1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pembangunan nasional pada hakekatnya adalah pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah yang diarahkan untuk peningkatan
kualitas kehidupan, baik lahir maupun batin, jasmani dan rohani. Disamping
itu karena
sifatnya yang
multidimensional dengan
pembangunan juga akan diupayakan terjadi pemerataan di segala sektor, bidang maupun wilayah. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa hasil
pembangunan bangsa Indonesia selama era Orde baru telah dapat dirasakan oleh bangsa Indonesia terutama apabila dilihat dari pertumbuhan
ekonomi, namun demikian dalam kenyataannya pembangunan yang telah dilaksanakan masih banyak ditemui kelemahan-kelemahan.baik dari
pengelolaan manajemen seperti kebocoran-kebocoran anggaran, maupun pada kualitas hasilnya.
Salah satu tujuan pelaksanaan pembangunan adalah untuk mengurangi angka kemiskinan. Untuk itu maka ukuran keberhasilan
pembangunan dari suatu pemerintahan adalah mengurangi jumlah orang miskin. Hal ini disebabkan karena kemiskinan merupakan momok bagi
Negara Dunia Ketiga, karena merupakan masalah sosial terbesar. Hampir di semua negara berkembang, 10 , 20 , atau paling banyak 30
penduduk dapat menikmati hasil pembangunan, sisanya, mayoritas
commit to users
2
penduduk hidup melarat. Menurut Korten 2002, 19-21, selama tahun 1980-an terdapat tiga krisis global yang terpatri dalam kesadaran umat
manusia. Salah satu krisis tersebut adalah kemiskinan. Selama ini strategi pembangunan yang diterapkan di sebagain besar negara sedang
berkembang tidak menyumbang apapun bagi kesejahteraan rakyat miskin. Sebaliknya, malah membuat mereka semakin sengsara Srahm, 1999, xi-
xii. Kondisi yang sama terjadi dinegara kita. Meskipun telah banyak upaya penanganan kemiskinan dilakukan khususya di Indonesia, namun
kemiskinan tetap saja merupakan masalah utama. Selama periode tahun 1966
– 1990 angka pertumbuhan ekonomi mencapai 12 persen dan angka kemiskinan menurun menjadi 60 persen. Holman dkk, 2004. Sedang
tingkat kemiskinan pada sebelum krisis yaitu pada tahun 1996 adalah 17,6 persen. Era Baru Dalam Pengentasan Kemiskinan di Indonesia, 29 :
2006 Krisis ekonomi yang terjadi, di satu sisi telah mengecilkan arti
dari berbagai pencapaian hasil pembangunan, namun di sisi lain membuka cakrawala pemikiran pemerintah bahwa upaya penanggulangan
kemiskinan yang dilaksanakan perlu dititikberatkan pada upaya pemberdayaan masyarakat. Hal ini disebabkan karena pertumbuhan akan
berjalan secara merata dan berkesinambungan jika bertumpu pada masyarakat, sehingga pada masa yang akan datang upaya penanggulangan
kemiskinan dapat dilakukan oleh masyarakat secara mandiri dan berkesinambungan.
commit to users
3
Kemiskinan merupakan masalah utama di negara kita dimana kondisi miskin tersbut terjadi dalam berbagai bidang yang ditandai
dengan kerentaan, ketidakberdayaan, keterisolasian dan ketidakmampuan menyampaikan aspirasi. Selain itu kondisi miskin dapat berakibat antara
lain: a.
Secara sosial ekonomi dapat menjadi beban masyarakat. b.
Rendahnya kualitas dan produktifitas masyarakat. c.
Rendahnya partisipasi aktif masyarakat. d.
Menurunnya ketertiban umum masyarakat dan ketentraman masyarakat.
e. Menurunnya kepercayaan masyarakat terhadap birokrasi dalam
memberikan pelayanan kepada masyarakat. f.
Kemungkinan pada merosotnya mutu generasi lost generations. Dampak krisis ekonomi yang terjadi tersebut sangat dirasakan
oleh masyarakat baiak di perkotaan maupun di pedesaan. Untuk perkotaan lebih banyak dirasakan didaerah urbannya. Banyaknya masyarakat
perkotaan yang kehilangan lapangan kerja, merupakan salah satu dampak nyata dari keberadaan krisis ekonomi tersebut.
Menyadari akan terjadinya gejala tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan dan langkah-langkah operasional
dalam bentuk revitalisasi dan restrukturisasi proyek-proyek pembangunan yang diarahkan untuk mengatasi jumlah pengangguran dan masyarakat
commit to users
4
miskin, mengatasi ketidakberdayaan masyarakat yang telah jatuh miskin, termasuk didalamnya adalah apa yang terjadi di perkotaan..
Selama ini Program-program pengentasan kemiskinan telah banyak yang dikeluarkan pemerintah. Namun tidak sedikit yang hanya
bersifat reaktif dan temporer, yang tidak memiliki keberlanjutan untuk menyelesaikan masalah kemiskinan tersebut secara tuntas. Upaya
penanggulangan kemiskinan telah dilakukan pemerintah melalui berbagai program antara lain Program IDT inpres Desa Tertinggal, JPS Jaring
Pengaman Sosial, Program Pengembangan Kecamatan PPK, Program Penaggulangan Kemiskinan Perkotaan P2KP, dan sebagainya. Berbagai
program penaggulangan kemiskinan yang dilakukan pemerintah sebagian besar bersifat top down sehingga masyarakat miskin yang merupakan
sasaran program kurang begitu berperan di dalam program-program yang ada.
Tahun 1993 misalnya pemerintah mengeluarkan Inpres no 5 tahun 1993 tentang Program Inpres Desa Tertinggal IDT dengan tujuan
untuk menanggulangi kemiskinan di desa tertinggal melalui pemberian bantuan modal usaha dan bantuan tenaga pendamping. Pada tahun 1996
pemerintah melanjutkan program dengan BP3DT atau Bantuan Program Pembangunan Prasarana Pendukung Desa Tertinggal dengan pola
pelaksanaan langsung diserahkan kepada masyarakat melalui wadah LKMD. Demikian pula dengan program Jaring Pengaman Sosial yang
diperuntukkan bagi masyarakat miskin. Program-program itu belum
commit to users
5
menunjukkan keberhasilan yang memadai dalam arti bahwa secara menyeluruh program tersebut belum berdampak secara signifikan
terhadap proses pengembangan dan pemberdayaan masyarakat, dimana masyarakat lebih difungsikan sebagai subyek dalam seluruh proses
kegiatan. Namun
program P2KP
merupakan suatu
program penanggulangan kemiskinan yang meletakkan keluarga miskin juga
sebagai subyek dalam pelaksanaan program tersebut. Selama ini upaya penanggulangan kemiskinan yang dilakukan
pemerintah telah menjangkau berbagai pelosok tanah air. Out-putnya, secara kuantitatif menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini terlihat pada
data statistik yang menunjukkan, ketika dimulainya pembangunan lima tahunan PELITA pada akhir 1960-an, kurang lebih 60 penduduk
Indonesia berada dibawah garis kemiskinan, dan kemudian pada 1996-an menjadi sekitar 17,6 persen Tetapi, ketika badai krisis ekonomi pada
1997-an telah mengecilkan pencapaian prestasi pembangunan nasional pada umumnya dan penurunan angka kemiskinan pada khususnya. Krisis
tersebut sebagaimana banyak dimuat di berbagai media, baik media elektronik maupun media massa menyebabkan melonjaknya angka
kemiskinan menjadi 23,4 yaitu pada puncak krisis tahun 1999, namun pada tahun 2006 tahun menjadi 17,75 . Era Baru Dalam Pengentasan
Kemiskinan di Indonesia Kejadian tersebut telah memberi pelajaran berharga dan sebagai
penyadaran bagi para penyelenggara negara, bahwa kebijakan dalam
commit to users
6
melakukan pembangunan nasional pada umumya, dan program penanggulangan kemiskinan pada khususnya yang menempatkan warga
miskin sebagai obyek pembangunan selama ini masih kurang dirasakan manfaatnya secara maksimal oleh masyarakat sehingga perlu dievaluasi.
Dengan kata lain dapat dikatakan bahwa dalam upaya penanggulangan kemiskinan, pemerintah perlu lebih melibatkan penduduk miskin sebagai
subyek pembangunan, sehingga diharapkan penanggulangan kemiskinan nantinya dapat dilakukan sendiri oleh masyarakat. Kelemahan lain dari
program yang bersifat top down adalah bahwa implementasi program juga sering salah sasaran, dan menciptakan ketergantungan masyarakat pada
pusat ataupun bantuan pihak luar. Selain itu muncul dampak yang kurang menguntungkan, misalnya perubahan perilaku yang semakin jauh dari
semangat kemandirian, lunturnya kebersamaan dan kepedulian untuk mengatasi persoalannya secara bersama, kuatnya rasa saling curiga,
semakin kuatnya stereotipe dan skeptisme dan lunturnya sifat keikhlasan kerelawanan, kejujuran, keadalian.
Program penanggulangan kemiskinan di masa lalu juga cenderung melihat kemiskinan dari aspek ekonomi dan hanya pada tataran gejala
yang tampak dari luar, cenderung bersifat parsial, sektoral, charity dan tidak menyentuh akar persoalan kemiskinan. Hal ini yang menjadi
penyebab berbagai program penanggulangan kemiskinan mengalami kegagalan. Program penanggulangan kemiskinan yang dilakukan secara
menyeluruh sering tidak sesuai dengan kondisi dari masing-masing
commit to users
7
daerah. Tentu saja hal itu menyebabkan implementasinya rentan dengan berbagai bentuk penyalahgunaan atau penyelewengan. Kondisi yang
demikian terjadi di desa Purbayan, Kecamatan baki Kabupaten Sukoharjo. Salah satu program penanggulangan kemiskinan yang ada di Desa
Purbayan diantaranya adalah Program BLT bantuan Langsung Tunai ternyata juga tidak bisa menanggulangi kemiskinan, walapun jumlah
penduduk miskin di Desa Purbayan relatif kecil. Disamping itu Desa Purbayan bukan merupakan desa miskin sehingga program-program
penanggulangan kemiskinan yang demikian kurang mendapat perhatian dari masyarakat. Jumlah penduduk miskin di Desa Purbayan pada tahun
2008 hanya 181 jiwa keluarga yang termasuk pra sejahtera dan 483 jiwa keluaraga sejahtera I atau secara keseluruhan hanya 14,69 dari jumlah
penduduk Desa Purbayan sebanyak 4518 jiwa Sumber: Monografi Desa Purbayan, 2008. Disamping program tersebut juga dilaksanakan Program
Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan P2KP yang mengedepankan strategi pemberdayaan berbasis institusi local. Program ini tentu saja
berbeda dengan program BLT. Program ini muncul sebagai salah satu alternatif penanggulangan kemiskinan perkotaan.
Sehubungan dengan pelaksanaan Program Penanggulangan Kemiskinan Perkotaan P2KP di Desa Purbayan Kecamatan Baki
Kabupaten Sukoharjo merupakan program baru dan program yang mengedepankan strategi pemberdayaan institusi lokal tentu saja akan
dimungkinkan munculnya
berbagai persoalan
dalam
commit to users
8
pengimplementasiannya. Disamping itu mengingat program P2KP di Desa Purbayan merupakan program baru dan komponen kegiatan yang lebih
mengutamakan pembangunan fisik sarana prasarana yaitu 70 alokasi dana untuk pembangunan fisik, 20 untuk untuk bantuan ekonomis
produktif dan 10 untuk bantuan sosial, bagaimana program tersebut dalam implementasinya memberdayakan masyarakat melalui intitusi lokal
yang dibentuk oleh warga masyarakat dalam penaggulangan kemiskinan. Untuk itu maka penulis tertarik untuk mengetahui proses
implementasi Program Penanggulangan Kemiskinan perkotaan P2KP yang berbasis institusi lokal dalam pemberdayaan masyarakat
B. Perumusan Masalah