1 Rumah Susun

Menurut Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun dalam menyebutkan bahwa:

“Rumah Susun adalah bangunan gedung bertingkat yang dibangun dalam suatu lingkungan, yang terbagi dalam bagian-bagian yang distrukturkan secara fungsional dalam arah horizontal maupun vertikal dan merupakan satuan-satuan yang masing-masing dapat dimiliki dan digunakan secara terpisah, terutama untuk tempat hunian, yang dilengkapi dengan bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama.”

“Pembangunan rumah susun bertujuan untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang layak bagi rakyat, terutama golongan masyarakat yang berpenghasilan rendah, yang menjamin kepastian hukum dalam pemanfaatannya;


(44)

meningkatkan daya guna dan hasil guna tanah di daerah perkotaan dengan memperhatikan kelestarian sumber daya alam dan menciptakan lingkungan pemukiman yang lengkap, serasi, dan seimbang.”

2.1.1 Latar Belakang

Permukiman dan perumahan merupakan kebutuhan utama bagi manusia yang harus dipenuhi. Tanpa ada tempat untuk bermukim, maka seseorang akan hidup terlunta-lunta di jalan tanpa ada tujuan yang jelas.

Dalam rangka untuk pengaturan daya guna lahan bagi permukiman dan perumahan, serta menghindari terjadi adanya permukiman padat penduduk maka diperlukan penataan ulang terhadap bangunan sehingga seorang arsitek memikirkan untuk menjadikan bangunan menjadi bangunan vertikal yang dapat digunakan secara bersama oleh masyarakat.

Gambar 2.1 Rumah Susun Habitat 67

(Sumbe


(45)

Konsep bangunan rumah susun dengan bangunan bertingkat dapat dihuni bersama dimana unit dalam bangunan dapat dimilii secara terpisah baik secara horizontal maupun secara vertikal seperti yang terlihat pada gambar 2.1.

2.1.2 Sistem Kepemilikan Individual

Sistem kepemilikan bangunan untuk rumah susun ataupun bangunan bertingkat lainnya dapat dimiliki secara individu oleh masyarakat dimana adanya persetujuan antara pemilik utama dengan kita sebagai penyewa dari unit yang akan kita tempati nantinya.

Hubungan antara pemilik dan penghuni ini telah dijelaskan dalam Undang-undang Nomor 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun.

Pemilikan bersama atas suatu benda/bangunan pada intinya dikenal adanya dua macam kepemilikan yaitu kepemilikan bersama yang terikat dan kepemilikan bersama yang bebas. (Muzay, diupload 2014)

• Pemilikan bersama yang terikat yaitu adanya ikatan hukum yang terlebih dahulu ada di antara para pemilik benda bersama, misalnya pemilikan bersama yang terdapat pada harta perkawinan. Para pemilik bersama tidak dapat secara bebas melakukan pemindahan haknya kepada orang lain tanpa adanya persetujuan dari pihak lainnya, atau selama suami dan isteri masih dalam ikatan perkawinan tidak memungkinkan untuk melakukan pembagian ataupun pemisahan harta perkawinan (kecuali adanya perjanjian kawin).


(46)

• Pemilikan bersama yang bebas adalah dimaksudkan bahwa setiap para pemilik bersama tidak terdapat ikatan hukum terlebih dahulu, selain dari hak bersama menjadi pemilik dari suatu benda. Sehingga dalam hal ini adanya kehendak secara bersama-sama untuk menjadi pemilik atas suatu benda yang untuk digunakan secara bersama-sama. Bentuk kepemilikan bebas inilah yang di sebut dan dikenal dengan kondominium.

2.2 Kasus Proyek Rancangan

Berdasarkan KAK PA6 dijelaskan bahwa adanya pihak-pihak yang terlibat dalam kasus proyek yaitu PT Twin Rivers Development & Pemerintah Kota Medan sebagai pemilik proyek, serta Studio PA6 Design Group sebangai konsultan perencana.

Pihak Pemerintah Kota (Pemko) Medan telah memutuskan untuk bekerjasama dengan pihak swasta dalam pembangunan flat sederhana di Kawasan Muka Sungai Deli dengan penggunaan waktu yang telah ditentukan oleh pemiliknya. Dalam pembangunan ini, masyarakat juga turut menilai apakah mereka senang atau tidak terhadap bangunan baru itu. Maka di sinilah peran konsultan dalam memperhatikan kemudahan pengerjaan bangunan dan bagaimana pengaruhnya terhadap masyarakat.

Dalam kasus ini, pembangunan flat sederhana ditujukan kepada masyarakat menengah ke bawah, dengan besaran fungsi dan unit mengacu pada perhitungan ekonomis dalam konteks pengembangan lahan terpilih. Pihak lama yang memiliki


(47)

legalitas kepemilikan lahan dan bangunan akan mendapat fungsi hunian baru setelah revitalisasi kawasan proyek, walaupun ada kemungkinan pergeseran lokasi. Sedangkan pihak lama yang tidak memiliki legalitas mendapat ganti rugi sepadan dengan kondisi bangunan.

Fungsi-fungsi baru yang diusulkan, baik komersial maupun hunian, direncanakan besaran dan kondisi fisik sedemikian sehingga telah diperhitungkan kelayakan nilai ekonominya sepenuhnya dengan tidak membebani keuangan Pemko Medan. Beberapa fungsi akan tetap dipertahankan seperti Warung Bakso Amat dan lain-lain. Perencanaan fungsi baru dan penataan fisik kawasan harus terintegrasi dengan keberadaan dan penataan fisik bangunan.

2.2.1 Kondisi ekonomi maryarakat

Masyarakat kawasan Kampung Hamdan kebanyakan memiliki penghasilan dari membuka lapangan usaha sendiri yang berupa toko. Toko-toko tersebut berada di pinggir jalan sehingga menyebabkan kesembrawutan kendaraan yang terparkir sekitar toko tersebut.

Gambar 2.2 Warung Bakso Amat (Sumber: penulis, 8 Maret 2014)


(48)

Warung Bakso amat ini sangatlah terkenal di seluruh Kota Medan yang menyebabkan akan banyaknya pendatang yang mengunjungi warung tersebut. Warung ini dibuka sekitar jam makan siang kira-kira jam 12 p.m. Tempat dan bangunan kurang terkondisi dan juga penyediaan tempat parker tidak mencukupi. Keadaan ini menyebabkan kemacetan yang luar biasa akan terjadi pada Jl. Ir. H. Juanda.

2.2.2 Kondisi kebudayaan masyarakat

Pada kawasan kampung Hamdan terdapat adanya beberapa suku, yaitu Padang, Jawa, Batak, Cina, Melayu, dan India dengan mayoritas suku dipegang oleh warga yang bersuku Padang dan Jawa. Sedangkan mayoritas agama dipegang oleh warga yang beragama Islam.

2.2.3 Kondisi keamanan dan keselamatan privasi masyarakat

Di kawasan Kampung Hamdan tidak terdapat adanya sistem keamanan seperti misalnya keberadaan pos penjaga serta hydrant di area permukiman ini. Ini terbukti dari mudahnya pendatang keluar masuk ke dalam kawasan tanpa adanya kepedulian warga sekitar.


(49)

2.2.4 Potensi tapak terhadap proyek

Lingkungan tapak sekitar kawasan diisi oleh permukiman, fasilitas komersial serta bangunan pemerintah. Hal ini menyebabkan akan adanya terjadi aktivitas perdagangan. Dengan keberadaan tapak yang terletak di pinggir jalan, akan memudahkan pencapaian cepat sehingga memberi nilai tambah bagi tapak dan juga perancang dituntut untuk mendesain dengan pemikiran yang matang, karena bangunan yang berada di pinggir jalan berpotensi akan terjadinya kemacetan.

Untuk ruang terbuka hijau memang kurang memadai, sebab minimnya keadaan pohon atau tanaman dan juga tempat melepas penat di kawasan ini. Menanggapi hal ini, maka bangunan yang akan di desain bisa menyediakan ruang terbuka yang sudah terkonsep.

Keberadaan tapak yang terletak di pinggir Sungai Deli juga menjadi nilai tambah yang sangat tinggi karena bisa berpotensi sebagai area wisata.


(50)

BAB III

POTENSI DAN PERMASALAHAN

3.1 Potensi dan permasalahan dalam menerapkan tema

Seiring berjalannya waktu keadaan sungai pada zaman sekarang ini hanya dijadikan sebagai tempat pembuangan sampah atau bahan hasil pembuangan rumah tangga yang menyebabkan keadaan sungai menjadi tercemar. Terkadang yang menyebabkan banyak terjadinya banjir di daerah tepi sungai akibat ulah tangan manusia itu sendiri. Keadaan ini juga ditemukan pada daerah Kota Medan yaitu daerah bantaran Sungai Deli, tepatnya pada kawasan kelurahan Kampung Hamdan kecamatan Medan Maimun. Kawasan ini merupakan daerah permukiman dengan kepadatan bangunan tinggi dan juga kumuh.

Kawasan ini banyak diminati oleh para pendatang yang ingin mencari pekerjaan di negeri orang, yang dijadikan sasaran utama untuk memilih rumah tinggal tidak peduli dengan hak rumah yang berstatus tidak legal. Ini disebabkan oleh biaya hidup di pinggiran sungai lebih rendah dibandingkan dengan kawasan lain. Kondisi ini menyebabkan banyak warga di daerah kawasan Kampung Hamdan memilih membuka usaha sendiri. Dari fakta ini, bisa dikatakan bahwa kawasan Kampung Hamdan memiliki potensi sebagai ruang aktivitas sosial ekonomi bagi masyarakat di sekitar.


(51)

Dengan adanya warung-warung yang berjualan di sekitar badan jalan menyebabkan terjadinya kemacetan karena pengunjung menggunakan jalan sebagai area untuk parkir.

Berbagai permasalahan dan potensi menjadi titik tolak perancang dalam menerapkan konsep yang akan direncanakan. Setelah melakukan studi banding dengan berbagai pertimbangan, maka tema yang akan diterapkan adalah tema Urban Catalyst. Jurnal yang berhubungan dengan desain katalis didapat dalam penataan sebuah kawasan dapat dilakukan secara mikro yaitu dengan infiltrasi aspek fisik sebagai sebuah katalis pertumbuhannya. (Nugroho, diakses 2014)

Dari hasil analisa dapat diketahui bahwa keberadaan ruang publik, area komersial dan sungai yang berpotensi sebagai area wisata menjadi katalis dalam pertumbuhan Kampung Hamdan.

3.2 Tema Proyek

3.2.1 Urban Catalyst

Tema Urban Catalyst yang berawal di Amerika sebagai jawaban dari keresahan para urban designer dalam menata kawasan, dimana pemikiran dari Eropa kurang sesuai dengan kondisi lokalnya. Konsep Urban Catalyst konsern kepada elemen-elemen mikro dalam konteks kawasan, yaitu bangunan, kelompok bangunan ataupun seperangkat alat pengendalian pembangunan (Attoe, 1989).


(52)

Secara garis besar, tema ini mampu membangkitkan kegiatan ekonomi dan juga kegiatan sosial warga yang ada di kawasan. Tetapi agar kegiatan ekonomi warga tidak menjadi gangguan bagi pengguna jalan, maka kegiatan ekonomi warga dialihkan dari yang tadinya berjualan di pinggir jalan serta yang ada di dalam rumah, maka akan disediakan tempat di dalam kawasan. Warga yang berjualan akan berkumpul dalam satu tempat yang bisa juga disebut dengan area kampung jajanan.

Menurut Roger Trancik dalam bukunya Finding The Lost Space 1943, bahwa Urban Catalyst dapat diartikan sebagai kegiatan memasukkan fungsi atau kualitas ruang tertentu di lokasi-lokasi tertentu yang secara signifikan diharapkan dapat mempertinggi kualitas ruang dan kualitas sosialnya dan mempunyai implikasi yang meluas ke daerah sekitarnya.

Konsep design catalyst ini menekankan pada program perencanaan berbasis desain arsitektural. Dalam konteks desain, katalis dapat berupa elemen bentuk ataupun gubahan fungsi yang mampu merangsang kehidupan baru dan mempengaruhi perilaku, kegiatan hingga karakter dan kualitas dari ruang kota (Attoe, 1989).

Menurut Stenberg (2002) kunci keberhasilan Urban Catalyst : mampu membangkitkan aktivitas ekonomi dan sosial; mampu menjadi lokasi pembentukan komersial (CBD) baik fungsi tunggal maupun campuran; memiliki rencana strategis mengenai pintu masuk dan keluar pada siatu kota sehingga mampu mendukung dan


(53)

mambentuk pola pergerakan manusia; mampu mempengaruhi perkembangan wilayah di sekitarnya.

Lima cara Urban Catalyst dalam mendorong perkembangan sekitarnya: terjadi jika katalis berperan sebagai tujuan utama bagi orang-orang untuk mendatangi suatu wilayah dan memiliki daya tarik tersendiri sehingga mampu menciptakan aktivitas salah satunya aktivitas ekonomi ( adanya suppy demand ); memerlukan desain pengembangan yang tepat dan menarik secara fisik dan visual; pengembangan yang dilakukan mampu menarik pola pergerakan melalui penyediaan akses; karakteristik pengembangan harus terintegrasi dengan kebutuhan pengguna jalan melalui penyediaan streetscape; pengembangan yang dilakukan harus melihat kondisi lokasi tersebut (Logan, 1989).

3.2.2 Penerapan tema urban catalyst

Konsep yang akan diterapkan pada kawasan ini adalah dengan membuat Kampung Jajanan. Aktivitas perekonomian yang tadinya berada di badan jalan, dipindahkan ke dalam kampung jajanan menjadi satu tempat area perdagangan. Pemindahan ini memudahkan pengaturan untuk perletakan parkir yang ada di kawasan.

Konsep kampung jajanan ini akan dibuat seperti kios, gazebo-gazebo dan foodcourt yang letaknya di tepi sungai dan area terbuka hijau. Ini bertujuan agar masyarakat tidak bosan apabila datang ke kawasan yang hanya menikmati udara


(54)

segar saja. Karena foodcourt yang akan dibuat berada di tepi sungai, untuk mengatasi supaya warga tidak membuang sampah lagi pada area sungai maka akan disediakan tempat pembuangan sampah pada berbagai tempat. Ini juga untuk menumbuhkan kesadaran masyarakat agar mebuang sampah pada tempatnya.

Selain untuk meningkatkan kegiatan ekonomi, di kampung ini juga nantinya akan tersedia tempat olahraga sebagai aktivitas pendukung berupa area untuk jogging di tepi sungai agar sesama warga yang ada di kampung Hamdan bisa berinteraksi dan ini juga menjadikan sungai bukan lagi sebagai tempat pembuangan dan area terbelakang. Kemudian, kawasan jalur pedestrian dan jalur lambat ditata mengikuti konsep universal desain.

Pada jalur hijau dan taman-taman ditata aktif dan pasif untuk mengkonservasi tanah dan melestarikan lingkungan. Karena melihat dari konsep yang akan dibuat, untuk menghindari kemacetan pada kawasan tersebut, maka akan dibuat tempat untuk parker yang akan direncanakan di dalam kawasan nantinya.

Dengan adanya kampung jajanan ini, masyarakat bisa menumbuhkan jiwa sosial antar sesama, karena akan ada para wisatawan lainnya yang akan mengunjungi kampung tersebut.


(55)

BAB IV

MENGEKSPRESIKAN BENTUK

Konsep rancangan adalah pengembangan desain secara menyeluruh agar memudahkan perancang dalam membuat criteria desain yang dibutuhkan dan direncanakan. Dalam menyusun sebuah konsep rancangan, diperlukan beberapa pendekatan untuk mencapai tujuan tersebut. Tujuan ini berkaitan dengan pemahaman untuk mengetahui karakter/prilaku, tindakan, kebiasaan dan aktivitas masyarakat yang ada di kawasan yang akan direncanakan, sehingga memudahkan bagi perancang untuk merencanakan suatu rancangan yang memenuhi kualitas/kuantitas desain yang berhubungan dengan pemahaman tersebut.

Pendekatan yang dimaksud berupa pendekatan secara langsung dan tidak langsung. Pendekatan secara langsung merupakan survei ke lapangan untuk mendapatkan data-data yang dibutuhkan selama melakukan proyek desain yang akan direncanakan. Data-data yang sudah ada, dikumpulkan serta dianalisa agar bisa melakukan pendekatan desain secara terkonsep. Selain itu, setelah melakukan analisa perancang membuat programming untuk mengetahui fasilitas dan aktivitas yang akan direncanakan. Sedangkan pendekatan tidak langsung merupakan pencarian data yang sejenis melalui media internet untuk bahan acuan bagi perancang dalam perumusan konsep proyek yang akan direncanakan.


(56)

4.1 Massa Bangunan

Massa bangunan terbentuk dari suatu pemikiran seorang arsitek dengan memperhatikan keadaann sekitar kawasan yang akan dibangun.

4.1.1 Rumah Susun • Massa 1

Gambar 4.1 Massa bangunan pertama (Sumber: penulis, 2014)

Massa bangunan pertama di rancang berbentuk hurup I, R, dan S. pemikiran ini datang dikarenakan ingin membuat bangunan terlihat lebih ramping dan semua unit nantinya akan mendapatkan bukaan atau pencahayaan semua ke dalam ruangan dengan menyediakan ruang terbuka di tengah bangunan. Selain membuat ruang terbuka di tengah bangunan, perbedaan ketinggian bangunan juga menjadi pemikiran dalam mendapatkan sebuah pencahayaan. Tetapi setelah dirancang, bangunan ini tidak sesuai harapan dan juga terlihat gemuk.


(57)

• Massa 2

Gambar 4.2 Massa bangunan kedua (Sumber: penulis, 2014)

Massa kedua berbentuk huruf T dengan desain bangunan secara memanjang. Setelah didirikan, massa bangunan ini terlihat monoton.desain bangunan yang seperti ini membuat ruang terbuka lebih banyak sehingga membuat bangunan tersebut kurang memikirkan kebutuhan ruang terhadap bangunan.


(58)

• Massa 3

Gambar 4.3 Massa bangunan ketiga (Sumber: penulis, 2014)

Dari massa bangunan pertama dan kedua, massa bangunan ketiga inilah yang dipakai dalam proyek rancangan karena bangunan tersebut memiliki pemikiran desain secara matang. Pencahayaan menjadi tolak ukur utama dalam pembuatan desain, dengan adanya void antara massa 1 dengan massa 2, dan juga void di tengah bangunan untuk pemisahan unit. Bangunan ini diharapkan tidak kurangnya penggunaan cahaya dalam ruangan. Massa 1 dan massa 2 dihubungkan oleh adanya selasar yang berisi tempat untuk sirkulasi vertikal seperti tangga.

Bangunan ini juga dilengkapi dengan adanya aktivitas ekonomi di lantai dasar dan lantai 2.


(59)

4.1.2 Kampung Jajanan • Bentukan pertama

Gambar 4.4 Massa kampung jajanan pertama (Sumber: penulis, 2014)

Massa bangunan kampung jajanan di desain dengan menggunakan konsep terbuka terhadap bangunan. Dinding yang digunakan berdinding miring dengan adanya bukaan yang memenuhi dinding tersebut. untuk menghindari panas, pada dinding bangunan menggunakan media tanam vertikal.

Kampung jajanan akan direncanakan terdiri dari 2 lantai, pada lantai 1 dan 2 akan disediakan sebagai tempat-tempat kios untuk warga yang berfungsi sebagai tempat memasak, dan pada lantai atas bangunan terdapat rooftop yang berfungsi sebagai tempat untuk pengunjung mencicipi makanan yang ada di kampung jajanan tersebut. Di lengan bangunan pada lantai dua juga tidak berbeda fungsinya dengan rooftop. Di lantai dasar juga terdapat beberapa tempat yang diletakkan berdekatan


(60)

dengan tepi sungai. Ini berguna untuk pengunjung melihat ataupun menikmati suasana yang ada di tepi sungai tersebut.

• Bentukan kedua

Gambar 4.5 Massa kampung jajanan kedua (Sumber: penulis, 2014)

Massa bangunan kampung jajanan yang kedua tidak terlalu banyak berbeda dengan massa bangunan yang pertama. Yang menjadi perbedaan hanya pada dinding yang menggunakan dinding setengah untuk membuat pengunjung bisa melihat pemandangan dari dalam. Selain itu, bangunan yang kedua ini tidak memakai rooftop. Karena bangunan yang didesain menggunakan konsep terbuka, maka pada dinding bangunan dibatasi oleh railing.


(61)

4.2 Konsep Denah

4.2.1 Denah Pertama

Gambar 4.6 Konsep denah pertama (Sumber: penulis, 2014)

Denah tipe 45 dan 54 pada hunian bangunan ini menggunakan konsep loft rusun. Konsep ini diterapkan agar memberi kesan yang luas terhadap ruangan.

4.2.2 Denah Kedua

Gambar 4.7 Konsep denah kedua (Sumber: penulis, 2014)


(62)

Pada konsep denah yang kedua ini tidak lagi memakai konsep denah loft rusun karena melebihi ukuran unit dari yang seharusnya. Dan penggunaan denah loft rusun juga relative mahal.

Pada masing-masing denah ini terdapat balkon dan ruang cuci yang berada pada bagian depan. Balkon dan area untuk cuci dibatasi. Untuk mengindari pengguna menggunakan reling sebagai area untuk jemur, maka pada reling dibuat tempat untuk menanam bunga sehingga menambah keindahan pada rumah susun tersebut. Sedangkan untuk area dapur direncanakan berdekatan dengan area cuci agar asap yang dihasilkan saat memasak langsung keluar melalui jendela dan pintu supaya asap tidak menyebar di sekitar ruangan dan menyebabkan ruangan menjadi tercemar.

4.3 Konsep denah keseluruhan • Denah pertama

Gambar 4.8 konsep pertama denah keseluruhan (Sumber: penulis, 2014)


(63)

Konsep pertama denah keseluruhan di desain memanjang dan ramping untuk memberikan bukaan pada semua unit. Pada bagian selasar, dinding bangunan dibiarkan secara terbuka.

• Denah kedua

Gambar 4.9 Konsep kedua denah keseluruhan (Sumber: penulis, 2014)

Konsep kedua dari denah keseluruhan ini tidak jauh beda dari konsep yang pertama, perbedaan desain hanya pada bagian tengah bangunan dibuat void untuk memudahkan cahaya yang masuk sehingga selasar bangunan tidak terlihat gelap yang membuat penghuni takut melewati ruangan tersebut.


(64)

Gambar 4.10 Denah tipe unit 36 Gambar 4.11 Denah tipe unit 45 Gambar 4.12 Denah tipe unit 54

(Sumber: penulis, 2014) (Sumber: penulis, 2014) (Sumber: penulis, 2014)

Pada unit hunian tipe 36, terdapat satu kamar tidur yang dilengkapi dengan balkon, satu kamar mandi, dapur yang menyatu dengan ruang makan serta ruang bersama, juga ruang untuk mencuci sekaligus ruang untuk jemur. Kamar tidur ini menggunakan pintu geser yang berfungsi juga sebagai jendela untuk memasukkan cahaya agar kamar tersebut tidak terlihat gelap, selain itu juga berfungsi untuk memberikan kesan luas terhadap ruangan.

Skenario penghunian direncanakan untuk 100 kk yang memiliki ganti untung tiap penghuni. Penghuni yang memiliki hak rumah illegal tetap diberi ganti untung, tetapi tidak sebanyak yang memiliki hak milik terhadap rumah secara legal. Untuk lebihnya, bisa dijual atau disewakan.

Unit hunian tipe 45 terdapat dua kamar, untuk kamar anak terdapat di lantai dua, sedangkan untuk kamar utama terletak di bawahmya yang memiliki balkon, satu dapur yang menyatu dengan ruang makan, ruang bersama yang juga berfungsi


(65)

sebagai ruang tamu, satu kamar mandi, dan juga ruang jemur. Unit hunian tipe 54 juga memiliki ruang yang sama dengan unit tipe 45, tetapi luas ruangan lebih besar dari ruangan yang ada pada tipe 45. Rumah susun ini menggunakan denah tipikal dari lantai 1 sampai lantai 8. Jumlah untuk tipe unit 36 adalah sebanyak 64 unit, tipe 45 sebanyak 80 unit, serta tipe 54 sebanyak 152 unit. Jadi, jumlah untuk keseluruhan unit yang ada di rumah susun yang akan direncanakan sebanyak 296 unit.

4.4 Perletakan ruang terhadap tapak

4.4.1 Rancangan pertama

Rumah susun dengan memakai konsep urban catalyst ini diharapkan dapat menjadi katalisator untuk rumah susun ini sendiri, dimana dengan menggunakan kampung jajanan sebagai pendukungnya. Bangunan rumah susun diletakkan pada bagian belakang Jl. Ir. H. Juanda, tujuannya untuk menghindari kebisingan yang berasal dari Jl. Ir. H. Juanda tersebut.


(66)

Gambar 4.13 Rancangan site plan (Sumber: penulis, 2014)

Bangunan yang direncanakan, dimiringkan 45 derajat dari site agar semua bangunan mendapatkan cahaya matahari secara netral. Bangunan rumah susun ini dibuat secara memanjang dan ditengah bangunan terdapat void, agar koridor ruang sebagai penghubung dan ruang hunian tidak menjadi gelap. Ini direncanakan agar semua bangunan mendapatkan cahaya matahari secara menyeluruh.

Area kampung jajanan diletakkan pada bagian depan Jalan Juanda, karena pada umumnya kampung jajanan ini identik dengan kata ramai, jadi tidak masalah bangunan ini diletakkan pada bagian depan tersebut. Selain itu, alasan lainnya yaitu agar mudah diakses oleh pejalan kaki yang akan mengunjungi area tersebut.


(67)

Untuk area kampung jajanan ini berdekatan dengan area tepi sungai, yang mana pada bagian sungai terdapat beberapa foodcourt agar pengunjung bisa menikmati pemandangan langsung kea rah sungai sehingga sungai tidak lagi menjadi area terbelakang.

Jalur untuk sirkulasi pada kawasan ini dibagi atas dua jalur yaitu jalur untuk hunian rumah susun dan jalur untuk kampung jajanan. Jalur masuk dan keluar hunian terdapat pada Jalan Samanhudi yang langsung menuju parkir pada lantai dasar bangunan. Jalur ini hanya digunakan oleh penghuni dan pengelola rumah susun. Untuk jalur menuju area kampung jajanan juga terdapat pada area Jalan Samanhudi yang mana merupakan jalur masuk untuk pengunjung dan loading dock yang langsung menuju parkir berupa basement, sedangkan jalur keluar terdapat pada area Jl. Ir. H. Juanda.

Pada tapak kawasan ini terdapat beberapa area pendukung selain kampung jajanan yaitu taman dan lapangan olahraga. Taman ini dibagi dalam beberapa aspek yaitu berada pada hunian, pada taman ini terdapat kolam dan tempat duduk bagi penghuni yang akan menikmati pemandangan yang ada di taman ini. Taman ini hanya digunakan oleh penghuni rumah susun. Yang kedua, taman bunga yang terletak diantara hunian dan kampung jajanan. Taman bunga ini dirawat oleh pengelola yang mengelola rumah susun tersebut sehingga bunga menjadi terawat dan tidak layu. Taman ini merupakan view bagi pengunjung yang datang ke kampung jajanan tersebut, sehingga pengunjung bisa menikmati makanan yang disertai oleh


(68)

pemandangan yang menakjubkan. Sedangkan untuk lapangan olahraga sendiri bisa digunakan oleh penghuni maupun warga yang ada pada sekitar bangunan. Pada jalur hijau dan taman-taman ini ditata secara aktif dan pasif untuk mengkonservasi tanah dan melestarikan lingkungan.

Area parkir pada kawasan ini terbagi dalam dua zona, yaitu zona untuk rumah susun dan zona untuk kampung jajanan. Zona parkir untuk hunian terdapat pada area lantai dasar bangunan, parkir pada zona ini digunakan oleh penghuni dan pengelola yang menggunakan mobil, sepeda motor serta becak. Sedangkan zona parkir untuk area kampung jajanan terdapat pada basement bangunan ini, parkir ini digunakan oleh pengunjung dan loading dock. Penggunaan pemisahan parkir ini agar tidak terjadi kemacetan pada jalan, karena kalau disatukan banyak penghuni dan pengunjung yang akan mengantri pada jalur masuk guna untuk mencapai area parkir tersebut.

Rumah susun yang direncanakan terdiri dari Sembilan lantai, pada lantai dasar terdapat area untuk parkir, area untuk pengelola, area untuk ruang ME, mushalla, serta beberapa area yang berupa restoran, bookstore, dan lain-lain. Sedangkan lantai dua sampai lantai Sembilan terdapat area untuk hunian berupa rumah susun. Ini hanya berlaku untuk penghuni yang berada pada rumah susun. Pada area kampung jajanan terdiri dari dua lantai untuk area jajanan, satu lantai untuk basement, dan rooftop yang berguna untuk area foodcourt.


(69)

Kampung jajanan ini direncanakan untuk penghuni yang memang sudah berjualan di area ini sebelumnya, agar mata pencaharian warga sekitar tidak hilang karena bangunan sudah dialih fungsikan menjadi bangunan tinggi. Selain penghuni, area ini juga berlaku untuk warga luar yang ingin berjualan dengan menggunakan sistem sewa pada tempat yang akan digunakan. Bagi warga yang berprofesi sebagai penarik becak, keberadaan kampung jajanan ini sangat berguna karena penarik becak tersebut mempunyai pelanggan dari pengunjung yang tidak memiliki kendaraan pribadi untuk mencapai area kampung jajanan ini, sehingga keberadaan rumah susun dan kampung jajanan ini tidak merugikan satu sama lainnya.

Bangunan yang direncanakan ini ditujukan kepada masyarakat kalangan menengah ke bawah, sehingga bahan yang digunakan harus bisa mencapai harga yang tidak melebihi batas yang menyebabkan bangunan tersebut menjadi mahal. Untuk harga makanan yang akan dijual, akan ditetapkan dengan harga yang bisa dicapai oleh semua kalangan. Untuk material kampung jajanan ini akan menggunakan material kayu, bertujuan untuk pendatang bisa merasakan suasana kampung pada area tersebut sehingga bisa menjadi nilai tambah pada kampung jajanan itu sendiri.

Konsep tampak pada bangunan kampung jajanan ini menggunakan dinding miring dan berlubang agar memudahkan cahaya masuk ke ruangan dan tidak menyebabkan ruangan menjadi gelap. Untuk menghindari panas, pada dinding bangunan akan menerapkan taman vertikal yang bisa menyerap panas yang masuk. Pada taman ini akan dilapisi oleh bingkai untuk kerangka dinding, setelah itu dilapisi


(70)

oleh alas karpet serta media tanam, dan terakhir baru tanaman yang akan digunakan. Media tanam yang baik harus memenuhi aspek ekonomis.

Media tanam yang digunakan tidak mudah lapuk dan tahan lama serta ringan, tetapi bisa mewadahi akar dengan baik. Karena akan ditempatkan pada ketinggian, maka media tanam yang akan digunakan yang kecil dan ringan sehingga mengefisienkan penggunaan struktur penyangga. Selain itu mampu menyimpan air sebanyak mungkin yang memiliki rongga yang cukup untuk perkembangan akar. Selanjutnya mudah untuk ditempatkan di bidang vertikal. Media yang baik juga harus lentur, serta mudah dipotong mengikuti bentuk dinding sesuai yang diingikan.

Pembuatan rancangan skematik dimulai dari pembuatan denah unit rumah susun, yang menggunakan tipe unit 36, 45 dan 54. Unit-unit tersebut disusun untuk mendapatkan bentukan denah yang nantinya akan disusun menjadi 8 lantai dengan menggunakan podium sebagai tempat untuk meletakkan beberapa aktivitas pendukung untuk penghuni yang akan tinggal di rumah susun tersebut.

Bentukan pada tower rumah susun berbentuk segi panjang yang dibagi menjadi dua bagian yang di tengah bangunan terdapat void. Void pada bangunan ini berfungsi untuk memudahkan cahaya agar lebih leluasa untuk masuk menerangi bangunan sehingga bangunan tersebut tidak gelap yang menyebabkan penghuni tidak akan takut berada pada ruangan. Pada satu sisi bangunan rumah susun yang sama juga terdapat pemisahan ruangan, pemisahan ruangan tersebut juga berfungsi untuk


(71)

memasukkan cahaya pada sisi koridor bangunan, karena disini diupayakan agar penggunaan lampu tidak menjadi dominan kecuali pada malam hari.

Parkir untuk hunian akan menggunakan basement, yang juga berfungsi untuk penggunaan ruangan terhadap ruangan ME. Penggunaan parkir tersebut bukan saja untuk mobil, tetapi juga untuk sepeda motor dan penggunaan becak. Jalur masuk parkir untuk hunian berada pada Jl. Multatuli, sedangkan jalur keluar berda pada Jl. Baru.

Gambar 4.14 Parkir hunian rumah susun (Sumber: penulis, 2014)

Parkir pada kampung jajanan juga berada di basement yang digunakan oleh pengunjung yang menggunakan mobil juga sepeda motor.

Gambar 4.15 Parkir kampung jajanan (Sumber: penulis, 2014)


(72)

4.4.2 Rancangan akhir

Konsep urban catalyst yang dipakai pada rumah susun ini merupakan perwujudan untuk meningkatkan perhatian warga atau masyarakat terhadap perkembangan kawasan yang ada di kawasan kampung Hamdan dengan menerapkan rancangan kampung jajanan sebagai aktivitas pendukung kawasan tersebut.

Untuk meningkatkan atau mempertinggi kualitas ruang dan kualitas sosial pada kampung jajanan tersebut, maka pada area tepi sungai dibuat juga taman wisata air yang akan menghubungkan kawasan kampung jajanan dengan kawasan yang ada di Istana Maimun dengan menggunakan perahu sebagai alat untuk mempermudah jalur bagi para wisatawan untuk mencapai kawasan sehingga sungai yang menjadi tema utama tidak lagi menjadi area belakang yang telah dilupakan. Fungsi taman wisata air ini juga untuk memperkuat konsep urban catalyst.

Perencanaan tapak pada rumah susun ini telah dipikirkan secara matang yang terdiri dari:

A. Area Rumah Susun

B. Area Kampung Jajanan

C. Area Taman

D. Area Lapangan Olahraga

F. Area Water Taxi Deck

G. Sungai Deli

H. Rumah Penduduk


(73)

Gambar 4.16 Rancangan akhir tapak (Sumber: penulis, 2014)

Area masuk dan keluar pada rumah susun terdapat pada Jl. Multatuli dimana kecil kemungkinan untuk terjadinya kemacetan pada area jalan tersebut. Untuk area masuk drop off ke rumah susun terdapat pada Jl. Samanhudi yang mana area masuk untuk kampung jajanan juga terdapat pada area jalan tersebut. Ini tidak menganggu


(74)

area masuk untuk pengunjung ke kampung jajanan karena pada area drop off tidak terlalu banyak pengunjung.

Area masuk baik pada rumah susun maupun kampung jajanan langsung menuju area parkir yang terdapat pada basement. Kawasan pada rumah susun ini menggunakan sistem terbuka dimana fasilitas pada rumah susun ini juga boleh digunakan oleh penduduk sekitar seperti tempat area lapangan olahraga. Untuk pengunjung yang berjalan kaki baik yang menggunakan angkot ataupun becak, masuk dari Jl. Ir. H. Juanda agar mudah dicapai oleh pengguna jalan kaki tersebut.

Pada hunian rumah susun, terdapat podium yang terdiri dari 2 lantai, 1 basement, dan 8 lantai untuk hunian yang merupakan bangunan tipikal. Selain terdapat retail yang menjual pakaian ataupun aksesoris serta aktivitas pendukung lainnya, pada lantai dasar podium juga terdapat area serbaguna untuk penghuni yang akan menggadakan sebuah acara atau aktivitas lainnya yang tidak memungkinkan dilakukan di dalam rumah susun.

Acara yang dimaksud di atas bisa berupa pengadaan pesta pernikahan bagi penghuni. Sedangkan pada lantai dua podium terdapat bookstore dan arena bermain anak-anak. Book store tersebut menjual buku-buku yang dibutuhkan seperti buku pelajaran dan catatan untuk menunjang pengetahuan bagi penghuni rumah susun.

Arena bermain anak-anak bukan berarti anak-anak tersebut bermain seenaknya, tetapi pada arena tersebut anak-anak yang ada pada hunian rumah susun


(75)

akan diberi pelajaran yang berhubungan dengan ilmu pengetahuan, arena bermain ini bisa juga disebut sebagai taman kanak-kanak. Ini juga berguna bagi ibu-ibu untuk menitipkan anak mereka selama mereka bekerja dengan perasaan aman. Pada lantai dua podium juga terdapat ruang untuk atm bagi pengunjung ataupun penghuni mengambil duit bila diperlukan.

Desain tangga yang ada pada hunian rumah susun dibiarkan terbuka agar penghuni yang berada di tangga tidak merasa takut karena suasana yang tertutup pada tangga, dari tangga tersebut penghuni yang turun bisa sekaligus menikmati view keluar bangunan. Selain itu, tangga pada hunian berada di tengah bangunan yang berupa selasar antar penghubung bangunan yang berada di sebelah Selatan dengan bangunan yang berada di Utara. Perletakan tangga ini juga memudahkan penghuni untuk langsung turun ke bawah bila terjadi sesuatu yang tidak diinginkan.

Pada area kampung jajanan terdapat 1 basement, dan 3 lantai untuk area pusat kuliner. Sistem penghubung antara lantai 1 dan lantai 2 akan menggunakan tangga yang terdapat pada tengah bangunan sebanyak 2 tangga. Pada lantai 1 dan 2 terdapat area untuk memasak dan tempat untuk menghidangkan makanan yang akan dijual serta tempat makan, sedangkan di lantai 3 hanya terdapat area untuk makanan saja. Jadi bagi pengunjung yang datang, ingin ke lantai 3 harus memesan makanan terlebih dahulu.


(76)

Gambar 4.17 Denah lantai dasar kampung jajanan (Sumber: penulis, 2014)

Gambar 4.18 Denah lantai dua kampung jajanan (Sumber: penulis, 2014)

Gambar 4.19 Denah lantai tiga kampung jajanan (Sumber: penulis, 2014)

Denah untuk kampung jajanan menggunakan grid 8x8m, dengan luas area sekitar 2043 m2. Kampung jajanan ini terdiri dari 3 lantai ditambah 1 lantai basement


(77)

yang memiliki daya tampung untuk parkir sekitar 36 unit mobil, dan 203 unit sepeda motor.

Kios yang ada di kampung jajanan terdiri dari 48 kios, masing-masing kios memiliki luas sekitar 16 m2. Kios untuk area memasak hanya terdapat pada lantai 2, sedangkan pada lantai 3 hanya terdapat tempat untuk menikmati makanan. Penghubung antara lantai 1 dengan lantai 2 atau seterusnya hanya dengan menggunakan tangga, tangga terbuat dari bahan kayu.

Gambar 4.20 Denah lantai basement kampung jajanan (Sumber: penulis, 2014)

Di lantai basement kampung jajanan terdapat ruang ME dan area untuk penyimpanan bahan makanan, ini berguna untuk memudahkan pemesanan agar langsung ke area parkir sehingga tidak menganggu pengunjung yang datang ke kampung jajanan.

Pengunjung yang dapat ditampung pada area kampung jajanan ini bisa mencapai sekitar 500 orang pengunjung. Untuk pembagian kios dibagikan


(78)

masing-masing kepada penghuni tetap sekitar 100 kk, karena kios yang terdapat pada kampung jajanan hanya sekitar 48 kios maka penghuni yang tidak mendapatkan kios akan diberikan 1 unit retail yang terdapat pada area rumah susun.

Bagi pengangguran yang tidak memiliki pekerjaan pada rumah susun, maka bisa bekerja sebagai pegawai pada kampung jajanan maupun retail yang terdapat di area kawasan sehingga terciptalah sebuah lapangan kerja pada area rumah susun tersebut. Dengan adanya lapangan kerja ini, diharapkan dapat meningkatkan pendapatan ekonomi masyarakat sekitar khususnya masyarakat yang ada di Kampung Hamdan. Untuk skenario penghunian dibagi sebagai berikut:

Luas unit rumah susun terdiri dari tipe 36m2, 45m2, dan 54m2

Tabel 4.1 Skenario Ganti Untung Hunian Kepemilikan Legal

No Luas rumah sebelumnya

Banyak unit

Skenario Ganti Untung

1 50 m2 15 unit 1 unit tipe 36 1 kios pasar

2 75 m2 15 unit 1 unit tipe 45 1 kios pasar

3 100 m2 40 unit 1 unit tipe 54 1 unit retail (Sumber: penulis, 2014)


(79)

Tabel 4.2 Skenario Ganti Untung Pasar Kepemilikan Illegal

(Sumber: penulis, 2014)

Tabel 4.3 Skenario Ganti Untung Pasar

No Luas rumah sebelumnya

Banyak unit

Skenario Uang ganti rugi

1 50 m2 24 unit 36 m2 + 1 kios pasar (16 m2) -

2 75 m2 24 unit 45 m2 + 1 kios pasar (16 m2) 14 m2 x Rp. 3.500.00 = Rp. 49.000.000,- 3 100 m2 34 unit 54 m2+ 1 unit retail ( 36 m2) 10 m2 x Rp. 3.500.000

= Rp. 35.000.000,- 4 100 m2 7 unit 54 m2+ 1 unit retail ( 54 m2) -

5 100 m2 11 unit 54 m2+ 1 unit restoran atau cafe ( 54 m2)

-

(Sumber: penulis, 2014)

Pada area tepi sungai, dibuat area untuk jalur air atau disebut water taxi deck dengan menggunakan perahu yang menghubungkan area kampung jajanan dengan Istana Maimun sehingga pengunjung atau wisatawan bisa juga menikmati makanan yang ada pada kampung jajanan ini seperti terlihat pada gambar 4.21. Karena pada

No Tipe unit Banyak unit Uang jual beli 1 Unit tipe 36 10 unit Sesuai kebutuhan 2 Unit tipe 45 10 unit Sesuai kebutuhan 3 Unit tipe 54 10 unit Sesuai kebutuhan


(80)

area Istana Maimun juga belum ada tempat untuk water taxi deck, maka diusulkan kepada pemerintah atau walikota untuk membuat jalur tersebut. Jika terjadi hujan yang akan menyebabkan banjir, area jalur sungai tetap terpakai karena sekitar kawasan terdapat area untuk pengendalian banjir pada sungai tersebut. Selain itu, untuk menghubungkan kawasan dengan kampung sebelah, dibuat jembatan penghubung agar memudahkan warga sekitar untuk mencapai area kampung jajanan seperti terlihat pada gambar 4.23.

Gambar 4.21 Sketsa Area Water Taxy Deck (Sumber: penulis, 2014)


(81)

Gambar 4.21 Sketsa Jembatan Penghubung ke Kampung Sebelah (Sumber: penulis, 2014)

Gambar 4.21 3D Jembatan Penghubung ke Kampung Sebelah (Sumber: penulis, 2014)

Area perkantoran pada kawasan tersebut yang memiliki pegawai juga bisa menikmati makanan pada kampung jajanan, pegawai tersebut bisa masuk dari Jl. Multatuli dengan mengelilingi area sekitar rumah susun dengan menikmati pemandangan yang ada pada kawasan tersebut, sedangkan pengunjung yang datang


(82)

ke Rumah sakit Stella Maris bisa masuk melalui Jl. Samanhudi. Dengan ini, maka kampung jajanan tersebut bukan saja menjadi katalisator bagi rumah susun tersebut tetapi juga menjadi katalisator bagi Kota Medan. Kampung jajanan ini menyediakan makanan siap saji seperti bakso, mie ayam, sate, minuman kaleng, dan lain-lain.


(83)

BAB V

PENERAPAN STRUKTUR TERHADAP RANCANGAN

Penggunaan material yang di gunakan pada bangunan yaitu menggunakan material yang memiliki tingkat absorbsi yang rendah terhadap radiasi matahari, sehingga radiasi/panas matahari yang di terima oleh bangunan tidak terlalu banyak, sehingga termal dalam bangunan tersebut tidak tinggi.

Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor: 05/PRT/M/2007 tentang Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Susun Sederhana Bertingkat Tinggi pada bab 1 tentang criteria perencanaan, maka pembangunan rumah susun memiliki criteria khusus yaitu:

a. Rusuna bertingkat tinggi yang direncanakan harus mempertimbangkan identitas setempat pada wujud arsitektur bangunan tersebut;

b. Masa bangunan sebaiknya simetri ganda, rasio panjang lebar (L/B) < 3, hindari bentuk denah yang mengakibatkan puntiran pada bangunan;

c. Jika terpaksa denah terlalu panjang atau tidak simetris, pasang dilatasi jika perlu;

d. Denah unit rusuna bertingkat tinggi harus fungsional, efisien dengan sedapat mungkin tidak menggunakan balok anak, dan memenuhi persyaratan penghawaan dan pencahayaan;


(84)

e. Struktur utama bangunan termasuk komponen penahan gempa (dinding geser atau rangka perimetral) harus kokoh, stabil, dan efisien terhadap beban gempa;

f. System konstruksi rusuna bertingkat tinggi harus lebih baik, dari segi kualitas, kecepatan dan ekonomis (seperti formwork dan system pracetak) disbanding system konvensional;

g. Dinding luar rusuna bertingkat tinggi menggunakan beton pracetak sedangkan dinding pembatas antar unit/sarusun menggunakan beton ringan, sehingga beban struktur dapat lebih ringan dan menghemat biaya pembangunan.

h. Lebar dan tinggi anak tangga harus diperhitungkan untuk memenuhi keselamatan dan kenyamanan, dengan lebar tangga minimal 110 cm;

i. Railing/pegangan rambat balkon dan selasar harus mempertimbangkan factor

privasi dan keselamatan dengan memperhatikan estetika sehingga tidak menimbulkan kesan massif/kaku, dilengkapi dengan balustrade dan railing; j. Penutup lantai tangga dan selasar menggunakan keramik, sedangkan penutup

lantai unit hunian menggunakan plester dan acian tanpa keramik kecuali KM/WC;

k. Material kusen pintu dan jendela menggunakan bahan alumunium ukuran 3x7 cm, kusen harus tahan bocor dan diperhitungkan agar tahan terhadap tekanan angin. Pemasangan kusen mengacu pada sisi dinding luar, khusus untuk kusen yang terkena langsung air hujan harus ditambahkan detail mengenai


(85)

l. Plafond memanfaatkan struktur pelat lantai tanpa penutup (exposed)

5.1 Rumah susun

5.1.1 Struktur kolom & balok

Menurut SNI-03-2847-2002 tentang Tata Cara Perencanaan Struktur Beton untuk Bangunan Gedung bahwa:

1. Kolom harus direncanakan untuk memikul beban aksial terfaktor yang bekerja pada semua lantai atau atap dan momen maksimum yang berasal dari beban terfaktor pada satu bentang terdekat dari lantai atau atap yang ditinjau. Kombinasi pembebanan yang menghasilkan rasio maksimum dari momen terhadap beban aksial juga harus diperhitungkan.

2. Pada konstruksi rangka atau struktur menerus, pengaruh dari adanya beban yang tak seimbang pada lantai atau atap terhadap kolom luar ataupun dalam harus diperhitungkan. Demikian pula pengaruh dari beban eksentris karena sebab lainnya juga harus diperhitungkan.

3. Dalam menghitung momen akibat beban gravitasi yang bekerja pada kolom, ujung-ujung terjauh kolom dapat dianggap terjepit, selama ujung-ujung tersebut menyatu (monolit) dengan komponen struktur lainnya.

4. Momen-momen yang bekerja pada setiap level lantai atau atap harus didistribusikan pada kolom di atas dan di bawah lantai tersebut berdasarkan


(86)

kekakuan relatif kolom dengan juga memperhatikan kondisi kekangan pada ujung kolom.

Gambar 5.1 Struktur kolom rumah susun (Sumber: penulis, 2014)

Gambar 5.2 Struktur balok rumah susun (Sumber: penulis, 2014)

Untuk penggunaan struktur bangunan rumah susun yang akan dirancang tersebut, bangunan akan menggunakan struktur kolom berukuran 50x75cm dengan menggunakan grid 6x9m. Penghitungan kolom didapat dari hasil 1/12 bentangan bangunan. Sedangkan untuk pembalokan akan menggunakan balok induk berukuran 45x70cm dan balok anak berukuran 20x45cm dengan system one way.


(1)

(2)

LAMPIRAN 2


(3)

(4)

LAMPIRAN 3


(5)

(6)

LAMPIRAN 5