Hubungan antara dimensi kepribadian big five dengan perilaku merokok pada remaja akhir

(1)

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI KEPRIBADIAN

BIG FIVE DENGAN PERILAKU MEROKOK

PADA REMAJA AKHIR

Skripsi ini

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Disusun oleh :

RENNY ANGGARANI NUR PRASASTI NIM: 107070002422

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H / 2011


(2)

HUBUNGAN ANTARA DIMENSI KEPRIBADIAN

BIG FIVE DENGAN PERILAKU MEROKOK

PADA REMAJA AKHIR

Skripsi ini

Diajukan Kepada Fakultas Psikologi Untuk Memenuhi Syarat-syarat Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)

Oleh :

RENNY ANGGARANI NUR PRASASTI NIM: 107070002422

Di Bawah Bimbingan :

Pembimbing

Drs. Rachmat Mulyono, M.Psi, Psi NIP: 19650220 199903 1 003

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H / 2011


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Skripsi yang berjudul “HUBUNGAN ANTARA DIMENSI KEPRIBADIAN BIG FIVE DENGAN PERILAKU MEROKOK PADA REMAJA AKHIR” telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 5 Desember 2011 Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Program Strata I (SI) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta, 5 Desember 2011

Sidang Munaqasyah

Dekan/Ketua

Jahja Umar, Ph.D NIP. 130 885 522

Pembantu Dekan/Sekretaris

Dra. Fadhilah Suralaga, M.Si NIP. 19561223 198303 2001

Anggota

Bambang Suryadi, Ph.D NIP. 19700529 200312 1 002

Drs. Rachmat Mulyono, M.Psi.,Psi NIP. 19650220 199903 1 003


(4)

PERNYATAAN ORISINALITAS

Saya yang bertanda tangan dibawah ini:

Nama : Renny Anggarani Nur Prasasti NIM : 107070002422

Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Antara Dimensi Kepribadian Big Five Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja

Akhir” adalah benar merupakan karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam penyususnan skripsi tersebut. Adapun kutipan-kutipan yang ada dalam penyusunan skripsi ini telah saya cantumkan sumber pengutipannya dalam daftar pustaka.

Saya bersedia untuk melakukan proses yang semestinya sesuai dengan Undang-Undang jika ternyata skripsi ini secara prinsip merupakan plagiat atau jiplakan dari karya orang lain.

Demikian pernyataan ini saya buat untuk dipergunakan sebaik-baiknya.

Jakarta, 11 November 2011

Renny Anggarani Nur Prasasti NIM : 107070002422


(5)

ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi B) November 2011

C) Renny Anggarani Nur Prasasti

D) Hubungan Antara Dimensi Kepribadian Big Five Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Akhir

E) xiii + 102 Halaman + Lampiran

F) Perilaku merokok adalah individu yang merokok karena dipengaruhi oleh perasaan yang menyenangkan maupun perasaan yang tidak menyenangkan, yang dilakukan secara sadar kemudian menjadi ketergantungan terhadap rokok, sehingga lambat laun sudah menjadi kebiasaan yang meningkat. Pada mulanya, perilaku merokok kebanyakan terjadi pada saat individu berusia remaja dan kebiasaan ini akan terus berlanjut sampai individu tersebut memasuki masa dewasa. Perilaku merokok pada remaja umumnya dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adalah faktor kepribadian. Individu yang merokok kebanyakan adalah individu dengan kepribadian yang cenderung risk taking behavior, yaitu perilaku yang dilakukan individu dimana individu tersebut sudah mengetahui risiko yang akan dihadapi akibat perilakunya tetapi tetap melakukan perilaku tersebut. Tipe kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kepribadian big five (seperti

neuroticism, extraversion, agreeableness, openness, conscientiousness) yang diasumsikan memiliki hubungan dengan perilaku merokok. Selain itu, faktor demografis yang ikut mempengaruhi perilaku merokok adalah usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara dimensi kepribadian big five (seperti neuroticism, extraversion, agreeableness, openness, conscientiousness), usia, jenis kelamin dan tingkat pendidikan dengan perilaku merokok pada remaja akhir. Penelitian kuantitatif ini melibatkan sampel sebanyak 100 remaja akhir yang berada di wilayah Kelurahan Kebayoran Lama Selatan yang memenuhi kriteria (seorang perokok aktif). Alat ukur yang digunakan untuk mengukur perilaku merokok dalam penelitian ini mengacu pada teori Mu‟tadin tahun 2002, untuk mengukur kepribadian big five, peneliti menggunakan alat baku yang diambil dari IPIP (International Personality Item Pool) milik Goldberg, dan untuk usia, jenis kelamin, serta tingkat pendidikan diperoleh melalui data diri responden.

Hasil penelitian dengan analisis korelasi menunjukkan bahwa dari delapan

independent variable yang diteliti, terdapat tiga variabel yang secara signifikan berhubungan dengan perilaku merokok pada remaja akhir, yaitu variabel dimensi kepribadian extraversion, dimensi kepribadian openness, dan tingkat pendidikan. Setelah dilakukan analisis regresi, didapatkan hasil bahwa


(6)

ada pengaruh yang signifikan dari kedelapan IV terhadap DV , yaitu sebesar 21,3%. Dimensi extraversion memberikan sumbangan sebesar 5,1%, dimensi

openness sebesar 10,1% dan tingkat pendidikan sebesar 4,3%. Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dimensi openness adalah variabel yang paling besar mempengaruhi perilaku merokok pada remaja akhir.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diketahui bahwa perokok cenderung mempunyai skor neuroticism yang tinggi, karena perokok cenderung mengurangi kecemasan mereka dengan cara menghisap rokok dengan lebih banyak. Peneliti menyarankan agar perokok dapat mengurangi kecemasan mereka dengan cara lain, seperti mencari aktivitas atau kesibukan lain yang lebih bermanfaat. Selain itu, apabila perokok merasa tidak dapat mengatasi kecemasannya sendiri, disarankan untuk mencari bantuan orang lain yang perokok percayai.


(7)

MOTTO:

I am not a smoker, I don't want to be one, and don't make me

become one

”.

Persembahan :

Skripsi ini ku persembahkan untuk kedua orang tuaku tersayang, kedua kakakku, kakek nenekku dan juga untuk sahabat-sahabatku. Untuk mereka yang selalu memberikan kasih sayang, doa dan perhatian tanpa pernah kenal lelah serta selalu mendukungku.


(8)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi rabbil 'alamin, puja dan puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat, hidayah, dan kasih sayang yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan Skripsi dengan judul “Hubungan Antara Dimensi Kepribadian Big Five Dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Akhir”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita semua, Rasulullah Muhammad SAW, berikut para keluarga dan sahabat.

Penulisan skripsi ini ditujukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Psikologi pada Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terwujudnya skripsi ini tidak lepas dari kemuliaan hati berbagai pihak, yang telah memberikan tenaga, motivasi, semangat, bimbingan, pemikiran, waktu, serta kekuatan yang selama ini telah mendorong peneliti untuk mampu menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Jahja Umar, Ph.D, Dekan Fakultas Psikologi, atas segala bimbingan, waktu dan tenaga yang diberikan selama penulis menjalani perkuliahan.

2. Drs. Rachmat Mulyono, M.Si, Psi., Dosen Pembimbing. Terima kasih sudah meluangkan waktu dalam jadwal yang padat untuk melakukan proses bimbingan skripsi ini. Terima kasih atas segala bimbingan, masukan, kritik, dan kemudahan dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Yufi Adriani M.Psi., Dosen Pembimbing Akademik, terima kasih atas bimbingannya dan semangatnya selama Penulis menjalani perkuliahan.

4. Kedua orangtuaku tersayang, Supardi dan Sukaesih Nurlaela untuk segalanya yang sudah kalian berikan selama ini dan senantiasa memberikan doa yang selalu menyertai penulis yang pastinya tidak akan pernah bisa terganti dan terbayar oleh apapun, Untuk kedua kakakku, Mbak Okta dan Mas Yunus atas segala dukungan dan perhatian yang telah kalian berikan. Serta untuk kedua sepupuku tersayang aning dan dini, terima kasih atas bantuannya selama ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan.

5. Sahabatku tersayang, Alfia, Afifah dan Reza, terima kasih sudah menjadi teman dari awal masuk perkuliahan hingga sekarang. Terimakasih untuk segala cerita, semangat dan waktu yang sudah kita lalui bersama selama ini. Untuk sahabat-sahabatku yang lain, Chahyu, Imel dan Zya terima kasih atas segala dukungan, tenaga, pemikiran dan waktu untuk mendengarkan segala keluh kesah selama pengerjaan skripsi ini sehingga skripsi ini dapat terselesaikan, serta atas segala cerita dan segala hal yang telah kita lalui bersama, atas jalan-jalannya selama ini, dari pertokoan hingga perpustakaan. Perkuliahan ini menjadi hidup karena kalian.


(9)

6. Seluruh teman-teman kelas A angkatan 2007, terima kasih untuk semua kebersamaan kita selama 4 tahun ini, untuk semua cerita dan pengalaman yang luar biasa selama perkuliahan dan di luar perkuliahan.

7. Teman-teman yang sama-sama berjuang dapat penyelesaian skripsi ini, khususnya pada periode januari, yang sudah membantu memberikan semangat dan juga informasi yang penting, terima kasih teman-teman, alhamdulillah kita berhasil.

8. Kak Adiyo, terima kasih telah sabar mengajari penulis tata cara pengolahan data sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

9. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih untuk segala doa, dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Semoga seluruh bantuan yang telah diberikan dibalas berlipat ganda oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang membangun akan sangat berguna agar pada penulisan selanjutnya dapat menghasilkan karya yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Jakarta, 30 November 2011


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING ... ii

LEMBAR PENGESAHAN UJIAN ... iii

LEMBAR ORISINALITAS ... iv

ABSTRAK ... v

MOTTO DAN PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... xii

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1-14 1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Perumusan dan Pembatasan Masalah ... 10

1.2.1. Perumusan Masalah ... 10

1.2.2. Pembatasan Masalah ... 11

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 12

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 12

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 12

1.4. Sistematika Penulisan ... 13

BAB 2 KAJIAN PUSTAKA ... 15-50 2.1. Perilaku Merokok ... 15

2.1.1. Definisi Perilaku Merokok ... 15

2.1.2. Dampak Perilaku Merokok ... 16


(11)

2.1.4. Tahapan Perilaku Merokok ... 23

2.1.5 Tipe Perilaku Merokok ... 25

2.1.6. Keterkaitan antara Perilaku Merokok dan Kepribadian 27 2.2. Kepribadian ... 28

2.2.1. Definisi Kepribadian ... 28

2.2.2. Faktor-faktor yang membentuk Kepribadian ... 29

2.2.3. Perkembangan Kepribadian ... 32

2.2.4. Teori-teori Kepribadian ... 34

2.2.5. Pendekatan Trait dalam Kepribadian ... 36

2.2.6. Kepribadian Big Five ... 38

2.2.7. Dimensi Kepribadian Big Five ... 39

2.2.8. Pengukuran Kepribadian Big Five ... 43

2.3. Kerangka Berpikir ... 43

2.4. Hipotesis ... 49

BAB 3METODE PENELITIAN ... 51-69 3.1. Pendekatan dan Tipe Penelitian ... 51

3.1.1. Pendekatan Penelitian ... 51

3.1.2. Tipe Penelitian ... 51

3.2. Variabel Penelitian ... 52

3.2.1. Identifikasi Variabel ... 52

3.2.2. Definisi Konseptual Variabel ... 52

3.2.3. Definisi Operasional Variabel ... 53

3.3. Populasi dan Sampel ... 55

3.3.1. Populasi ... 55

3.3.2. Sampel ... 55


(12)

3.4. Pengumpulan Data ... 56

3.4.1. Alat Ukur Penelitian ... 56

1. Skala untuk Mengukur Kepribadian Big Five ... 58

2. Skala Perilaku Merokok ... 60

3.4.2. Teknik Uji Instrument Penelitian ... 62

1. Uji Validitas Skala ... 62

2. Uji Reliabilitas Skala ... 62

3.4.3. Hasil Uji Instrument Penelitian ... 63

3.4.3.1. Hasil Uji Validitas Skala ... 63

1. Hasil Try Out Skala Kepribadian Big Five ... 63

2. Hasil Try Out Skala Perilaku Merokok ... 65

3.4.3.2. Hasil Uji Reliabilitas Skala ... 67

1. Skala Kepribadian Big Five ... 67

2. Skala Perilaku Merokok ... 67

3.5. Teknik Analisis Data ... 68

3.6. Prosedur Penelitian ... 68

BAB 4 HASIL PENELITIAN ... 70-

4.1. Gambaran Umum Responden Penelitian ... 70

4.1.1. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70

4.1.2. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 71

4.1.3. Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia ... 71

4.2. Deskripsi Hasil Penelitian ... 72

4.2.1. Kategorisasi Perilaku Merokok ... 73


(13)

4.3. Hasil Uji Statistik ... 76

4.3.1. Analisis Uji Beda Berdasarkan Jenis Kelamin ... 76

4.3.2. Analisis Uji Beda Berdasarkan Usia ... 77

4.3.3. Analisis Uji Beda Berdasarkan Tingkat Pendidikan ... 78

4.4. Hasil Uji Hipotesis ... 79

4.5. Hasil Uji Regresi Variabel Penelitian ... 84

BAB 5 KESIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN 5.1. Kesimpulan ... 92

5.2. Diskusi ... 93

5.3. Saran ... 97

Daftar Pustaka ... 100


(14)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Dimensi Big Five dalam Pervin dkk (2005) ... 42

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir ... 48

Tabel 3.1 Skor Untuk Pernyataan Positif dan Negatif ... 57

Tabel 3.2 Skala Kepribadian Big Five ... 58

Tabel 3.2 Skala Kepribadian Big Five (Lanjutan) ... 59

Tabel 3.2 Skala Kepribadian Big Five (Lanjutan) ... 60

Tabel 3.3 Skala Perilaku Merokok ... 60

Tabel 3.3 Skala Perilaku Merokok (Lanjutan) ... 61

Tabel 3.4 Blue Print Hasil Try Out Skala Kepribadian Big Five ... 63

Tabel 3.4 Blue Print Hasil Try Out Skala Kepribadian Big Five (Lanjutan) .. 64

Tabel 3.4 Blue Print Hasil Try Out Skala Kepribadian Big Five (Lanjutan) .. 65

Tabel 3.5 Blue Print Hasil Try Out Skala Perilaku Merokok ... 65

Tabel 3.5 Blue Print Hasil Try Out Skala Perilaku Merokok (Lanjutan) ... 66

Tabel 4.1 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Jenis Kelamin ... 70

Tabel 4.2 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan .... 71

Tabel 4.3 Gambaran Umum Responden Berdasarkan Usia ... 71

Tabel 4.4 Statistik Deskriptif Variabel Penelitian ... 72

Tabel 4.5 Penyebaran Skor Perilaku Merokok ... 74

Tabel 4.6 Kategorisasi Skor Dimensi Kepribadian Big Five ... 75

Tabel 4.7 Group Statistics ... 76

Tabel 4.8 Independent Samples Test ... 77

Tabel 4.9 Anova Usia ... 78

Tabel 4.10 Anova Tingkat Pendidikan ... 78

Tabel 4.11 Uji Korelasi Dimensi Neuroticism Dengan Perilaku Merokok ... 79


(15)

Tabel 4.13 Uji Korelasi Dimensi Agreeableness Dengan Perilaku Merokok ... 81

Tabel 4.14 Uji Korelasi Dimensi Openess Dengan Perilaku Merokok ... 81

Tabel 4.15 Uji Korelasi Dimensi Conscientiousness Dengan Perilaku Merokok 82 Tabel 4.16 Uji Korelasi Tingkat Pendidikan Dengan Perilaku Merokok ... 82

Tabel 4.17 Uji Korelasi Usia Dengan Perilaku Merokok ... 83

Tabel 4.18 Uji Korelasi Jenis Kelamin Dengan Perilaku Merokok ... 84

Tabel 4.19 Model Summary... 85

Tabel 4.20 ANOVAb ... 85

Tabel 4.21 Coefficients(a) ... 86


(16)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang Masalah

Masalah rokok pada hakikatnya sudah menjadi masalah nasional, bahkan internasional (Amelia, 2009). Merokok sudah menjadi kebiasaan yang sangat umum dan meluas di masyarakat. Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh juga telah diteliti dan dibuktikan banyak orang. Kerugian yang ditimbulkan rokok juga sangat banyak bagi kesehatan, akan tetapi masih saja banyak orang yang tetap memilih untuk menikmatinya (Joseph, 2011). Kebiasaan merokok memang sulit dihilangkan dan jarang diakui orang sebagai suatu kebiasaan buruk. Padahal efek-efek yang merugikan akibat merokok sudah diketahui dengan jelas.

Bukti-bukti dari penelitian 10 tahun terakhir menunjukkan bahwa lebih dari 50 persen perokok meninggal karena kecanduan dan jika hal tersebut tidak dikendalikan, maka 8 juta orang di dunia akan meninggal setiap tahun karena rokok menjelang tahun 2030. Bahkan, selama abad 21 ini, diperkirakan 1 miliar jiwa orang akan melayang karena rokok (Susanto dkk, 2010).

Selain itu, menurut seorang ahli paru, Prasenohadi (dalam Tannos, 2011), kecenderungan umur mulai merokok di Indonesia yang semakin muda berakibat pada usia penderita kanker dan paru yang juga menjadi semakin dini. Pendapat yang serupa dikemukakan oleh Syam (dalam Tannos, 2011), Ketua Bidang Advokasi Pengurus Besar Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)


(17)

yang mengatakan bahwa rokok bisa menyebabkan pencandunya berisiko dua kali lipat terserang kanker pankeras, juga lebih mudah terkena kanker usus besar dan kanker lambung. Namun, di antara semua penyakit yang dapat disebabkan oleh rokok, penyakit yang merupakan penyebab kematian terbesar adalah jantung. Ketua umum Yayasan Jantung Indonesia, Joesoef mengatakan bahwa menurut data WHO, dari 2 juta kematian di Indonesia tiap tahunnya, 500 ribu di antaranya disebabkan oleh penyakit jantung.

Sekarang ini, muncul hal yang sangat menarik dari fenomena masyarakat, yaitu meskipun semua orang telah mengetahui akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok, perilaku merokok tidak pernah surut dan tampaknya merupakan perilaku yang masih dapat ditolerir oleh masyarakat. Hal ini dapat dirasakan dalam kehidupan sehari-hari di lingkungan rumah, kantor, angkutan umum maupun di jalan-jalan. Hampir setiap saat dapat disaksikan dan di jumpai orang yang merokok (Mu‟tadin, 2002). Menurut Rizal (2010) para perokok tersebut terus bersikeras merasionalisasikan tindakan merokoknya, dari yang berdalih untuk menghilangkan stress, ulama yang tidak sepenuhnya mengharamkan, sampai yang beralasan untuk menyejahterakan karyawan perusahaan rokok atau pun dokter.

Ketua Badan Khusus Pengendalian Tembakau, Soerojo (dalam Wijaya, 2011) mengatakan bahwa nikotin memiliki skor tertinggi dalam hal membuat ketergantungan dibandingkan dengan zat adiktif lainnya seperti heroin, kokain, mariyuana, kafein, dan alkohol. Skor tersebut dilihat dari aspek tingkat kesulitan untuk berhenti, angka kekambuhan, dorongan tetap menggunakan meskipun


(18)

sudah mengetahui bahayanya serta persentase orang yang ketagihan, dan dari 75 hingga 80 persen perokok yang ingin berhenti merokok, hasilnya kurang dari 5 persen yang berhasil berhenti merokok. Hal itu disebabkan karena nikotin dalam tembakau adalah zat adiktif plus. Dikatakan pula oleh Soerojo bahwa peraturan apa pun yang dibuat untuk membatasi konsumsi rokok, sulit untuk menghentikan ketagihan rokok (Wijaya, 2011).

Prevalensi merokok di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung mengalami peningkatan (Wijaya, 2011). Menurut laporan WHO tahun 2008 untuk Indonesia, statistik perokok dari kalangan remaja adalah 24,1% remaja putra dan 4,0% remaja putri atau sekitar 13,5% remaja Indonesia. Sedangkan statistik perokok dari kalangan dewasa adalah 63% pria dan 4,5% wanita atau sekitar 34% perokok dewasa. Jika digabungkan antara perokok kalangan remaja dan dewasa, maka jumlah perokok di Indonesia adalah sekitar 27,6% (Anugrah, 2009). Sedangkan, presentase perokok di Indonesia pada tahun 2010 yang tercatat oleh Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) mencapai 34,7%. Terjadi peningkatan jumlah perokok sebanyak 7,1% dalam dua tahun. Meskipun jumlah tersebut didominasi oleh usia produktif, yaitu 25-64 tahun, kebiasaan merokok di Indonesia ternyata sudah dimulai pada usia sangat dini (Tannos, 2011).

Pada mulanya, perilaku merokok kebanyakan mulai terjadi pada saat individu berusia remaja, kebiasaan merokok ini akan terus berlanjut sampai individu tersebut memasuki masa dewasa. Smith dan Anderson (dalam Taurisia, 2009) mengatakan bahwa perilaku berisiko yang dilakukan kebanyakan remaja, seperti merokok adalah bagian dari proses perkembangan yang normal. Hal


(19)

tersebut sependapat dengan Rey (dalam Taurisia, 2009) yang mengatakan bahwa perilaku berisiko yang paling sering dilakukan oleh remaja adalah penggunaan rokok, alkohol dan narkoba.

Menurut Call (dalam Ardhanari, 2004) masa remaja biasanya didefinisikan sebagai awal dari pubertas dimana terjadi perubahan fisiologis pada tubuh anak laki-laki dan perempuan sehingga persepsi dan perlakuan orang lain serta bagaimana mereka memandang diri mereka sendiri juga berubah. Finaliasari (2003) mengatakan seiring dengan perubahan peran yang dialami remaja yang semula anak-anak menjadi dewasa dan masa di mana remaja mencapai kematangan sosialnya, kondisi psikologisnya pun ikut mengalami perkembangan. Selanjutnya, Call (dalam Ardhanari, 2004) juga mengatakan bahwa masa ini merupakan waktu untuk segala macam pengalaman pertama dalam hidup mereka, dalam proses tahap perkembangan menuju kemandirian ini, remaja mengambil banyak keputusan dan mengembangkan kebiasaan-kebiasaan dengan implikasi berkepanjangan untuk kesehatan dan weel-being mereka.

Ada banyak faktor yang menyebabkan seorang remaja merokok. Sitepoe (2000) menjelaskan bahwa di Indonesia, alasan remaja mulai merokok adalah karena kemauan sendiri, melihat teman-temannya, dan diajari atau dipaksa merokok oleh teman-temannya. Merokok pada anak-anak yang disebabkan oleh keinginan sendiri biasanya dikarenakan anak tersebut ingin menunjukkan bahwa dirinya telah dewasa. Sedangkan Santrock (dalam Taurisia, 2009) mengatakan bahwa beberapa alasan remaja mengkonsumsi rokok adalah karena ingin tahu, untuk meningkatkan rasa percaya diri, solidaritas, adaptasi dengan lingkungan,


(20)

dan pengaruh interpersonal, termasuk kepribadian yang temperamental, agresif, rendahnya harga diri serta kemampuan coping yang buruk.

Seperti yang diungkapkan oleh Aaro (dalam Ardhanari, 2004) bahwa meskipun pengaruh terbesar dari perilaku yang berhubungan dengan kesehatan seharusnya dilihat dari lingkungan sosial, akan tetapi beberapa karakteristik kepribadian telah menunjukkan hubungan yang konsisten dengan tingkah laku yang menimbulkan masalah, seperti merokok. Menurut Eysenck (dalam Ardhanari, 2004) kepribadian merupakan aspek psikologis yang penting dalam menentukan perilaku individu, seperti kecenderungan extraversi yang sudah dihubungkan dengan kecenderungan untuk merokok.

Menurut Mu‟tadin (2002) salah satu faktor yang mempengaruhi remaja merokok adalah kepribadian. Kepribadian merupakan bagian yang khas dari setiap individu. Hal ini yang membedakan antara satu individu dengan individu yang lainnya. Menurut Feist & Feist (2009) kepribadian (personality) adalah sebuah pola dari sifat yang relatif menetap dan karakteristik unik, dimana memberikan konsistensi dan individualitas pada perilaku seseorang. Sedangakn sifat (trait) menunjukan perbedaan individual dalam berperilaku, perilaku yang konsistensi sepanjang waktu, dan stabilitas perilaku dalam berbagai situasi.

Traits memandang kepribadian sebagai kecenderungan individu untuk bertingkah laku secara konsisten. Wood (2007) menjelaskan bahwa teori kepribadian yang paling umum digunakan saat ini adalah teori kepribadian Big Five. Kepribadian big five merupakan kepribadian dengan pendekatan trait yang


(21)

didukung oleh penelitian yang mendalam dan menghasilkan bahwa kepribadian dapat dilihat dalam lima dimensi. Kelima dimensi ini muncul dari penelitian faktor analisis melalui berbagai tes dan skala kepribadian (Goldberg dalam Friedman & Schustack, 2009). Dimensi-dimensi dari kepribadian big five adalah

neuroticism, extraversion, agreeableness, openness dan conscientiousness. Ryckman (dalam Deasy & Kartasamita, 2007) menjelaskan bahwa masing-masing dimensi dari kepribadian ini mempunyai nilai positif dan negatif. Pada dasarnya dalam diri individu terdapat semua dimensi kepribadian, namun ada dimensi tertentu yang lebih dominan dibandingkan dimensi lainnya yang akan memberikan gambaran sifat perilaku individu tersebut.

Pederson (dalam Amelia, 2009) mengatakan bahwa memiliki skor yang tinggi pada depresi merupakan salah satu karakteristik dari sifat kepribadian yang dimiliki oleh remaja yang merokok. Hal ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Tschan (dalam Amelia, 2009) yang menyebutkan bahwa remaja yang menunjukkan emosi stress kemungkinan besar akan menjadi perokok

Sejumlah besar studi telah meneliti hubungan antara traits kepribadian dengan merokok. Meskipun perbedaan kepribadian antara perokok dan non-perokok biasanya kecil, namun hal itu penting dilakukan mengingat banyaknya orang yang merokok. Bahkan, konstribusi penelitian yang kecil dapat meningkatkan pengetahuan tentang perilaku merokok dan memiliki dampak klinis melalui peningkatan program pencegahan dan penghentian merokok (Terracciano & Costa, 2008).


(22)

Smith (dalam Terracciano & Costa, 2008) telah menelaah literatur empiris dan menyimpulkan bahwa perokok umumnya lebih extraverted, berorientasi eksternal, impulsif dan menunjukkan kecenderungan anti-sosial yang lebih serta memiliki kesehatan mental yang lebih buruk dibandingkan dengan non-perokok. Sedangkan Eysenck (dalam Terracciano & Costa, 2008) berpendapat bahwa individu-individu yang tinggi pada dimensi extraversion akan merokok untuk mencari stimulasi dan orang yang tinggi dalam neuroticsm akan merokok untuk mengurangi ketegangan dan kecemasan.

Penelitian yang dilakukan oleh Terracciano dan Costa pada tahun 2004 pada dewasa muda di Amerika mengungkapkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada dimensi extraversion dan openness dengan perilaku merokok, namun ada perbedaan yang signifikan pada dimensi neuriticism, agreeableness

dan conscientiousness, dan diperoleh hasil bahwa perokok memiliki skor yang tinggi pada dimensi neuroticism. Hal ini dijelaskan oleh Costa & McCrae (dalam Feist & Feist, 2009) bahwa individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi

neuroticism memiliki kecenderungan untuk menjadi cemas, tempramental, emosional dan rentan terhadap gangguan stress. Para perokok juga memiliki skor yang rendah pada agreeableness dan conscientiousness. Skor rendah pada

agreeableness, menunjukkan bahwa individu tersebut suka mencurigai, kikir, tidak ramah, mudah tersinggung, dan mengkritik orang lain. Sedangkan skor rendah pada dimensi conscientiousness adalah orang yang cenderung tidak teratur, lalai, pemalas, dan tidak memiliki tujuan serta mudah menyerah ketika menemui kesulitan dalam tugas-tugasnya. Menurut McKim (dalam Deasy & Kartasamita,


(23)

2007) hal ini berhubungan dengan kepribadian perokok yang cenderung mempunyai prestasi akademik yang rendah.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Deasy dan Kartasamita (2007) mengenai hubungan antara kepribadian big five dan perilaku merokok pada 191 dewasa muda di Jakarta, memperoleh hasil bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara kepribadian dan perilaku merokok pada dewasa muda. Berdasarkan analisis diskriminan yang dilakukan, maka terdapat 2 sub-dimensi yang mempunyai hubungan dengan perilaku merokok, yaitu yang berasal dari dimensi neuroticism, yaitu sub dimensi anxiety dan self-consciousness. Perokok yang memiliki skor sub dimensi anxiety yang tinggi cenderung merasa cemas dan khawatir terhadap masa depan dan kemungkinan yang akan terjadi. Sedangkan perokok yang memiliki skor yang cukup tinggi pada sub dimensi self-consciousness, berarti bahwa individu cenderung takut terhadap orang lain yang posisinya lebih tinggi darinya, serta cukup takut berbuat kesalahan yang mengecewakan orang lain (Deasy & Kartasamita, 2007).

Usia, tingkat pendidikan dan jenis kelamin merupakan variabel kategorik yang juga ikut diteliti dalam penelitian ini. Usia merupakan karakteristik individu yang turut mempengaruhi perilaku merokok. Menurut Terracciano dan Costa (2008) perokok cenderung lebih muda dan kurang berpendidikan dibandingkan dengan non-perokok. Hasil Riskesdas tahun 2007 menunjukkan bahwa prevalensi perokok meningkat dengan menambahnya umur, sampai kelompok umur 55-59 tahun, dan kemudian menurun pada kelompok umur berikutnya.


(24)

Tingkat pendidikan juga ikut mempengaruhi perilaku merokok. Menurut TCSC-IAKMI prevalensi perokok dewasa dengan pendidikan rendah lebih besar daripada perokok dewasa dengan pendidikan tinggi. Data tahun 2004 menunjukkan bahwa sebanyak 67% laki-laki tidak bersekolah atau tidak lulus SD adalah perokok aktif. Sedangkan menurut Riskesdas 2007, prevalensi merokok pada kelompok yang tidak sekolah atau tidak tamat SD adalah sebesar 72,3% pada laki-laki dan 10,1% pada perempuan (Wijaya, 2011).

Selain faktor usia dan tingkat pendidikan, jenis kelamin juga mempunyai hubungan yang cukup signifikan dengan perilaku merokok. Rachiotis dkk (2008) mencatat bahwa dalam berbagai penelitian telah terungkap bahwa kecenderungan merokok pada laki-laki lebih tinggi dari pada perempuan. Hal ini mendukung hasil penelitian Torres dan Pritchard (2005) yang menemukan bahwa terdapat perbedaan jenis kelamin yang signifikan dalam banyak perilaku kesehatan berisiko (salah satunya adalah merokok), di mana laki-laki lebih banyak dalam perilaku merokok dibandingkan dengan perempuan. Seperti yang terlihat dalam hasil laporan dari Riskesdas tahun 2007 dan 2010 (dalam Wijaya, 2011) bahwa jumlah perokok laki-laki lebih tinggi (64% dan 65,9%) dibandingkan perempuan (4,9% dan 4,2%). Menurut Mudjiran (dalam Syahti, 2009), hal tersebut dikarenakan perempuan yang merokok mempunyai pengendalian diri yang kurang dan perempuan tersebut cenderung stress dan menganggap rokok sebagai cara yang efektif untuk mengatasi stress. Perempuan juga cenderung labil secara emosional sehingga menjadikan rokok sebagai pelarian.


(25)

Dari fenomena merokok di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “”Hubungan antara Dimensi Kepribadian Big Five dengan Perilaku Merokok Pada Remaja Akhir”. Penelitian ini perlu dilakukan mengingat jumlah penduduk Indonesia yang cukup besar memungkinkan peningkatan jumlah perokok aktif di kalangan remaja yang semakin besar dan dampak selanjutnya, kemungkinan terjadinya kematian yang diakibatkan oleh rokok akan semakin besar pula, sejalan dengan semakin meningkatnya perokok-perokok aktif di Indonesia.

1.2. Perumusan dan Pembatasan Masalah

1.2.1. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka masalah yang akan diteliti dirumuskan sebagai berikut :

1) Apakah ada hubungan yang signifikan antara dimensi neuroticism dalam kepribadian big five dengan perilaku merokok pada remaja akhir?

2) Apakah ada hubungan yang signifikan antara dimensi extraversion dalam kepribadian big five dengan perilaku merokok pada remaja akhir?

3) Apakah ada hubungan yang signifikan antara dimensi agreeableness dalam kepribadian big five dengan perilaku merokok pada remaja akhir? 4) Apakah ada hubungan yang signifikan antara dimensi openness dalam


(26)

5) Apakah ada hubungan yang signifikan antara dimensi conscientiousness

dalam kepribadian big five dengan perilaku merokok pada remaja akhir? 6) Apakah ada hubungan yang signifikan antara tingkat pendidikan dengan

perilaku merokok pada remaja akhir?

7) Apakah ada hubungan yang signifikan antara usia dengan perilaku merokok pada remaja akhir?

8) Apakah ada hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan perilaku merokok pada remaja akhir?

1.2.2. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari kesalahan persepsi dan lebih terarahnya pembahasan, maka penulis membatasi masalah yang akan diteliti yaitu sebagai berikut :

a) Kepribadian big five adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah dimensi kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima dimensi kepribadian tersebut adalah

neuroticism, extraversion, agreeableness, openness dan conscientiousness.

b) Perilaku merokok yang dimaksud adalah individu yang merokok karena dipengaruhi oleh perasaan yang menyenangkan maupun perasaan yang tidak menyenangkan, yang dilakukan secara sadar kemudian menjadi ketergantungan terhadap rokok, sehingga lambat laun sudah menjadi kebiasaan yang meningkat.


(27)

c) Responden yang menjadi subjek dalam penelitian ini adalah remaja yang berusia 17-21 tahun, dengan pertimbangan bahwa pada umumnya remaja sudah mulai merokok pada usia ini. Selain itu, pada masa remaja akhir, kepribadian yang terbentuk pada diri remaja tersebut juga sudah semakin stabil dari pada saat remaja awal dimana terjadi perubahan besar dalam peran dari anak-anak menuju dewasa.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ada tidaknya hubungan yang signifikan antara Dimensi Kepribadian big five (neuroticism, extraversion, agreeableness, openness, dan conscientiousness), tingkat pendidikan, usia dan jenis kelamin dengan perilaku merokok pada remaja akhir.

1.3.2. Manfaat Penelitian

1) Manfaat Teoritis

Manfaat teoritisnya adalah untuk menambah khazanah kajian psikologi khususnya yang berkaitan dengan psikologi kepribadian dan psikologi kesehatan.

2) Manfaat Praktis

a) Secara praktis penelitian ini dapat memberikan informasi bagi masyarakat tentang pengaruh kepribadian terhadap perilaku merokok


(28)

remaja serta dapat membantu masyarakat dalam peningkatan program pencegahan dan penghentian merokok dengan informasi tersebut. b) Bagi remaja, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan masukan

dan pengetahuan mengenai kepribadiannya serta sebagai acuan agar remaja dapat mempertimbangkan kembali sebelum mengambil keputusan untuk merokok.

c) Diharapkan penelitian ini juga dapat menjawab keingintahuan masyarakat mengenai hubungan antara kepribadian dengan perilaku merokok khususnya mengenai remaja Indonesia.

1.4. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan dalam penyusunan skripsi sebagai berikut : Bab 1 : Pendahuluan

Berisi latar belakang masalah, perumusan dan pembatasan masalah, tujuan penelitian dan manfaat penelitian, dan sistematika penulisan. Bab 2 : Kajian Pustaka

Di dalam bab ini akan dibahas sejumlah teori yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti secara sistematis, kerangka berpikir, dan hipotesis.

Bab 3 : Metode Penelitian

Bab ini meliputi pendekatan dan tipe penelitian yang digunakan, definisi konseptual dan operasional variabel, populasi dan sampel, teknik


(29)

pengambilan sampel, pengumpulan data, uji instrumen, teknik analisis data dan prosedur penelitian.

Bab 4 : Analisis Hasil Penelitian

Dalam bab ini, peneliti akan membahas mengenai gambaran subjek penelitian, deskripsi data dan hasil uji hipotesis.

Bab 5 : Kesimpulan, Diskusi, dan Saran

Pada bab ini, peneliti akan merangkum keseluruhan isi penelitian dan menyimpulkan hasil penelitian. Dalam bab ini juga akan dimuat diskusi dan saran.

Daftar Pustaka Lampiran-lampiran


(30)

BAB 2

KAJIAN PUSTAKA

2.1. Perilaku Merokok

2.1.1. Definisi Perilaku Merokok

Walgito (2002) mendefinisikan perilaku atau aktivitas-aktivitas individu dalam pengertian luas, yaitu perilaku yang nampak (overt behavior) dan perilaku yang tidak menampak (inner behavior) demikian pula aktivitas-aktivitas tersebut disamping motorik juga termasuk aktivitas emosional dan kognitif. Sebagaimana diketahui perilaku atau aktivitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari stimulus yang diterima oleh organisme yang bersangkutan, baik stimulus eksternal maupun stimulus internal. Namun, sebagian besar dari perilaku organisme itu merupakan respons terhadap stimulus eksternal (Walgito, 2002). Dengan demikian, dapat diartikan bahwa perilaku dalam penelitian ini adalah reaksi individu yang diwujudkan dengan tindakan atau aktivitas terhadap suatu rangsangan tertentu. Dalam hal ini rangsangan tersebut adalah rokok.

Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, yang mengandung nikotin dan tar dan atau tanpa bahan tambahan (Sitepoe, 2000). Biasanya rokok berbentuk silinder yang panjangnya antara 70 hingga 120 mm dengan diameter sekitar 10 mm yang berisi daun-daun tembakau yang telah dicacah. Rokok


(31)

digunakan dengan cara membakar agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lain.

Menurut Sitepoe (2000) merokok adalah membakar tembakau yang kemudian dihisap asapnya, baik dengan menggunakan rokok maupun pipa. Asap yang dihisap melalui mulut disebut mainstreamsmoke, sedangkan asap rokok yang terbentuk pada ujung rokok yang terbakar serta asap rokok yang dihembuskan ke udara oleh perokok disebut sidestream smoke. Sidestream smoke

atau asap sidestream mengakibatkan seseorang menjadi perokok pasif.

Selain itu, Sari dkk (2003) juga memberikan definisi yang serupa, mereka menyebutkan bahwa perilaku merokok adalah aktivitas menghisap atau menghirup asap rokok dengan menggunakan pipa atau rokok.

Jadi, perilaku merokok adalah aktivitas membakar tembakau dan dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut, baik dengan menggunakan rokok maupun pipa.

2.1.2. Dampak Perilaku Merokok

Menurut Wijaya (2011) dampak buruk rokok terhadap kesehatan pertama kali ditemukan pada tahun 1951, sejak itu banyak penelitian yang membuktikannya. Dampak rokok terhadap kesehatan sering disebut sebagai „silent killer‟ karena

timbul secara perlahan dan dalam tempo yang relatif lama, tidak langsung dan tidak nampak secara nyata. Kebiasaan merokok merupakan salah satu faktor resiko bagi banyak penyakit tidak menular yang berbahaya. Merokok juga dapat


(32)

mengurangi separuh usia hidup penggunanya dan 50% dari kematian tersebut terjadi pada usia 30-69 tahun.

Sedangkan Odgen (dalam Nasution, 2007) membagi dampak perilaku merokok menjadi dua, yaitu ;

1. Dampak positif

Merokok menimbulkan dampak positif yang sangat sedikit bagi kesehatan. Para perokok tersebut menyatakan bahwa merokok dapat menghasilkan mood positif dan dapat membantu individu menghadapai keadaan-keadaan yang sulit. Smet (dalam Nasution, 2007) menyebutkan keuntungan dari merokok (terutama bagi perokok) yaitu dapat mengurangi ketegangan, meningkatkan konsentrasi dan rasanya menyenangkan.

2. Dampak negatif

Merokok dapat menimbulkan berbagai dampak negatif yang sangat berpengaruh bagi kesehatan. Merokok bukanlah penyebab suatu penyakit, tetapi dapat memicu suatu jenis penyakit yang dapat mengakibatkan kematian. Menurut Sitepoe (2001), berbagai jenis penyakit yang dapat dipicu karena merokok, antara lain : penyakit kardiolovaskular, neoplasma (kanker), saluran pernafasan, peningkatan tekanan darah, penurunan vertilitas (kesuburan), sakit mag, gangguan pembuluh darah, ambliyopia (penglihatan kabur), kulit mejnjadi kering, pucat dan keriput, serta polusi udara dalam ruangan sehingga terjadi iritasi mata, hidung dan tenggorokkan.


(33)

Selain itu, Komalasari & Helmi (2000) juga mengatakan bahwa perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang sangat merugikan, baik untuk dirinya sendiri maupun orang disekelilingnya. Dilihat dari sisi individu yang bersangkutan, ada beberapa riset yang mendukung pernyataan tersebut. Dilihat dari sisi kesehatan, pengaruh bahan-bahan kimia yang dikandung rokok seperti nikotin, CO (Karbonmonoksida) dan tar akan memacu kerja dari susunan syaraf pusat dan susunan syaraf simpatis sehingga mengakibatkan tekanan darah meningkat dan detak jantung bertambah cepat, menstimulasi kanker dan berbagai penyakit lain seperti penyempitan pembuluh darah, tekanan darah tinggi, jantung, paru-paru dan bronchitis kronis. Bagi ibu hamil, rokok dapat menyebabkan kelahiran premature, berat badan bayi rendah, mortalitas prenatal, kemungkinan lahir dalam keadaan cacat dan mengalami gangguan dalam perkembangan. Sedangkan jika dilihat dari sisi orang disekelilingnya, merokok menimbulkan dampak negatif bagi perokok pasif. Resiko yang ditanggung perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif karena daya tahan terhadap zat-zat yang berbahaya sangat rendah.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa perilaku merokok lebih banyak menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan diri perokok sendiri maupun bagi orang di sekeliling perokok tersebut.


(34)

2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perilaku Merokok

Finaliasari (2003) mengatakan bahwa zat yang terkandung dalam rokok itu sangat berbahaya bagi kesehatan tubuh manusia, namun pada kenyataannya banyak individu yang memilih menjadi perokok. Beberapa faktor yang menjadi penyebab perilaku merokok dikalangan remaja menurut Mu‟tadin (2002) adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh Orang Tua

Salah satu temuan tentang remaja perokok adalah bahwa anak-anak muda yang berasal dari rumah tangga yang tidak bahagia, dimana orang tua tidak begitu memperhatikan anak-anaknya dan memberikan hukuman fisik yang keras lebih mudah untuk menjadi perokok dibanding anak-anak muda yang berasal dari lingkungan rumah tangga yang bahagia. Perilaku merokok juga lebih banyak didapati pada mereka yang tinggal dengan satu orang tua (single parent). Remaja akan lebih cepat berperilaku sebagai perokok bila ibu mereka merokok daripada ayah yang merokok, hal ini lebih terlihat pada remaja putri.

2. Pengaruh Teman

Berbagai fakta mengungkapkan bahwa semakin banyak remaja merokok maka semakin besar kemungkinan teman-temannya adalah perokok juga dan demikian sebaliknya. Bachri (dalam Mu‟tadin, 2002) mengungkapkan bahwa di antara remaja perokok terdapat 87% yang mempunyai sekurang-kurangnya satu atau lebih sahabat yang perokok.


(35)

3. Faktor Kepribadian

Faktor kepribadian yang membuat individu mencoba untuk merokok adalah karena rasa ingin tahu atau ingin melepaskan diri dari rasa sakit fisik atau jiwa, dan membebaskan diri dari kebosanan. Namun, satu sifat kepribadian yang bersifat prediktif pada pengguna obat-obatan (termasuk rokok) ialah konformitas sosial. Orang yang memiliki skor tinggi pada berbagai tes konformitas sosial lebih mudah menjadi perokok dibandingkan dengan mereka yang memiliki skor yang rendah.

4. Pengaruh Iklan

Menurut Juniarti (dalam Mu‟tadin, 2002) melihat iklan di media massa dan elektronik yang menampilkan gambaran bahwa perokok adalah lambang kejantanan atau glamour, membuat remaja seringkali terpicu untuk mengikuti perilaku seperti yang ada dalam iklan tersebut.

Sedangkan menurut Maman (2009) beberapa faktor yang berperan dalam perilaku merokok pada remaja, antara lain :

1. Faktor Individu

Perilaku merokok pada remaja juga dapat timbul karena pengaruh emosi yang menyebabkan seorang individu mencari relaksasi. Saat ini para remaja menghadapi berbagai tuntutan, harapan, resiko-resiko, dan godaan-godaan yang nampaknya lebih banyak dan kompleks daripada yang dihadapi para remaja generasi sebelumnya. Semua ini sangat berpotensi


(36)

menyebabkan remaja merasa tertekan dan stress. Remaja yang mengalami stress ini sangat mungkin mengembangkan perilaku merokok sebagai suatu cara untuk mengatasi stress yang mereka hadapi karena kurangnya perkembangan keterampilan menghadapi masalah secara kompeten dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab. Individu dengan dimensi kepribadian tertentu juga dapat menyebabkan mereka lebih sering mengalami distres pribadi sehingga lebih mungkin untuk berperilaku merokok. Seperti, dimensi kepribadian neuroticism (kecenderungan umum untuk mengalami perasaan negatif dan stress) yang ternyata berhubungan dengan tingginya prevalensi perilaku merokok.

2. Faktor Lingkungan

Bandura dalam teori social learning berasumsi bahwa perilaku dan sistem nilai seorang remaja terbentuk oleh sekumpulan interaksi yang kompleks antara hubungan-hubungan sosial interpersonal. Menurut Jessor (dalam Maman, 2009) perilaku bermasalah pada remaja, termasuk merokok, merupakan hasil interaksi antara variabel interpersonal seperti kepribadian, sikap, dan perilaku, dengan sistem lingkungan, termasuk lingkungan keluarga dan teman sebaya.

3. Faktor Demografis

Beberapa faktor demografis yang berhubungan dengan perilaku merokok adalah usia, jenis kelamin, ras dan etnis, serta tingkat sosial ekonomi. Status sosial ekonomi yang terdiri dari tingkat pekerjaan, pendidikan dan


(37)

penghasilan juga mempunyai hubungan yang cukup signifikan dengan perilaku merokok. Dalam sebuah penelitian di Finlandia Timur, ditemukan bahwa status sosial ekonomi khususnya tingkat pendidikan mempunyai keterhubungan yang kuat dengan perilaku merokok. Seperti hasil penelitian Rachiotis dkk (2008) dalam penelitian lain menemukan bahwa usia yang semakin tua, jenis kelamin pria dan tingkat pendidikan orang tua yang semakin rendah berhubungan secara signifikan dengan perilaku merokok saat ini.

Selain itu, Hansen (dalam Nasution, 2007) juga mengungkapkan beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku merokok, diantaranya yaitu :

1. Faktor Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial berpengaruh terhadap sikap, kepercayaan, dan perhatian individu pada perokok. Seseorang akan berperilaku dengan cara memperhatikan lingkungan sosialnya, seperti teman sebaya, orang tua, saudara-saudara dan media.

2. Faktor Demografis

Faktor ini meliputi umur dan jenis kelamin. Orang yang merokok pada usia dewasa semakin banyak, akan tetapi pengaruh jenis kelamin sudah tidak terlalu berperan karena sekarang ini baik laki-laki maupun perempuan sudah merokok.


(38)

3. Faktor Sosio-Kultural

Kebiasaan budaya, kelas sosial, tingkat pendidikan, penghasilan, dan gengsi pekerjaan akan mempengaruhi perilaku individu.

Berdasarkan apa yang telah diuraikan diatas maka dapat diambil kesimpulan bahwa banyak faktor yang mempengaruhi perilaku merokok remaja, faktor-faktor tersebut antara lain : faktor kepribadian, faktor lingkungan (seperti pengaruh orang tua, teman, dan iklan), usia, jenis kelamin, kelas sosial, tingkat pendidikan dan lain-lain.

2.1.4. Tahapan Perilaku Merokok

Menurut Leventhal dan Clearly (dalam Deasy & Kartasamita, 2007) terdapat beberapa tahapan seseorang menjadi perokok tetap. Pertama, tahap persiapan., yaitu sebelum seseorang mencoba rokok, melibatkan perkembangan perilaku, intensi tentang merokok, dan bayangan tentang seperti apa rokok itu. Kedua, tahap inisiasi (initiation). Reaksi tubuh saat seseorang mencoba rokok pertama kali berupa batuk dan berkeringat. Namun demikian, hal ini sebagian besar diabaikan dan semakin mendorong perilaku adaptasi terhadap rokok. Ketiga, tahap menjadi perokok. Tahap ini melibatkan suatu proses concept formation, yaitu seseorang belajar kapan dan bagaimana merokok serta memasukkan aturan perokok ke dalam konsep dirinya. Terakhir, perokok tetap. Tahap ini terjadi saat faktor psikologi dan mekanisme biologis bergabung, dan semakin mendorong perilaku merokok.


(39)

Selain itu, Komalasari & Helmi (2000) juga menyebutkan bahwa terdapat 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok, yaitu :

1. Tahap Preparatory. Seseorang mendapatkan gambaran yang menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat atau dari hasil bacaan. Hal-hal ini menimbulkan minat untuk merokok.

2. Tahap Initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.

3. Tahap becoming a smoker. Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok sebanyak 4 batang per hari maka mempunyai kecenderungan menjadi perokok.

4. Tahap maintenance of smoking. Pada tahap ini merokok sudah menjadi salah satu bagian dari cara pengaturan diri (self-regulating). Merokok dilakukan untuk memperoleh efek fisiologis yang menyenangkan.

Sedangkan menurut Wang (dalam Finaliasari, 2003) individu yang menjadi perokok tidak begitu saja menjadi terbiasa untuk merokok. Mereka mengalami beberapa tahap hingga mereka menjadi perokok aktif. Pada awalnya mereka berada pada tahap preparation dimana mereka belum pernah mencoba untuk merokok. Meningkat ke tahap initiation, mereka mencoba menghisap rokoknya yang pertama. Pada tahap eksperimentation, mereka terus menerus mencoba untuk merokok hingga mereka berada pada tahap habituation, dimana mereka menjadi perokok aktif. Pada akhirnya mereka akan mencapai tahap


(40)

maintenance yaitu tahap perokok menjadi kecanduan merokok. Tahap akhir ini tampaknya menjadi tahap yang paling membahayakan bagi para perokok karena bila mencapai tahap ini, besar risiko baginya untuk terkena penyakit akibat rokok. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Wang (dalam Finalisari, 2003) menemukan bahwa dari 1420 responden yang tidak merokok terdapat sekitar 361 responden yang menjadi experimental smokers dan sekitar 111 responden yang menjadi regular smoker dalam jangka waktu 3 tahun. Akan tetapi, pada kenyataannya setiap individu bisa menjadi perokok aktif dalam waktu yang berbeda-beda.

2.1.5. Tipe Perilaku Merokok

Menurut Tomkins (dalam Mu‟tadin, 2002), ada empat tipe perilaku merokok berdasarkan Management of affect theory, yaitu :

1) Tipe perokok yang dipengaruhi oleh perasaan positif (positive affect smokers), dengan merokok seseorang merasakan penambahan rasa yang positif. Green (dalam Mu,tadin, 2002) menambahkan ada tiga sub tipe ini, antara lain :

a. Pleasure relaxation, perilaku merokok hanya untuk menambah atau meningkatkan kenikmatan yang sudah didapat, misalnya merokok setelah minum kopi atau makan.

b. Simulation to pick them up, perilaku merokok hanya dilakukan sekedarnya untuk menyenangkan perasaan.


(41)

c. Pleasure of handling the cigarette, kenikmatan yang diperoleh dengan memegang rokok dan biasanya sangat spesifik pada perokok pipa. Perokok pipa akan menghabiskan waktu untuk mengisi pipa dengan tembakau sedangkan untuk menghisapnya hanya dibutuhkan waktu beberapa menit saja, atau perokok lebih senang berlama-lama untuk memainkan rokoknya dengan jari-jarinya sebelum ia nyalakan dengan api.

2) Perilaku merokok yang dipengaruhi oleh perasaan negatif (negative affect smokers). Banyak orang yang menggunakan rokok untuk mengurangi perasaan negatif, misalnya ketika individu tersebut merasa marah, cemas atau gelisah, mereka cenderung menganggap rokok sebagai penyelamat. Mereka menggunakan rokok ketika perasaan tidak enak terjadi, sehingga mereka dapat terhindar dari perasaan yang lebih tidak enak

3) Perilaku merokok yang adiktif (addictive smokers). Oleh Green (dalam Mu‟tadin, 2002) disebut sebagaipsychological addiction. Mereka yang sudah adiksi, akan menambah dosis rokok yang digunakan setiap saat setelah efek dari rokok yang dihisapnya berkurang. Mereka umumnya akan pergi keluar rumah untuk membeli rokok, walau tengah malam sekalipun, karena khawatir rokok tidak tersedia saat ia menginginkannya. 4) Perilaku merokok yang sudah menjadi kebiasaan (pure habits smokers).

Mereka menggunakan rokok sama sekali bukan karena untuk mengendalikan perasaan mereka, tetapi karena benar-benar sudah menjadi kebiasaan yang rutin. Dapat dikatakan pada orang-orang tipe ini, merokok


(42)

sudah merupakan suatu perilaku yang bersifat otomatis, seringkali tanpa dipikirkan dan tanpa disadari.

2.1.6. Keterkaitan antara Perilaku Merokok dan Kepribadian

Salah satu faktor yang berhubungan dengan terjadinya perilaku merokok adalah kepribadian. Diperkirakan, individu yang merokok kebanyakan adalah individu dengan kepribadian yang cenderung risk taking behavior. Hal ini karena perilaku merokok merupakan salah satu risk taking behavior dengan menggunakan zat-zat tertentu (substance risk taking behavior). Merokok dengan zat yang terkandung di dalamnya jelas dapat membahayakan kesehatan tubuh dari pemakainya (Finaliasari, 2003).

Dari beberapa penelitian yang telah ada, ditemukan adanya hubungan antara personality traits dengan perilaku merokok. Seperti yang dikemukakan oleh Booth-Kewley & Vickers (dalam Finaliasari, 2003) bahwa setidaknya ada satu dimensi dari kepribadian yang berkaitan dengan perilaku substance risk taking yang muncul dalam perilaku merokok. Dari penelitian mereka, hasilya adalah beberapa aspek dari kepribadian (salah satunya extraversion) berhubungan dengan


(43)

2.2. Kepribadian

2.2.1. Definisi Kepribadian

Kata kepribadian berasal dari kata personality (bahasa inggris) yang berasal dari kata persona (bahasa latin) yang berarti kedok atau topeng. Yaitu tutup muka yang sering dipakai oleh pemain-pemain panggung untuk menggambarkan perilaku, watak atau pribadi seseorang. Hal itu dilakukan oleh karena terdapat ciri-ciri khas yang hanya dimiliki oleh seseorang tersebut baik dalam arti kepribadian yang yang baik, ataupun yang kurang baik (Sujanto dkk, 2008).

Kepribadian merupakan bagian yang khas dari setiap individu. Hal ini yang membedakan antara satu individu dengan individu lainnya. Definisi kepribadian menurut Allport (dalam Suryabrata, 2008) adalah organisasi dinamis dalam individu sebagai sistem psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan. Allport (dalam Sujanto dkk, 2008) juga mengatakan bahwa kepribadian terletak di belakang perbuatan-perbuatan khusus dan di dalam individu. Dari apa yang telah dikemukakan, maka dapat dikatakan bahwa kepribadian adalah sesuatu yang khas dan unik jadi setiap orang pasti memiliki kepribadian yang berbeda dan kepribadian adalah sesuatu yang mempunyai fungsi atau arti adaptasi dan menentukan.

Kemudian, Cattel (dalam Engler, 2009) memberi definisi mengenai kepribadian dengan sangat umum yaitu kepribadian adalah suatu prediksi mengenai apa yang akan dilakukan oleh seseorang dalam berbagai situasi yang terjadi padanya. Jadi persoalan mengenai kepribadian adalah persoalan mengenai


(44)

segala aktivitas individu, baik yang tampak maupun tidak tampak (Suryabrata, 2008).

Sedangkan menurut Pervin dkk (2005) kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola pikiran, perasaan dan perilaku yang konsisten. Definisi tersebut memiliki arti agar kita fokus pada banyak aspek yang berbeda pada setiap orang. Namun, hal tersebut juga menganjurkan kita untuk konsisten pada pola tingkah laku dan kualitas dalam diri orang tersebut yang diukur secara teratur.

Maka dapat disimpulkan bahwa kepribadian adalah ciri atau karakter yang ada pada individu secara konsisten baik itu tampak ataupun tidak tampak yang membedakannya antara satu orang dengan orang lainnya.

Definisi kepribadian yang digunakan dalam penelitian ini adalah definisi kepribadian yang dikemukakan oleh Allport (Suryabrata, 2008) dalam, yaitu organisasi dinamis dalam individu sebagai system psikofisis yang menentukan caranya yang khas dalam menyesuaikan diri terhadap lingkungan.

2.2.2. Faktor-faktor yang membentuk Kepribadian

Menurut Alfin (2010) secara umum, perkembangan kepribadian dipengaruhi oleh lima faktor, yaitu :

a. Warisan Biologis (Heredity)

Warisan biologis mempengaruhi kehidupan manusia dan setiap manusia mempunyai warisan biologis yang unik, berbeda dari orang lain. Artinya


(45)

tidak ada seorang pun di dunia ini yang mempunyai karakteristik fisik yang sama persis dengan orang lain, bahkan anak kembar sekalipun. Warisan biologis yang terpenting terletak pada perbedaan intelegensi dan kematangan biologis. Keadaan ini membawa pengaruh pada kepribadian seseorang.

b. Warisan Lingkungan Alam (Natural Environment)

Perbedaan iklim, topografi, dan sumber daya alam menyebabkan manusia harus menyesuaikan diri terhadap alam. Melalui penyesuaian diri itu, dengan sendirinya pola perilaku masyarakat dan kebudayaannyapun dipengaruhi oleh alam. Misalnya orang yang hidup di pinggir pantai dengan mata pencaharian sebagai nelayan mempunyai kepribadian yang berbeda dengan orang yang tinggal di daerah pertanian. Mereka memiliki nada bicara yang lebih keras daripada orang-orang yang tinggal di daerah pertanian, karena harus menyamai dengan debur suara ombak. Hal itu terbawa dalam kehidupan sehari-hari dan telah menjadi kepribadiannya. c. Warisan Sosial (Social Heritage) atau Kebudayaan

Kita tahu bahwa antara manusia, alam, dan kebudayaan mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling memengaruhi. Manusia berusaha untuk mengubah alam agar sesuai dengan kebudayaannya guna memenuhi kebutuhan hidup. Misalnya manusia membuka hutan untuk dijadikan lahan pertanian. Sementara itu kebudayaan memberikan andil yang besar dalam memberikan warna kepribadian anggota masyarakatnya.


(46)

d. Pengalaman Kelompok Manusia (Group Experiences)

Kehidupan manusia dipengaruhi oleh kelompoknya. Kelompok manusia, sadar atau tidak telah memengaruhi anggota-anggotanya, dan para anggotanya menyesuaikan diri terhadap kelompoknya. Setiap kelompok mewariskan pengalaman khas yang tidak diberikan oleh kelompok lain kepada anggotanya, sehingga timbullah kepribadian khas anggota masyarakat tersebut.

e. Pengalaman Unik ( Unique Experience )

Setiap orang mempunyai kepribadian yang berbeda dengan orang lain, walaupun orang itu berasal dari keluarga yang sama, dibesarkan dalam kebudayaan yang sama, serta mempunyai lingkungan fisik yang sama pula. Mengapa demikian? Walaupun mereka pernah mendapatkan pengalaman yang serupa dalam beberapa hal, namun berbeda dalam beberapa hal lainnya. Mengingat pengalaman setiap orang adalah unik dan tidak ada pengalaman siapapun yang secara sempurna menyamainya.

Mengenai pengalaman-pengalaman yang ikut membentuk kepribadian, kita dapat membedakannya dalam dua golongan (Setiawan, 2011) :

1. Pengalaman yang umum, yaitu yang dialami oleh tiap-tiap individu dalam kebudayaan tertentu. Pengalaman ini erat hubungannya dengan fungsi dan peranan seseorang dalam masyarakat. Meskipun demikian, kepribadian seseorang tidak dapat sepenuhnya diramalkan atau dikenali hanya


(47)

berdasarkan pengetahuan tentang struktur kebudayaan dimana orang itu hidup. Hal ini dikarenakan :

a. Pengaruh kebudayaan terhadap seseorang tidaklah sama karena medianya (orang tua, saudara, media massa dan lain-lain) tidaklah sama pula pada setiap orang.

b. Tiap individu mempunyai pengalaman-pengalaman yang khusus, yang terjadi pada dirinya sendiri.

2. Pengalaman yang khusus, yaitu yang khusus dialami individu sendiri. Pengalaman ini tidak bergantung pada status dan peran orang yang bersangkutan dalam masyarakat.

Pengalaman-pengalaman yang umum maupun yang khusus di atas memberi pengaruh yang berbeda-beda pada tiap individu-individu itu pun merencanakan pengalaman-pengalaman tersebut secara berbeda-beda pula sampai akhirnya ia membentuk dalam dirinya suatu stuktur kepribadian yang tetap (permanen). Proses integrasi pengalaman-pengalaman ke dalam kepribadian yang makin lama makin dewasa, disebut proses pembentukan identitas diri

2.2.3. Perkembangan Kepribadian

Menurut Allport (dalam Suryabrata, 2007) individu itu dari lahir mengalami perubahan-perubahan yang penting. Perkembangan kepribadian yang terjadi menurutnya adalah :


(48)

a. Kanak-kanak

Allport memandang neonatus itu semata-mata sebagai makhluk yang dilengkapi dengan keturunan-keturunan, dorongan-dorongan/nafsu-nafsu dan refleks-refleks. Jadi belum memiliki bermacam-macam sifat yang kemudian dimilikinya. Dengan kata lain belum memiliki kepribadian. Pada waktu lahir ini anak telah mempunyai potensi-potensi baik fisik maupun tempramen, yang aktualisasinya tergantung kepada perkembangan dan kematangan. Dalam masa ini anak itu merupakan makhluk yang punya tegangan-tegangan dan perasaan nyaman tak nyaman. Jadi pada masa ini keterangan yang biologis yang bersandar pada pentingnya hadiah atau hukum efek atau prinsip kesenangan adalah sangat cocok. Berarti dengan didorong oleh kebutuhan untuk mengurangi ketidaknyamanan sampai minimal dan mencari kenyamanan sampai maksimal anak itu berkembang. Pertumbuhan itu bagi Allport merupakan proses diferensiasi dan integrasi yang berlangsung terus menerus. Allport menyimpulkan, bahwa setidak-tidaknya pada bagian kedua tahun pertama anak telah menunjukkan dengan pasti sifat-sifat yang khas (Suryabrata, 2007).

b. Orang dewasa

Pada orang dewasa faktor-faktor yang menentukan tingkah laku adalah sifat-sifat (traits) yang terorganisasikan dengan selaras. Sifat-sifat ini timbul dalam berbagai cara dari perlengkapan-perlengkapan yang dimiliki


(49)

Allport tidaklah penting; yang penting ialah yang ada kini. Sampai batas-batas tertentu berfungsinya sifat-sifat itu disadari dan rasional. Biasanya individu yang normal mengerti atau menyadari apa yang dikerjakannya dan mengapa itu dikerjakannya, untuk memahami manusia dewasa tidak dapat dilakukan tanpa mengerti tujuan-tujuan serta aspirasi-aspirasinya. Motif-motif itu terutama tidak berasal dari masa lampau tetapi bersandar pada masa depan. Pada umumnya orang dapat lebih tahu apa yang akan hendak dikerjakan seseorang, kalau dia tahu rencana-rencana yang disadarinya daripada ingatan-ingatan yang tertentu (Suryabrata, 2007).

2.2.4. Teori-teori Kepribadian

Terdapat empat teori kepribadian utama yang satu sama lain berbeda (Setiawan, 2011) antara lain :

1. Teori Kepribadian Psikoanalisis

Dalam mencoba memahami sistem kepribadian manusia, Freud membangun model kepribadian yang saling berhubungan dan menimbulkan ketegangan satu sama lain. Konflik dasar dari tiga sistem kepribadian tersebut menciptakan energi psikis individu. Energi dasar ini menjadi kebutuhan instink individu yang menuntut pemuasan. Tiga sistem tersebut adalah : id, ego, dan superego.

Id bekerja menggunakan prinsip kesenangan, mencari pemuasan segera impuls biologis; ego mematuhi prinsip realita, menunda pemuasan sampai


(50)

bisa dicapai dengan cara yang diterima masyarakat, dan superego (hati nurani;suara hati) memiliki standar moral pada individu. Jadi jelaslah bahwa dalam teori psikoanalisis Freud, ego harus menghadapi konflik antara id (yang berisi naluri seksual dan agresif yang selalu minta disalurkan) dan super ego (yang berisi larangan yang menghambat naluri-naluri itu) . Selanjutnya ego masih harus mempertimbangkan realitas di dunia luar sebelum menampilkan perilaku tertentu.

2. Teori-Teori Sifat (Trait Theories)

Teori sifat ini dikenal sebagai teori-teori tipe (type theories) yang menekankan aspek kepribadian yang bersifat relatif stabil atau menetap. Tepatnya, teori-teori ini menyatakan bahwa manusia memiliki sifat atau sifat-sifat tertentu, yakni pola kecenderungan untuk bertingkah laku dengan cara tertentu. Sifat-sifat yang stabil ini menyebabkan manusia bertingkah laku relatif tetap dari situasi ke situasi.

3. Teori Kepribadian Behaviorisme

Menurut Skinner, individu adalah organisme yang memperoleh perbendaharaan tingkah lakunya melalui belajar. Dia bukanlah agen penyebab tingkah laku, melainkan tempat kedudukan atau suatu poin yang faktor-faktor lingkungan dan bawaan yang khas secara bersama-sama menghasilkan akibat (tingkah laku) yang khas pula pada individu tersebut.


(51)

Bagi Skinner, studi mengenai kepribadian itu ditujukan pada penemuan pola yang khas dari kaitan antara tingkah laku organisme dan berbagai konsekuensi yang diperkuatnya.

4. Teori Psikologi Kognitif

Pandangan teori kognitif menyatakan bahwa organisasi kepribadian manusia tidak lain adalah elemen-elemen kesadaran yang satu sama lain saling terkait dalam lapangan kesadaran (kognisi). Dalam teori ini, unsur psikis dan fisik tidak dipisahkan lagi, karena keduanya termasuk dalam kognisi manusia. Bahkan, dengan teori ini dimungkinkan juga faktor-faktor diluar diri dimasukkan (diwakili) dalam lapangan psikologis atau lapangan kesadaran seseorang.

2.2.5. Pendekatan Trait dalam Kepribadian

Ada beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli untuk memahami kepribadian. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah teori trait. Teori trait

merupakan sebuah model untuk mengidentifikasi trait-trait dasar yang diperlukan untuk menggambarkan suatu kepribadian (Mastuti, 2005). Fieldman (dalam Mastuti, 2005) mendefinisikan trait sebagai suatu dimensi yang menetap dari karakteristik kepribadian, hal tersebut yang membedakan individu dengan individu yang lain.

Allport (dalam Engler, 2009) mengatakan trait adalah struktur yang jujur dan dapat dipercaya dalam diri individu yang mempengaruhi tingkah laku, trait


(52)

bukanlah label sederhana yang kita gunakan untuk menjelaskan atau mengklasifikasikan tingkah laku dan mendefinisikan trait sebagai kecenderungan menentukan atau predisposisi untuk merespon situasi yang terjadi dalam berbagai cara. Trait bersifat konsisten dan abadi, trait dihitung untuk konsistensinya dalam tingkah laku manusia. Trait, sama seperti kepribadian pada dasarnya tidak dapat di observasi. Pada saat ini, peneliti kepribadian hanya dapat mengukur trait secara empiris. Kemudian menurut Cattel (dalam Suryabrata, 2008), trait adalah suatu “struktur mental”, suatu kesimpulan yang diambil dari tingkah laku yang dapat diamati, untuk menunjukkan keajegan dan ketetapan dalam tingkah laku itu.

Menurut Feist & Feist (2009) kepribadian (personality) adalah sebuah pola dari sifat yang relative menetap dan karakteristik unik, dimana memberikan konsistensi dan individualitas pada perilaku seseorang. Sedangkan sifat (trait) menunjukan perbedaan individual dalam berperilaku, perilaku yang konsistensi sepanjang waktu, dan stabilitas perilaku dalam berbagai situasi.Tingkat trait

kepribadian dasar berubah dari masa remaja akhir hingga masa dewasa. McCrae dan Costa (dalam Feist & Feist, 2009) yakin bahwa selama periode dari usia 18 sampai 30 tahun, orang sedang berada dalam proses mengadopsi konfigurasi trait

yang stabil, konfigurasi yang tetap stabil setelah usia 30 tahun.

Dengan begitu dapat disimpulkan bahwa trait merupakan suatu hal yang membedakan individu yang satu dengan individu yang lain dalam berperilaku, yang relatif menetap dan konsisten serta memiliki keunikan yang khas.


(53)

2.2.6. Kepribadian Big Five

Dimulai pada tahun 1960 dan semakin meningkat pada tahun 1980, 1990, dan 2000. Tokoh pelopornya adalah Allport dan Cattell (dalam Friedman & Schustack, 2008). Kepribadian big five adalah suatu pendekatan yang digunakan dalam psikologi untuk melihat kepribadian manusia melalui trait yang tersusun dalam lima buah dimensi kepribadian yang telah dibentuk dengan menggunakan analisis faktor. Lima dimensi trait kepribadian tersebut adalah neuoriticism, extraversion, agreeableness, openness dan conscientiousness (Friedman & Schustack, 2008).

Big five merupakan model hirearki dari sturktur trait kepribadian. McCrae dan Costa (dalam Feist & Feist, 2009) mendefinisikan trait kepribadian sebagai dimensi dari perbedaan individual yang cenderung menunjukkan pola pikiran, perasaan, dan perbuatan yang konsisten. Ketika mendeskripsikan individu dengan

trait “baik” ini berarti bahwa individu tersebut cenderung berbuat baik setiap

waktu dan pada setiap situasi. Definisi yang luas ini menyatakan bahwa traits

dapat dibagi menjadi tiga fungsi utama: traits dapat digunakan untuk meringkas, memprediksi dan menjelaskan tingkah laku seseorang, sehingga salah satu alasan terkenalnya konsep traits adalah bahwa traits menyediakan jalan yang ekonomis untuk meringkas bagaimana seseorang dapat berbeda dengan yang lainnya. Traits

memperkenankan seseorang untuk membuat prediksi mengenai perilaku seseorang selanjutnya.


(54)

Penelitian yang lebih baru dan meta-analisis penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa perubahan terjadi di lima karakter pada berbagai titik dalam rentang kehidupan. Penelitian menunjukkan bukti untuk efek pendewasaan, rata-rata tingkat agreebleness dan conscientiousness biasanya meningkat dengan waktu, sedangkan extraversion, neuroticism dan openess cenderung menurun. Disamping efek kelompok ini, terdapat perbedaan-perbedaan individual:

demostrate unik orang yang berbeda pola-pola perubahan pada semua tahap kehidupan (Pervin dkk, 2005).

2.2.7. Dimensi Kepribadian Big Five

Dimensi-dimensi dari kepribadian Big Five Costa & McCrae (dalam Feist & Feist, 2009) adalah sebagai berikut :

1. Extraversion (E)

Extraversion juga sering disebut dengan surgency. Individu dengan skor tinggi pada dimensi extraversion (E) cenderung penuh dengan kasih sayang, periang, banyak bicara, suka berkumpul, dan menyukai kesenangan. Selain itu, individu tersebut akan mengingat seluruh interaksi sosial, berinteraksi dengan lebih banyak orang jika dibandingkan dengan individu yang memiliki skor E rendah. Dimensi extraversion dicirikan dengan kecenderungan yang positif seperti memiliki antusiasme tinggi, mudah bergaul, energik, tertarik dengan banyak hal, mempunyai emosi positif, ambisius, workaholic serta ramah terhadap orang lain.


(55)

hubungan dengan sesama serta dominan dalam lingkungannya. Sebaliknya, individu dengan tingkat extraversion rendah lebih menyukai berdiam diri, tenang, pasif, dan kurang mampu mengungkapkan perasaannya.

2. Agreeableness (A)

Dimensi agreeableness membedakan antara individu yang berhati lembut dengan yang tidak mengenal belas kasihan. Individu dengan skor yang lebih mengarah pada dimensi ini memiliki kecenderungan untuk memiliki kepercayaan yang penuh, dermawan, suka mengalah, penerima, dan baik hati. Dimensi A ini juga disebut dengan social adaptibility atau likability, yaitu mencirikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah dan menghindari konflik. Sedangkan pada individu dengan tingkat agreeableness yang rendah, suka mencurigai, kikir, tidak ramah, mudah tersinggung, cenderung untuk lebih agresif dan mengkritik orang lain serta kurang kooperatif.

3. Conscientiousness (C)

Conscientiouness digambarkan dengan individu yang patuh, terkontrol, teratur, ambisius, berfokus pada pencapaian, dan disiplin diri. Dimensi

conscientiouness ini dapat juga disebut dengan dependability, impulse control dan will to achive. Secara umum, individu yang memiliki skor tinggi pada dimensi ini adalah pekerja keras, cermat, tepat waktu, dan tekun. Sebaliknya, pada individu yang berskor rendah dalam dimensi ini


(56)

cenderung tidak teratur, lalai, pemalas, dan tidak memiliki tujuan serta mudah menyerah ketika menemui kesulitan dalam tugas-tugasnya.

4. Neuroticism (N)

Individu dengan skor tinggi pada dimensi neuroticism, memiliki kecenderungan untuk mengalami kecemasan, temperamental, mengasihani diri sendiri, sadar diri, emosional, dan rentan terhadap gangguan stress. Seseorang yang memiliki tingkat neuroticism yang rendah akan lebih gembira dan puas terhadap hidup jika dibandingkan dengan yang memiliki tingkat neuroticism tinggi, sedangkan individu dengan skor yang rendah pada N, biasanya tenang, bertemperamental datar, puas akan diri sendiri, dan tidak emosional.

5. Openness (O)

Dimensi openness membedakan antara individu yang memilih variasi dibandingkan dengan individu yang menutup diri serta individu yang mendapatkan kenyamanan dalam hubungan mereka dengan hal-hal dan orang-orang yang mereka kenal. Individu yang terus menerus mencari perbedaan dan pengalaman yang bervariasi akan memiliki skor tinggi pada dimensi (O). Openness mengacu pada bagaimana individu tersebut bersedia untuk melakukan penyesuaian terhadap suatu situasi dan ide yang baru. Individu tersebut memiliki ciri mudah bertoleransi, memiliki kapasitas dalam menyerap informasi, fokus dan mampu untuk waspada pada berbagai perasaan, pemikiran dan impulsivitas. Individu dengan


(1)

item31 51.7500 31.850 .467 .749

item36 51.7778 31.835 .461 .749

item41 52.2222 36.121 -.160 .794

item46 52.1667 32.029 .316 .758

item51 51.3333 33.143 .349 .757

item56 51.5833 29.679 .804 .727

item61 51.4167 34.479 .104 .768

item66 52.0556 33.711 .166 .767

item71 51.8056 34.790 .012 .776

item76 52.4444 35.340 -.063 .778

item81 51.3056 32.618 .333 .757

item86 51.5556 30.025 .454 .747

item91 51.5556 30.025 .454 .747

item96 51.8056 32.790 .277 .760

b.Skala Agreeableness

Reliability Statistics

c.Skala Conscientiousness

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.866 20

Cronbach's Alpha N of Items

.746 20

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

item02 56.6667 29.143 -.342 .788

item07 56.7222 21.806 .531 .713

item12 56.5000 24.543 .195 .751

item17 56.3611 24.523 .452 .728

item22 56.0833 23.221 .397 .728

item27 56.4444 24.140 .448 .726

item32 56.5278 23.342 .585 .715

item37 56.4444 27.568 -.181 .758

item42 56.5000 24.029 .431 .727

item47 56.6111 25.673 .171 .746

item52 56.5556 23.625 .570 .718

item57 56.5556 27.625 -.157 .764

item62 56.3611 25.094 .334 .735

item67 56.2222 23.606 .573 .717

item72 56.3333 22.114 .615 .707

item77 56.2778 23.978 .486 .723

item82 56.3611 26.237 .106 .749

item87 56.1389 24.237 .458 .726

item92 56.5556 24.425 .416 .729


(2)

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

item03 56.8611 42.409 .531 .858

item08 56.5556 39.968 .687 .850

item13 57.0833 47.336 -.160 .880

item18 56.5556 41.283 .460 .860

item23 56.9722 41.799 .623 .855

item28 57.1944 43.304 .257 .868

item33 57.0556 43.311 .514 .859

item38 56.6111 40.702 .662 .852

item43 57.0000 43.543 .344 .863

item48 56.5000 40.143 .705 .850

item53 57.0833 44.250 .215 .868

item58 57.0000 40.971 .598 .854

item63 56.9722 41.971 .597 .855

item68 56.7500 39.907 .729 .849

item73 56.7500 41.336 .594 .855

item78 57.1944 43.990 .245 .867

item83 57.0000 44.286 .275 .865

item88 57.2222 38.235 .640 .851

item93 57.0556 43.597 .235 .869

item98 57.0000 40.457 .577 .855

d.Skala Neuroticism

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.943 20

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

item04 55.8889 109.587 .870 .937

item09 56.3611 122.980 .157 .947

item14 56.5833 120.021 .393 .944

item19 56.2500 114.021 .655 .941

item24 56.3333 117.143 .598 .942

item29 56.1944 117.818 .541 .942

item34 56.3056 111.133 .772 .939

item39 56.2778 122.835 .167 .947

item44 56.3889 108.702 .700 .940

item49 56.2500 120.479 .381 .944

item54 56.5000 116.143 .466 .944

item59 56.1944 110.161 .815 .938

item64 56.0000 111.657 .789 .938

item69 55.9167 109.793 .868 .937

item74 56.2222 109.835 .819 .938

item79 55.7500 111.907 .769 .939

item84 55.9444 109.368 .800 .938


(3)

item94 56.2222 110.863 .793 .938

item99 56.0556 109.768 .735 .939

e.Skala Openness

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.816 20

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

item05 50.0278 39.513 .426 .806

item10 50.4722 38.371 .544 .799

item15 50.3056 38.104 .598 .796

item20 50.4167 38.707 .614 .797

item25 49.7500 40.879 .336 .811

item30 49.6667 42.000 .195 .817

item35 49.6667 42.857 .081 .824

item40 50.1111 44.444 -.090 .828

item45 50.6944 36.561 .592 .795

item50 49.6667 41.429 .291 .813

item55 51.0278 39.628 .366 .810

item60 50.6944 40.447 .278 .815

item65 50.2500 37.793 .684 .792

item70 50.5000 41.743 .238 .815

item75 50.3889 38.473 .641 .795

item80 50.0000 39.714 .442 .805

item85 50.3611 38.123 .685 .793

item90 49.6944 45.075 -.168 .832

item95 50.2778 41.063 .285 .813

item100 49.8611 38.523 .587 .797

Uji Reliabilitas dan validitas (2x)

1. Skala Perilaku Merokok(36 responden)

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.918 37

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

item01 84.4444 159.054 .669 .913

item03 84.7778 168.692 .351 .917

item04 84.6111 163.844 .587 .914

item05 84.6944 163.361 .615 .914

item06 84.7778 164.635 .591 .914

item10 85.5000 168.200 .422 .916

item11 85.5833 169.964 .417 .916


(4)

item18 85.6111 181.844 -.350 .926

item23 84.8056 168.218 .349 .917

item27 84.3611 170.466 .269 .918

item29 85.2778 170.378 .447 .916

item30 84.5833 169.336 .274 .918

item35 85.6111 181.730 -.429 .924

item42 84.7222 167.006 .406 .916

item43 85.0833 161.393 .680 .913

item44 85.3611 168.294 .491 .916

item45 85.5000 168.600 .434 .916

item46 85.1667 158.943 .692 .912

item47 85.4722 162.828 .613 .914

item48 85.6111 158.187 .817 .911

item50 85.1389 156.752 .858 .910

item51 85.4722 169.799 .333 .917

item52 85.5278 167.685 .438 .916

item53 85.6667 165.829 .487 .915

item54 85.4722 166.885 .377 .917

item55 84.6389 165.780 .401 .917

item57 85.0833 162.364 .665 .913

item58 85.1389 166.237 .389 .917

item59 85.1111 166.673 .459 .916

item60 84.8056 164.618 .585 .914

item61 84.9167 162.421 .620 .914

item64 85.3611 165.494 .542 .915

item66 84.9444 159.540 .772 .912

item67 85.1111 165.416 .389 .917

item68 85.1667 163.629 .576 .914

item70 85.3333 170.171 .304 .917

2. Skala Kepribadian Big Five (36 responden) a.Skala Extraversion

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.842 12

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

item06 30.9167 22.707 .685 .816

item11 30.8889 22.902 .680 .817

item16 31.3333 22.571 .564 .826

item21 31.3056 22.790 .540 .828

item31 31.2778 25.349 .434 .835

item36 31.3056 25.133 .464 .834

item46 31.6944 24.275 .462 .833

item51 30.8611 26.694 .268 .844

item56 31.1111 23.244 .805 .812


(5)

item86 31.0833 23.679 .432 .838

item91 31.0833 23.679 .432 .838

b.Skala Agreeableness

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.798 14

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

item02 38.9722 23.342 -.264 .841

item07 39.0278 16.942 .585 .770

item17 38.6667 19.486 .516 .780

item22 38.3889 18.416 .419 .787

item27 38.7500 19.107 .510 .779

item32 38.8333 18.429 .642 .769

item42 38.8056 18.961 .498 .779

item52 38.8611 18.637 .639 .770

item62 38.6667 20.286 .330 .792

item67 38.5278 19.171 .522 .779

item72 38.6389 17.380 .652 .763

item77 38.5833 19.679 .400 .787

item87 38.4444 20.254 .298 .795

item92 38.8611 20.180 .308 .794

c.Skala Conscientiousness

Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.899 14

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

item03 39.9722 31.799 .515 .896

item08 39.6667 29.543 .696 .888

item18 39.6667 30.057 .543 .895

item23 40.0833 31.107 .638 .891

item33 40.1667 32.429 .530 .896

item38 39.7222 29.806 .730 .887

item43 40.1111 33.416 .226 .905

item48 39.6111 29.502 .744 .886

item58 40.1111 30.559 .584 .893

item63 40.0833 31.221 .617 .892

item68 39.8611 29.723 .703 .888

item73 39.8611 30.752 .599 .892

item88 40.3333 28.000 .649 .892


(6)

d.Skala Neuroticism Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.951 18

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

item04 50.2500 104.421 .877 .945

item14 50.9444 114.568 .405 .953

item19 50.6111 109.044 .643 .949

item24 50.6944 111.933 .596 .950

item29 50.5556 112.597 .539 .951

item34 50.6667 106.171 .764 .947

item44 50.7500 103.507 .707 .949

item49 50.6111 115.559 .349 .953

item54 50.8611 110.580 .486 .952

item59 50.5556 105.054 .817 .946

item64 50.3611 106.637 .784 .947

item69 50.2778 104.949 .854 .946

item74 50.5833 104.764 .820 .946

item79 50.1111 106.616 .781 .947

item84 50.3056 104.390 .796 .947

item89 50.3611 104.523 .809 .947

item94 50.5833 105.793 .792 .947

item99 50.4167 104.307 .757 .948

e. Skala Openness Reliability Statistics

Cronbach's Alpha N of Items

.865 12

Scale Mean if Item Deleted

Scale Variance if Item Deleted

Corrected Item-Total Correlation

Cronbach's Alpha if Item Deleted

item05 27.6389 26.694 .461 .861

item10 28.0833 26.479 .481 .859

item15 27.9167 24.993 .719 .844

item20 28.0278 26.713 .550 .855

item25 27.3611 28.980 .204 .874

item45 28.3056 23.933 .662 .847

item55 28.6389 26.523 .428 .864

item65 27.8611 25.152 .749 .842

item75 28.0000 25.829 .690 .847

item80 27.6111 27.387 .405 .864

item85 27.9722 25.571 .730 .844