berbahaya. Pada OMSK tipe aman tidak terdapat kolesteatoma sedangkan OMSK tipe bahaya biasanya perforasi marginal, atik ataupun
dengan perforasi subtotal. Sebagian besar komplikasi yang berbahaya atau fatal timbul pada OMSK tipe bahaya Djaafar et al 2008.
Meskipun demikian, perforasi sentral membran timpani tidak bisa di katakan sebagai “safe ears”. Analisis terbaru dari perforasi sentral
membran timpani dari pasien otitis media kronis, 38 mengalami pertumbuhan epidermal dengan mucocutaneus junction terletak di
permukaan dalam dari perforasi Chole Nason 2009.
2.2 Kolesteatoma 2.2.1 Definisi
Kolesteatoma dapat didefinisikan sebagai lesi non neoplastik dan destruktif yang mengandung lapisan keratin pada suatu kavitas yang
dilapisi oleh epitel skuamus dan jaringan ikat subepitelial Persaud 2007. Istilah kolesteatoma pertama sekali diperkenalkan oleh seorang ahli
anatomi kebangsaan Jerman yang bernama Johannes Muller pada tahun 1838 dimana kata kolesteatoma berasal dari kata cole berarti kolesterol,
esteado berarti lemak, dan oma yang berarti tumor, yang bila digabungkan berarti suatu tumor yang terbentuk dari jaringan berlemak dan Kristal dari
kolesterol. Istilah lain yang digunakan antara lain pearl tumor oleh Cruveilhier pada tahun 1829; margaritoma oleh Craigie pada tahun 1891,
epidermoid kolesteatoma oleh Causing pada tahun 1922 dan keratoma oleh Shuknecht pada tahun 1974. Bagaimanapun kolesteatoma berasal
dari epitel skuamus keratinisasi dari membran timpani atau meatus auditori eksternal Nunes 2010.
2.2.2 Epidemiologi
Insiden kolesteatoma berkisar antara 3 kasus dari 100.000 pada anak- anak dan 9 kasus dari 100.000 pada dewasa dan lebih dominan terhadap
laki- laki dibanding perempuan Nunes 2010.
Universitas Sumatera Utara
Aquino pada penelitiannya menemukan selama 26 tahun 1962-1988 terdapat 1146 kasus kolesteatoma dengan melakukan prosedur
mastoidektomi. Harker et al juga melaporkan insiden kolesteatoma sebesar 6 orang per 100.000 kasus di Iowa. Insiden lebih tinggi pada
dekade ke-2 dan 3 dari kehidupan Aquino 2012 Padgham et al menemukan insiden tahunan sebesar 13 kasus dari
100.000 pertahun di Scotland Aquino 2012. Wisnubroto 2002 di RSUD dr. Soetomo Surabaya melaporkan telah
dilakukan operasi mastoidektomi radikal sebanyak 298 56,1 kasus OMSK dengan kolesteatoma.
Aboet 2006 menemukan pasien OMSK merupakan 26 dari seluruh kunjungan di THT RSUP H Adam Malik. Suryanti 2002 pada
penelitiannya di RSUD Soetomo Surabaya menemukan 331 penderita otitis media supuratif Kronik yang berobat periode Januari sd Desember
2002. Penderita OMSK dengan kolesteatoma yang berkunjung di departemen THT-KL RSUP H. Adam Malik Medan periode 1 Januari
2009 – 31 Desember 2009 adalah sebanyak 47 penderita Nora 2011. Jumlah pasien OMSK dengan kolesteatoma di Departemen THT-KL
RSUP. H. Adam Malik Medan periode 1 Januari 2006 - 31 Desember 2010 sebanyak 119 pasien Siregar 2013.
2.2.3 Patogenesis kolesteatoma
Kolesteatoma dapat diklasifikasikan menjadi kongenital atau acquired. Kolesteatoma acquired dibagi menjadi primer dan sekunder. Secondary
acquired cholesteatoma mengacu pada kolesteatoma muncul akibat perforasi membran timpani Chloe Nason 2009.
1. Congenital cholesteatoma Kista keratin bisa terakumulasi karena epitel yang dihasilkan tertutup.
Pada umumnya, kista akan terbentuk sebagai kelainan pertumbuhan atau karena penyebab iatrogenik. Kista epidermal akan ditemukan pada daerah
Universitas Sumatera Utara
medial dengan membran timpani yang utuh. Menurut Derlaki dan Clemis 2005, kolesteatoma dikatakan kongenital apabila memiliki syarat
sebagai berikut yakni: • Massa putih medial dengan membran timpani utuh.
• Pars tensa dan pars plaksida normal. • Tidak ada riwayat telinga berair, perforasi ataupun prosedur
otologik sebelumnya. • Kemungkinan bahwa terjadinya otitis media tidak bisa
disingkirkan sebagai kriteria ekslusi dari kolesteatoma kongenital ini karena sangat jarang anak tidak memiliki episode dari otitis
media pada lima tahun pertama kehidupannya.
2. Acquired cholesteatoma Kolesteatoma acquired dibagi menjadi primer dan sekunder. Primary
acquired cholesteatoma adalah kolesteatoma yang berasal dari retraksi pars flaksida, sedangkan secondary acquired cholesteatoma adalah
kolesteatoma yang terjadi akibat perforasi membran timpani, biasanya pada kuadran posterior superior telinga tengah Chole Nason 2009
Bentuk sisa, formasi epidermoid yang berasal dari kolesteatoma kongenital mungkin berasal dari epitimpanum anterior. Tidak seluruh
kolesteatoma kongenital berlokasi di daerah anterosuperior dan tidak semua ditemukan menjadi kista epitelial seperti adanya invaginasi epitel
skuamosa dari liang telinga atau masuknya elemen skuamosa pada cairan amnion Browning 2009.
Terdapat 4 teori utama sebagai etiopatogenesis kolesteatoma didapat
yakni:
A.
Teori invaginasi
Teori invaginasi pembentukan kolesteatoma secara umum diterima sebagai salah satu mekanisme primer dalam pembentukan atik
Universitas Sumatera Utara
kolesteatoma. Retraction pockets dari pars flaksida terjadi karena tekanan negatif telinga tengah dan kemungkinan disebabkan inflamasi berulang.
Ketika retraction pocket membesar, deskuamasi keratin tidak dapat dibersihkan dari reses kemudian terbentuk kolesteatoma. Asal dari
retraction pocket kolesteatoma disangkakan adalah disfungsi tuba Eustachius atau otitis media efusi dengan resultante tekanan telinga
tengah ex vacuo theory. Pars flaksida, yang kurang fibrous dan kurang tahan terhadap pergerakan, biasanya sebagai sumber kolesteatoma.
Sebagai hasil dari tipe kolesteatoma ini adalah defek yang terlihat pada kuadran posterosuperior membran timpani dan erosi dari dinding liang
telinga yang berdekatan. Kegagalan migrasi epitel ini menyebabkan akumulasi keratin dalam retraction pocket. Bakteri dapat menginfeksi
matriks keratin, membentuk biofilm yang menyebabkan infeksi kronis dan proliferasi epitel Chole Sudhoff 2005 ; Chole Nason 2009.
B. Teori invasi epitel
Teori ini menyatakan invasi epitel skuamosa dari liang telinga dan permukaan luar dari membran timpani mempunyai kemampuan
bermigrasi ke telinga tengah melalui perforasi marginal atau perforasi atik. Epitel akan masuk sampai bertemu dengan lapisan epitel yang lain, yang
di sebut dengan contact inhibition Chole Nason 2009. Jika mukosa telinga tengah terganggu karena inflamasi, infeksi atau
trauma karena perforasi membran timpani, mucocutaneus junction secara teori bergeser ke kavum timpani. Menyokong teori ini van Blitterswijk dkk
menyatakan bahwa cytokeratin CK 10, yang merupakan intermediate filament protein dan marker untuk epitel skuamosa,ditemukan pada
epidermis liang telinga matriks kolesteatoma tetapi tidak ada di mukosa telinga tengah. Perforasi marginal dipahami sebagai penyebab
pertumbuhan epidermal dari pada perforasi sentral, karena lokasi perforasi marginal membuka keadaan mukosa telinga tengah dan struktur
dinding tulang liang telinga Chole Nason 2009.
Universitas Sumatera Utara
Palva dan peneliti lain menunjukkan perubahan histologi ini pada tulang temporal manusia. Kolesteatoma yang berasal dari fraktur tulang
temporal dapat terjadi dari mekanisme ini. Fraktur liang telinga menyebabkan pertumbuhan epitel berkeratinisasi dengan mekanisme
kontak Chole Sudhoff 2005. Meskipun demikian, perforasi sentral membran timpani tidak bisa di
katakan sebagai “safe ears”. Analisis terbaru dari perforasi sentral membran timpani dari pasien otitis media kronis, 38 mengalami
pertumbuhan epidermal dengan mucocutaneus junction terletak di permukaan dalam dari perforasi Chole Nason 2009.
C. Teori hiperplasia sel basal
Pada tahun 1925, Lange mengobservasi bahwa sel epitel berkeratinisasi pada pars flasida dapat menginvasi ruang sub epitelial
normal yang memiliki akses untuk membentuk kolesteatoma di atik Chole Nason 2009.
Sel epitel prickle cells dari pars flaksida dapat menginvasi jaringan subepitelial dengan cara proliferasi kolum sel epitel. Epitel yang
menginvasi lamina propria, basal lamina basement membrane menjadi berubah. Huang dan Masaki meneliti teori ini dengan memperlihatkan
bahwa pertumbuhan epitel membran timpani dapat diinduksi dengan meneteskan propylene glycol ke telinga tengah mencit. Kerusakan basal
lamina menyebabkan invasi kerucut epitel ke dalam jaringan ikat subepitel dan membentuk mikrokolesteatoma. Mekanisme ini dapat menerangkan
beberapa tipe kolesteatoma, termasuk yang terbentuk di belakang membran timpani yang utuh. Mikrokolesteatoma membesar dan
mengadakan perforasi secara sekunder melalui membran timpani, meninggalkan ciri khas kolesteatoma atik Chole Nason 2009.
Perubahan diferensiasi keratinosit dan lapisan sel basal matriks kolesteatoma telah diteliti pada beberapa penelitian. Distribusi abnormal
dari marker diferensiasi epidermal, seperti filaggrin dan involucrin, c-jun,
Universitas Sumatera Utara
p53 protein, peningkatan reseptor epidermal growth factor terlihat dalam matriks kolesteatoma telinga tengah. Peningkatan cytokeratin CK 13 dan
16, di mana marker diferensiasi dan hiperproliferasi juga ditemukan. Kim dkk mendemonstrasikan peningkatan ekspresi cytokeratin CK 13 dan 16
pada area perifer pars tensa yang diinduksi oleh kolesteatoma oleh ligasi liang telinga dan area perifer serta sentral pars tensa yang diinduksi
kolesteatoma oleh obstruksi tuba Eustachius. Peningkatan ekspresi human intercellular adhesion molecule-1 dan –2 terlihat yang memiliki
peran terhadap migrasi sel ke jaringan. Adanya heat shock protein 60 dan 70 menunjukkan proliferasi dan diferensiasi aktif dari keratinosit basal
yang berhubungan dengan kolesteatoma Chole Sudhoff 2005. Terdapat berbagai laporan bahwa respon imun terlibat dalam derajat
hiperproliferasi epitel kolesteatoma. Sel Langhans dapat menyebabkan reaksi imun dan menunjang proliferasi epitel berkeratinisasi oleh IL-
1α Chole Sudhoff 2005.
D. Teori Metaplasia Skuamosa
Infeksi atau inflamasi jaringan yang kronis diketahui dapat mengalami transformasi metaplasia. Epitel kuboid pada telinga tengah dapat berubah
menjadi epitel berkeratin. Epitel skuamosa berkeratinisasi telah ditemukan pada biopsi telinga tengah pada penderita otitis media pada anak. Namun
progresivitas dari kolesteatoma masih belum berhasil dipaparkan Chole Nason 2009.
2.2.4 Inflamasi dan proliferasi sel
Pada penyakit otitis media kronis dengan kolesteatoma, erosi dari tulang hampir selalu ada dan merupakan penyebab utama dari morbiditas
penyakit ini. Tulang merupakan organ dinamis yang secara konstan melakukan remodeling untuk mendapatkan kondisi homeostasis kalsium
dan integritas struktural. Sintesa dari matriks dilakukan oleh osteoblast sementara proses resorpsi diatur oleh osteoklas. Konsep yang
Universitas Sumatera Utara
bertentangan antara nekrosis akibat dari tekanan atau sekresi faktor-faktor proteolitik oleh matriks kolesteatoma, sekarang telah dipahami bahwa
terjadi resorpsi tulang karena aktivitas osteoklas pada kondisi inflamasi. Pembentukan osteoklas dari sel-sel prekursor di kontrol oleh 2 esensial
sitokin yaitu Receptor Activator of Nuclear Factor κB Ligand RANKL dan
Macrophage Colony Stimulating Factor M-CSF. Pada keadaan normal, osteoblast memproduksi M-CSF dan RANKL untuk memulai pembentukan
osteoklas dengan menarik reseptor- reseptor c-fms dan RANK. Pada kondisi patologis, banyak sel yang terlibat untuk menghasilkan sitokin-
sitokin tersebut. Inhibitor yang penting pada proses tersebut yaitu osteoprotegrin OPG yang berkompetisi dengan RANK untuk RANKL.
Jeong et al 2006 menemukan peningkatan jumlah RANKL pada kolesteatoma dibandingkan dengan kulit postaurikular yang normal.
Hasil ini menyatakan jaringan kolesteatoma meningkatkan rasio RANKLOPG pada proses inflamasi dan berpotensial untuk proses
osteoclastogenesis. Inflammatory cytokines Interleukin-1 IL-1, IL 6, Tumor Necrosis Factor–
alpha TNFα dan prostaglandin juga diketahui meningkatkan osteoclastogenesis. Kolesteatoma yang terinfeksi diketahui
lebih cepat mendestruksi tulang. Peningkatan level dari virulensi bakteri sepertinya memegang peranan penting terhadap fenomena ini Chole
Nason 2009.
2.2.5 Gejala dan tanda