Dari Narasi Menjadi Dialog
Bahasa dan Sastra Indonesia SMPMTs Kelas IX
1 1 0
Perubahan cerpen di atas menjadi naskah drama seperti di bawah ini.
Pada sebuah rumah orang kaya, seorang gadis sedang berjalan mengendap-endap menyelinap ke dalam rumah, ada ekpresi
terkejut pada gadis itu ketika memandang ke teras rumah, gadis itu melangkah ke kamar dan tangannya memegang gagang pintu
kamar Ayah : Membentak dengan suara berat Ajeng
Ajeng : Membalikkan badan ke arah ayahnya dan mencoba
tetap tenang Ayah : Dari mana kau Dengan tetap membentak
Ajeng : Dari rumah teman Ayah : Menggemeletukkan gigi Kau, sejak kapan kau
kuizinkan keluar dari rumah ini ... Ajeng : Tenang tetapi sedikit menghiba Apakah salah kalau
aku ingin berteman, Ayah? Ayah tak bisa terus-menerus melarangku untuk keluar rumah ini. Apakah harus...
Ayah : Menempeleng pipi ajeng dengan tangan kanannya ke pipi kanan dan kiri
Ajeng : Terhuyung dan tersungkur beberapa meter dari posisi ayahnya sambil meraba pipinya mencoba untuk berdiri,
ibunya dan kakaknya berusaha untuk mendekatinya dan dicegah oleh ayahnya
Ayah : Sambil merentangkan kedua tangannya, untuk menghalangi langkah anak dan istrinya mendekati
ajeng Jangan, jangan kalian bantu anak durhaka itu Kau anak durhaka Menunjuk dan menatap tajam ke
arah ajeng Sekarang juga kemasi barang-barangmu dan pergi dari sini Telunjuknya menunjuk ke arah pintu
Dari petikan cerpen berikut ini, ubahlah menjadi sebuah naskah drama
Dengan tidak bersemangat, Nia mengunyah sarapannya. Semalam ia sudah memutuskan untuk membaca
karangannya di muka kelas. Memang berat tapi bagaimana lagi? Ia tidak ingin ada nilai merah di rapornya. Nia benar-
benar tidak dapat menyembunyikan kecemasannya.
Pelajaran 8 Patriot Bangsa
1 1 1
Kenapa nasinya tidak dihabiskan, biasanya kalau ibu buatkan nasi goreng, kamu pasti minta tambah. Sudah bosan
ya... tegur ibu melihat Nia tidak menghabiskan nasinya. Nia menggeleng. Nia sedang nggak nafsu, jawabnya asal-
asalan. Kamu sakit? tanya ibu sambil menepuk-nepuk pundak Nia.
Nia menggeleng lagi. Kalau begitu habiskan nasinya, kan sayang kalau dibuang,
kata ibu sambil menepuk-nepuk pundak Nia. Terpaksa Nia menghabiskan nasinya. Matanya sekali-kali
melirik ke arah ayahnya yang sedang sibuk menyiapkan dagangannya.
Sumber: “Tidak Perlu Malu”, Cerpen karya Xermia Anggraini, dimuat pada harian Suara Merdeka 16 September 2007