baku dari tanah liat, pasir dan feldspar. Bahan baku tersebut akan menghasilkan debu dan akan menimbulkan pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan
pada pekerjanya. Hal ini disebabkan keramik menghasilkan silika sehingga dapat mengganggu kesehatan paru.
Secara umum, tingkat pengetahuan pekerja tentang kegunaan alat pelindung diri keselamatan dan kesehatan kerja sudah cukup tinggi 82,3, serta
tingkat penyediaan alat pelindung diri oleh perusahaan juga sudah cukup memadai 87,6. Namun, pekerja yang mengaku selalu mempergunakan alat pelindung
hanya 41,7 . Hal ini lah yang menandakan rendahnya tingkat pengetahuan dan kesadaran menggunakan alat pelindung terhadap bahan-bahan berbahaya pada
pekerja pabrik Yunus F,2006.
Salah satu penyebab minimnya pekerja yang selalu mempergunakan alat pelindung adalah masih rendahnya kesadaran pekerja dalam memakai alat
pelindung diri dan mematuhinya.Hal ini juga tak terlepas dari faktor pendidikan, sosial budaya, sikap dan perilaku para pekerja.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang diatas, maka yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana tingkat pengetahuan dan sikap tenaga kerja
pabrik penghasil keramik terhadap penyakit paru kerja akibat debu.
1.3. TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap tenaga kerja pabrik penghasil keramik terhadap penyakit paru kerja akibat debu.
1.3.2. TUJUAN KHUSUS
1. Untuk mengetahui penggunaan alat pelindung pada karyawan.
2. Untuk mengetahui pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja.
Universitas Sumatera Utara
3. Untuk mengetahui perilaku karyawan industri terhadap keselamatan
dan kesehatan kerja.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Dari hasil penelitian ini , kita dapat mengetahui bagaimana tingkat
pengetahuan dan sikap tenaga kerja pabrik penghasil keramik terhadap penyakit paru akibat kerja.
2. Sebagai pacuan untuk memberikan penyuluhan kesehatan dan
keselamatan kerja. 3.
Sebagai data dasar dalam menyusul strategi untuk Program Perlindungan Kesehatan Respirasi.
Universitas Sumatera Utara
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 PENGETAHUAN
2.1.1. Pengertian Pengetahuan
Pengetahuan merupakan hasil dari “tahu” ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu terutama melalui mata dan
telinga.Bila seseorang dapat menjawab pertanyaan-pertanyaan mengenai suatu bidang tertentu dengan lancar, baik secara lisan maupun tertulis maka dapat
dikatakan mengetahui bidang tersebut.Sekumpulan jawaban verbal yang diberikan orang tersebut dinamakan pengetahuan.Melalui lingkungan seseorang mendapat
pengalaman dan pengetahuan.Pengetahuan dapat diperoleh dari pendidikan formal atau pendidikan informal.Makin tinggi pendidikan formal seseorang makin luas
pengetahuannya. Pengetahuan merupakan salah satu bentuk operasional dari perilaku manusia yang dapat mempengaruhi sikap seseorang Notoatmodjo
S,2003.
Menurut Machfoedz, et al 2005 cara orang yang bersangkutan mengungkapkan apa-apa yang diketahuinya dalam bentuk bukti atau jawaban baik
lisan dan tertulis. Bukti atau jawaban tersebut merupakan reaksi dari suatu stimulus yang dapat berupa pernyataan lisan maupun tertulis.Seseorang memiliki
pengetahuan yang tinggi apabila mampu mengungkapkan sebagian besar informasi dari suatu objek dengan benar.Demikian juga bila seseorang hanya
mampu menggunakan sedikit informasi dari suatu objek dengan benar maka
dikategorikan berpengetahuan rendah tentang objek tersebut.
2.1.2. Tingkat Pengetahuan didalam Domain Kognitif
Pengetahuan dalam domain kognitif menurut Notoatmodjo S 2003
mencakup 6 enam tingkatan, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
a
Tahu know
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.
b
Memahami comprehension
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi tersebut
secara benar.
c
Aplikasi application
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menjabarkan materi yang telah dipelajari pada situasi dan kondisi sebenarnya.
d
Analisa analysis
Analisa adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam satu struktur organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.
e
Sintesis synthesis
Sintesis merupakan kepala suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.
f
Evaluasi evaluation
Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.
2.1.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Notoatmodjo S 2003 menyebutkan bahwa pengetahuan sangat dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu : sosial ekonomi, kultur atau budaya,
pendidikan dan pengalaman.
Universitas Sumatera Utara
2.1.4. Cara Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui atau diukur dapat
disesuaikan dengan tingkatan-tingkatan domain kognitif Notoatmodjo S,2003.
2.2. SIKAP
2.2.1. Pengertian Sikap
Menurut Notoatmodjo S 2005, sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi
sikap tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.Sikap merupakan kesiapan untuk beraksi terhadap
objek di lingkungan tertentu sebagai penghayatan terhadap objek.
Sikap juga dikatakan sebagai kecenderungan untuk bertindak, berfikir, berpersepsi, dan merasa dalam menghadapi objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap
bukanlah perilaku, tetapi lebih merupakan kecenderungan untuk berperilaku
dengan cara tertentu terhadap objek sikap.
2.2.2. Tingkatan Sikap
Sifat dapat diklasifikasikan dalam berbagai tingkatan, diantaranya adalah sebagai berikut Notoatmodjo S,2005 :
a. Menerima receiving Menerima dapat diartikan bahwa orang subjek mau dan bersedia
mempertahankan stimulus yang diberikan objek. b. Merespon responding
Memberikan jawaban apabila ditanya, mempersiapkan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sebuah sikap. Karena dengan
suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang
Universitas Sumatera Utara
diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar attau salah, adalah berarti orang menerima ide tersebut
c. Menghargai valuing Indikasi sikap ketiga adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau
mendiskusikan suatu masalah. d. Bertanggung jawab responsible
Sikap yang paling tinggi adalah bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko.
2.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Sikap
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap antara lain : a.
Pengalaman pribadi b.
Pengaruh orang lain yang dianggap penting c.
Pengaruh kebudayaan d.
Media massa e.
Lembaga pendidikan dan lembaga agama f.
Pengaruh faktor emosional
2.2.4. Cara Pengukuran Sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung.Secara langsung dapat dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan
responden terhadap suatu objek. Sedangkan secara tidak langsung dapat dilakukan pernyataan-pertanyaan hipotesis, kemudian ditanyakan pendapat
responden Notoatmodjo S,2003.
2.3. Debu 2.3.1 Pengertian
Debu adalah partikel-partikel zat padat yang disebabkan oleh kekuatan- kekuatan alami atau mekanis, seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan
pengepakan yang cepat, peledakan dan lain-lain dari bahan-bahan organik
Universitas Sumatera Utara
maupun anorganik, misalnya batu, kayu, bijih logam, arang batu, butir-butir zat padat dan sebagainya Suma’mur PK, 2006.
Menurut Departemen Kesehatan RI 2003 debu ialah partikel-partikel kecil yang dihasilkan oleh proses mekanis. Jadi pada dasarnya, pengertian debu
adalah partikel yang berukuran kecil sebagai hasil dari proses alami maupun mekanis.
Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara Suspended Particulate Matter SPM dengan ukuran 1
mikron sampai dengan 500 mikron Pudjiastuti W,2002.
2.3.2 Sifat debu
Menurut Pudjiastuti W 2002, dari sifatnya debu dikategorikan pada : 1. Sifat mengendap
Debu cenderung mengendap karena gaya gravitasi bumi. Namun karena ukurannya yang relatif kecil berada di udara.Debu yang mengendap dapat
mengandung proporsi partikel yang lebih besar dari debu yang terdapat di udara.
2. Permukaan cenderung selalu basah Permukaan debu yang cenderung selalu basah disebabkan karena permukaannya
selalu dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis.Sifat ini menjadi penting sebagai upaya pengendalian debu di tempat kerja.
3. Sifat menggumpal Debu bersifat menggumpal disebabkan permukaan debu yang selalu basah,
sehingga debu menempel satu sama lain dan membentuk gumpalan.
4. Listrik statis elektrostatik Sifat ini menyebabkan debu dapat menarik partikel lain yang berlawanan. Adanya
partikel yang tertarik ke dalam debu akan mempercepat terjadinya proses penggumpalan.
Universitas Sumatera Utara
5. Opsis Opsis adalah debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancakan
sinar yang dapat terlihat pada kamar gelap.
2.3.3 Klasifikasi Debu
Secara garis besar, ada tiga macam debu yaitu : 1.
Debu organik seperti debu kapas, debu daun-daunan, tembakau dan sebagainya.
2. Debu mineral yang merupakan senyawa kompleks seperti silikon dioksida
SiO2, silikon trioksida SiO3, arang batu dan sebagainya. 3.
Debu metal merupakan debu yang mengandung unsur logam seperti timah hitam, mercuri, aseton dan lain-lain.
Dari segi karakter zatnya, debu terbagi atas : 1. Debu fisik debu tanah, batu dan mineral
2. Debu kimia debu organic dan anorganik 3. Debu biologis virus, bakteri, jamur
Ditempat kerja debu jenis-jenis ini dapat ditemukan seperti dalam kegiatan pertanian, pengusaha keramik, batu kapur, batubara,dan lain-lain Pudjiastuti
W,2002.
2.3.4. Sumber dan distribusi debu
Secara alamiah partikulat debu dapat dihasilkan dari debu tanah kering yang terbawa oleh angin atau berasal dari muntahan letusan gunung berapi.
Sedangkan sumber debu yang tidak sempurna akibat ulah manusia sebagian besar berasal dari pembakaran hutan, pembakaran batubara, proses industri, dan gas
buangan alat transportasi. Debu yang terdapat di dalam udara terbagi dua, yaitu deposite particulate matter adalah partikel debu yang hanya berada di udara,
partikel ini segera mengendap karena ada daya tarik bumi. Dan Suspended
Universitas Sumatera Utara
particulate matter adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap Yunus F,2006.
2.3.5. Ukuran Partikel Debu
Masing-masing partikel debu umumnya memiliki bentuk tersendiri yang berbeda satu sama lain tidak beraturan, bulat, serat. Konsep yang digunakan
untuk mengukur partikel debu dengan standart partikel aerodinamik. Diameter aerodinamik adalah diameter satuan kepadatan suatu partikel bulat yang akan
jatuh pada kecepatan yang sama di udara.
Table 2.1 Korelasi ukuran dan perilaku partikel.
Diameter aerodinamik µm
Perilaku partikel
100 Bila dilepaskan dengan kecepatan tinggi akan jatuh
dengan cepat di sekitar tempat partikel tersebut dilepaskan. Biasanya tidak terisap ke saluran
pernapasan.
100-30 Karena partikelnya lebih kecil, maka akan terbawa
oleh aliran udara di sekitarnya. Dapat terisap ke saluran pernapasan, tetapi akan tertangkap oleh
mekanisme penyaringan di hidung. Tidak akan masuk ke dalam tubuh, kecuali partikel tersebuut
dapat larut oleh cairan di dalam hidung .
30-5 Karena partikelnya jauh lebih kecil, akan terbawa
oleh aliran udara lebih jauh. Mudah masuk ke dalam cabang-cabang bronkus, tetapi perlahan-lahan akan
dibersihkan oleh mekanisme pertahanan tubuh. Sebagian dapat terserap ke bagian tubuh bila partikel
tersebut tersimpan cukup lama.
Universitas Sumatera Utara
5 Partikelnya sangat kecil maka akan terbawa oleh
aliran udara dan sangat mudah terisap sampai masuk ke paru. Namun, partikel akan mengambang di udara
paru karena diameternya sangat kecil dan mudah dikeluarkan lagi. Selain itu, partikel mudah pula
diabsorpsi ke tubuh karena mengendap di daerah pertukaran gas.
Sumber : Harrianto R,2010
Ukuran partikel suatu zat yang terisap mengakibatkan cara penetrasi dan area penyimpanan yang berbeda-beda di dalam percabangan saluran pernapasan.
Dengan demikian, partikel zat kimia dibedakan menjadi tiga berdasarkan kemampuan absorpsi partikelnya kedalam tubuh, yaitu :
a. Non-inspirable
Partikel-partikel yang dapat terisap oleh saluran pernapasan, tetapi tidak akan diabsorpsi ke dalam tubuh karena akan terperangkap oleh mekanisme
penyaringan di hidung. b.
Inspirable Partikel-partikel yang bila terisap oleh saluran pernapasan akan mudah
masuk ke dalam cabang-cabang bronkus dan dapat mengendap di semua bagian saluran pernapasan, tetapi biasanya perlahan-lahan akan
dibersihkan oleh mekanisme pertahanan tubuh. c.
Respirable Partikel-partikel yang bila terisap oleh saluran pernapasan akan mudah
masuk sampai ke alveolus sehingga dapat diabsorpsi oleh tubuh Harrianto R ,2010
Universitas Sumatera Utara
2.3.6. Komposisi Kimia a.
Inert dust
Golongan debu ini tidak menyebabkan kerusakan atau reaksi fibrosis pada paru. Efeknya sangat sedikit atau tidak ada sama sekali pada penghirupan
normal.
b. Poliferatif dust
Golongan debu ini di dalam paru akan membentuk jaringan parut atau fibrosis. Fibrosis ini akan membuat pengerasan pada jaringan alveoli
sehingga mengganggu fungsi paru. Debu dari golongan ini menyebabkan fibrocytic pneumoconiosis.Contohnya: debu silika, asbestosis, kapas,
berilium, dan sebagainya.
c. Tidak termasuk inert dust dan poliferatif dust
Kelompok debu ini merupakan kelompok debu yang tidak tahan di dalam paru, namun dapat menimbulkan efek iritasi yaitu debu yang bersifat asam
atau asam kuat.
2.3.7. Dampak Pencemaran Udara Oleh Debu
Partikel debu selain memiliki dampak terhadap kesehatan juga dapat
menyebabkan gangguan sebagai berikut :
a. Gangguan fisik seperti terganggunya pemandangan dan pelunturan warna
bangunan dan pengotoran. b.
Merusak kehidupan tumbuhan yang terjadi akibat adanya penutupan pori- pori tumbuhan sehingga menggangu jalannya fotosintesis.
c. Merubah iklim global regional maupun internasional.
d. Mengganggu perhubungan penerbangan yang akhirnya mengganggu
kegiatan sosial ekonomi di masyarakat. e.
Mengganggu kesehatan manusia seperti timbulnya iritasi pada mata, alergi, gangguan pernapasan dan kanker pada paru-paru.
Efek debu terhadap kesehatan sangat tergantung pada sifat debu, komposisi kimia, konsentrasi debu dan ukuran partikel debu Pudjiastuti
W,2002.
Universitas Sumatera Utara
2.3.8. Pengendalian Dan Penanggulangan Debu
Pengendalian debu dapat berdasarkan empat simpul, yaitu : a. Simpul I
yaitu pancegahan terhadap sumbernya, antara lain isolasi sumber agar tidak mengeluarkan debu diruangan kerja dengan “local echauster” atau dengan
melengkapi water sprayer pada cerobong pembuang asap. b. Simpul II
yaitu pencegahan dilakukan terhadap media transmisi udara dengan cara memakai metode basah, yaitu penyiraman lantai dan melakukan pengeboran
basah. c. Simpul III
yaitu pencegahan terhadap tenaga kerja yang terpapar dengan menggunakan Alat Pelindung Diri APD berupa masker.
d. Simpul IV yaitu pencegahan terhadap penderita atau orang sakit akibat terpajan partikel
debu antara lain melalui pemeriksaan dan pengobatan serta rehabilitas terhadap korban atau orang sakit.
2.4. Penyakit Paru Kerja Akibat Debu
Penyakit paru kerja adalah penyakit atau kelainan pada paru yang timbul sehubungan dengan pekerjaan. Berbagai bahan berupa debu, serat dan gas yang
timbul pada proses industri. Tergantung pada jenis bahan tersebut maka penyakit yang ditimbulkannya pun bermacam-macam Rampai B,2009.
Penyakit paru kerja yang disebabkan oleh debu dikenal sejak manusia mengenal penambangan mineral. Berbagai jenis debu mineral dapat menimbulkan
pneumokoniosis Cowie R.L,2005.
Untuk menentukan adanya penyakit paru yang terjadi berhubungan dengan pekerjaan, harus dilakukan evaluasi medis yang menyeluruh.Riwayat pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
sehubungan dengan pajanan bahan harus diketahui, serta ditentukan derajat lama pajanan dan penggunaan alat pelindung. Masa antara pajanan yang didapat sampai
timbul kelainan mungkin berlangsung lama, sehingga menimbulkan kesulitan dalam menentukan hubungan antara pekerjaan atau penyakit Mangunnegoro H
dan Yunus F,2003.
Beberapa prinsip yang digunakan secara umum untuk menentukan penyakit paru akibat pajanan bahan di tempat kerja atau lingkungan antara lain :
a. Sebagian besar penyakit paru disebabkan atau diperberat oleh pajanan dari
tempat kerja atau lingkungan. Jadi pemicu dari tempat kerja dan lingkungan, harus secara terus-menerus diperhatikan dalam evaluasi dan penatalaksanaan
penyakit paru. b.
Sebagian penyakit paru mungkin disebabkan oleh banyak faktor, dan faktor pekerjaan bias berinteraksi dengan faktor lain. Sebagai contoh : faktor resiko
kanker paru pada pekerja yang terpajan asbes sekaligus merokok lebih besar daripada hanya terpajan asbes atau merokok secara sendiri-sendiri.
c. Dosis pajanan penting, sebagai faktor pemicu proporsi populasi yang
terkena dan derajat keparahan penyakit. Pajanan dengan dosis yang lebih tinggi biasanya menyebabkan lebih banyak individu yang terkena serta
derajat yang lebih parah Rampai B,2009.
2.4.1. Pengertian
Istilah pneumokoniosis berasal dari bahasa yunani yaitu “pneumo” berarti paru dan “konis” berarti debu Cowie RL,2005.
Pneumokoniosis digunakan untuk menyatakan berbagai keadaan berikut : 1. Kelainan yang terjadi akibat pajanan debu anorganik seperti silika silikosis,
asbes asbestosis, dan timah stannosis. 2. Kelainan yang terjadi akibat pekerjaan seperti pneumokoniosis batubara.
Universitas Sumatera Utara
3. Kelainan yang timbul oleh debu organik seperti kapas bisinosis Yunus F,2004.
International Labour Organization ILO mendefinisikan pneumokoniosis sebagai suatu kelainan yang terjadi akibat penumpukan debu dalam paru yang
menyebabkan reaksi jaringan terhadap debu tersebut Agus D.S,2011. Umumnya diperlukan waktu pajanan 10 tahun agar dapat menimbulkan
pneumokoniosis.
2.4.2 Epidemiologi
Silikosis, asbestosis, dan pneumokoniosis batu bara merupakan jenis pneumokoniosis terbanyak. Data di Australia tahun 1979-2002 menyebutkan
terdapat 1000 kasus pneumokoniosis terdiri dari 56 asbestosis, 38 silikosis, dan 6 pneumokoniosis barubara. Resiko penyakit ini meningkat seiring dengan
lama pajanan terhadap partikel silika. Sebanyak 12 pekerja dengan masa kerja
lebih dari 30 tahun menderita silikosis Agus D.S,2011.
Data prevalensi pneumokoniosis nasional di Indonesia belum ada.Data yang ada hanya data penelitian-penellitain berskala kecil pada berbagai industri
yang beresiko terjadi pneumokoniosis. 2.4.3. Sifat Debu dan Hubungannya dengan Penyakit Paru
Respon jaringan tubuh terhadap debu yang terinhalasi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain : Demedts M,2003
a. Sifat fisik Keadaan fisik yang berupa partikel uap atau gas, ukuran, dan densitasi partikel,
bentuk dan kemampuan penetrasi yeng mempengaruhi sifat migrasi dan reaksi tubuh.Sifat kelarutan partikel juga berpengaruh, seperti asbestos dan silika yang
merupakan partikel tidak larut.
Universitas Sumatera Utara
b. Sifat kimia Sifat fibrogenitas merupakan sifat suatu bahan yang menimbulkan fibrosis
jaringan.Debu fibrogenik merupakan debu yang dapat menimbulkan reaksi jaringan paru fibrosis seperti batubara, silika bebas dan asbes.Dan debu
nonfibrogenik adalah debu besi, kapur dan timah. c. Faktor Penjamu
Faktor ini berperan penting pada respon jaringan terhadap agenbahan terinhalasi.Gangguan sistem pertahanan paru alami seperti kelainan genetik,
kecepatan bersihan dan fungsi makrofag. Gangguan sistem pertahanan paru didapat contohnya karena obat-obatan, asap rokok, dan alkohol. Kondisi anatomi
dan fisiologi saluran napas dan paru mempengaruhi pola pernapasan yang akhirnya mempengaruhi deposit agenbahan terinhalasi. Keadaan imunologi juga
berperan, contohnya alergi.
2.4.4. Patogenesis Pneumokoniosis
Faktor utama yang berperan pada patogenesis pneumokoniosis adalah partikel debu dan respon tubuh khususnya saluran napas terhadap partikel debu
tersebut.Komposisi kimia, sifat fisik, dosis dan lama pajanan menentukan dapat atau mudah tidaknya terjadi pneumokoniosis.Sitotoksisitas partikel debu terhadap
makrofag alveolar memegang peranan penting dalam patogenesis pneumokoniosis.Debu berbentuk quartz lebih sitotoksik dibandingkan yang sulit
larut. Sifat kimiawi permukaan partikel debu yakni aktifitas radikal bebas dan
kandungan besi juga merupakan hal yang penting Ngurah Rai,2003.
Patogenesis pneumokoniosis dimulai dari respon makrofag alveolar terhadap debu yang masuk ke unit respirasi paru. Terjadi fagositosis debu oleh
makrofag dan proses selanjutnya tergantung pada sifat toksisitas partikel debu. Reaksi jaringan terhadap debu bervariasi menurut aktivitas biologi debu. Jika
pajanan terhadap debu anorganik cukup lama maka akan timbul reaksi inflamasi
Universitas Sumatera Utara
awal. Gambaran utama inflamasi ini adalah pengumpulan sel di saluran napas bawah.Alveolitis dapat melibatkan bronkiolus bahkan saluran napas besar karena
dapat menimbulkan luka dan fibrosis pada unit alveolar yang secara klinis tidak diketahui. Sebagian debu seperti debu batubara tampak relative inert dan
menumpuk dalam jumlah relative banyak di paru dengan reaksi jaringan yang
minimal Yunus F,2004.
Debu inert akan tetap berada di makrofag selanjutnya debu akan keluar dan difagositosis lagi oleh makrofag lainnya, makrofag dengan debu di dalamnya
dapat bermigrasi ke jaringan limfoid atau ke bronkiolus dan dikeluarkan melalui
saluran napas Ngurah Rai,2003.
Pada debu yang bersifat sitoktoksis, partikel debu yang difagositosis makrofag akan menyebabkan kehancuran yang diikuti dengan fibrositosis.
Partikel debu akan merangsang makrofag alveolar untuk mengeluarkan produk yang merupakan mediator suatu respon peradangan dan memulai proses proferasi
fibroblast. Mediator yang paling banyak berperan adalah Tumor Necrosis Factor TNF-
α, Interleukin IL-6, IL-8, platelet derived growth factor dan transforming growth factor TGF-
β yang memacu faktor fibrogenik makrofag alveolar atau epitel alveolar sehingga memacu pembentukan kolagen selanjutnya terjadi
fibrosis. Hilangnya integritas epitel akibat mediator inflamasi yang dilepaskan makrofag alveolar merupakan kejadian awal proses fibrogenesis di interstitial
paru. Bila partikel debu telah masuk dalam interstitial maka nasibnya ditentukan oleh makrofag interstitial, difagositosis untuk kemudian di transfer ke kelenjar
getah bening mediastinum atau terjadi sekresi mediator inflamasi kronik. Sitokin yang dilepaskan di interstitial seperti PDGF, TGF, TNF, IL-1 menyebabkan
proliferasi fibroblast dan terjadilah pneumokoniosis Ngurah Rai,2003.
Debu silika dan asbes mempunyai efek biologis yang sangat kuat. Reaksi parenkim dapat berupa fibrosis nodular yaitu contoh klasik dari silikosis, fibrosis
difus pada asbestosis dan pembentukan makula dengan emfisema fokal akibat partikel debu Yunus F,2004.
Universitas Sumatera Utara
2.4.5. Jenis Pneumokoniosis
Penamaan pneumokoniosis tergantung pada debu penyebabnya.
Tabel 2.2
Beberapa Jenis Pneumokoniosis Berdasarkan Debu Penyebabnya Jenis debu
Pneumokoniosis Asbes
Asbestosis Silika
Silikosis Batubara
Pneumokoniosis batubara Besi
Siderosis Berilium
Beriliosis Talk
Talkosis talk pneumokoniosis Grafit
Pneumokoniosis grafit Debu karbon
Pneumokoniosis karbon Sumber :Agus DS,2011
2.4.6. Ukuran Debu yang Berpengaruh
Ukuran debu sangat berpengaruh terhadap terjadinya pneumokoniosis. Dari hasil penelitian, ukuran tersebut dapat mencapai target organ sebagai berikut:
a. 5-10 µm
: akan tertahan oleh saluran napas atas dan menimbulkan banyak penyakit berupa iritasi sehingga menimbulkan
penyakitpharyngitis. b.
3-5 µm : akan tertahan oleh saluran pernapasan broncus
bronchioles yang dapat menimbulkan bronchitis, allergis atau asma.
c. 1-3 µm
: akan mencapai dipermukaan alveoli. d.
0,5-0,1 µm : akan tertinggal dipermukaan alveoliselaput lendir
e. sehingga menyebabkan fibrosis paru.
f. 0,1-0,5 µm
: melayang dipermukaan alveoli. Menurut WHO 2006 ukuran partikel debu yang membahayakan adalah ukuran
0,1-5 atau sampai 10 mikron Pudjiastuti W,2002.
Universitas Sumatera Utara
2.4.7. Diagnosis penyakit paru akibat kerja
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
A. Anamnesis
1. Riwayat pekerjaan
a. Pencatatan pekerjaan dan kegemaran yang terus-menerus atau part time secara kronologis.
b. Identifikasi bahan berbahaya di tempat kerja : bahan yang digunakan pekerja. c. Hubungan antara pajanan dan gejalan yang timbul : waktu antara mulai bekerja
dan gejala pertama, perkembangan gejala, hubungan antara gejala dengan tugas tertentu, perubahan gejala pada waktu libur jauh dari tempat kerja.
2. Keluhan penyakit
a.Batuk sifat batuk keras tidak keras, waktu batuk pagisiangmalamterus- menerus.
b. Dahak pagisiangmalamterus-menerus. c. Napas pendek waktu jalan cepat, waktu berjalan panjang.
d. Nyeri dada.
3. Riwayat penyakit
Ditanyakan tentang ada tidaknya penyakitkeluhan yang pernah diderita : a. Batuk
1. Selama 3 tiga bulan, terjadi tiap tahun 2. Sifat batuk keras tidak keras
3. Waktu batuk pagisiangmalamterus-menerus 4. Peningkatan batuk selama 3 minggu atau lebih, selama 1 tahun terakhir
b. Dahak 1. Dahak selama 3 bulan, terjadi tiap tahun
2. Waktu terjadinya dahak pagisiangmalam.terus-menerus 3. Peningkatan dahak selama 3 minggu atau lebih, selama 3 tahun terahir
Universitas Sumatera Utara
c. Napas pendek Selama 12 bulan terakhir pernah mengalamitidak terbangun tidur malam
d. Mengi wheezing 1.
Sejak 3 bulan terakhir pernah mengalamitidak 2.
Waktu mengi disertai napas pendek atau napas normal e. Nyeri dada
Sejak 3 tahun terakhir pernah mengalamitidak, lamanya 1 minggu f. Penyakit-penyakit lain yang pernah diderita
1. Kecelakaanoperasi didaerah dada 2. Gangguan jantung
3. Bronchitis 4. Pneumonia
5. Pleuritis 6. TB paru
7. Asma 8. Gangguan dada lainnya
4. Riwayat kebiasaan
Ditanyakan riwayat kebiasaan merokok, meliputi : jumlah rokok yang dihisap, lama merokok, cara mengisap rokok dangkaldalam, umur memulai merokok,
jenis rokok buatan sendiripabrik, menggunakan filtertidak dan kontinuiti
merokok.
B. Pemeriksaan fisik
Pada kebanyakan kasus pennyakit paru akibat kerja, hasil pemeriksaan fisik relatif tidak membantu.Pada observasi umum, penyakit paru obstruksi dapat
ditemukan sesak napas, saat istirahat maupun setelah melaksanakan aktivitas sedangkan pada kasus pneomokoniosis ditemukan jari-jari tabuh, demam tinggi,
takipnoe atau kadang sianosis, dan biasanya ditemukan krepitasi. C.
Pemeriksaan penunjang
Universitas Sumatera Utara
1. Foto toraks
Pada pneumokoniosis digunakan klasifikasi standar menurut ILO untuk interpretasi gambaran
radiologi kelainan parenkim difus yang terjadi.Klasifikasi ini digunakan untuk keperluan epidemiologi penyakit paru
akibat kerja.Perselubungan pada pneumokoniosis dibagi atas dua golongan, yaitu perselubungan halus dan kasar.
Table 2.3 Klasifikasi ILO 2000 Gambaran Radiologi Pneumokoniosis
Gambaran radiologi Deskripsi
Perselubungan halus
a. bercak kecil bulat P
Diameter sampai 1,5 mm Q
Diameter 1,5 – 3 mm R
Diameter 3 – 10 mm b. bercak kecil ireguler
S Diameter sampai 1,5 mm
T Diameter sampai 1,5 – 3 mm
U Diameter 3 – 10 mm
Kerapatan Berdasarkan konsentrasi perselubungan pada
zona yang terkena
0- 00 01 Kategori 0 – tidak terlihat perselubungan pada zona
Universitas Sumatera Utara
yang terkena. 10 11 ½
Kategori 1 – terlihat perselubungan lingkar kecil dengan jumlah relatif sedikit.
21 22 23 Kategori 2 – terlihat beberapa perselubungan
ireguler kecil. Corakan paru tidak jelas. 32 33 ¾
Kategori 3 – banyak terlihat perselubungan lingkar kecil. Corakan paru sebagian atau keseluruhan tidak
jelas.
Perselubungan kasar
A Satu perselubungan dengan diameter 1-5 cm atau
beberapa perselubungan dengan diameter 1cm, tetapi bila dijumlahkan perselubungan tidak
melebihi 5cm. B
Satu atau beberapa perselubungan yang lebih besar atau lebih banyak dibanding kategori A dengan
jumlah luas perselubungan tidak melebihi luas lapangan paru kanan atas.
C Satu atau beberapa perselubungan yang jumlah
luasnya melebihi luas lapangan paru kanan atas atau sepertiga lapangan kanan.
2. Tes Fungsi Paru
Tes fungsi paru merupakan tes kuatitatif dari faal paru, digunakan untuk menentukan kapasitas fungsi paru dan kemampuannya untuk melakukan
Universitas Sumatera Utara
pekerjaan.Dengan demikian dapat digunakan pula untuk membantu menentukan ciri-ciri dan beratnya penyakit paru kerja.
a. Spirometri dapat dihasilkan pengukuran volume ekspirasi dan inspirasi individu. Membandingkan hasilnya dengan nilai normal, hal ini berguna untuk
menilai kegagalan fungsi paru ILO,2000. b. Tes pernapasan tunggal dengan menggunakan mini-Wright peak-flow meter
portable dapat digunakan untuk tes pernapasan tunggal, yang merefleksikan beratnya obstruksi saluran pernapasan, dengan mengukur kecepatan hembusan
ekspirasi paksa peak expiratory flow rate,PEFR. Pengukuran serial PEFR mencatat hembusan ekspirasi paksa sebelum,selama dan setelah jam kerja, serta
selama liburan, paling tidak selama 1 minggu Harrianto R,2010.
3. Analisis debu penyebab
Pada kondisi tertentu, diperlukan diagnosis pasti pajanan bahan di lingkungan kerja dengan analisis bahan biologi sputum, bronchoalveolar
lavageBAL.pemeriksaan BAL membantu menegakkan diagnosis, pemeriksaan ini dapat terlihat debu di dalam makrofag dan jenis debu kemungkinana dapat
diidentifikasi menggunakan mikroskop elektron. Pada kasus asbestosis dapat ditemukan serat asbes dan asbestos body AB. AB adalah bahan yang berbentuk
secara intraselular dan berasal dari satu atau lebih makrofag alveolar yang bereaksi dengan serat asbes Harrianto R,2010.
Pada silikosis, makrofag yang ditemukan dalam BAL berisi partikel granit yang semakin lama riwayat pajanan terdapat debu granit maka akan semakin
banyak ditemukan makrofag tersebut.
Universitas Sumatera Utara
2.4.8. Tatalaksana
Pneumokoniosis tidak akan mengalami regresi, mengilang ataupun berkurang progresivitas hanya dengan menjauhi pajanan. Tatalaksana medis
umumnya terbatas hanya pengobatan bersifat simptomatik. Pemberian oksigen dan bronkodilator bila terdapat keadaan hipoksemia dan obstruksi Cowie
RL,2005. Pencegahan penyakit akibat kerja dapat berupa :
1. Bahan penyebab penyakit dapat diidentifikasi, diukur dan dikontrol. 2. Populasi yang beresiko mudah diawasi secara teratur dan diobati.
3. penggunaan APD Alat Pelindung Diri. APD yang baik adalah yang memenihi standart keamanan dan
kenyamanan bagi pekerjanya Safety and Acceptation.APD yang tepat bagi tenaga kerja yang berada pada lingkungan kerja dengan paparan debu konsentrasi
tinggi adalah : a.
Masker untuk melindungi debu atau partikel-partikel yang masuk ke pernapasan dapat terbuat dari kain yang memiliki ukuran pori-pori tertentu.
b. Respiratori pemurni udara dapat membersihkan udara dengan cara menyaring
atau menyerap toksinitas rendah sebelum memasuki sistem pernapasan Habsari ND,2003.
Pencegahan merupakan tindakan yang paling penting. Dapat dilakukan dengan mengurangi kadar debu, lama pajanan, dan melakukan deteksi dini dengan
cara pemeriksaan berkala.
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. KERANGKA KONSEP
3.2. DEFINISI OPERASIONAL
1. Tingkat pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba.
2. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek.
3. Penyakit paru kerja akibat debu adalah penyakit atau kelainan pada paru yang
timbul sehubungan dengan pekerjaan yang disebabkan oleh debu.
Tingkat pengetahuan
Penyakit Paru Kerja Akibat Debu
Sikap
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1. KERANGKA KONSEP
3.2. DEFINISI OPERASIONAL
1. Tingkat pengetahuan merupakan hasil dari “tahu”dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Pengideraan terjadi
melalui panca indra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba.
2. Sikap adalah reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang terhadap
suatu stimulus atau objek.
3. Penyakit paru kerja akibat debu adalah penyakit atau kelainan pada paru yang
timbul sehubungan dengan pekerjaan yang disebabkan oleh debu.
Tingkat pengetahuan
Penyakit Paru Kerja Akibat Debu
Sikap
BAB 4 METODE PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian