EAP Hasil Penelitian dan Pembahasan
107
sebagian besar memiliki tato Observasi 3 Mei 2014 saat acara “Leopard Day” Sosrowijayan.
Bagi seorang remaja lingkungan sangat berperan penting dalam membentuk kepribadiannya. Hal tersebut juga tercermin dari kasus yang
dialami oleh EAP. Karena banyak bergaul dengan para seniman yang memiliki tato akhirnya EAP menganggap tato sebagai hal yang lumrah.
Hingga akhirnya ia memutuskan untuk bertato seperti teman-temannya yang lain. Keputusannya untuk bertato tersebut juga diambil agar dia terlihat
sama dengan teman-temannya yang juga memiliki tato sehingga dapat diterima sepenuhnya dalam lingkungan bermainnya tersebut.
EAP menuturkan bahwa dampak pribadi tato yang ia rasakan adalah membuatnya lebih percaya diri, berikut penuturannya:
“Percaya diri di lingkungan tertentu, dan minder itu juga
dilingkungan tertentu. Saya akan merasa percaya diri ketika saya berada di lingkungan orang-orang yang bisa menerima tato itu
sendiri misal teman-teman kuliah, setongkrongan terus anak-anak yang bergelut di dunia seni. Karena saya akan merasa saya sama
seperti mereka. Tapi saya akan minder ketika saya berada di lingkungan keluarga karena saya sangat berbeda dengan mereka.”
Wawancara 25 April 2014
Dari penuturan EAP di atas diketahui bahwa tato membuat ia merasa lebih percaya diri namun pada saat tertentu ia merasa kurang percaya diri
yaitu ketika ia sedang tidak berada pada lingkungan orang-orang bertato. Penuturannya tersebut sesuai dengan hasil observasi yang peneliti lakukan
bahwa ia sering menggunakan baju tertutup ketika sedang kuliah dan berada bersama dengan teman-temannya yang tidak bertato Observasi 25 April
108
2014 di kampus EAP. Tetapi ketika EAP sedang menghadiri acara-acara tato ia tidak ragu untuk menggunakan baju yang dapat menunjukkan tato
yang ia miliki Observasi 3 Mei 2014 saat acara “Leopard Day” Sosrowijayan.
Rasa percaya diri yang berubah-ubah sesuai lingkungan dimana dia berada tersebut sangat wajar karena respon yang muncul dari lingkungan
satu dan lingkungan yang lain juga berbeda. Contohnya ketika berada dilingkungan yang menganggap tato sebagai hal yang tabu maka mereka
akan menganggap orang bertato sebagai sesuatu yang negatif sehingga rasa percaya diri orang tersebut akan menurun. Namun sebaliknya ketika berada
lingkungan yang menganggap tato adalah hal yang baik maka responya kepada orang bertato juga akan baik sehingga rasa percaya diri orang
tersebut akan meningkat. Selanjutnya penuturan mengenai dampak sosial bertato menurut EAP
adalah sebagai berikut: “Iya, misalnya ketika saya kuliah saya harus bisa menempatkan diri
misal saya sadar bahwa saya bertato sedangkan teman-teman saya banyak yang tidak bertato. Ketika saya duduk bersama mereka ya
sebisa mungkin saya tidak terlalu show up dengan tato yang saya miliki. Tetap kelihatan sih iya tapi paling ngga saya tidak terlalu
menunjukkan bahwa saya bertato. Kalau untuk administrasi dan birokrasi tidak pernah. Hanya saja ketika diperkuliahan saya pernah
mengalami perasaan kalau dosen itu kurang begitu respek dengan saya karena saya bertato. Ya mereka semua tau sih kalau saya bertato
dan saya cukup menjada sikap ketika saya masuk ke dalam kelas saya tidak hanya memakai kaos seperti ini tapi saya memakai kemeja
walaupun itu saya lipet.” Wawancara 25 April 2014
109
Sebagai seorang mahasiswa banyak dari waktu EAP dihabiskan bersama teman-temannya di kampus. Dan saat EAP sedang bersama teman-
temannya itu ia lebih memilih untuk menutupi tatonya agar ia terlihat sama dengan teman-teman kampusnya yang lain. Hal tersebut dilakukannya agar
ia tidak lagi mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari dosennya. Kemudian dia juga menuturkan mengenai hubungannya dengan keluarga
setelah ia bertato. Ia menjelaskan seperti di bawah ini: “Pada awalnya pertama kali mereka tau saya bertato mereka sangat
marah pada saya, ya karena saya sadar. Terlalu berbahaya untuk usia saya pada saat itu saya masih sekolah di SMA Negeri yang jelas-
jelas melarang bertato dan dari segi agama juga seperti itu, kemudian orang tua saya juga pegawai negeri mereka adalah tenaga pendidik
dan mereka juga memikirkan masa depan saya sehingga mereka sangat marah. Tapi akhirnya saya bisa menjelaskan secara jelas dan
mereka memafkan saya dan saya menambah lagi dan mereka marah lagi tapi saya berusaha menjelaskan lagi. Dan akhirnya mereka
percaya lagi.” Wawancara 25 April 2014
Awal mula mengetahui EAP bertato, orang tuanya sangat menentang hal tersebut. Bahkan ayahnya sampai mendiamkan EAP selama beberapa
bulan. Hal itu dikarenakan dalam sejarah keluarganya, baru dia yang memiliki tato. Selain itu keluarga juga berpandangan bahwa tato dilarang
oleh agama kemudian orang tuanya juga mengkhawatirkan karir EAP ke depannya jika memiliki tato. Saat itu ia juga masih bersekolah di sekolah
yang melarang siswanya bertato sehingga orang tuanya takut jika ia sampai dikeluarkan dari sekolah.
Mengenai dampak sosial yang EAP rasakan yang berasal dari lingkungan sekitarnya, berikut penuturannya:
110
“Mereka tidak pernah secara langsung berbicara pada saya tentang tato hanya saja saya pernah mendengar sedikit pembicaraan tentang
saya dari tetangga-tetangga kalau saya kuliahnya lama dan tatonya semakin banyak dan segala macam. Dan ibu saya menyampaikan
kepada saya dan karena ibu saya sudah terbiasa ya dengan omongan- omongan seperti itu permintaannya hanya satu ketika saya pulang ke
rumah saya harus menutup tato saya.” Wawancara 25 April 2014
Dari penuturan di atas, dapat diketahui bahwa atas permintaan ibunya, EAP lebih memilih untuk menutupi tatonya agar tidak menimbulkan
penilaian negatif dari masyarakat. Dampak sosial yang muncul akibat EAP bertato ketika berada di lingkungan teman bermainnya adalah sebagai
berikut: “Mereka biasa saja, ya paling cuma bercanda-bercanda “tangannya
dioret-oretlah, kamu belum mandilah segala macam, kamu lumutan lah” kalau untuk obrolan yang pribadi tentang tato saya ngga
pernah.” Wawancara 25 April 2014
Perlakuan yang diterima EAP berdasarkan penuturannya di atas yang berasal dari teman-teman bermainnya hanya sekedar candaan mengenai tato
yang EAP miliki dan ia tidak mengganggap hal itu bukan suatu masalah. Data yang diperoleh dari wawancara bersama EAP didukung dengan hasil
observasi yang dilakukan oleh peneliti dengan mengamati aktivitas sehari- hari EAP menunjukkan bahwa hubungan sosial EAP dengan teman-teman
kampusnya berjalan dengan baik begitupun hubungannya dengan teman- teman bermainnya Observasi 25 April 2014 di kampus EAP. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa tato hanya memberikan dampak sosial bagi EAP. Dampak sosial yang diterima EAP beragam, hal tersebut karena
masing-masing lingkungan sosialnya juga mensikapi tatonya dengan beragam. Misal saat berada di kampus dosen, di dalam keluarga dan
111
lingkungan sekitar tempat tinggalnya EAP mendapatkan penilaian negatif karena tatonya. Hal tersebut tidaklah mengherankan karena lingkungan-
lingkungan tadi didominasi oleh orang-orang tua yang berfikir dengan normatif sehingga memandang tato sebagai sesuatu yang negatif. Namun
ketika berada di lingkungan bermainnya, teman-teman kampusnya dan teman-teman satu komunitasnya ia tidak merasa mendapatkan perlakuan
yang tidak menyenangkan karena merekadidominasi kaum muda yang berfikir secara dinamis sehingga menganggap tato bukan sesuatu yang tabu.
Kemudian di bawah ini merupakan penuturannya mengenai dampak karir yang ia alami setelah bertato.
“Kalau untuk karir dan tato saya rasa tidak ada, saya justru ragu karena jurusan saya sastra nusantara yang membuat saya ragu
tentang karir. Kalau saya mengikuti jurusan saya terlalu susah karena kebanyakan senior-senior saya yang sudah lulus pun dan tidak
bertato mereka tidak bekerja di bidangnya. Jadi kalau berhubungan dengan tato tidak memiliki kekhawatiran.” Wawancara 25 April
2014
EAP juga menjelaskan mengenai bidang yang ia minati, hal tersebut diungkapkanya seperti di bawah ini:
“Saat ini saya pengen banget untuk bergera di bidang sosial, entah itu saya ikut LSM atau apa. Saya ingin mengabdikan diri saya untuk
mengajar di daerah terpencil apapun itu yang saya ajarkan tanpa saya memikirkan gaji atau imbalan, kehidupan di sana enak ngga tapi
saya pengen seperti itu. Hanya saja itu sekedar keinginan saya, obsesi,tapi kalau untuk pekerjaan mungkin membuka usaha aja sih
ntah itu butik atau bikin industri kecil-kecilan. Bidang yang saya pilih sosial budaya saya yakin mereka tidak akan mempermasalahkan tato,
dan kalau pendidikan non formal pun tidak akan bermasalah dengan tato.” Wawancara 25 April 2014
Dari bidang-bidang yang dipilih oleh EAP untuk mengembangkan karirnya, dia meyakini bahwa tato tidak akan menjadi penghambat dalam
112
karirnya. Ia cenderung menghindari pekerjaan yang melarang pegawainya bertato seperti yang ia katakan di bawah ini:
“Saya bukan menghindari pekerjaan yang melarang orang bertato, tapi
saya cenderung
menghindari lingkungan
yang mendiskriminasikan masyarakat bertato.” Wawancara 25 April
2014 EAP saat ini berkuliah di jurusan Sastra Nusantara di salah satu
Universitas Negeri di Yogyakarta. Selain itu, keseharian EAP juga diisi dengan berbisnis online Observasi 25 April 2014 di kampus EAP. Hal ini
sesuai dengan hasil wawancara peneliti dengan EAP. Dalam aspek karir ia meyakini bahwa tato tidak akan menimbulkan
dampak yang besar. Hal tersebut ia yakini karena ia tidak memiliki ketertatikan di dalam pekerjaan-pekerjaan yang melarang pegawainya
bertato. Ia lebih tertarik untuk berwirausaha dan bekerja dalam bidang sosial seperti LSM dan organisasi sosial. Ia juga mengatakan akan menghindari
lingkungan pekerjaan yang mendiskriminasi orang-orang bertato. Hal tersebut sangat wajar mengingat bila ia bekerja di suatu lingkungan kerja
yang mendiskriminasikan orang-orang bertato maka akan pula muncul hambatan dari lingkungan kerjanya tersebut. Bila hambatan tersebut
semakin banyak maka ia akan sulit bekerja secara maksimal dan dampaknya akan sulit memperoleh kesuksesan dalam bidang karir.
Selanjutnya EAP menceritakan mengenai dampak kesehatan setelah ia bertato. Berikut penuturannya:
“Belum sama sekali, meskipun itu penyakit kulit belum pernah.” Wawancara 25 April 2014
113
Walaupun EAP belum pernah mengalami gangguan kesehatan terkait tato yang ia miliki namun ia tetap berkeinginan untuk memeriksakan
kesehatannya ketika ia akan menikah nanti. Selama ini yang pernah ia lakukan sebatas cek darah ketika ia mengalami demam berdarah dan tipus.
Berikut penuturan EAP: “Kalau dengan sengaja memeriksakan atau tes darah terkait
kesehatan atau dampak dari tato itu sendiri kayaknya belum pernah sama sekali, tapi tes darah hanya sebatas saya sakit misalnya tipes
atau DB atau sakit yang lain. Tapi kalau untuk tes darah yang mengarah ke HIV belum pernah tapi nanti akan cek sebelum saya
menikah.” Wawancara 25 April 2014
Saat ini ia belum pernah mengalami gangguan kesehatan yang ditimbulkan dari tatonya. Namun ia tidak tau pasti karena belum pernah
memeriksakan kesehatanya ke medis. Karena penyakit berbahaya yang ditularkan melalui
tato yang tidak steril tidak langsung tampak. Maka dibutuhkan pemeriksaan secara medis untuk mengetahuinya. Jadi sebaiknya
EAP segera memeriksakan dirinya ke medis dan tidak usah menunggu hingga akan menikah agar segera diketahui dampak kesehatanya yang
muncul akibat tatonya dan dapat ditangani dengan baik.