Model George C Edward III

14

2. Model-Model Implementasi

Dalam melakukan implementasi dikenal beberapa model, baik yang bersifat top down, bottom up atau sintesis diantaranya keduanya. Dalam penelitian ini peneliti lebih memilih model top down, mengingat kebijakan tentang P2KP lebih dinilai dari perspektif pelaksanaan kebijakannya. Adapun model-model tersebut antara lain :

a. Model George C Edward III

Menurut Edward III, implementasi kebijakan dipengaruhi oleh empat variable, yakni : 1 komunikasi, 2 sumberdaya, 3 disposisi, 4 struktur birokrasi. Keempat variable tersebut saling berhubungan satu sama lain Subarsono 2006 :90. Model tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah ini : commit to users 15 Gambar I : Model implementasi dari Edwards III Komunikasi Sumber-sumber Sumber : Subarsono, 2006:91 Variabel yang pertama adalah komunikasi. Implemetasi yang efektif terjadi apabila para pembuat keputusan sudah mengetahui apa yang akan mereka kerjakan. Pengetahuan atas apa yang akan mereka kerjakan dapat berjalan apabila komunikasi berjalan dengan baik, sehingga setiap keputusan kebijakan dan peraturan implemetasi harus dikomunikasikan kepada personil yang tepat. Selain itu, kebijakan yang dikomunikasikan pun harus tepat, akurat, dan konsisten. Komunikasi diperlukan agar para pembuat keputusan dan para implementator akan semakin konsisten dalam melaksanakan setiap kebijakan yang akan diterapkan dalam masyarakat. Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai atau digunakan dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi tersebut di atas yaitu : a. Transmisi; penyaluran komunikasi yang baik akan dapat mengahsilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali yang terjadi dalam penyaluran komunikasi adalah adanya salah Struktur birokrasi Kecenderungan- kecenderungan Implementasi Komunikasi Sumber-sumber commit to users 16 pengertian miscommunication, hal tersebut disebabkan karena komunikasi telah melalui beberapa tingkatan birokrasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di trngah jalan. b. Kejelasan; komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan street-level-bereucrats harus jelas dan tidak membingungkan tidak ambigu. Ketidakjelasan pesan kebijakan tidak selalu menghalangi implementasi, pada tataran tertentu, para pelaksana membutuhkan fleksibilitas dalam melaksanakan kebijakan. Tetapi pada tataran yang lain hal tersebut justru akan menyelewengkan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan yang telah ditetapkan. c. Konsistensi; perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi haruslah konsisten dan jelas. Karena jika perintah yang diberikan sering berubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan. Variabel kedua yang memepengaruhi keberhasilan implementasi kebijakan adalah sumber daya. Menurut George C Edwars III indikator sumber daya terdiri dari beberapa unsur yaitu : a. Staf; sumberdaya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf. Kegagalan yang sering terjadi dalam implementasi kebijakan salah satunya disebabkan oleh staf yang tidak mencukupi, memadahi ataupun tidak kompeten di bidangnya. Penambahan jumlah staf dan implementator saja tidak mencukupi, tetapi diperlukan pula kecukupan staf dengan commit to users 17 keahlian dan kemampuan dalam mengimplementasikan kebijakan atau melaksanakan tugas yang diinginkan oleh kebijakan itu sendiri. b. Informasi; dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk yaitu : pertama informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Implementator harus mengetahui apa yang harus mereka lakukan di saat mereka diberi perintah untuk melakukan tindakan. Kedua informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan. Implementator harus mengetahui apakah orang lain yang terlibat di dalam pelaksanaan kebijakan tersebut patuh terhadap hukum. c. Wewenang; pada umumnya kewenangan harus berdifat normal agar perintah dapat dilaksanakan. Kewenangan merupakan otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang itu nihil, maka kekuatan para implementator dimana publik tidak terlegitimasi, sehingga dapat menggagalkan proses implementasi kebijakan. Tatapi, dalam konteks yang lain ketika wewenang formal tersebut ada, maka sering terjadi kesalahan dalam melaihal efektivitas kewenangan. Di satu pihak, efektivitas kewenangan diperlukan dalam implementasi kebijakan, tetapi di sisi lain, efektivitas akan menyurut manakala wewenang commit to users 18 diselewengkan oleh para pelaksana demi kepentingannya sendiri atau demi kepentingan kelompoknya. d. Fasilitas; fasilitas fisik juga merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementator mungkin memeiliki staf yang mencukupi, menegrti apa yang harus dilakukannya, dan memiliki wewenang untuk melaksanakan tugasnya, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung sarana dan prasarana maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil Variabel ketiga yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik menurut George C Edward II adalah disposisi atau sikap pelaksana kebijakan. Jika pelaksanaan suatu kebijakan ingin efektif, maka para pelaksana kebijakan harus mengetahui apa yang akan dilakukan dan harus memiliki kemampuan untuk melaksanakannya, sehingga dalam praktiknya tidak terjadi bias. Hal-hal yang harus dicermati pada variable disposisi adalah : a. Pengangkatan birokrat ; disposisi atau sikap para pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personil yang ada tidak melaksanakan kebijakan-kebijakan yang dinginkan oleh pejabat- pejabat tinggi. Karena itu, pemilihan dan pengangkatan personil pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga. commit to users 19 b. Insentif; Edward menyatakan bahwa salah salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi masalah kecendeungan para pelaksana adalah dengan memanipulasi insentif. Oleh karena itu, pada umumnya orang bertindak menurut kepentingan mereka sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pelaksana kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat para pelaksana kebijakan melaksanakan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi self interest atau organisasi. Variabel keempat, yang mempengaruhi tingkat keberhasilan implementasi kebijakan publik adalah struktur birokrasi. Kebijakan publik yang begitu kompleks menuntut adanya kerjasama banyak orang atau banyak pihak yang terkait, bila struktur birokrasi tidak kondusif pada kebijakan yang tersedia, maka hal ini akan menyebabkan sumberdaya- sumberdaya menjadi tidak efektif dan menghambat jalannya kebijakan. Birokrasi sebagai pelaksana sebuah kebijakan harus dapat medukung kebijakan yang telah diputuskan secara politik dengan jalan melakukan koordinasi dengan baik. Untuk mendogkrak kinerja struktur birokrasi ke arah yang lebih baik, perlu melaksanakan Standart Operating Procedures SOPs dan Fragmentasi. SOPs adalah suatu instruksi sederhana, untuk menyelesaikan tugas rutin dengan cara yang paling efektif dalam rangka memenuhi commit to users 20 persyaratan operasional. Dengan SOPs tersebut pegawai pelaksana kebijakan melaksanakan kegiatan-kegiatannya pada tiap harinya sesuai dengan standar yang ditetapkan. Sedangkan fragmentasi adalah upaya penyebaran tanggungjawab kegiatan-kegiatan pegawai di antara beberapa unit kerja.

b. Model Van Meter dan Van Horn 1975