commit to user xii
I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Dodol merupakan salah satu makanan khas tradisional yang dikenal di Indonesia. Pembuatan dodol dilakukan dengan cara mendidihkan secara
terbuka campuran tepung ketan, gula kelapa, dan santan hingga kental dan kalis, kemudian didinginkan menjadi semi padat. Bahan tambahan lainnya
sering digunakan sebagai penyedap, misalnya bawang merah goreng, daging buah seperti durian, nangka, nanas, sirsak dan lain-lain Haryadi, 1998. Di
daerah Garut dodol dikenal dengan dodol Garut, daerah Kudus lebih dikenal dengan jenang Kudus, sedangkan untuk daerah Sumatera Barat dikenal
dengan nama Kalamai Suriaty, 2002. Dodol dapat dikategorikan sebagai makanan semi basah yang
mempunyai kandungan air tidak terlalu tinggi dan tidak terlalu rendah serta tahan lama dalam penyimpanan. Makanan semi basah mempunyai kadar air
20-50 dan aktivitas air a
w
sebesar 0,7-0,9 Troller dan Christian, 1978. Selain memiliki kadar air yang cukup tinggi, umur simpan pada dodol juga
relatif pendek sekitar 4-5 hari. Kerusakan yang terjadi pada dodol diantaranya adalah pertumbuhan jamur maupun aroma tengik yang timbul
pada dodol Noor Hasyim, 2009. Sebagai makanan semi basah maka dodol rentan akan kerusakan
pangan. Menurut Elfira Syamsir 2010, kehilangan mutu dan kerusakan pangan disebabkan oleh faktor-faktor antara lain karena pertumbuhan
mikroba yang menggunakan pangan sebagai substrat untuk memproduksi toksin di dalam pangan. Selain itu adanya reaksi kimia antar komponen
pangan danatau bahan-bahan lainnya dalam lingkungan penyimpanan dapat menyebabkan kerusakan produk pangan. Serta kerusakan fisik oleh faktor
lingkungan kondisi proses maupun penyimpanan maupun kontaminasi serangga, maupun bakteri-bakteri lainnya. Setiap reaksi kimiawi dan
enzimatis agar dapat berjalan membutuhkan kondisi lingkungan yang optimum misalnya suhu, pH, konsentrasi garam, ketersediaan air, kofaktor
dan faktor lainnya. Sehingga untuk mengontrol kerusakan kita harus
commit to user xiii
membuat kondisi yang dapat menghambat terjadinya reaksi yang tidak dikehendaki.
Kerusakan pangan yang terjadi pada dodol adalah adanya pertumbuhan mikroorganisme yaitu kapang yang dipengaruhi oleh tingkat
aktivitas airnya. Aktivitas air a
w
yang sesuai untuk pertumbuhan kapang adalah berkisar antara 0,7-0,8 Mochamad Adnan, 1981. Pertumbuhan
kapang akan optimal jika a
w
dalam bahan pangan sesuai dengan karakteristik pertumbuhannya. Selain adanya pertumbuhan kapang, kerusakan yang
terjadi pada dodol adalah terjadinya ketengikan. Dodol mengandung lemak yang berasal dari santan kelapa, dimana kerusakan lemak dapat terjadi
selama proses pengolahan dan penyimpanan. Kerusakan lemak yang terjadi dapat berupa bau atau aroma yang tidak dikehendaki off flavor dan
ketengikan. Ketengikan pada dodol disebabkan adanya oksidasi lemak yang menghasilkan senyawa aldehid dan peroksida. Timbulnya ketengikan pada
dodol dapat menurunkan mutu yang dihasilkan Winarno, 1984. Kemunduran mutu pada dodol dapat dihambat dengan penambahan
bahan tambahan pangan. Bahan tambahan pangan adalah senyawa yang sengaja ditambahkan ke dalam makanan dengan jumlah dan ukuran baik
dalam proses pengolahan, pengemasan atau penyimpanan. Bahan ini berfungsi untuk memperbaiki warna, bentuk, cita rasa, dan tekstur, serta
memperpanjang masa simpan dan bukan merupakan bahan ingredient utama Saparinto, 2006.
Bahan tambahan pangan yang diijinkan dalam penggunaannya pada produk makanan menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
772MenkesPerIX1988 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 235MenkesPerVI1979 tentang Bahan Tambahan
Makanan meliputi antioksidan, anti kempal, pengawet, pengeras, pewarna, dan bahan tambahan lain yang termasuk humektan Des Elza, 2006.
Bahan tambahan makanan yang ditambahkan pada dodol adalah humektan. Humektan yaitu bahan tambahan makanan yang dapat menyerap
uap air, sehingga dapat mempertahankan kadar air dalam makanan F.G.
commit to user xiv
Winarno. 1994. Penggunaan humektan bertujuan untuk menurunkan nilai a
w
. Tujuannya adalah mengontrol aktivitas mikroba dan kimia yang dapat mempercepat penurunan mutu produk bakery, dengan cara mengikat air.
Contoh humektan yang sering digunakan adalah sukrosa, fruktosa, laktosa, manitol, laktosa, madu, molase, maupun gliserol Hendry Noer, 2010. Di
antara humektan tersebut, gliserol menduduki tempat pertama dalam penggunaannya untuk dicampurkan dalam berbagai makanan Soewedo
Hadiwiyoto, 1984. Gliserol dapat mengurangi kelembaban bahan menjadi 60 Jackson,
1995. Gliserol merupakan humektan yang termasuk golongan poliol. Poliol baik dipakai sebagai humektan, karena berat molekulnya relatif kecil,
mempunyai daya serap yang besar terhadap air, kebanyakan berbentuk cairan dan toksisitasnya kecil Mochamad Adnan, 1981. Menurut Tim
Maneely 2006, gliserol merupakan senyawa kimia dengan rumus HOCH
2
CHOHCH
2
OH. Senyawa ini tidak berwarna, tidak berbau, dan
merupakan cairan kental. Gliserol sering juga disebut sebagai gliserin, merupakan gula alkohol, dan memiliki rasa manis serta memiliki tingkat
toksisitas yang rendah Soewedo Hadiwiyoto, 1984. Tingkat kemanisan gliserol sebesar sepertiga sampai setengah kali kemanisan gula. Berdasarkan
jenis makanannya, batas penggunaan gliserol antara 20-40. Untuk makanan berkadar air sedang batas penggunaan gliserol berkisar antara 8-
10. Gliserol merupakan suatu trihidroksi alkohol yang terdiri dari tiga
atom karbon, dimana tiap atom karbon mempunyai gugus –OH. Gliserol dapat diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak, dapat juga
dihasilkan dari reaksi hidrolisa trigliserida yang dilakukan dengan tekanan tinggi 54-58 bar dan temperatur tinggi berkisar antara 225-250
C. Gliserol larut dalam air dan tidak larut dalam eter. Gliserol berguna bagi sintesis
lemak di tubuh, mudah dicerna, tidak beracun dan bermetabolisme bersama karbohidrat Tim Maneely, 2006.
Dodol sebagai makanan tradisional khas Indonesia termasuk sebagai
commit to user xv
makanan semi basah yang rentan terhadap kerusakan pangan sehingga memiliki umur simpan yang singkat. Pendeknya daya simpan dodol
memerlukan usaha untuk dapat memperpanjang daya simpannya dengan cara pengawetan, baik dengan pengaturan faktor-faktor prosesnya maupun
dengan cara penggunaan bahan pengawet. Dalam hal ini banyak cara pengawetan yang dapat dilakukan. Namun hal yang perlu diperhatikan
adalah apakah cara pengawetan tersebut dapat diterapkan dengan baik, karena menyangkut berbagai aspek. Terhadap produk-produk tradisional
seperti dodol ini perlu dipikirkan bahwa cara-cara pengawetan yang akan digunakan harus telah dipertimbangkan aspek teknologisnya, aspek
ekonomisnya dan aspek selera serta aspek kamanan dan kesehatannya. Terhadap aspek teknologinya harus dipertimbangkan bahwa cara
pengawetan tersebut dapat dilaksanakan dengan mudah, baik peralatannya, bahannya maupun caranya. Terhadap aspek ekonomisnya mengandung
pengertian bahwa cara pengawetan tersebut masih dapat memberikan keuntungan yang wajar kepada produsen. Terhadap aspek selera harus telah
dipertimbangkan bahwa cara-cara pengawetan yang dimaksud akan menghasilkan produk yang dapat diterima dan disukai oleh konsumen, baik
warnanya, rasanya maupun cita rasanya. Sedangkan pertimbangan aspek keamanan dan kesehatan dimaksudkan agar cara-cara pengawetan tersebut
dapat aman dilaksanakan oleh produsen dan hasilnya pun merupakan produk yang aman untuk dikonsumsi serta tidak menimbulkan penyakit atau
membahayakan kesehatan konsumen.
B. Perumusan Masalah