“Status” Perilaku Tokoh Utama dalam Menyikapi Masalah yang dihadapinya

48 berpatokan dengan pamannya. Perilaku tokoh Aku tersebut timbul karena nasihat yang diterima dari pamannya sangat berpengaruh dalam kehidupan tokoh Aku. Nasihat yang diterima tokoh Aku sangat berperan penting bagi pengambilan keputusan tokoh Aku dalam kegiatan sehari-hari.

4.2.3 “Status”

Cerpen “Status” ini menggambarkan tingkah laku tokoh Aku dalam mengambil suatu keputusan yang salah dan akan sangat disesalinya. Tokoh Aku melepaskan status sosial yang telah dimilikinya, hal tersebut tokoh Aku lakukan karena tokoh Aku merasa bosan dengan sorotan media dan atribut yang dipakainya. Status sosialku telah kulemparkan ke dalam kolam. Aku terbebas dari kungkungan atribut resmi. Ternyata banyak pihak-pihak yang tidak atau kurang setuju. “Kau rugi,” kata suara pertama. “Kau berlagak puritas,” sambung suara kedua. “Kau pasti menyesal,” cetus suara ketiga. “Mungkin, mungkin saja,” teriakku menjawab laungan suara yang tidak diundang itu. Diikat dengan ketentuan-ketentuan resmi, memang menyakitkan. Hari ini menggunting pita disana, besok pidato di sini, lusa menyematkan tanda jasa di antara sini dan sana. Lensa kamera foto, tv dan film ternyata bukan pula sahabat-sahabat yang baik, tetapi lebih merupakan mata yang senantiasa mengintip kita ke mana-mana. Tapi kini aku telah meninggalkan semua itu. Status:99. Kutipan di atas menjelaskan bentuk perilaku tokoh Aku yaitu bosan dengan semua yang telah dimilikinya. Banyak orang yang menyayangkan keputusan yang diambil oleh tokoh Aku karena untuk mencapai posisi tersebut sangatlah susah. Rangsangan yang membuat tokoh Aku mengambil keputusan Universitas Sumatera Utara 49 tersebut adalah rasa bosan yang menghinggapi diri tokoh Aku sehingga tokoh Aku melepaskan artibut resminya. Nilai suatu yang dulu kumiliki, baru sekarang ini aku rasakan kehebatannya. Sudah terlambat untuk merebutnya kembali. Menggapai-gapai yang sudah terlalu jauh itu akan membuatku selalu terkapai-kapai dan kamera-kamera foto, tv dan film kembali akan diarahkan padaku, semata-mata berdasrkan kemanusiaan. Belas kasihan dan kemanusiaan akan mengisi kolom-kolom surat kabar dalam komentar-komentar yang ditulis. Ini yang paling kutakutkan, walaupun kegairahan untuk terus menggapai atau merenggut apa yang sudah kulemparkan masih tetap berkobar. “Ternyata kau menyesal,” kata yang tidak setuju. “Tidak,” teriakku menggema. Kebohongan telah menjadi harta milikku yang baru dan anehnya aku senang dengan kebohongan itu. Aku menyesal. Status:100. Kutipan di atas menjelaskan tokoh Aku menyesal telah melemparkan status sosialnya. Tokoh Aku mulai menyadari kehebatan dari status sosialnya dulu dan merasa sudah terlambat untuk merebutnya kembali. Banyak orang yang menyayangkan keputusan yang diambil tokoh Aku dan mengatakan bahwa tokoh Aku menyesal telah melemparkan status sosialnya. Tokoh Aku kemudian berbohong bahwa dia tidak menyesal, padahal sebenarnya tokoh Aku sangat menyesali keputusan yang telah diambilnya. Perilaku bohong tokoh Aku timbul karena tokoh aku merasa malu untuk mengakui bahwa dia sangat menyesal.

4.2.4 “Sebuah Berita”