Dalam Bidang Agama Marjinalisasi pada Tokoh Margarete: a. Dalam Lingkup Keluarga:
untuk ikut mati saja. Hal ini disebabkan karena ia hanyalah seorang rumah ibu rumah tangga yang hidupnya selama ini selalu bergantung
kepada suami. Ia tak memiliki kemandirian untuk menghidupi dirinya sendiri. Ia telah terbiasa dinafkahi oleh sang suami, meskipun
hidupnya pun selalu dalam kemelaratan. Di samping itu, ia tak memiliki pengetahuan atau keahlian apa pun untuk mencari
pekerjaan. Kondisi Frau Marthe menggambarkan posisi perempuan yang serba terkekang. Segala kendali akan hidupnya terletak di tangan
sang suami. Budaya patriarkhi telah menempatkan seorang perempuan
dalam posisi yang serba salah. Salah untuk berkarier di luar rumah, namun kesusahan ketika ditinggal mati suami karena setelah
menjanda, seorang perempuan akan kesusahan mencari nafkah. Sebagai akibatnya, seorang perempuan hanya bisa pasrah pada
keadaannya yang tertindas. Menurut pandangan Beauvoir via Tong, 2004: 270, menjadi
istri dan ibu merupakan dua peranan feminin yang membatasi kebebasan perempuan.Keadaan kultural yang membagi-bagi peran
antara laki-laki dan perempuan seperti ini menyebabkan perempuan menjadi pribadi yang tidak mandiri dan serba tergantung kepada
suami. Sikap Frau Marthe yang tidak tegas terhadap suaminyaserta idealismenya menjadi istri yang baik baik menurut ukuran budaya
patriarkhi adalah bagian dari ideologi familialisme. Ideologi ini
menegaskan perempuan untuk peran domestiknya. Ideologi ini membuat perempuan hanya ingin menjadi istri dan perempuan yang
baik. Penilaian baik dan buruk ini dilihat dari sudut pandang yang dibuat oleh masyarakat patriarkhi, yakni menjadi pendorong
keberhasilan suami dan dapat memberikan keturunan yang baik.