Hubungan antara trait kepribadian big five factors dengan forgiveness orang yang menikahi

(1)

Menikah

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat

memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

Danny Pramita Arthasari

106070002223

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1431 H / 2010 M


(2)

Hidayatullah Jakarta pada tanggal 6 Desember 2010. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata 1 (S1) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 6 Desember 2010 Sidang Munaqasyah

Dekan/ Pembantu Dekan/

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Jahja Umar, Ph.D Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 130 885 522 NIP.19561223 198303 2 001

Anggota :

Neneng Tati Sumiati, M.Si,Psi Dra. Netty Hartati, M.Si

NIP. 19730328 200003 2003 NIP. 19531002 198303 2001

S. Evangeline I. Suaidy, M.Si,Psi NIP. 150411217


(3)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Psikologi untuk memenuhi syarat-syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh:

Danny Pramita Arthasari NIM: 106070002223

Di bawah bimbingan:

Pembimbing I

Dra. Netty Hartati, M.Si 19531002 1983 2001

Pembimbing II

S. Evangeline I. Suaidy, M.Si. Psi 150411217

FAKULTAS PSIKOLOGI

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2010


(4)

(C) Danny Pramita Arthasari. (D) 58 Halaman + Lampiran.

(E) Hubungan antara Trait Kepribadian Big Five Factors dengan Forgiveness

pada Orang yang Menikah.

(F) Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :

1. Untuk melihat hubungan antara trait kepribadian neuroticsm dengan

forgiveness pada orang yang menikah.

2. Untuk melihat hubungan antara trait kepribadian extraversion dengan

forgiveness pada orang yang menikah.

3. Untuk melihat hubungan antara trait kepribadian agreeableness dengan

forgiveness pada orang yang menikah.

4. Untuk melihat hubungan antara trait kepribadian openess dengan

forgiveness pada orang yang menikah.

5. Untuk melihat hubungan antara trait kepribadian conscientiousness

dengan forgiveness pada orang yang menikah.

Memaafkan seseorang yang paling kita sayangi terutama pasangan kita yaitu suami-istri kita merupakan hal yang tidak mudah. Apalagi kita sebagai manusia memiliki kepribadian yang berbeda-beda. Penelitian pada kali ini membagi kepribadian seseorang dalam lima faktor, yaitu neuroticsm, extraversion, agreeableness, openess, dan conscietiousness yang memerlukan pasrtisipan pasangan menikah yang memiliki umur pernikahan 1 - 5 tahun dimana pada masa itu merupakan masa penyesuaian dalam pernikahan. Dengan mengangkat variabel dan faktor-faktor diatas maka dapat terlihat bahwa seseorang pun akan berbeda dalam hal memaafkan. Pertentangan hasil penelitian terdahulu atas beberapa faktor juga menjadi alasan peneliti mengangkat faktor tersebut dalam penelitian ini. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara trait kepribadian big five factors dengan

forgiveness pada pasangan menikah.

Penelitian kuantitatif dengan studi korelasional ini melibatkan 100 orang responden. Tekhnik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan

purposive sampling. Alat ukur dalam penelitian big five personality ini menggunakan IPIP – NEO yang dibuat oleh Lewis Goldberg yang terdiri dari 100 item pernyataan. Dan alat ukur dalam penelitian forgiveness ini menggunakan TRIM yang dibuat oleh McCullough yang terdiri dari 12 item pernyataan.

Pada penelitian ini peneliti membagi alat ukur kepribadian kedalam lima dimensi. Sehinga terdapat nilai alpha cronbach pula dalam setiap dimensinya. Pada traitneuroticsm memiliki nilai alpha cronbach sebesar 0,862, pada trait extraversion memiliki nilai alpha cronbach sebesar 0,810, kemudian pada

trait agreeableness memiliki nilai alpha cronbach sebesar 0,736, lalu pada

trait openess memiliki nilai alpha cronbach sebesar 0,811, dan pada trait


(5)

vi

big five dengan forgiveness. Pada Indeks signifikansi pada trait neuroticsm

sebesar 0,099 > 0,05 maka disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara trait neuroticsm dengan forgiveness pada pasangan menikah. Kemudian indeks signifikansi pada trait extraversion sebesar 0,005 < 0,05 maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara trait extraversion dengan forgiveness pada pasangan menikah. Lalu indeks signifikansi pada trait agreeableness sebesar 0,016 < 0,05 maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara trait agreeableness dengan

forgiveness pada pasangan menikah. Lalu indeks signifikansi pada trait openess sebesar 0,024 < 0,05 maka disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara trait openess dengan forgiveness pada pasangan menikah. Dan indeks signifikansi pada trait conscientiousness sebesar 0,066 > 0,05 maka disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara trait conscientiousness dengan forgiveness pada pasangan menikah.

Penelitian ini berbeda hasilnya dengan penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh peneliti sebelumnya. Penulis menyarankan untuk penelitian selanjutnya untuk melakukan penelitian dalam cakupan populasi yang lebih luas lagi. Selain meyertakan aspek lain yang berkaitan dengan kedua variabel yang mungkin dapat menjelaskan hasil penelitian yang tidak signifikan. (G) Daftar bacaan : 23 bacaan; 19 buku + 4 internet


(6)

Halaman Judul

Lembar Pengesahan Pembimbing ... ii

Lembar Pengesahan Panitia Ujian ... iii

Lembar Orisinalitas ... iv

Abstrak ... v

Kata Pengantar ... vii

Daftar Isi ... ix

Daftar Tabel ... xii

Daftar Bagan ... xiii

Daftar Lampiran ... xiii

BAB 1 Pendahuluan... 1

1.1 Latar Belakang Masalah... 1

1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah ... 9

1.2.1 Pembatasan Masalah ... 9

1.2.2 Perumusan Masalah ... 9

I.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian... 10

1.3.1 Tujuan Penelitian ... 10

1.3.2 Manfaat Penelitian ... 10

1.4 Sistematika Penulisan ... 10

BAB 2 Kajian Pustaka ... 13

2.1 Forgiveness... 13

2.1.1 Definisi Forgiveness ... 13

2.1.2 Dua Aspek yang Mendasari Forgiveness... 14

2.1.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seseorang untuk Memaafkan... 21


(7)

2.2.3 Ciri-Ciri Trait Kepribadian Big Five Factors ... 26

2.3 Kerangka Berfikir... 32

2.4 Hipotesis Penelitian ... 37

BAB 3 Metode penelitian ... 38

3.1 Pendekatan Penelitian ... 38

3.2 Populasi dan Sampel ... 38

3.2.1 Populasi ... 38

3.2.2 Sampel dan Tekhnik Pengambilan Sampel... 38

3.3 Variabel Penelitian ... 39

3.3.1 Definisi Konseptual Variabel... 39

3.3.2 Definisi Operasional Variabel... 39

3.4 Pengumpulan Data ... 40

3.4.1 Teknik Pengumpulan Data ... 40

3.4.2 Instrumen Penelitian ... 41

3.4.2.1 Skala Kepribadian Big Five (IPIP-NEO)... 3.4.2.2 Skala Forgiveness (TRIM)... 3.5 Uji Instrumen ………... 43

3.5.1 Uji Validitas Skala ………... 43

3.5.2 Uji Reliabilitas Skala………... 44

3.6 Prosedur Penelitian ... 44

3.7 Teknik Analisis Data ... 45

BAB 4 Hasil Penelitian ...……….………... 46

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian ………... 46

4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin... 46


(8)

4.3 Hasil Uji Hipotesis ... 52

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi dan Saran ... 56

5.1 Kesimpulan ………... 56

5.2 Diskusi ………... 57

5.3 Saran Penelitian Lanjutan………... 60

Daftar Pustaka ... 62 Lampiran


(9)

Tabel 2.2 Ilustrasi Kerangka Berfikir dalam Bagan... Tabel 3.1 Skor untuk Pernyataan Positif dan Negatif... Tabel 3.2 Blue Print Trait Kepribadian Big Five... Tabel 3.3 Blue Print Forgiveness... Tabel 4.1 Jumlah Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin... Tabel 4.2 Penyebaran Skor Forgiveness pada Laki-Laki... Tabel 4.3 Penyebaran Skor Forgiveness pada Perempuan... Tabel 4.4 Penyebaran Skor Trait Big Five Factors pada Laki-Laki... Tabel 4.5 Penyebaran Skor Trait Big Five Factors pada Perempuan... Tabel 4.6 Uji Korelasi Trait Big Five Factors dengan Forgiveness...


(10)

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Instrumen Penelitian Try Out. Lampiran 2 : Instrumen Penelitian Fieldtest.

Lampiran 3 : Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Try Out Skala Trait Big Five Factors

Lampiran 4 : Uji Validitas dan Uji Reliabilitas Fieldtest Skala Forgiveness.

Lampiran 5 : Data Mentah Try Out. Lampiran 6 : Data Mentah Fieldtes.


(11)

Perkawinan merupakan ikatan lahir batin dan persatuan antara dua pribadi yang berasal dari keluarga, sifat, kebiasaan dan budaya yang berbeda. Menurut UU RI No. 1 tahun 1974 (dalam Dewi, 2006) pernikahan didefinisikan sebagai ikatan lahir batin antara pria dan wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Hal ini disebabkan karena hubungan yang baik dan harmonis suami dan istri tidaklah terjadi begitu saja, tetapi memerlukan usaha yang besar untuk mencapai keserasian dalam kedua belah pihak.

Hubungan yang baik dan harmonis dalam sebuah pernikahan akan diperlukan penyesuaian secara terus-menerus. Setiap pernikahan, selain cinta juga diperlukan saling pengertian yang mendalam, seperti yang dikatakan Elizabeth Hurlock (2002) bahwa penyesuaian pernikahan merupakan salah satu masalah yang paling sulit yang harus dialami setiap pasangan. Pada masa inilah proses penyesuaian yang memerlukan pengertian yang mendalam terjadi antar individu dalam pernikahan. Hal ini akan semakin sulit seiring dengan banyaknya dinamika yang harus dihadapi oleh masing-masing individu tersebut dalam menjalani sebuah proses kehidupan rumah tangga.

Selama tahun-tahun pertama dan kedua pernikahan pasangan suami-istri biasanya harus melakukan penyesuaian satu sama lainnya terhadap anggota keluarga masing-masing, dan teman-temannya (Hurlock, 2002). Hal ini juga


(12)

diperkuat dengan hasil survey yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 26-28 april 2010 dengan membagikan kuesioner ke 100 pasangan yang menikah bahwa 49 % pasangan menikah memiliki penyesuaian yang lama terhadap pasangannya. Hal ini juga diperkuat dengan teori bahwa pada proses penyesuian ini dapat timbul ketegangan emosional diantara pasangan pernikahan. Harapan yang berlebihan tentang tujuan dan hasil pernikahan sering membawa kekecewaan yang menambah kesulitan penyesuaian terhadap tugas dan tanggung jawab pernikahan. Berdasarkan hasil wawancara peneliti terhadap orang-orang sekitar peneliti sebelumnya ditemukan alasan mengapa pada periode awal perkawinan merupakan masa penyesuaian, kemudian hasil wawancara juga ditemukan bahwa perempuan lebih sulit untuk memaafkan daripada laki-laki. Awal pernikahan merupakan masa-masa yang penuh dengan kejutan, yang di dalamnya terdapat banyak krisis atau masalah-masalah yang dihadapi, perubahan-perubahan sikap atau perilaku masing-masing pasangan pun mulai tampak. Ada juga yang mengatakan bahwa masa-masa awal perkawinan pengalaman bersama belum banyak. Ini diperkuat dengan hasil survey yang dilakukan peneliti bahwa dari 100 orang menyatakan 41% penyesuaian yang sulit terjadi terjadi pada 1 tahun pernikahan. Hal ini jika diperkuat dengan adanya teori bahwa pada tahun-tahun pertama perkawinan merupakan masa rawan, bahkan dapat disebut sebagai era kritis karena pengalaman bersama belum banyak (dalam Hurlock, 2002). Menurut Clinebell & Clinebell, 2005 dalam Anjani, 2006), periode awal perkawinan merupakan masa penyesuaiandiri, dan krisis muncul saat pertama kali memasuki jenjang pernikahan.


(13)

Di dalam mengalami penyesuaian para pasangan menganggap bahwa pada masa ini banyak muncul hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan seperti pada saat masa pacaran. Umumnya para pasangan berharap, dengan berjalannya waktu akan membuat pasangan saling mengerti dan memahami satu sama lain dan lebih mengetahui apa yang diharapkan dari perkawinan yang dijalani. Namun kenyataanya tidaklah demikian, sehingga konflik itu akan muncul pada periode awal pernikahan.

Terjadinya konflik pada awal sebuah pernikahan tersebut sering terjadi akibat belum adanya penyesuaian yang terjadi pada pasangan suami-istri. Konflik tersebut akan terjadi jika antara harapan dan kenyataan yang dialami pasangan tidak berimbang. Hal ini juga diperkuat dengan hasil survey yang telah dilakukan oleh peneliti bahwa sebanyak 37 % konflik yang terjadi dalam sebuah pernikahan adalah bahwa adanya harapan dalam sebuah keluarga mengenai terpenuhinya kebutuhan ekonomi mereka tetapi kenyataannya mereka mengalami kesulitan dalam masalah ekonomi. Konflik yang terjadi pada pasangan menikah tidak hanya mengenai masalah ekonomi saja, tetapi juga masalah anak-anak mereka dan masalah pekerjaan pasangannya. Dengan adanya konflik-konflik yang sering terjadi pada pasangan menikah tersebut, pastinya pasangan tersebut akan diajarkan untuk bisa memaafkan pasangannya dalam setiap konflik yang terjadi jika kehidupan keluarganya akan tetap utuh.

Dalam kehidupan sehari-hari, memaafkan merupakan sesuatu hal yang dianggap baik. Dalam Wikipedia (2008) dijelaskan bahwa forgiveness juga merupakan norma yang diajarkan dalam setiap agama dan setiap agama memiliki


(14)

konsep yang berbeda tentang forgiveness. Namun forgiveness merupakan sesuatu yang sulit dilakukan karena harus melibatkan dua faktor, yakni harus menghilangkan motivasi membalas dendam dan menghilangkan motivasi untuk menjauhi orang yang menyakiti (McCullough, 1999 dalam Rusdi, 2009), karena tidak cukup dikatakan forgiveness apabila hanya menghilangkan perasaan negatif saja (menghilangkan perasaan untuk balas dendam atau menghindari pelaku), namun juga harus mengembalikan perasaan positif (mengingat masa-masa indah yang pernah dilakukan terhadap pelaku kejahatan).

Kebanyakan hasil dari pikiran mereka adalah mencoba untuk mengungkapkan forgiveness dapat menjadi suatu pertolongan yang sangat berguna dalam membantu mereka yang telah terluka fisik dan psikis, menyembuhkan sebuah luka hati akibat dari sakit hati yang telah dilakukan oleh pasangannya, dan meringankan rasa sakit yang telah mereka terima sebagai akibat dari perilaku orang lain yang telah berbuat salah kepada mereka.

Hal yang sama pentingnya dengan memberikan maaf adalah kemauan meminta maaf. Seseorang akan sulit memaafkan jika orang yang bersalah tidak minta maaf dan berupaya memperbaiki kesalahannya. Hal ini juga diperkuat dengan survey yang dilakukan peneliti, bahwa sebanyak 64% hal yang membuat pasanganya sulit untuk memaafkan bahwa sebagai korban mereka merasa telah disakiti. Beberapa penelitian (Darby dan Schlenker,1982; Ohbuchi dkk, 1989 dalam McCullough, 1998) menemukan bahwa meminta maaf sangat efektif dalam mengatasi konflik interpersonal, karena permintaan maaf merupakan sebuah


(15)

penyataan tanggung jawab tidak bersyarat atas kesalahan dan sebuah komitmen untuk memperbaikinya.

McCullough dkk. (1997) juga mengemukakan bahwa memaafkan dapat dijadikan seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang untuk tidak membalas dendam dan meredakan dorongan untuk memelihara kebencian terhadap pihak yang menyakiti serta meningkatkan dorongan untuk konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti. Hal ini juga diperkuat dengan survey yang dilakukan oleh peneliti bahwa sebanyak 76 % mereka yang memberikan maaf akan merasa lebih tenang hal ini bukan hanya kepada pasangannya tetapi juga untuk orang lain. (Worthington dan Wade,1999 dalam Rusdi, 2009) menyetujui pendapat yang mengatakan bahwa secara kesehatan memaafkan memberikan keuntungan psikologis, dan memaafkan merupakan terapi yang efektif dalam intervensi yang membebaskan seseorang dari kemarahannya dan rasa bersalah. Selain itu, memaafkan dapat mengurangi marah, depresi, cemas dan membantu dalam penyesuaian perkawinan (Hope,1987). Memaafkan dalam hubungan interpersonal yang erat juga berpengaruh terhadap kebahagian dan kepuasan hubungan (Karremans dkk, 2003 ; Fincham, dan Beach, 2002 dalam Rusdi, 2009).

Menurut penelitian terakhir, para ilmuwan Amerika membuktikan bahwa mereka yang mampu memaafkan adalah lebih sehat baik jiwa maupun raga. Orang-orang yang diteliti menyatakan bahwa penderitaan mereka berkurang setelah memaafkan orang yang menyakiti mereka. Penelitian tersebut menunjukan bahwa orang yang belajar memaafkan merasa lebih baik, tidak hanya secara batiniyah namun juga jasmaniyah.


(16)

Penelitian membuktikan bahwa kecenderungan seseorang untuk memaafkan memiliki korelasi baik secara positif ataupun negatif terhadap sekumpulan luas variabel seperti personality traits. Sehubungan dengan korelasi terhadap personality traits, maka (Mc.Cullough 1998 dalam Maltby, dkk, 2008). meneliti kaitannya dengan trait kepribadian di dalam Big Five Factors yang terdiri dari 5 buah dimensi, antara lain Neuroticism, Opennes to Experience, Agreeableness, Extraversion, dan Conscientiousness.

Domain Neuroticism dapat didefinisikan sebagai seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism

yang tinggi. Mereka juga memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self- esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan

emotionally reactive.

Domain Opennes to Experience dapat didefinisikan mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan tingkat openness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai imajinasi, broad mindedness, dan a world of beauty.


(17)

Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama, kemudian skor openess yang rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan.

Domain Extraversion dapat didefinisikan untuk memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut penelitian, seseorang yang memiliki faktor

extraversion yang tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat

extraversion yang rendah. Dalam berinteraksi, mereka juga akan lebih banyak memegang kontrol dan keintiman. Peer-group mereka juga dianggap sebagai orang-orang yang ramah, fun-loving, affectionate, dan talkative.

Domain Agreeableness dapat didefinisikan untuk mengindikasi seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki skor agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki value suka membantu, forgiving, dan penyayang.

Domain Conscientiousness untuk mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif,

workaholic, membosankan. Tingkat conscientiousness yang rendah menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya.


(18)

Hasil penelitian membuktikan bahwa kecenderungan seseorang untuk memaafkan memiliki korelasi yang cukup erat dengan dua buah dimensi Big Five, yaitu Neuroticism dan Agreeableness, dimana orang-orang Agreeableness (ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik) memiliki tingkat emosi yang lebih stabil, lebih cenderung mudah memaafkan perbuatan menyakitkan yang pernah dilakukan orang lain terhadap mereka. Dan bagi orang-orang yang memiliki kepribadian Neuroticism (mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive), lebih cenderung sulit memaafkan perbuatan menyakitkan yang pernah dilakukan orang lain terhadap mereka. (Mc.Cullough, dkk). Memaafkan tidak dapat menghilangkan perasaan sakit, namun setelah memaafkan rasa sakit itu dapat ditahan. Setelah memaafkan, individu menyadari bahwa kemarahan dan kebencian dapat membuat keadaan menjadi lebih buruk (Enright, 2001 dalam McCullough, 2001).

Pada sisi lain, ada mitos yang mengatakan bahwa dengan memberi maaf maka beban psikologis yang ada akan hilang. Pada kenyataannya banyak orang yang memberi maaf kepada orang lain kemudian kecewa dengan tindakan tersebut. Hal ini terjadi karena permintaan maaf sering tidak ditindaklanjuti dengan perilaku yang konsisiten dengan permintaan maaf tersebut.

Berdasarkan penelitin tersebut, penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul ”Hubungan Antara Kepribadian Big Five Factors dengan Forgiveness pada Orang yang Menikah.”


(19)

1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1.2.1. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari kesimpang siuran persepsi dan lebih terarahnya pembahasan, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut :

a) Kepribadian Big Five adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima traits kepribadian tersebut adalah

extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to

experiences.

b) Berdasarkan The Big Five Factors dengan forgiveness, hal ini menarik untuk diteliti mengingat Forgiveness dalam penelitian ini adalah sejauh mana individu mengurangi motivasi balas dendam (reduction in revenge motivation) dan mengurangi motivasi menghindari pelaku (reduction of avoidance). (McCullough, 1998).

c) Sampel dalam penelitian ini adalah orang-orang menikah yang berada di Tangerang Selatan.

1.2.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan sebelumnya, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut:

a) “Apakah ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian neuroticsm


(20)

b) “Apakah ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian extraversion

dengan forgiveness pada orang yang menikah?”

c) “Apakah ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian agreeableness

dengan forgiveness pada orang yang menikah?”

d) “Apakah ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian openess

dengan forgiveness pada orang yang menikah?”

e) “Apakah ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian

conscientiousness dengan forgiveness pada orang yang menikah?” 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari dilakukannya penelitian ini adalah :

a) Untuk melihat hubungan antara trait kepribadian neuroticsm dengan

forgiveness pada orang yang menikah.

b) Untuk melihat hubungan antara trait kepribadian extraversion dengan

forgiveness pada orang yang menikah.

c) Untuk melihat hubungan antara trait kepribadian agreeableness dengan

forgiveness pada orang yang menikah.

d) Untuk melihat hubungan antara trait kepribadian openess dengan forgiveness

pada orang yang menikah.

e) Untuk melihat hubungan antara trait kepribadian conscientiousness dengan


(21)

1.3.2. Manfaat Penelitian

Manfaat dari dilakukannya penelitian ini antara lain sebagai berikut : a) Teoritis

Memberikan sumbangan yang bermanfaat di dalam dunia psikologi untuk penelitian-penelitian selanjutnya yang berkaitan dengan forgiveness, trait

kepribadian dan relasi berpasangan. b) Praktis

Mendorong minat teman-teman lainnya yang berkecimpung di bidang psikologi untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan forgiveness, dan membantu seseorang dalam konseling pernikahan, psikiater pernikahan, dan menemukan problem solving pada orang-orang yang menikah, mengingat hal tersebut masih sangat baru sehingga masih banyak hal yang dapat digali mengenai faktor-faktor yang dapat mempengaruhi forgiveness.

1.4. Sistematika Penulisan

Laporan penelitian (skripsi) ini terdiri dari lima bab. Perincian setiap bab adalah sebagai berikut :

BAB 1 Pendahuluan

Pada bab ini penulis menguraikan tentang latar belakang dilakukannya penelitian mengenai hubungan trait kepribadian big five factors dengan forgiveness pada pasangan menikah, identifikasi masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujaun dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.


(22)

BAB 2 Kajian Pustaka

Pada bab ini penulis menguraikan sejumlah konsep yang berkaitan dengan teori tentang trait kepribadian Big Five Factors, danteori tentang forgiveness.

BAB 3 Metodologi Penelitian

Pada bab ini berisi penguraian mengenai, variabel penelitian, populasi dan sampel penelitian, tekhnik pengambilan dan sampel, desain penelitian, instrumen penelitian, tekhnik pengambilan data dan tekhnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB 4 Presentasi dan Analisa Data

Pada bab ini berisi menguraikan mengenai pengolahan semua data yang terkumpul dari penelitian ini. Data yang terkumpul meliputi gambaran umum subjek penelitian dan hubungan trait kepribadian big five factors dengan

forgiveness pada pasangan menikah yang dijadikan subjek penelitian dalam penelitian ini.

BAB 5 Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Pada bab ini menguraikan mengenai kesimpulan yang berisi jawaban pada terhadap permasalahan penelitian. Kesimpulan dibuat berdasarkan analisis dan interpretasi data yang telah dijabarkan pada bab sebelumnya. Kemudian mengenai diskusi akan dibahas hasil penelitian. Selain itu juga akan diberikan pembahasan mengapa suatu hipotesis penelitian ditolak atau diterima, serta keterbatasan keterbatasan penelitian. Dan yang terakhir pada bagian saran berisi saran - saran teoritis untuk keperluan penelitian selanjutnya.


(23)

2.1.1. Definisi Forgiveness

Forgiveness merupakan sikap seseorang yang telah disakiti untuk tidak melakukan perbuatan balas dendam terhadap orang yang menyakiti, tidak adanya keinginan untuk menjauhi pelaku. Sebaliknya ada keinginan adanya keinginan untuk berdamai dan berbuat baik terhadap orang yang menyakiti, walaupun orang yang telah menyakiti telah berbuat yang menyakitkan terhadap kita. (McCullough, 1997, dalam McCullough, Fincham, Tsang, 2003).

Forgiveness merupakan kesediaan untuk menanggalkan kekeliruan masa lalu yang menyakitkan, tidak lagi mencari-cari nilai dalam amarah dan kebencian, dan menepis keinginan untuk menyakiti orang lain atau diri sendiri. Pendapat senada dikemukakan oleh McCullough dkk. (1997) yang mengemukakan bahwa

forgiveness merupakan seperangkat motivasi untuk mengubah seseorang untuk tidak membalas dendam dan meredakan dorongan untuk memelihara kebencian terhadap pihak yang menyakiti serta meningkatkan dorongan untuk konsiliasi hubungan dengan pihak yang menyakiti.

Adapun McCullough (1998) mendefiniskan forgiveness adalah:

“The reduction in avoidance motivation and revenge motivation”

Yaitu pengurangan motivasi menjauhi dan balas dendam terhadap orang yang menyakiti


(24)

Enright (dalam McCullough dkk., 2003) mendefinisikan forgiveness

sebagai berikut:

“The overcoming of negative affect and judgment toward the offender, not by denying ourselves the right to such affect and judgment, but by endeavoring to view the offender eith compassion, benevolence, and love”

Yaitu sebagai sikap untuk mengatasi hal- hal yang negatif dan penghakiman terhadap orang yang telah menyakiti dengan tidak menyangkal rasa sakit itu sendiri tetapi dengan rasa kasihan, iba dan cinta kepada pihak yang menyakiti. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat disimpulkan bahwa pemaafan adalah upaya membuang semua keinginan pembalasan dendam dan sakit hati yang bersifat pribadi terhadap pihak yang bersalah atau orang yang menyakiti dan mempunyai keinginan untuk membina hubungan kembali.

2.1.2. Dua Aspek yang Mendasari Forgiveness

Terdapat dua aspek yang selalu hadir dalam setiap definisi forgiveness, yaitu berkurangnya keinginan untuk menghindari orang yang telah menyakiti kita dan berkurangnya keinginan untuk membalas dendam. Menurut Mccullough et al, (1998) terdapat dua aspek sistem motivasional yang menentukan respons seseorang ketika mengalami transgresi interpersonal, yaitu perasaan disakiti

(feeling of hurts) dan amarah. Perasaan disakiti merupakan persepsi dan transgresi yang memotivasi seseorang untuk menghindari orang yang melakukan transgresi tersebut, baik secara fisik maupun psikologis sedangkan amarah merupakan emosi yang menyebabkan seseorang ingin membalas dendam.


(25)

Ketika seseorang menyatakan bahwa ia tidak dapat memaafkan orang lain atas suatu peristiwa atau tindakan yang menyakitkan, persepsinya terhadap peristiwa atau tindakan tersebut akan menstimulasi kedua aspek tadi ke arah destruksi hubungan yang dijalani bersama pasangannya tersebut, yaitu dengan adanya motivasi yang tinggi untuk menghindar dan motivasi yang tinggi untuk membalas dendam atau melihat orang yang menyakitinya tadi memperoleh petaka (McCullough et al, 1998). Sebaliknya ketika ia menunjukan indikasi bahwa ia telah memaafkan orang lain, persepsi akan orang tersebut beserta tindakan atau peristiwa yang menyakitkan yang telah dilakukan oleh pasangannya tersebut tidak lagi menciptakan motivasi untuk menghindar maupun membalas dendam, sehingga orang yang memaafkan tadi akan mengalami tranformasi motivasional yang bersifat konstruktif.

a. Penghindaran (Avoidance)

(Worthington,1998) menganalogikan transgresi dengan pengkondisian klasik (classical conditioning) terhadap seorang tikus dalam penelitian eksperimental. Dalam eksperimen, tikus tersebut membuat sebuah nada (stimulus terkondisi). Tikus tadi akan mengasosiakan nada dengan sengatan listrik. Asosiasi tersebut dapat terjadi dalam beberapa kali percobaan jika sengatan listrik relatif lembut.

Setelah tikus terkondisi, akan terjadi proses sebagai berikut ketika ia mendengar nada yang diasosiasikan dengan sengatan listrik. Pertama, ia akan menciutkan tubuhnya dan mengejang. Kemudian, tubuhnya akan mengekskresi corticosteroid releasing factor dan memberi tanda hipotalamus


(26)

agar menstimulasi pitutary untuk melepaskan hormon stress, seperti glikokortikoid, kortisol, dan lain-lain, dan nenutupi bagian-bagian otak tertentu dengan berbagai neurotransmitter. Selanjutnya, tikus akan mencoba untuk kabur jika memungkinkan. Jika tidak dimungkinkan untuk kabur, ia akan mencoba untuk melakukan perlawanan yang defensif. Apabila perlawanan tersebut tidak membuahkan hasil, ia akan menunjukan tingkah laku yang submisif. Reaksi-reaksi semacam ini tidak hanya ditunjukan oleh tikus, melainkan juga oleh primata, baik yang ditangkarkan maupun yang hidup di alam liar : mengejang, mengaktifkan sistem stress, menghindar, bertempur, dan pada akhirnya mungkin menyerah.

Sekarang kita bandingkan dengan individu yang mengalami transgresi dan belum dapat memaafkan. Pertama, ia mengalami luka, baik yang disebabkan oleh kritik, kebohongan, ketidaksetiaan, dan sebagainya. Luka ini sebagai stimulus yang tak terkondisi, sedangkan individu yang melukainya atau transgresor (dalam penelitian ini berarti pasangan) berperan sebagai stimulus tak terkondisi. Setelah ia mengalami transgresi, ia tetap bertemu dengan trangresor. Pertemuan dengan transgresor akan membuatnya cemas, serupa dengan reaksi tikus yang menciutkan tubuh dan mengejang. Setelah itu ia akan berusaha untuk menghindari transgresor. Jika penghindaran transgresor tidak mungkin untuk dilakukan barulah kemarahan, pembalasan, dan konfrontasi dilancarkan. Apabila kemarahan, pembalasan dan konfrontasi tersebut merupakan hal yang dianggapnya tidak rasional, destruktif, atau tidak berguna, individu tadi akan menunjukan tingkah laku yang serupa dengan


(27)

tingkah laku submisif yang ditunjukan tikus, yaitu depresi, yang menunjukan bahwa ia berada dalam posisi yang lemah dan membutuhkan pertolongan. Secara singkat, ketika seseorang mengalami transgresi, ia akan merasa cemas untuk bertemu dengan transgresor. Jika ia dapat menghindari pertemuan tersebut, ia akan melakukan penghindaran. Jika ia harus terpaksa melakukan kontak dengan transgresor ia akan melakukan pembalasan.

b. Pembalasan (Revenge)

Ketika penghindaran sudah tidak lagi efektif, seseorang dapat menyimpan dendam yang ada, kemudian membalaskannya. Terdapat beberapa alasan yang mendasari keputusan seseorang untuk membalas dendam, yaitu diperolehnya keuntungan praktis maupun materi, mencegah terjadinya persitiwa yang menyakitkan, menghayati konsekuensi dari luka yang berlangsung dalam jangka waktu yang lama, mempertahankan harga diri, dan mempertahankan prinsip moral (Baumeister et al, 1998 dalam Kartika, 2004).

Alasan utama yang menyebabkan seseorang untuk memutuskan balas dendam kepada orang yang telah menyakitinya adalah dapat diperolehnya keuntungan praktis maupun material dari orang tersebut. Ketika seseorang menyakiti orang lain, ia seakan-akan berhutang terhadap orang yang disakitinya itu. Memaafkan berarti meniadakan hutang tersebut, dan dapat dilakukan jika pihak yang menyakiti telah menampilkan tingkah laku yang menguntungkan pihak yang telah disakitinya. Penghilangan hutang juga dapat dilakukan dengan melakuakn balas dendam. Pembalasan dendam dapat mendatangkan kepuasan atas dicapainya “keadilan” dan keimbangan.


(28)

Disimpannya dendam merupakan “alat” untuk mencegah berulangnya luka. Peristiwa menyakitkan yang pernah terjadi akan lebih mudah terulang. Kemungkinan untuk kembali terluka dimasa depan akan diperimbangkan seseoramg, apapun yang dirasakannya ketika ia dilukai, sehingga ia pun akan bertanya-tanya, “apakah orang yang menyakiti saya ini akan mengulangi perbuatannya?” Memaafkan akan meningkatkan peluang berulangnya peristiwa yang menyakitkan. Dengan memutuskan untuk tidak memaafkan, seseorang dapat berharap untuk mempengaruhi pihak yang menyakitinya agar tidak mengulangi lagi perbuatan yang telah melukainya. Tidak memaafkan juga dapat membuat pihak yang telah menyakiti seseorang terus teringat akan perbuatannya. Memaafkan tidak memungkinkan seseorang unuk membuat pihak yang telah menyakitinya terus teringat akan perbuatannya, sebab ketika pemaafan telah terjadi, peristiwa yang menyakitkan tersebut tidak diungkit-ungkit kembali, dan tidak ada pula rasa bersalah yang dapat diinduksikan kepada pihak yang telah menyakiti, sehingga dengan memaafkan kontrol terhadap tingkah lakunya di masa yang akan datang tidak dapat dilakukan. Dendam juga akan disimpan jika konsekuensi dari luka yang ditorehkan oleh pihak yang menyakiti ternyata berlangsung untuk jangka waktu yang panjang. Pemaafan akan sulit timbul jika konsekuensi dari peristiwa menyakitkan yang dialami berlangsung hingga masa depan. Contohnya, ketika seorang suami harus kehilangan istri dan anak-anaknya karena mereka dibunuh, akan sangat sulit baginya untuk memaafkan pembunuhnya, sebab


(29)

pembunuhan tersebut telah memusnahkan hubungan antara ia dan keluarganya untuk selamanya.

Alasan lain disimpannya dendam adalah untuk menjaga harga diri pihak yang disakiti (Baumister et al, 1998). Banyak peristiwa menyakitkan hyang dapat mengancam harga diri, sehingga pihak yang menjadi korban dalam peristiwa tersebut menganggap bahwa memaafkan dapat menyebabkan mereka kehilangan harga diri. Ketidakinginan akan kehilangan harga diri tersebut membuat mereka merasa ingin atau butuh mempertahankan citra bahwa mereka memiliki kekuatan.

Alasan terakhir yang mendasari pilihan seseorang untuk menyimpan dendam terhadap orang yang telah menyakitinya adalah dijunjungnya standar moral yang dimiliki. Setiap standar moral akan tidak mengizinkan dilakukannya tindakan-tindakan tertentu, walaupun tindakan apa yang tidak diizinkan untuk dilakukan itu dapat berbeda-beda dari satu individu ke individu yang lain. Misalnya seseorang dapat mengutuk kekerasan fisik yang dilakukan pasangan terhadap dirinya, sedangkan yang dikutuk oleh orang lain adalah perselingkuhan. Memaafkan dapat menimbulkan kesan bahwa seseorang telah mengkhianati standar moralnya sendiri. Selain itu, pemaafan yang berulang dapat menimbulkan ekspektasi dari pihak yang menyakiti bahwa tindakan yang dilakukannya akan selalu di maafkan, sehingga prinsip yang mendasari standar moral, yang mengutuk perbuatan yang menyakitkan itu akan kehilangan kekuatan moralnya. Misalnya,jika seseorang selalu memaafkan perselingkuhan yang dilakukan berulang kali oleh pasangannya,


(30)

prinsip kesetiaan yang mengutuk perselingkuhan akan kehilangan kekuatannya. Ketika kekuatan moral dari suatu prinsip ini terancam, sikap dari pihak yang menyakiti akan menciptakan perubahan yang substansial.

Seseorang akan sulit memaafkan sebab ia ingin mempertahankan penghormatan terhadap prinsip yang dijunjungnya. Jika pihak yang meyakitinya menunjukan penghargaan atas prinsip tersebut dengan mengakui kesalahan yang diperbuat, beban moral dari pihak yang disakiti akan berkurang, dan pemaafan pun lebih mudah diberikan. Sebaliknya jika pihak yang menyakiti menolak untuk mengetahui kesalahan, pihak yang disakiti akan merasa bahwa ia adalah satu-satunya yang menjunjung prinsip tersebut, sehingga memberi maaf akan dirasakan sebagai pegkhianatan atas prinsip yang dijunjungnya.

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Seseorang untuk Memaafkan

McCullough, Sandage, Brown, Rachal, Worthington & Hight (1998) menyebutkan bahwa terdapat empat faktor yang mempengaruhi seseorang untuk memaafkan. Keempat faktor tersebut adalah :

a. Variabel sosial-kognitif

Keinginan seseorang untuk memaafkan tidak muncul begitu saja, tetapi dipengaruhi oleh banyak hal. Menurut Girard & Mullet, Winner (dalam McCullough, et al, 1998) perilaku memaafkan dipengaruhi oleh penilaian korban terhadap pelaku, penilaian korban terhadap kejadian, keparahan kejadian, dan keinginan untuk menjauhi pelaku (Boon & Sulsky, 1997, dalam McCullough et al, 1998). Hal lainnya yang mempengaruhi perilaku


(31)

memaafkan adalah rumination about the transgression, yaitu kecenderungan untuk terus menerus mengingat kejadian yang dapat menimbulkan kemarahan, sehingga menghalangi dirinya untuk terciptanya perilaku memaafkan. Semakin sering korban mengingat kejadian-kejadian yang membuat dirinya marah, maka akan semakin kuat dorongan untuk membalas dendam dan menghindari keinginan untuk memaafkan (McCullough et al, 1998).

b. Karakteristik Serangan

Faktor ini berkaitan dengan persepsi dari kadar penderitaan yang dialami oleh orang yang disakiti serta konsekuensi yang menyertainya. Seseorang akan lebih sulit untuk memaafkan kejadian-kejadian yang dianggap penting dan bermakna dalam hidupnya. Misalnya, seseorang akan sulit untuk memaafkan perilaku perselingkuhan yang dilakukan suaminya dibandingkan memaafkan perilaku orang lain yang tiba-tiba menyelinap antrian, Girard & Mullet, Ohbuci, Kameda (dalam McCullough et al, 1998) menyebutkan bahwa semakin penting dan bermakna suatu kejadian, maka akan semakin sulit bagi seseorang untuk memaafkan.

c. Kualitas Hubungan Interpersonal (pandangan tentang perkawinan)

Selain hal-hal yang telah jelas dijelaskan sebelumnya, faktor lainnya yang juga mempengaruhi perilaku memaafkan adalah kedekatan atau hubungan antara orang yang disakiti dengan pelaku. Penelitian membuktikan bahwa pasangan akan cenderung memaafkan pasangannya apabila terciptanya kepuasan dalam perkawinan, kedekatan antara satu sama lainnya dan adanya


(32)

komitmen yang kuat (Roloff & Janiszewski, 1989 dalam McCullough at al, 1998).

Menurut Rusbult et al & Van Lange et al (dalam McCullough et al, 1998), terdapat empat hal yang mempengaruhi diberikannya pemaafan. Pertama, pasangan akan memaafkan kesalahan yang dilakukan oleh pasangannya dikarenakan adanya keinginan untuk tetap menjaga dan memelihara hubungan perkawinan. Kedua, pasangan yang memiliki komitmen yang kuat dalam perkawinan akan memiliki orientasi jangka panjang yang jelas yang ingin dicapai, sehingga kesalahan pasangan akan dinilai sebagai suatu yang harus dimaafkan untuk dapat mempertahankan hubungan dan komitmen tersebut. Ketiga, pada pasangan yang memilki komitmen yang kuat dalam perkawinan, kesalahan pasangan justru menyebabkan hubungan satu sama lainnya semakin erat dan kokoh. Keempat, adanya kepentingan bersama antara pasangan, sehingga kesalahan pasangan akan dapat dimaafkan oleh pasangannya.

Selain itu McCullough et al (1998) menambahkan adanya tiga bentuk hubungan yang berkaitan dengan diberikannya pemaafan. Pertama, selama menjalani masa perkawinan, adanya pengalaman atau sejarah yang dilalui bersama, dimana pasangan satu sama lainnya saling berbagi perasaan dan pikiran, sehingga ketika salah satu pasangan melakukan kesalahan, maka pasangannya akan dapat memaafkan dengan berempati terhadap kesalahan yang dilakukan oleh pasangannya. Kedua, adalah kemampuan pasangan untuk memaknai bahwa peristiwa menyakitkan terjadi untuk kebaikan dirinya. Ketiga, pasangan yang melakukan kesalahan akan meminta maaf dengan


(33)

memperlihatkan rasa penyesalan yang mendalam (secara verbal dan nonverbal), sehingga pasangannya akan berusaha untuk memaafkan.

d. Faktor Kepribadian

Menurut Mauger, Saxon, Hamill, & Panell, 1996 (dalam McCullough et al, 1998) menjelaskan bahwa perilaku memaafkan termasuk faktor

Agreeableness dalam The Big Five. Selain itu McCullough et al (1998) menambahkan bahwa empati merupakan salah satu faktor yang memfasilitasi terjadinya perilaku memaafkan pada orang yang telah disakiti.

Perilaku memaafkan sangat berhubungan dengan kemampuan empati seseorang (McCullough, 2001), orang-orang yang telah memaafkan pelaku telah terlebih dahulu mengembangkan kemampuan berempati terhadap perbuatan pelaku. Dengan berempati terhadap pelaku, maka orang yang telah disakiti akan memiliki keinginan untuk memperbaiki kembali hubungan dengan pelaku.

2.2. Kepribadian Big Five Factors 2.2.1. Definisi Kepribadian

Kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaan manusia menjadi satu kesatuan, tidak terpecah belah dalam fungsi-fungsi. Memahami kepribadian berarti memahami aku, diri, self atau memahami seutuhnya. Hal terpenting yang harus diketahui berkaitan dengan pemahaman kepribadian adalah bahwa pemahaman itu sangat dipengaruhi paradigma yang dipakai sebagai acuan untuk mengembangkan teori itu sendiri.


(34)

Personality adalah tingkah laku yang ditampakkan ke lingkungan sosial (kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial (Alwisol, 2007). Sedangkan menurut Pervin dan John (2005) kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola pikiran, perasaan dan perilaku yang konsisten. Definisi tersebut memiliki arti yang cukup luas yang membolehkan kita untuk fokus pada banyak aspek yang berbeda pada setiap orang. Pada waktu yang bersamaan, hal tersebut menganjurkan kita untuk konsisten pada pola tingkah laku dan kualitas dalam diri orang tersebut yang diukur secara teratur.

Allport juga mengatakan bahwa kepribadian terletak dibelakang perbuatan-perbuatan khusus dan di dalam individu (Suryabrata, 2007). Dari apa yang telah dikemukakan oleh Allport, maka dapat dikatakan bahwa kepribadian adalah sesuatu yang unik dan khas jadi setiap orang pasti memiliki kepribadian yang berbeda, tidak ada seorangpun yang memiliki kepribadian yang sama walau anak kembar sekalipun.

Kemudian masing-masing pakar kepribadian membuat definisi sendiri-sendiri sesuai dengan paradigma yang mereka yakini dan fokus analisis dari teori yang mereka kembangkan (Alwisol, 2007). Berikut beberapa contoh definisi tersebut :

a. Kepribadian adalah organisasi dinamik dalam sistem psikofisiologik seseorang yang menentukan model penyesuaiannya yang unik dengan lingkungannya unik dengan lingkungannya (Allport).

b. Kepribadian adalah pola trait-trait yang ada pada diri seseorang (Guilford).


(35)

c. Kepribadian adalah seluruh karakteristik seseorang atau sifat umum banyak orang yang mengakibatkan pola yang menetap dalam merespon suatu situasi (Pervin).

d. Kepribadian adalah suatu lembaga yang mengatur organ tubuh, yang sejak lahir sampai mati tidak pernah berhenti terlibat dalam pengubahan kegiatan fungsional (Murray).

Masing-masing definisi mencoba menonjolkan aspek yang berbeda-beda, dan disusun untuk menjawab tantangan permasalahan yang berbeda-beda. Menggabungkan semua teori diatas menjadi satu, yang berarti menggabungkan semua teori psikologi kepribadian yang sangat melelahkan, disamping itu tidak ada gunanya karena teori itu justru akan kehilangan aplikasi pragmatisnya (Alwisol,2007).

Dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah ciri atau karakter yang ada pada individu secara konsisten baik itu tampak ataupun tidak tampak yang membedakan antara satu orang dengan orang lainnya.

2.2.2. Definisi Kepribadian The Big Five Factors

Kepribadian Big Five adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima trait kepribadian tersebut adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to experiences.

Kepribadian Big Five merupakan pendekatan dalam psikologi kepribadian yang mengelompokan trait kepribadian dengan analisis faktor. Dimulai pada


(36)

tahun 1960 dan semakin meningkat pada tahun 1980, 1990, dan 2000. Tokoh pelopornya adalah Allport dan Cattell (Howard S Friedman & Miriam W Schustack, 2008).

2.2.3 Ciri-ciri Trait Kepribadian Big Five Factors

Kepribadian Big Five adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima traits kepribadian tersebut adalah extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to experiences. Trait-trait dalam domain-domain dari kepribadian Big Five (Costa & McCrae,1997) adalah sebagai berikut :

1. Extraversion (E)

Faktor pertama adalah extraversion, atau bisa juga disebut faktor dominan-patuh (dominance-submissiveness). Faktor ini merupakan dimensi yang penting dalam kepribadian, dimana extraversion ini dapat memprediksi banyak tingkah laku sosial. Menurut penelitian, seseorang yang memiliki faktor extraversion yang tinggi, akan mengingat semua interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang dibandingkan dengan seseorang dengan tingkat extraversion yang rendah. Dalam berinteraksi, mereka juga akan lebih banyak memegang kontrol dan keintiman. Peer-group mereka juga dianggap sebagai orang-orang yang ramah, fun-loving, affectionate, dan

talkative.


(37)

Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain.

Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya

Extraversion dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial. Seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang tinggi dapat lebih cepat berteman daripada seseorang yang memiliki tingkat extraversion yang rendah.

Extraversion mudah termotivasi oleh perubahan, variasi dalam hidup, tantangan dan mudah bosan. Sedangkan orang-orang dengan tingkat

ekstraversion rendah cenderung bersikap tenang, menarik diri dari lingkungannya, pemalu, tidak percaya diri, submisif dan pendiam.

2. Agreeableness (A)

Agreebleness dapat disebut juga social adaptibility atau likability yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki skor

agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki

value suka membantu, forgiving, dan penyayang.

Namun, ditemukan pula sedikit konflik pada hubungan interpersonal orang yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi, dimana ketika berhadapan dengan konflik, self-esteem mereka akan cenderung menurun. Selain itu, menghindar dari usaha langsung dalam menyatakan kekuatan


(38)

sebagai usaha untuk memutuskan konflik dengan orang lain merupakan salah satu ciri dari seseorang yang memiliki tingkat aggreeableness yang tinggi. Pria yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi dengan penggunaan

power yang rendah, akan lebih menunjukan kekuatan jika dibandingkan dengan wanita. Sedangkan orang-orang dengan tingkat agreeableness yang rendah cenderung untuk lebih agresif dan kurang kooperatif.

3. Neuroticism (N)

Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat

neuroticism yang tinggi. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self- esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan emotionally reactive.

4. Openness (O)

Faktor openness terhadap pengalaman merupakan faktor yang paling sulit untuk dideskripsikan, karena faktor ini tidak sejalan dengan bahasa yang digunakan tidak seperti halnya faktor-faktor yang lain. Openness mengacu


(39)

pada bagaimana seseorang bersedia melakukan penyesuaian pada suatu ide atau situasi yang baru.

Openness mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan tingkat openness

yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai imajinasi,

broad mindedness, dan a world of beauty. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama, kemudian skor openess yang rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan.

Openness dapat membangun pertumbuhan pribadi. Pencapaian kreatifitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness yang tinggi dan tingkat agreeableness yang rendah. Seseorang yang kreatif, memiliki rasa ingin tahu, atau terbuka terhadap pengalaman lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah.

5. Conscientiousness (C)

Conscientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan

will to achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Seseorang yang conscientiousness memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang yang well-organize, tepat waktu, dan ambisius.


(40)

Conscientiousness mendeskripsikan kontrol terhadap lingkungan sosial, berpikir sebelum bertindak, menunda kepuasan, mengikuti peraturan dan norma, terencana, terorganisir, dan memprioritaskan tugas. Di sisi negatifnya trait kepribadian ini menjadi sangat perfeksionis, kompulsif, workaholic, membosankan. Tingkat conscientiousness yang rendah menunjukan sikap ceroboh, tidak terarah serta mudah teralih perhatiannya.

Tabel 2.1

Trait Big Five dalam Pervin (2005) Karakteristik skor

tinggi

Skala trait Karakteristik skor

rendah

Worrying, nervous, emotional, insecure, inadequate,

hypochodriacal

Neuroticism Calm, relaxed, unemotional, hardly, secure, self-satisfied

Sociable, active, talkaktive,

peson-oriented, optimistic, fun-loving, affectionate

Extraversion Reserved, sober, unexuberant, aloof,

task-oriented, retireng, quiet

Curious, broad interests,

creative, original, imaginative,

untraditional

Openness Conventional, down-to-earth, narrow interests, unartistic, unanalytical

Soft-hearted, good, natured, trusting, helpful,

forgiving, gullble, straightforward

Agreebleness Cynical, rude, suspicious, uncooperative, vengeful, ruthless, irritable, manipulative Organized, reliable, hard-working, self-disciplined, punctual, scrupulous, neat, ambitious, persevering

Conscientiousness Aimless, unreliable, lazy, careless, laz,negligent,

weak-willed, hedonistic


(41)

2.3. Kerangka Berfikir

Hubungan yang baik dan harmonis dalam sebuah pernikahan akan diperlukan penyesuaian secara terus-menerus. Setiap pernikahan, selain cinta juga diperlukan saling pengertian yang mendalam, seperti yang dikatakan dalam Elizabeth Hurlock (2002) bahwa penyesuaian pernikahan merupakan salah satu masalah yang paling sulit yang harus dialami setiap pasangan. Pada masa inilah proses penyesuaian yang memerlukan pengertian yang mendalam terjadi antar individu dalam pernikahan. Hal ini akan semakin sulit seiring dengan banyaknya dinamika yang harus dihadapi oleh masing-masing individu tersebut dalam menjalani sebuah proses kehidupan rumah tangga.

Di dalam mengalami penyesuaian orang-orang menganggap bahwa pada masa ini banyak muncul hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan seperti pada saat masa pacaran. Umumnya individu ini berharap, dengan berjalannya waktu akan membuat pasangannya saling mengerti dan memahami satu sama lain dan lebih mengetahui apa yang diharapkan dari perkawinan yang dijalani.

Penelitian membuktikan bahwa kecenderungan seseorang untuk memaafkan memiliki korelasi baik secara positif maupun negatif terhadap sekumpulan luas variabel seperti personality traits. Sehubungan dengan korelasi terhadap personality traits, maka Mc.Cullough meneliti kaitannya dengan trait kepribadian di dalam Big Five Factors yang terdiri dari 5 buah dimensi, antara lain

Neuroticism, Oppeness to Experience, Agreeableness, Extraversion, dan

Conscientiousness.


(42)

Domain Neuroticism menggambarkan seseorang yang memiliki masalah dengan emosi yang negatif seperti rasa khawatir dan rasa tidak aman. Secara emosional mereka labil, seperti juga teman-temannya yang lain, mereka juga mengubah perhatian menjadi sesuatu yang berlawanan. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah cenderung akan lebih gembira dan puas terhadap hidup dibandingkan dengan seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang tinggi. Selain memiliki kesulitan dalam menjalin hubungan dan berkomitmen, mereka juga memiliki tingkat self- esteem yang rendah. Individu yang memiliki nilai atau skor yang tinggi di neuroticism adalah kepribadian yang mudah mengalami kecemasan, rasa marah, depresi, dan memiliki kecenderungan

emotionally reactive.

Domain Opennes to Experience mempunyai ciri mudah bertoleransi, kapasitas untuk menyerap informasi, menjadi sangat fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Seseorang dengan tingkat openness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai imajinasi, broad mindedness, dan a world of beauty. Sedangkan seseorang yang memiliki tingkat openness yang rendah memiliki nilai kebersihan, kepatuhan, dan keamanan bersama, kemudian skor openess yang rendah juga menggambarkan pribadi yang mempunyai pemikiran yang sempit, konservatif dan tidak menyukai adanya perubahan.

Domain Extraversion dicirikan dengan afek positif seperti memiliki antusiasme yang tinggi, senang bergaul, memiliki emosi yang positif, energik, tertarik dengan banyak hal, ambisius, workaholic juga ramah terhadap orang lain.


(43)

Extraversion memiliki tingkat motivasi yang tinggi dalam bergaul, menjalin hubungan dengan sesama dan juga dominan dalam lingkungannya Extraversion

dapat memprediksi perkembangan dari hubungan sosial.

Domain Agreeableness dapat disebut juga social adaptibility atau likability

yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan value survey, seseorang yang memiliki skor

agreeableness yang tinggi digambarkan sebagai seseorang yang memiliki value

suka membantu, forgiving, dan penyayang.

Domain Conscientiousness dapat disebut juga dependability, impulse control, dan will to achieve, yang menggambarkan perbedaan keteraturan dan self discipline seseorang. Seseorang yang conscientiousness memiliki nilai kebersihan dan ambisi. Orang-orang tersebut biasanya digambarkan oleh teman-teman mereka sebagai seseorang yang well-organize, tepat waktu, dan ambisius.

Hasil penelitian membuktikan bahwa kecenderungan seseorang untuk memaaafkan memiliki korelasi yang cukup erat dengan dua buah dimensi Big Five, yaitu Neuroticism dan Agreeableness, dimana orang-orang yang lebih

Agreeableness (berhati lembut, suka menolong, simpatik terhadap orang lain) dan memiliki tingkat emosi yang lebih stabil, lebih cenderung ingin memaafkan perbuatan menyakitkan yang pernah dilakukan orang lain terhadap mereka (Mc.Cullough, 2001).

Setiap orang memiliki setiap unsur yang ada di dalam tipe kepribadian lima faktor ini namun berbeda dalam hal maupun kadarnya. Orang yang tidak


(44)

mengasah dan menumbuhkembangkan tipe kepribadian lima faktor tersebut akan cenderung merasa sulit untuk memulai segala sesuatu. Hal inilah yang membuat tipe kepribadian lima faktor menjadi salah satu motivator penting yang berperan dalam diri manusia untuk berbuat atau melakukan perubahan ke arah yang lebih baik, khususnya dalam kesiapan memaafkan.

Forgiveness harus dipahami sebagai suatu hal yang terjadi di dalam korban, dan diantara dua orang (korban dan pelaku). Adapun forgiveness menurut McCullough (1998) menyebutkan dua dimensi, yakni reduction in revenge dan

reduction inaviodance. Dimensi revenge yakni ketika individu memliki motivasi yang lemah untuk membalas dendam. Adapun avoidance adalah ketika individu memilki motivasi yang lemah untuk menjauhi pelaku. Dengan adanya konflik-konflik yang sering terjadi pada pasangan menikah tersebut, pastinya pasangan tersebut akan diajarkan untuk bisa memaafkan pasangannya dalam setiap konflik yang terjadi jika kehidupan keluarganya akan tetap utuh.

Berdasarkan hal tersebut maka peneliti berasumsi bahwa ada korelasi yang signifikan antara trait kepribadian lima faktor dengan forgiveness


(45)

Tabel 2.2

Ilustrasi Kerangka Berpikir dalam Bagan Kepribadian big five

35 • Extraversion : antusiasme yang tinggi, senang bergaul, energik, ambisius, ramah.

Agreeableness : ramah, selalu mengalah kepada orang lain, menghindari konflik. • Neuroticsm : mudah cemas, suka marah, depresi, dan kecenderungan emosional. • Openness : mudah toleransi, focus, pemikir, waspada pada berbagai perasaan. • Conscientiousness : well-organize, tepat waktu, ambisius, menunda kepuasan.

Reduction in Revenge Reduction in Avoidance • Berkurangnya keinginan untuk

berbalas dendam terhadap orang yang meny.kiti kita.

• Berkurangnya keinginan untuk menghindari orang yang telah menyakiti kita.


(46)

36

2.4. Hipotesis

Ha1 : Ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian neuroticsm

dengan forgiveness pada orang yang menikah.

Ha2 : Ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian extraversion

dengan forgiveness pada orang yang menikah.

Ha3 : Ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian agreeableness

dengan forgiveness pada orang yang menikah.

Ha4 : Ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian openess dengan

forgiveness pada orang yang menikah.

Ha5 : Ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian conscientiousness

dengan forgiveness pada orang yang menikah.

Ho1 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian neuroticsm

dengan forgiveness pada orang yang menikah

Ho2 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian extraversion

dengan forgiveness pada orang yang menikah

Ho3 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian

agreeableness dengan forgiveness pada orang yang menikah

Ho4 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian openess

dengan forgiveness pada orang yang menikah

Ho5 : Tidak ada hubungan yang signifikan antara trait kepribadian


(47)

3.1 Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dimana penelitian ini mengkuantifikasikan skor Trait Kepribadian The Big Five Factors dengan skor

Forgiveness dari subjek orang yang menikah. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengukuran korelasional, karena tujuan penelitian ini adalah ingin mencari hubungan antara Trait Kepribadian Big Five Factors dengan

Forgiveness pada orang yang menikah. 3.2 Populasi dan Sampel

3.2.1 Populasi

Dalam penelitian ini yang dijadikan populasi adalah orang menikah dalam penelitian ini. Karena sulit menentukan jumlah yang pasti, maka peneliti mengasumsikan sebanyak 100 orang yang menikah.

3.2.2 Sampel dan Tekhnik Pengambilan Sampel

Sampel adalah bagian dari populasi yang diambil dari cara-cara tertentu dan memiliki karakteristik sesuai subjek penelitian. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 100 sampel. Dalam penelitian ini pengambilan sampel dilakukan secara

purposive sampling. Tekhnik ini tergolong dalam non probability sampling yang berarti tidak semua anggota populasi memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi subjek penelitian. Sesuai dengan tujuan penelitian, maka karakteristik subjek penelitian ini adalah :


(48)

a. Orang-orang yang menikah. b. Usia responden 20 - 30 tahun. c. Usia pernikahan 1 – 5 tahun. 3.3 Variabel Penelitian

3.3.1 Definisi Konseptual Variabel

a. Dependent Variabel : Forgiveness.

Definisi konseptual : Forgiveness adalah suatu tindakan yang penuh dengan kesadaran untuk menghilangkan rasa sakit hati atau rasa dendam terhadap seseorang yang melakukan perbuatan menyakitkan, dengan mencoba untuk menumbuhkan perasaan-perasaan positif terhadap pelaku dan memperbaiki sebuah hubungan yang telah dilukai sebelumnya.

b. Independent Variabel : Kepribadian big five

Definisi konseptual : Kepribadian Big Five adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui

trait yang tersusun dalam lima domain kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor.

3.3.2 Definisi Operasional Variabel

a. Dependent Variabel : Forgiveness

Definisi operasional : Pengukuran dari forgiveness ini dilakukan dengan cara subjek mengisi alat tes yang disebut dengan Transgression-Related Interpersonal Motivation scale (TRIM) yang telah diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dan telah dimodifikasi dimana alat tes tersebut mengukur tingkat forgiveness berdasarkan dua sub skala yakni rendahnya


(49)

tingkat menghindari pelaku (avoidance) dan rendahnya tingkat membalas

(revenge).

b. Independent Variabel : Kepribadian Big Five

Definisi operasional : Pengukuran dari skala kepribadian Big five

ini dilakukan dengan cara mengisi alat tes IPIP-NEO. Dalam skala ini terdapat lima subskala yang masing-masing mengukur extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuoriticism, openness to experiences. Individu akan digolongkan ke dalam trait dominan berdasarkan skor trait yang paling menonjol pada dirinya dibandingkan skor pada trait lainnya.

3.4 Pengumpulan Data

3.4.1 Tekhnik Pengumpulan Data

Kedua skala ini disusun menggunakan model Likert dengan 4 katagori jawaban, hal ini dilakukan untuk menghindari terjadinya pemusatan (central tendency) / menghindari jumlah respon yang bersifat netral. Model ini terdiri dari pernyataan positif (favorable) dan pernyataan negatif (unfavourable). Subjek diminta untuk memilih salah satu dari 4 katagori jawaban yang masing-masing jawaban menunjukan kesesuaian pernyataan yang diberikan dengan keadaan yang dirasakan responden sendiri yaitu, “Sangat Setuju” (SS), “Setuju” (S), “Tidak Setuju” (TS), “Sangat Tidak Setuju” (STS). Penskoran tertinggi diberikan pilihan sangat setuju dan terendah pada pernyataan sangat tidak setuju untuk pernyataan

favourable. Selanjutnya pernyataan tertinggi untuk pernyataan unfavorable

diberikan pada pilihan jawaban sangat tidak setuju dan skor terendah diberikan untuk pilihan sangat setuju. Setiap katagori memiliki nilai sebagai berikut :


(50)

Tabel 3.1

Skor untuk Pernyataan Positif dan Negatif

Kategori Favorable Unfavorable

SS 4 1

S 3 2

TS 2 3

STS 1 4

3.4.2 Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini akan digunakan dua alat ukur untuk mengukur variabel yang diteliti. Kedua skala ini untuk mengukur trait kepribadian dan forgiveness.

3.4.2.1 Skala Kepribadian Big Five (IPIP-NEO)

Untuk mengukur traitbig five individu alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah International Personality Item Pool NEO (IPIP-NEO) yang dibuat oleh Lewis Goldberg. Skala IPIP-NEO berjumlah 100 item, setiap trait berjumlah 20 item. Adapun blue print dari skala big five untuk uji coba sebagai berikut :

Tabel 3.2

Blue Print Trait Kepribadian Big Five Butir soal

No Aspek Favorable Unfavorable Jumlah

1.

2.

Neuroticism

Extraversion

9,19, 29, 39*, 49*

1,11*,21*,31*,41*,46, 51,61,71,81*,96

4,14*,24*,34*,44*, 54*,59*,64*,69*,74*, 79*,84*,89*,94,99* 6*,16*,26*,36*,56, 66*,76, 86*, 91*

20


(51)

3. 4. 5. Agreebleness Openess Conscientiousness 7,17,27,37*,47*,57*,62, 67*,72*,77*,82*,87*,92, 97* 5,15,25*,35*,45,55, 65*,75*,80*,85*,90*,95* ,100* 3*,13,23*,33,43,53*,63*, 73*,83*,93*,98* 2*,12,22,32,42,52 10,20,30*,40,50*, 60*,70 8*,18*,28*,38*,48* ,58*,68*, 78*,88* 20 20 20

Jumlah 54 46 100

∗ (item yang valid)

3.4.2.2 Skala Forgiveness (TRIM)

Skala tersebut terdiri dari dua sub skala, yaitu avoidance dan revenge, tujuh item sub skala avoidance mengukur tingkat penghindaran dan pengurangan kontak dengan orang yang menyakiti. Lima item sub skala revenge mengukur tingkat keinginan untuk membalas kepada orang yang menyakiti. (dalam McCullough, 1998)

Tabel 3.3

Blue Print Forgiveness

Indikator Nomor Item Jumlah

Revenge 1*, 2*, 3*, 4*, 5* 5

Avoidance 6*, 7*, 8*, 9*, 10*, 11*, 12*

7

Jumlah 12


(52)

3.5 Uji Instrumen 3.5.1 Uji Validitas Skala

Validitas merupakan representasi dari keakuratan informasi. Dalam penelitian ini tekhnik uji validitas yang digunakan adalah Pearson Product Moment, lalu data yang diperoleh akan diolah menggunakan SPSS 16.0.

3.5.2 Uji Reliabilitas Skala

Uji realibilitas dilaksanakan untuk mengukur kestabilan dan konsistensi (keajegan) dari jawaban responden terhadap suatu alat ukur psikologis yang disusun dalam bentuk kuesioner. Suatu penelitian yang reliabel yaitu hasil yang diperoleh akan tetap sama apabila diukur pada waktu yang berbeda. Reliabilitas suatu konstruk variabel dikatakan reliabel bila memiliki nilai Cronbach alpha > 0,60.

3.6 Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian terdiri dari beberapa tahapan, yaitu:

1. Sebelum turun ke lapangan, peneliti merumuskan masalah yang akan diteliti kemudian mengadakan studi pustaka untuk melihat masalah tersebut dari sudut pandang teoritis. Setelah mendapatkan teori-teori secara lengkap kemudian menyiapkan, membuat dan menyusun alat ukur yang akan di gunakan dalam penelitian ini yaitu adaptasi alat ukur IPIP (International Personality Item Pool) dari Goldberg (1999) dan alat ukur Forgiveness yang bernama TRIM (Transgression-Related Interpersonal Motivation).

2. Melakukan try out (uji coba) alat ukur penelitian yang dilakukan di beberapa perusahaan melalui teknik purposive sampling. Setelah mendapatkan data


(53)

yang diinginkan peneliti kemudian melakukan pengolahan data dan membuang item-item yang tidak valid dalam alat ukur tersebut.

3. Menentukan sampel penelitian yaitu orang yang menikah yang diambil melalui teknik purposive sampling, kemudian melakukan proses permintaan izin penelitian kepada pihak yang terkait. Setelah mendapatkan izin peneliti melakukan pengambilan data dengan memberikan alat ukur yang telah disiapkan kepada sampel penelitian.

4. Melakukan pengolahan dan pengujian terhadap data yang sudah di dapatkan. 3.7 Tekhnik Analisis Data

Uji hipotesis digunakan untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan utama penelitian, apakah terdapat hubungan possitif yang signifikan antara trait

kepribadian big five dengan forgiveness pada pasangan menikah, dengan menggunakan metode korelasi (Pearson Correlation) pada taraf signifikansi 0,05 pada two tailed test.


(54)

Bab berikut ini akan membahas mengenai presentasi dan analisis data meliputi gambaran umum responden, analisis deskriptif, kategorisasi, dan hasil uji hipotesis.

4.1 Gambaran Umum Subjek Penelitian

Subjek penelitian dalam penelitian ini adalah 100 orang yang menikah. Pada tabel 4.1 berikut ini digambarkan subjek penelitian berdasarkan jenis kelamin.

4.1.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel 4.1

Jumlah Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin Identitas Subjek

Jenis Kelamin

Frekuensi Presentase

Laki-laki Perempuan

50 50

50,0 % 50,0 %

Jumlah 100 100 %

Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa responden antara laki-laki dan perempuan sama banyaknya, yaitu 50 orang suami atau 50,0 % sedangkan 50 orang istri atau 50,0 %. Hal ini dikarenakan karena peneliti akan melihat seberapa besar antara laki-laki dan perempuan dalam menghitung pengkategorisasian. 4.2 Deskripsi Penilitian

Berikut ini akan diuraikan penggolongan kategorik dan dan penyebaran skor

forgiveness dan penyebaran skor trait.


(55)

4.2.1 Kategorisasi Skor Forgiveness

Skala forgiveness terdiri dari 12 item pernyataan dengan empat pilihan jawaban yang diberi skor 1 sampai 4. Dengan demikian skor yang mungkin diperoleh tiap subjek berkisar sari 12 sampai 48.

Peneliti membagi klasifikasi skor forgiveness menjadi 2 kategori yaitu

tinggi dan rendah. Rumus untuk mengkategorisasikannya adalah : Nila i ma ximum - nila i minimum

Dengan begitu kategorisasi yang diperoleh untuk skala forgiveness yaitu :

Tabel 4.2

Penyebaran Skor Forgiveness Pada Laki-Laki

Kategori Rumus Nilai Jumlah

Subjek Persen

Tinggi 2X + nilai minimum 36 – 48 39 39 %

Rendah X+ nilai minimum 18 – 35 11 11 %

∑ 50 50 %

Berdasarkan tabel 4.2 diatas dapat dilihat bahwa sebagian besar

responden memiliki forgiveness tinggi dengan jumlah 39 responden dengan

presentase 39 % dan terdapat 11 responden dengan presentase 11 % memiliki

forgiveness rendah.

= 48 – 12 = 18


(56)

Tabel 4.3

Penyebaran Skor Forgiveness Pada Perempuan

Kategori Rumus Nilai Jumlah

Subjek Persen

Tinggi 2X + nilai minimum 36 – 48 43 43 %

Rendah X+ nilai minimum 18 – 35 7 7 %

∑ 50 50 %

Berdasarkan tabel 4.3 diatas dapat dilihat bahwa hampir seluruh responden memiliki forgiveness tinggi dengan jumlah 43 orang dengan presentase 43 % dan

terdapat 7 responden dengan presentase sebesar 7 % yang memiliki forgiveness

rendah.

Dari kedua tabel diatas (tabel 4.2 dan 4.3) dapat dilihat bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara kedua jenis kelamin diatas. Dalam penelitian ini

yang memiliki forgiveness tinggi terdapat pada jenis kelamin perempuan.

Perbedaan skor ini menyatakan bahwa perempuan lebih mudah memaafkan daripada laki-laki, dalam hal ini perempuan mungkin saja mudah memberikan maaf tetapi belum tentu mereka dapat melupakan kejadian yang menyakitkan tersebut.

4.2.2 Kategorisasi Skor Trait Big Five

Skala trait big five terdiri dari 5 trait yaitu neuroticism, extraversion,

agreebleness, openess dan conscientiousness. Masing-masing trait memiliki

jumlah item yang berbeda-beda. Neuroticism terdiri dari 15 item, extraversion 12


(1)

36 3 2 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 48 37 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 49 38 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 51 39 3 3 3 3 4 3 3 2 3 2 3 2 2 2 3 3 3 47 40 3 3 4 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 51 41 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 50 42 3 3 2 2 1 4 3 3 3 3 3 2 4 3 2 3 3 47 43 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 49 44 3 4 3 4 4 3 3 3 3 4 3 4 3 4 3 4 3 58 45 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 50 46 4 4 3 4 3 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 65 47 2 4 3 2 4 3 4 4 3 4 3 4 3 4 3 3 3 56 48 3 2 3 3 3 3 4 3 3 3 3 2 4 2 3 3 3 50 49 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 2 3 4 3 3 48 50 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 2 51 51 2 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 4 3 4 4 55 52 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 3 2 44 53 3 3 3 3 3 2 2 2 2 3 2 2 3 3 2 3 2 43 54 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 49 55 3 2 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 49 56 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 4 3 3 3 3 3 3 55 57 3 4 4 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 3 4 4 3 64 58 3 3 3 3 3 3 3 2 2 2 4 3 3 3 3 3 3 49 59 2 4 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 2 3 4 4 4 55 60 4 3 4 4 4 4 4 3 4 4 4 3 4 3 3 3 3 61 61 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 51 62 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 3 65 63 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 4 4 3 4 3 52 64 2 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 3 2 4 4 4 50 65 3 1 4 2 2 3 2 2 2 3 2 3 3 3 2 2 3 42 66 2 4 4 2 3 1 3 3 3 3 3 2 3 2 3 3 3 47 67 2 3 4 4 4 4 4 3 3 2 3 2 3 4 4 4 3 56 68 3 3 3 4 2 4 4 3 2 3 3 2 3 2 2 4 3 50 69 3 2 3 3 3 3 3 3 3 4 3 2 2 2 3 3 3 48 70 3 1 3 2 3 4 2 3 3 3 3 4 3 4 2 3 3 49 71 3 2 4 3 2 4 4 4 3 3 3 4 4 3 4 4 4 58 72 3 3 4 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 50 73 3 4 4 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 3 55


(2)

74 3 2 4 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 50 75 2 2 3 3 2 4 3 3 3 3 3 4 3 3 4 3 4 52 76 2 3 3 2 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 2 45 77 4 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 53 78 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 49 79 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 50 80 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 45 81 3 3 3 3 2 3 3 2 3 4 3 3 3 3 3 3 4 51 82 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 2 3 3 3 3 53 83 3 4 3 2 3 4 4 3 4 3 3 3 3 2 3 3 3 53 84 3 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 2 4 3 4 4 3 59 85 3 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 2 4 3 4 4 3 59 86 4 4 1 4 1 4 1 4 1 4 1 4 1 4 4 4 4 50 87 2 3 2 4 1 2 4 3 3 4 1 3 3 3 2 4 3 47 88 3 4 3 2 2 4 4 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 50 89 4 2 4 2 1 2 3 4 4 2 2 3 4 2 2 2 3 46 90 2 4 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 4 2 3 51 91 4 2 3 3 3 3 3 3 2 1 3 3 2 2 4 3 4 48 92 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 3 3 3 49 93 3 3 3 3 3 3 3 3 2 4 3 4 3 3 3 4 4 54 94 2 3 3 3 4 3 2 2 3 3 3 3 2 2 4 3 4 49 95 3 3 3 3 3 2 2 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 45 96 3 3 3 3 2 3 3 2 3 4 3 3 3 3 3 3 4 51 97 3 3 4 3 3 3 3 3 4 3 4 3 2 3 3 3 3 53 98 3 4 3 2 3 4 4 3 4 3 3 3 3 2 3 3 3 53 99 3 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 2 4 3 4 4 3 59 100 3 4 4 4 3 4 4 3 3 3 4 2 4 3 4 4 3 59


(3)

Forgiveness

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 Jumlah Kategorisasi Trait JK 1 2 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 T E P 2 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 T E L 3 2 3 4 4 3 4 2 4 2 3 2 3 36 T O P 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 4 46 T N L 5 2 3 3 3 3 2 2 3 2 3 3 2 31 R N P 6 2 3 3 3 3 3 2 3 3 3 2 3 33 R N L 7 3 4 2 4 4 4 3 4 4 4 4 4 44 T E P 8 3 4 2 4 2 3 4 4 3 4 4 4 41 T C L 9 3 3 2 3 2 1 3 3 2 2 2 4 30 R N P 10 2 2 3 3 2 2 2 3 3 3 2 3 30 R C L 11 2 2 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 26 R O P 12 3 3 4 3 4 4 4 4 4 2 4 4 43 T C L 13 3 1 2 3 4 1 1 4 2 3 1 2 27 R E P 14 2 2 3 3 2 2 2 2 3 3 2 3 29 R A L 15 3 4 4 4 3 3 3 4 3 4 3 3 41 T E P 16 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 T C L 17 3 3 3 3 2 2 3 3 2 2 3 3 32 R E P 18 4 4 4 4 3 4 2 4 4 2 2 4 41 T E L 19 3 4 3 3 4 3 3 4 2 4 3 3 39 T A P 20 3 4 3 3 4 3 4 4 2 4 4 3 41 T A L 21 3 4 2 3 2 3 1 4 4 2 2 3 33 R A P 22 3 4 3 4 2 3 3 4 3 2 2 3 36 T A L 23 4 4 4 4 4 3 4 4 4 4 4 4 47 T N P 24 4 3 3 4 2 3 2 4 3 3 3 1 35 R A L 25 2 2 3 3 2 2 2 3 2 2 2 2 27 R C P 26 3 4 3 4 3 3 3 4 2 3 3 3 38 T C L 27 4 4 3 3 3 3 4 4 3 4 4 3 42 T A P 28 2 4 4 4 4 2 3 4 4 4 2 4 41 T A L 29 3 3 3 3 2 2 2 3 3 3 2 3 32 R A P 30 2 3 2 3 3 3 3 3 2 3 3 2 32 R E L 31 3 4 4 3 4 4 3 3 4 4 3 3 42 T O P 32 4 4 4 3 4 3 4 4 4 4 4 4 46 T C L 33 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 2 3 34 R O P 34 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 3 3 34 R E L 35 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 T N P


(4)

36 4 4 4 4 4 4 2 4 4 4 2 4 44 T E L 37 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 T N P 38 3 3 2 3 2 3 3 3 3 3 3 3 34 R E L 39 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 T N P 40 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 35 R N L 41 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 35 R N P 42 3 4 2 4 2 4 2 4 4 4 3 2 38 T E L 43 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 T N P 44 2 2 3 3 3 2 2 3 2 3 2 3 30 R C L 45 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 48 T E P 46 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 48 T O L 47 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 48 T A P 48 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 T N L 49 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 T N P 50 3 4 3 3 3 3 4 4 3 3 4 3 40 T N L 51 3 3 3 4 4 4 3 4 3 4 4 3 42 T A P 52 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 36 T E L 53 2 2 2 2 2 2 3 2 3 2 2 2 26 R E P 54 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 48 T O L 55 3 4 4 4 4 3 4 4 3 3 4 4 44 T O P 56 3 3 3 3 3 3 2 3 3 3 3 3 35 R E L 57 2 4 3 3 2 3 2 3 3 3 2 2 32 R C P 58 1 3 1 2 2 1 2 3 1 2 2 2 22 R N L 59 2 3 2 3 2 2 2 3 2 2 2 3 28 R A P 60 3 3 3 3 2 2 3 3 2 3 3 3 33 R C L 61 3 4 2 3 2 3 3 4 3 4 4 2 37 T E P 62 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 47 T E L 63 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 47 T E P 64 3 3 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 29 R A L 65 3 3 3 1 2 2 3 3 3 3 2 3 31 R O P 66 3 3 1 3 1 2 2 3 2 3 2 2 27 R N L 67 3 4 2 4 2 1 3 3 2 2 2 2 30 R C P 68 3 4 3 3 3 3 3 4 3 3 3 3 38 T A L 69 3 3 2 2 2 3 2 3 3 2 3 3 31 R E P 70 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 47 T N L

71 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 47 T C P 72 3 4 3 4 4 3 4 4 4 4 4 3 44 T E L 73 4 4 3 4 4 3 4 3 3 3 4 4 43 T C P


(5)

74 3 3 3 4 3 2 3 3 3 3 3 3 36 T O L 75 3 3 2 2 2 1 2 3 2 2 2 3 27 R A P 76 2 3 2 3 2 2 3 3 2 3 3 1 29 R O L 77 4 4 2 4 3 3 3 4 3 3 4 2 39 T E P 78 2 3 2 2 2 2 3 3 2 2 3 2 28 R N L 79 3 2 2 2 2 2 3 2 2 2 2 2 26 R N P 80 2 2 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 30 R O L 81 2 3 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 28 R E P 82 3 3 3 3 2 2 3 4 1 3 3 2 32 R E L 83 3 3 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 29 R N P 84 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 37 T C L 85 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 37 T C P 86 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 48 T A L 87 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 48 T N P 88 2 3 3 4 3 3 3 4 2 3 4 4 38 T O L 89 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 48 T A P 90 3 4 3 3 3 3 4 4 4 3 4 2 40 T E L 91 2 3 2 3 2 2 2 3 4 4 2 3 32 R O P 92 3 3 2 3 2 3 3 3 2 3 3 2 32 R E L 93 3 3 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 34 R N P 94 2 2 1 1 2 1 2 3 1 2 2 1 20 R N L 95 2 2 3 3 3 2 2 2 2 3 3 3 30 R O P 96 2 3 2 3 2 2 3 3 2 2 2 2 28 R E L 97 3 3 3 3 2 2 3 4 1 3 3 2 32 R E P 98 3 3 2 3 2 2 2 3 2 3 2 2 29 R N L 99 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 37 T C P 100 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 37 T C L


(6)

PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini :

Nama : Danny Pramita Arthasari

NIM :

106070002223

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul

“Hubungan antara Trait

Kepribadian

Big Five Factors dengan Forgiveness pada Orang yang Menikah”

adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam

penyusunan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan

skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang

jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang

lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Tangerang,10 November 2010

Danny Pramita Arthasari

NIM : 106070002223