Diagnosis Banding Stadium Karsinoma Nasofaring 1. Anatomi Nasofaring

Pemeriksaan Nasoendoskopi Pemeriksaan nasoendoskopi akan memberikan informasi tentang keterlibatan mukosa dan perluasan tumor serta membantu saat biopsi. Namun pemeriksaan endoskopi tidak dapat menetukan peluasan tumor ke arah dalam dan keterlibatan dasar tengkorak. Pemeriksaan endoskopi dapat dilakukan dengan anestesi lokal baik dengan endoskop kaku atau serat optik flexible. Pemeriksaan Penunjang - Pemeriksaan Radiologik 1. Magnetic Resonance Imaging MRI MRI lebih baik dibandingkan CT Scan dalam memperlihatkan baik bagian superfisial maupun dalam jaringan lunak nasofaring, serta membedakan antara massa tumor dengan jaringan normal. MRI dapat memperlihatkan infiltrasi tumor ke otot-otot dan sinus cavernosus. Pemeriksaan ini juga penting dalam menentukan adanya perluasan ke parafaring dan pembesaran kelenjar getah bening. Namun, MRI mempunyai keterbatasan dalam menilai perluasan yang melibatkan tulang. 2. Computed Tomography CT-Scan CT scan penting untuk mengevaluasi adanya erosi tulang oleh tumor, disamping juga dapat menilai perluasan tumor ke parafaring, perluasan perineural melalui foramen ovale.

2.1.10. Diagnosis Banding

a. Kelainan Hiperplastik Nasofaring Dalam keadaan normal korpus adenoid di atap nasofaring umumnya pada usia sebelum 30 tahun sudah mengalami atrofi. Tapi pada sebagian orang Universitas Sumatra Utara dalam proses atrofi itu terjadi infeksi serius yang menimbulkan nodul-nodul gelombang asimetris di tempat itu. b. TB Nasofaring Umumnya pada orang muda, dapat timbul erosi, ulserasi dangakal atau benjol granulomatoid, eksudat permukaan banyak dan kotor, bahkan mengenai seluruh nasofaring. c. TB kelenjar limfe leher Lebih banyak pada pemuda dan remaja, konsistensi agak keras, dapat melekat dengan jaringan sekitarnya membentuk massa, kadang terdapat nyeri tekan atau undulasi.

2.1.11. Stadium

Untuk penentuan stadium dipakai sistem TIM menurut UICC 2002 dikutip dari buku ajar ilmu kesehatan telinga hidung tenggorok kepala dan leher Roezin. Stadium 0 T1s N0 M0 Stadium I T1 N0 M0 Stadium IIA T2a N0 M0 Stadium IIB T1 N2 M0 T2a N1 M0 T2b N0, N1 M0 Stadium III T1 N2 M0 T2a,T2b N2 M0 T3 N2 M0 Universitas Sumatra Utara Stadium IVa T4 N0,N1,N2 M0 Stadium IVb semua T N3 M0 Stadium IVc semua T semua N M1 T : Tumor T : Tidak tampak tumor. T 1 : Tumor terbatas di nasofaring. T 2 : Tumor meluas kejaringan lunak. T2a: Perluasan tumor ke orofaring danatau rongga hidung tanpa perluasan ke parafaring perluasan parafaring menunjukkan infiltrasi tumor kearah postero-lateral melebihi fasia faring-basiler. T2b: Disertai perluasan ke parafaring. T 3 : Tumor menginvasi struktur tulang dan atau sinus paranasal. T 4: Tumor dengan perluasan intracranial danatau terdapat keterlibatan saraf cranial, fossa infratemporal, hipofaring, orbita atau ruang masticator. N : Pembesaran Kelenjar Getah Bening NX : Pembesaran kelenjar getah bening tidak dapat dinilai. N : Tidak ada pembesaran. N 1 : Metastasis kelenjar getah bening unilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atasfossa supraclavicular. Universitas Sumatra Utara N 2 : Metastasis kelenjar getah bening bilateral, dengan ukuran terbesar kurang atau sama dengan 6 cm, di atasfossa supraclavicular. N 3 : Metastasis kelenjar getah bening bilateral dengan ukuran lebih besar, atau terletak dalam fossa supraclavikular. N3a : Ukuran lebih dari 6 cm. N3b : Di dalam fossa supraclavicular. Catatan : kelenjar yang terletak di daerah midline dianggap sebagai kelenjar ipsilateral. M : Metastasis. M X : Metastasis jauh tidak dapat dinilai. M : Tidak ada metastasis jauh. M 1 : Terdapat metastasis jauh.

2.1.12. Penatalaksanaan