Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan Prioritas Masalah Kebutuhan Nutrisi di RS. H. Adam Malik Medan

(1)

Asuhan Keperawatan pada Tn. S dengan

Prioritas Masalah Kebutuhan Nutrisi

di RS. H. Adam Malik Medan

disusun dalam Rangka Menyelesaikan

Program Studi DIII Keperawatan

Oleh

SAMSUL BAHRI

102500102

Program Studi DIII Keperawatan Fakultas Keperawatan

Universitas Sumatera Utara


(2)

(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat, hidayah, serta kerunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) dengan judul Gangguan Nutrisi pada Tn. S di RS. H. Adam Malik Medan. Karya Tulis Ilmiah (KTI)ini disusun dalam rangka menyelesaikan pendidikan DIII Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada pihak-pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, dan dukungan dalam proses penyelesaian penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI), sebagai berikut :

1. Bapak dr. Dedi Ardinata, M.Kes selaku Dekan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Erniyati, S.Kp, MNS selaku pembantuDekan I Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Nur Afi Darti, S.Kp, M.Kep selaku ketua prodi DIII keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Rika Endah Nurhidayah, S.Kp, M.Pd selaku Dosen Pembimbing KTI, yang senantiasa memberikan waktu untuk membimbing dan memberikan masukan yang sangat berharga dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah (KTI) sehingga dapat diselesaikan.

5. Ibu Diah Arruum, S.Kep, Ns, M.Kep selaku penguji

6. Seluruh staf pengajar dan pegawai Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utaranyang telah memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis.

7. Terima kasih sedalam-dalamnya kepada Ayahanda Yusrin, Ibunda Rita Hutagalung, kakakku tercinta yumita Sartika, Elen Agustina, abangku Erwin, adek-adekku yang selalu aku sayangi Hermansyah, Winda Purnama Sari, selvia, Lisa Nurhayati, Akhbar Hidayat, Ahmad Fauzi, Mutia Andreani. Yang selalu mendoakan dan menyayangi,


(4)

memberikan dukungan dan nasehat, serta senantiasa memberikan yang terbaik.

8. Kepada sahabat-sahabatku, Fajar Amanah Ariga, Hariati, Teguh Abdi Negara, Aulia Baitur Rahmah, dan semua teman-teman Fakultas Keperawatan stambuk 2010, serta seluruh oihak yang tida dapat saya sebutkan namanya satu persatu yang selalu membantu dan mendukung dalam penyelesaian Karya Tulis Ilmiah (KTI) da perkuliahanku, terima kasih atas dukungan, kritik dan saran kalian semua.

Semoga Allah SWT selalu mencurahkan rahmat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah membenatu saya dalam menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah ini.Harapan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini dapat bermanfaat bagi peningkatan dan pengembangan profesi keperawatan.

Medan, Juni 2013


(5)

DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

BAB I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang ... 1

B. Tujuan ... 3

C. Manfaat ... 4

BAB II PENGELOLAAN KASUS ... 5

A. Konsep Dasar Keperawatan Dengan Masalah Kebutuhan Dasar Nutrisi ... 5

1. Konsep Dasar ... 5

1.1. Nutrisi ... 5

1.1.1.Definisi ... 5

1.1.2.Sistem Tubuh yang Berperan dalam Pemenuhan nutrisi ... 6

1.1.2.1.Saluran Pencernaan ... 6

1.1.2.2.Organ Asesoris ... 9

1.1.3.Proses Pencernaan ... 10

1.1.3.1.Ingesti ... 10

1.1.3.2.Digesti ... 10

1.1.3.3.Absorbsi ... 11

1.1.3.4.Eliminasi ... 11

1.1.4.Fungsi Nutrisi ... 11

1.1.5.Jenis dan Sumber-Sumber Nutrisi Untuk Tulang ... 12

1.1.5.1.Vitamin A ... 12

1.1.5.2.Vitamin D ... 13


(6)

1.1.5.4.Kalsium ... 15

1.1.5.5.Fosfor ... 17

1.1.5.6.Magnesium ... 17

1.1.6. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Kepada Pasien Fraktur ... 17

1.1.6.1.Angka Kecukupan untuk Vitamin A ... 18

1.1.6.2.Angka Kecukupan untuk Vitamin D ... 19

1.1.6.3.Angka Kecukupan untuk Vitamin C ... 19

1.1.6.4.Angka Kecukupan untuk Kalsium ... 19

1.1.6.5.Angka Kecukupan untuk Fosfor ... 20

1.1.6.6.Angka Kecukupan untuk Magnesium ... 20

2. Pengkajian ... 20

3. Analisa Data ... 22

4. Diagnosa Keperawatan... 23

5. Perencanaan Keperawatan ... 24

B. Asuhan Keperawatan Kasus ... 26

1. Pengkajian ... 26

2. Analisa Data ... 36

3. Rumusan Masalah ... 38

4. Diagnosa Keperawatan Prioritas ... 38

5. Perencanaan Keperawatan ... 39

6. Implementasi dan Evaluasi ... 43

BAB III KESIMPILAN DAN SARAN ... 47

A. KESIMPULAN ... 47

B. SARAN ... 47 DAFTAR PUSTAKA


(7)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya. Fraktur dapat disebabkan oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, menyebabkan edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendon, kerusakan saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Brunner & Suddarth, 2002).

Fraktur adalah patah tulang.Biasanya disebabkan oleh trauma atau tenaga fisik. Kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap. Fraktur lengkap terjadi apabila seluruh tulang patah, sedangkan pada fraktur tidak lengkap tidak melibatkan seluruh ketebalan tulang (Price & Wilson,1995).

Insidensi fraktur dapat ditemukan pada orang yang kecelakaan di jalan raya, cedera olahraga, kejang epilepsi pada anak, dan lansia yang mengalami osteoporosis (Brunner and Suddarth, 2002).

Pada penderita fraktur, terjadi beberapa tahapan penyembuhan tulang fisiologis yang akan terjadi pada setiap patah tulang. Pada permulaan akan terjadi perdarahan di sekitar patahan tulang, yang disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan periost. Fase ini disebut fase hematoma. Hematom ini kemudian akan menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dan vaskuler hingga hematom berubah menjadi jaringan fibrosis dengan kapiler di dalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang saling menempel. Fase ini disebut fase jaringan fibrosis, dan jaringan yang menempelkan fragmen patahan tulang tersebut dinamakan kalus fibrosa. Di


(8)

dalam hematom dan jaringan fibrosis ini kemudian juga tumbuh sel jaringan mesenkim yang bersifat osteogenik. Sel ini akan berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang merupakan bahan dasar tulang rawan, sedangkan di tempat yang jauh dari patahan tulang yang vaskularisasinya relatif banyak, sel ini berubah menjadi osteoblast dan membentuk osteoid yang merupakan bahan dasar tulang. Kondroid dan osteoid ini mula-mula tidak mengandung kalsium sehingga tidak terlihat pada foto rontgen.Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi.Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus tulang. Pada foto rontgen proses ini terlihat sebagai bayangan radio-opak, tetapi bayangan garis patah tulang masih terlihat. Fase ini disebut fase penyatuan klinis.Selanjutnya terjadi penggantian sel tulang secara berangsur-angsur oleh sel tulang yang mengatur diri sesuai dengan garis tekanan dan tarikan yang bekerja pada tulang.Akhirnya, sel tulang ini mengatur diri secara lamelar seperti sel tulang normal. Kekuatan kalus ini sama dengan kekuatan tulang biasa dan fase ini disebut fase konsolidasi.Keseluruhan proses ini membutuhkan waktu berbulan-bulan bahkan tahunan untuk menyembuhkan, memperbaiki dan membentuk kembali tulang yang patah(Sjamsuhidajat dan Jong, 2004).

Banyak faktor yang mempengaruhi penyembuhan tulang pada fraktur, yaitu : imobilisasi fragmen tulang(tulang yang patah di reposisi dan dipasang fiksasi interna maupun eksterna),kontak fragmen tulang maksimal (fragmen tulang yang bergeser harus benar-benar akurat dan dipertahankan dengan sempurna agar penyembuhan benar-benar terjadi), tulang yang terkena harus mempunyai peredaran dan asupan darah yang memadai (untuk mencegah nekrotik dan atropi jaringan disekitar tulang yang patah ), nutrisi yang baik(mengandung gizi yang cukup untuk membentuk tulang yang kuat dan membantu kesembuhan yang optimal, dalam hal ini usia pasien dan jenis fraktur juga berpengaruh pada waktu penyembuhan).Latihan pembebanan berat badan(akan merangsang penyembuhan pada fraktur tulang panjang,


(9)

yang telah stabil pada ekstremitas bawah, berbagai macam aktivitas yang akan meminimalkan terjadinya osteoporosis/reduksi massa tulang total), dan didukung hormon-hormon pertumbuhan seperti tiroid, kalsitonin, vitamin D, steroid anabolik, sertapotensial listrik(stimulator) pada patahan tulang (Brunner and Suddarth, 2002).

Zat gizi (nutritients) adalah ikatan kimia yang diperlukan tubuh untuk melakukan fungsinya, yaitu menghasilkan energi, membangun dan memelihara jaringan, serta mengatur proses-proses kehidupan.(Almatsier, 2001).Pada pasien fraktur, status nutrisi jugamempengaruhi proses penyembuhan tulang dan bentuk kesempurnaan tulang. Pasien dengan status nutrisi yang baik cenderung melewati masa penyatuan tulang yang lebih awal dan pasien dengan gizi buruk atau malnutrisi mengalami keterlambatan penyatuan tulang (delayed union) dan bahkan tulang tidak menyatu (non union) (Jitendra Dwyer, 2007).Asupan nutrisi yang baik seperti cukupnya vitamin A, vitamin D, kalsium, vitamin C, fosfor, magnesium, dlldapat membantu pertumbuhan dan pembentukan tulang yang kuat dan sempurna (Brunner and Suddarth, 2002 ; Supariasa, 2002).

Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada klien yang mengalami fraktur pada ekstremitas kanan atas dan rahang bawah, penulis menjumpai adanya gangguan pemenuhan nutrisi peroral yang disebabkan oleh rasa tidak nyaman (nyeri) pada rahang bawah yang menyebabkan intake nutrisi peroral tidak adekuat.Oleh karena itu, penulis ingin membuat Karya Tulis Ilmiah tentang asuhan keperawatan pada klien dengan masalah gangguan pemenuhan nutrisi peroral.

B. Tujuan

Adapun tujuan penulisan Karya Tulis Ilmiah ini adalah untuk mengetahui gambaran nutrisi pada klien dengan fraktur pada ekstremitas atas dan rahang bawah.


(10)

a. Kegiatan belajar mengajar

Dapat memberikan masukan bagi tenaga pengajar dalam proses belajar mengajar mengenai fraktur dan nutrisi pada klien fraktur.

b. Praktik keperawatan

Dapat menambah wawasan bagi perawat dalam memberikan asuhan keperawatan atau praktik keperawatan tentang fraktur dan nutrisi pada klien fraktur.

c. Kebutuhan klien

Dapat menambah pemahaman klien mengenai kebutuhan nutrisi dalam proses penyembuhan fraktur.


(11)

BAB II

PENGELOLAAN KASUS

A. Konsep Dasar Keperawatan Dengan Masalah Kebutuhan Dasar Nutrisi 1. Konsep Dasar

1.1. Nutrisi 1.1.1. Definisi

Nutrisi adalah zat-zat gizi atau zat-zat lain yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit, termasuk keseluruhan proses dalam tubuh manusia untuk menerima makanan atau bahan-bahan dari lingkungan hidupnya dan menggunakan bahan-bahan tersebut untuk aktivitas penting dalam tubuh serta mengeluarkan sisanya. Nutrisi juga dapat dikatakan sebagai ilmu tentang makanan, zat-zat gizi dan zat-zat lain yang terkandung, aksi, reaksi dan keseimbangan yang berhubungan dengan kesehatan dan penyakit.(Tarwoto & Wartonah, 2010).

Kata “gizi” berasal dari bahasa Arab “ghidza” , yang berarti makanan.Setiap bahan makanan menpunyai susunan kimia yang berbeda-beda dan mengandung zat gizi yang bervariasi pula baik jenis maupun jumlahnya.Baik secara sadar maupun tidak sadar manusia mengkonsumsi makanan untuk kelangsungan hidupnya. Dengan demikian jelas bahwa tubuh manusia memerlukan zat gizi atau zat makanan, untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari, untuk mempelihara proses tubuh dan untuk tumbuh dan berkembang khususnya bagi yang masih dalam pertumbuhan. (Suhardjo & Kusharto, 1992).

Nutrisi merupakan elemen penting untuk proses dan fungsi tubuh, yang dikategorikan menjadi enam yakni air, karbohidrat, protein, lemak, vitamin, dan mineral (Potter and Perry, 2005).

Nutrisi merupakan proses pemasukan dan pengolahan zat makanan oleh tubuh yang bertujuan menghasilkan energy dan digunakan dalam aktivitas tubuh. ( Hidayat, 2006).


(12)

1.1.2. Sistem Tubuh yang Berperan dalam Pemenuhan kebutuhan Nutrisi

Sistem tubuh yang berperan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi adalah sistem pencernaan yang terdiri atas saluran pencernanan dan organ asesoris.Saluran pencernaan dimulai dari mulut sampai usus halus bagian distal, sedangkan organ asesoris terdiri atas hati, kantong empedu dan pancreas.Ketiga organ ini membantu terlaksananya sistem pencernaan makanan secara kimiawi.

1.1.2.1.Saluran Pencernaan 1.1.2.1.1. Mulut

Mulut merupakan bagian awal dari saluran pencernaan dan terdiri atas dua bagian luar yang sempit (vestibula), yaitu ruang diantara gusi, gigi bibir, pipi dan bagian dalam, yaitu rongga mulut. Di dalam mulut makanan mengalami proses mekanisme melalui pengunyahan yang akan membuat makanan dapat hancur secara merata, dibantu oleh enzim amilase yang akan memecah amilium yang terkandung di dalam makanan menjadi maltosa. Proses mengunyah ini merupakan kegiatan terkoordinasi antara lidah, gigi dan otot-otot mengunyah. Di dalam mulut juga terdapat kelenjar saliva yang menghasilkan saliva untuk proses pencernaan dengan cara mencerna hidrat arang, khususnya amilase, melicinkan bolus sehingga mudah ditelan, menetralkan serta mengencerkan bolus. Dalam proses sekresi, saliva dipengaruhi oleh beberapa faktor, di antaranya faktor mekanisme (seperti adanya benda-bolus-dalam mulut), faktor psikis (seperti bila mencium atau mengingat makanan yang enak), dan faktor kimiawi (seperti bila makanan terasa asam atau asin). (Hidayat, 2006)


(13)

1.1.2.1.2. Faring dan Esofagus

Faringmerupakan saluran pencernaan yang terletak di belakang hidung, mulut dan laring.Faring berbentuk kerucut dengan bagian terlebar di bagian atas hingga vertebra servikal keenam. Faring langsung berhubungan dengan esofagus, saluran tabung yang memiliki otot dengan panjang kurang lebih 20-25 cm dan terletak di belakang trakea, di depan tulang punggung, kemudian masuk melalui toraks menembus diafragma yang berhubungan langsung dengan abdomen serta menyambung dengan lambung. Esofagus

merupakan bagian yang berfungsi dengan menghantarkan makanan dari faring menuju lambung.Esofagus berbentuk seperti silinder yang berongga dengan pajang kurang lebih 2 cm dengan kedua ujungnya dilindungi oleh sfingter.Dalam keadaan normal, sfingter bagian atas selalu tertutup, kecuali bila ada makanan masuk ke dalam lambung.Keadaan ini berfungsi untuk mencegah gerakan balik sisi organ bagian atas, yaitu esofagus. Proses penghantaran makanan dilakukan dengan cara peristaltik, yaitu lingkaran serabut otot di depan makanan mengendor dan yang di belakang makanan berkontraksi. (Hidayat, 2006)

1.1.2.1.3. Lambung

Lambung merupakan bagian saluran pencernaan yang terdiri atas bagian atas (disebut fundus), bagian utama, dan bagian bawah yang berbentuk horizontal (antrum pilorik).Lambung berhubungan langsung dengan esofagus melalui orifisium atau kardia dengan duodenum melalui orifisium pilorik. Lambung terletak di bawah diafragma dan di depan pancreas, sedangkan limpa menempel pada sebelah kiri fundus. Fundus memiliki fungsi, yaitu fungsi motoris serta fungsi sekresi dan pencernaan.Fungsi motoris lambung adalah sebagai reservoir untuk menampung makanan sampai dicerna sedikit demi sedikit dan sebagai pencampur adalah memecah makanan


(14)

menjadi partikel-partikel kecil yang dapat bercampur dengan asam lambung. Fungsi sekresi dan pencernaan adalah mensekresi pepsin dan HCl yang akan memecah protein menjadi pepton, amilase memecah amilium menjadi maltose, lipase memecah lemak menjadi asam lemak, dan gliserol membentuk sekresi gastrin, mensekresi faktor instrinsik yang yang memungkinkan absorbsi vitamin B12 yaitu di uleum, dan mensekresi mukus yang bersifat protektif. Makanan berada pada lambung selama 2-6 jam, kemudian bercampur dengan getah lambung (cairan asam bening tak berwarna) yang mengandung 0,4 % HCl untuk mengasamkan semua makanan serta bekerja sebagai antiseptik dan desinfektan.

1.1.2.1.4. Usus Halus

Usus halus merupakan tabung berlipat-lipat dengan panjang kurang lebih 2,5 meter dalam keadaan hidup. Kemudian, akan bertambah panjang menjadi kurang lebih 6 meter pada orang yang telah meninggal, akibat adanya relaksasi otot yang telah kehilangan tonusnya. Usus halus terletak diantara umbilikus dan dikelilingi oleh usus besar yang memanjang dari lambung hingga katup ileo kolika. Usus halus terdiri atas tiga bagian, yaitu duodenum dengan panjang kurang lebih 25 cm, jejunum dengan panjang kurang lebih 2 meter, dan ileum dengan panjang kurang lebih 1 meter atau 3/5 akhir dari usus. Fungsi usus halus pada umumnya adalah mencerna dan mengabsorbsi chime dari lambung. Zat-zat makanan yang telah halus akan di absorbsi di dalam usus halus, yaitu pada duodenum, dan di sini terjadi absorbsi besi, kalsium dengan bantuan vitamin D, vitamin A, D, E, dan K dengan bantuan empedu dan asam folat.(A. Azis alimul H, 2006)

1.1.2.1.5. Usus Besar

Usus besar atau juga disebut sebagai kolon merupakan sambungan dari usus halus yang dimulai dari katup ileokolik atau


(15)

ileosaekal yang merupakan tempat lewatnya makanan. Usus besar memiliki panjang kurang lebih 1,5 meter. Kolon terbagi atas asenden, transversum, desenden, sigmoid dan berakhir di rektum yang panjangnya kira-kira 10 cm dari usus besar, dimulai dari kolon sigmoideus dan berakhir pada saluran anal. Fungsi utama usus besar adalah megabsorbsi air (kurang lebih 90%), elektrolit, vitamin, dan sedikit glukosa.Kapasitas absorbsi air kurang lebih 5000 cc/hari.Flora yang terdapat di usus besar berfungsi untu menyintesis vitamin K dan B serta memungkinkan pembusukan sisa-sisa makanan.(A. Azis alimul H, 2006)

1.1.2.2.Organ Asesoris 1.1.2.2.1. Hati

Hati merupakan kelenjar terbesar di dalam tubuh yang terlatak di bagian paling atas rongga abdomen, di sebelah kanan di bawah diafragma, dan memiliki berat kurang lebih 1500 gram (kira-kira 2,5% orang dewasa). Hati terdiri atas dua lobus, yaitu lobus kanan dan kiri yang dipisahkan oleh ligament falsiformis. Pada lobus kanan bagian belakang kantung empedu terdapat sel yang bersifat fagositosis terhadap bakteri dan benda asing lain dalam darah. Fungsi hati adalah menghasilkan cairan empedu, fagositosis bakteri, dan benda asing lainnya, memproduksi sel darah merah, dan menyimpan glikogen.

1.1.2.2.2. Kantung Empedu

Kantung empedu merupakan sebuah organ berbentuk seperti kantung yang terletak di bawah kanan hati atau lekukan permukaan bawah hati sampai pinggiran depan yang memiliki panjang 8-12 cm dan berkapasitas 40-60 cm. kantung empedu memiliki bagian fundus, leher, dan tiga pembungkus, yaitu sebelah luar pembungkus peritoneal, sebelah tengah jaringan berotot tak bergaris, dan sebelah dalam membran mukosa. Fungsi kantung empedu adalah tempat


(16)

menyimpan cairan yang lain, memekatkan cairan empedu yang berfungsi memberi pH sesuai dengan pH optimum enzim-enzim pada usus halus, mengemulsi garam-garam empedu, mengemulasi lemak, mengekskresi beberapa zat yang tak digunakan oleh tubuh, dan memberi warna pada feses, yaitu kuning kehijau-hijauan (dihasilkan oleh pigmen empedu). Cairan empedu mengandung air, garam empedu, lemak, koleterol, pigmen, fofolipid, dan sedikit protein. (Hidayat, 2006)

1.1.2.2.3. Pankreas

Pankreas merupakan kelenjar yang stukturnya sama seperti kelenjar ludah dan memiliki panjang kurang lebih 5 cm. pankreas terdiri atas tiga bagian, yaitu bagian kepala pankreas yang paling lebar, badan pankreas yang letaknya dibelakang lambung dan di depan vertebra lumbalis pertama, serta bagian ekor pankreas yang merupakan bagian runcing disebelah kiri dan meyentuh limpa. Pankreas memiliki dua fungsi, yaitu fungsi eksokrin dilaksanakan oleh sel sekretori yang membentuk getah pankreas berisi enzim serta elektrolit dan fungsi endokrin yamg terbesar di antara alveoli pankreas. (A. Azis alimul H, 2006)

1.1.3. Proses Pencernaan Makanan 1.1.3.1. Ingesti (penelanan)

Yaitu tahap dimana makanan dimasukan kedalam mulut lalu dikunyah oleh gigi, dibasahi oleh air ludahdan dibolak-balik oleh lidah, setelah makanan halus, maka akan ditelan dengan bantuan ludah ke dalam kerongkongan. Oleh kerongkongan, makanan didorong masuk ke lambung dengan suatu gerakan yang disebut peristaltik.

1.1.3.2. Digesti (pencernaan)

Yaitu tahap pengolahan makanan yang terjadi di dalam lambung, terjadi secara kimiawi atau enzimatik.Dalam lambung makanan di cerna dengan bantuan enzim-enzim pencernaan seperti pepsin, dan lain-lain.


(17)

1.1.3.3. Absorbsi (penyerapan)

Tahap penyerapan makanan terjadi di usus halus. Pada bagian atas usus halus, makanan melewati lubang saluran empedu, yang meneteskan cairan ke dalam usus halus berasal dari dua alat, yaitu kantong empedu dan pancreas. Makanan kemudian melalui tiga bagian dari usus halus; duodenum, jejunum, dan ileum.

1.1.3.4. Eliminasi (pembuangan)

Tahap pembuangan terjadi pada anus, setelah melalui tahap penyerapan.Sisa-sisa makanan yang tidak dapat dicerna lagi, lalu dibuang ke dalam usus besar.Dalam usus besar terjadi penyerapan air dan garam-garam mineral.Dalam usus besar juga terjadi pembusukan sisa makanan sebelum kemudian dibuang keluar tubuh melalui anus dalam bentuk padatan atau feses, gas, dan cairan.

1.1.4. Fungsi Nutrisi

Makanan sehari-hari yang dipilih dengan baik akan memberikan semua zat gizi yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh. Sebaliknya, bila makanan tidak dipilih dengan baik, tubuh akan mengalami kekurangan zat-zat gizi esensial tertentu. Zat-zat gizi esensial adalah zat yang harus didatangkan dari makanan. Bila dikelompokkan ada tiga fungsi zat gizi dalam tubuh, berikut akan dijelaskan lebih lanjut.

Fungsi pertama adalah memberi energi. Zat-zat gizi yang dapat memberikan energi adalah karbohidrat, lemak, dan protein.Oksidasi zat-zat gizi ini menghasilkan energi yang diperlukan tubuh untuk melakukan kegiatan/aktivitas.Ketiga zat gizi termasuk ikatan organik yang mengandung karbon yang dapat dibakar.Ketiga zat gizi terdapat dalam jumlah paling banyak dalam bahan pangan.Dalam fungsi sebagai zat pemberi energi, ketiga zat gizi tersebut dinamakan zat pembakar.

Fungsi kedua adalah pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh. Protein, mineral, dan air adalah bagian dari jaringan tubuh. Olehkarena itu diperlukan untuk membentuk sel-sel baru, memelihara, dan mengganti sel-sel


(18)

yang rusak.Dalam fungsi ini ketiga zat gizi (nutrients) tersebut dinamakan zat pembangun.

Fungsi ketiga adalah mengatur proses tubuh. Protein, mineral, air, dan vitamin diperlukan untuk mengatur proses tubuh. Protein mengatur keseimbangan air didalam sel, bertindak sebagai buffer dalam upaya memelihara netralitas tubuh dan membentuk antibodi sebagai penangkal organisme yang bersifat infektif dan bahan-bahan asing yang dapat masuk kedalam tubuh. Mineral dan vitamin diperlukan sebagai pengatur dalam proses-proses oksidasi, fungsi normal saraf, dan otot serta banyak proses lain yang terjadi didalam tubuh termasuk proses menua. Air diperlukan untuk melarutkan bahan-bahan di dalam tubuh, seperti didalam darah, cairan pencernaan, jaringan, dan mengatur suhu tubuh, peredaran darah, pembuangan sisa-sisa/ekskresi dan lain-lain. Dalam fungsi mengatur proses tubuh ini, protein, mineral, air, dan vitamin dinamakan zat pengatur (Almatsier, 2001).

1.1.5. Jenis dan Sumber-Sumber Nutrisi Untuk Tulang 1.1.5.1. Vitamin A

Vitamin A adalah vitamin larut lemak pertama yang ditemukan, sangat esensial untuk pemeliharaan kesehatan dan kelangsungan hidup.Vitamin A berpengaruh terhadap sintesis protein, yakni terhadap pertumbuhan sel. Vitamin A diperlukan untuk perkembangan tulang dan sel epitel yang membentuk email dalam pertumbuhan gigi.Pada kekurangan vitamin A, pertumbuhan tulang terhambat dan bentuk tulang tidak normal.

Bila hewan percobaan diberi makanan yang tidak mengandung vitamin A, maka pertumbuhan akan terganggu setelah simpanan vitamin A dalam tubuh habis. Pada anak-anak yang kekurangan vitamin A, terjadi kegagalan dalam pertumbuhan, dalam hal ini berperan sebagai asam retinoat (Supariasa, dkk, 2001). Vitamin A dikenal sebagai salah satu faktor biomekanikal yang menstimulasi osteoblas dan osteoklas (Childs, 2003 ; hal 421)


(19)

Sumber vitamin A adalah hati, sayuran berwarna hijau dan kuning, minyak hati ikan, kuning telur, susu murni, produk olahan susu, mentega, buah-buahan dsb (Supariasa, dkk, 2001 ; Potter and Perry, 2005).

1.1.5.2. Vitamin D

Vitamin D adalah nama generik dari dua molekul, yaitu ergokalsiferol

(vitamin D2) dan kolekalsiferol (vitamin D3). Keduanya dibentuk dibawah kulit dengan bantuan sinar matahari.Bila tubuh mendapat cukup sinar matahari, konsumsi vitamin D melalui makanan tidak dibutuhkan.Sebaliknya bila tubuh tidak mendapat cukup sinar matahari, vitamin D perlu dipenuhi melalui makanan.Karena dapat disintetis dalam tubuh, vitamin D dapat dikatakan bukan vitamin, tapi suatu prohormon.

Fungsi utama vitamin D adalah membantu pembentukan dan pemeliharaan tulang bersama vitamin A dan vitamin C, hormon-hormon

paratiroid dan kalsitonin, protein kolagen, serta mineral-mineral kalsium, fosfor, magnesium, dan fluor. Fungsi khusus vitamin D dalam hal ini adalah membantu pengerasan tulang dengan cara mengatur agar kalsium dan fosfor tersedia didalam darah untuk diendapkan pada proses pengerasan tulang. Hal ini dilakukan dengan cara sebagai berikut.

Didalam saluran cerna, kalsitriol meningkatkan absorbsi aktif vitamin D dengan cara merangsang sintetis protein pengikat kalsium dan protein pengikat fosfor pada mukosa usus halus.Didalam tulang, kalsitriol bersama hormon paratiroid merangsang pelepasan kalsium dari permukaan tulangke dalam darah.Di dalam ginjal, kalsitriol merangsang reabsorpsi kalsium dan fosfor.

Sumber vitamin D diperoleh tubuh melalui sinar matahari dan makanan.Makanan hewani merupakan sumber utama vitamin D dalam bentuk kolekalsiferol, yaitu kuning telur, hati, krim, mentega, dan minyak hati ikan.Susu sapi dan ASI bukan merupakan sumber vitamin D yang baik.Olehkarena itu, diperlukan suplemen tambahan terutama pada masa


(20)

pertumbuhan.Minyak hati ikan sering digunakan sebagai suplemen vitamin D untuk bayi dan anak-anak.

1.1.5.3. Vitamin C

Vitamin C merupakan vitamin larut air yang diperlukan pada pembentukan zat kolagen oleh fibroblast hingga merupakan bagian dalam pembentukan zat intersel. Vitamin C juga diperlukan pada proses pematangan eritrosit dan pada pembentukan tulang dan dentin.

Pada skurvy (kekurangan vitamin C) pertumbuhan anak terganggu dan timbul perdarahan kapiler dimana-mana, terutama di daerah periostium dekat ujung tulang panjang. Kadang-kadang terdapat perdarahan gusi dan ekimosis ditempat lain.

Pada waktu anak dilahirkan persediaan vitamin C dalam tubuh cukup banyak, maka kejadian infantile scurvy kebanyakan terjadi pada umur 6-12 bulan. Pada umur 1 tahun, umumnya anak sudah dapat diet yang lebih bervariasi hingga angka kejadian menurun.Gejala-gelaja yang menonjol adalah cengeng, mudah marah, rasa nyeri pada tungkai bawah, pseudoparalisis tungkai bawah, sedangkan tungkai atas jarang terserang.

Kelainan radiologis terdapat terutama pada bagian-bagian tulang yang sedang tumbuh, seperti ujung sternum tulang rusuk, ujung distal femur, ujung

proximal humerus, kedua ujung tibia dan fibula, dan ujung distal radius ulna.Gambaran radiologis menunjukkan adanya garis epifisis yang agak kabur dan tidak rata seperti biasa, osteoporosis ringan, pembengkakan pada ujung tulang panjang, terutama pada ujung bawah femur disebabkan oleh perdarahan subperios (Supariasa, 2001).

Sumber vitamin C umumnya terdapat dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nenas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat (Almatsier, 2001).


(21)

1.1.5.4. Kalsium

Kalsium adalah mineral yang paling banyak terdapat dalam tubuh, yaitu ± 2% dari berat badan orang dewasa atau kurang lebih sebanyak 1kg, dan 99% terdapat di dalam jaringan keras yaitu tulang dan gigi.

Kalsium berperan penting memberi kekuatan dan bentuk pada tulang dan gigi. Pada proses pembentukan tulang, kalsium mempunyai fungsi sebagai bagian integral dari struktur tulang. Misalnya, pada tahap pertumbuhan janin dibentuk matriks sebagai cikal bakal tulang tumbuh. Bentuknya sama dengan tulang tetapi masih lunak dan lentur hingga sesudah lahir. Matriks yang merupakan sepertiga bagian dari tulang terdiri atas serabut yang terbuat dari protein kolagen yang diselubungi oleh bahan gelatin. Segera setelah lahir, matriks mulai menguat melalui proses kalsifikasi, yaitu terbentuknya kristal mineral. Kristal ini terdiri atas kalsium fosfat atau kombinasi kalsium fosfat dan kalsium hidroksida yang dinamakan hidroksiapatit.Karena kalsium dan fosfor merupakan mineral utama dalam ikatan ini, keduanya harus berada dalam jumlah yang cukup di dalam cairan yang mengelilingi matriks tulang.Batang tulang yang merupakan bagian keras matriks, mengandung kalsium, fosfat, magnesium, seng, natrium karbonat, dan fluor disamping hidroksiapatit.Selama pertumbuhan, proses kalsifikasi berlangsung terus dengan cepat sehingga pada saat anak siap berjalan tulang-tulang dapat menyangga berat tubuh.Pada ujung tulang-tulang panjang ada bagian yang berpori yang dinamakan trabekula, yang menyediakan suplai kalsium siap pakai guna mempertahankan konsentrasi kalsium normal dalam darah.

Didalam darah/serum, kalsium dijaga agar berada dalam batas 9-10,4 mg/dl. Yang mengatur konsentrasi kalsium dalam cairan tubuh ini adalah hormon-hormon paratiroid/PTH dan tirokalsitonin dari kelenjar tiroid serta vitamin D. Hormon paratiroid dan vitamin D meningkatkan kalsium darah dengan cara sebagai berikut ini :vitamin D merangsang absorbsi kalsium oleh saluran cerna, vitamin D dan hormon paratiroid merangsang pelepasan


(22)

kalsium dari tulang kedalam darah, vitamin D dan hormon paratiroid

menunjang reabsorpsi kalsium di dalam ginjal.

Pengaruh kalsitonin diduga terjadi dengan cara merangsang pengendapan kalsium pada tulang. Hal ini terutama terjadi dalam keadaan stres, seperti pada masa pertumbuhan dan kehamilan.Dalam hal ini kalsitonin

menurunkan kalsium darah.Bila darah kalsium terlalu tinggi, kelenjar tiroid mengeluarkan kalsitonin.Sebaliknya bila darah kalsium terlalu rendah, kelenjar paratiroid mengeluarkan hormon paratiroid. Sistem pengendalian kalsium ini akan menjaga kalsium darah dalam keadaan normal. Bila terjadi kegagalan dalam sistem pengendalian, kalsium darah akan berubah. Bila kalsium darah lebih tinggi dari normal akan terjadi kekakuan otot. Sebaliknya bila kalsium darah lebih rendah dari normal, akan terjadi kejang otot. Kegagalan sistem kendali ini tidak disebabkan kekurangan atau kelebihan kalsium dari makanan, akan tetapi oleh kekurangan vitamin D atau gangguan sekresi hormon-hormon yang berperan.

Di dalam tulang, terdapat penumpukan cadangan kalsium (bila makanan yang dikonsumsi mengandung cukup kalsium) yang disimpan pada bagian ujung tulang panjang dalam bentuk kristal yang dinamakan trabekula dan dapat diimobilisasi untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat pada masa pertumbuhan, kehamilan, dan menyusui. Kekurangan konsumsi kalsium untuk jangka panjang menyebabkan struktur tulang yang tidak sempurna (Supariasa, 2001).

Sumber kalsium utama adalah susu dan hasil olahan susu, seperti keju. Ikan dimakan dengan tulang, termasuk ikan kering merupakan sumber kalsium yang baik. Serealia, kacang-kacangan, dan hasil kacang-kacangan, tahu dan tempe, dan sayuran hijau merupakan sumber kalsium yang baik juga, tetapi bahan makanan ini mengandung banyak zat yang menghambat penyerapan kalsium seperti serat, fitrat, dan oksalat. Susu nonfat merupakan sumber terbaik kalsium, karena ketersediaan biologiknya yang tinggi.


(23)

1.1.5.5. Fosfor

Fosfor merupakan mineral kedua terbanyak di dalam tubuh, yaitu 1% dari berat badan. Kurang lebih 85 % fosfor di dalam tubuh terdapat sebagai garam kasium fosfat, yaitu bagian dari kristal hidroksiapatit di dalam tulang dan gigi yang tidak dapat larut. Hidroksiapatit memberi kekuatan dan kekakuan pada tulang.Fosfor dalam tulang berada dalam perbandingan 1:2 dengan kalsium.

Fosfor mempunyai berbagai fungsi dalam tubuh, salah satunya dalam kalsifikasi tulang dan gigi.Kalsifikasi tulang dan gigi diawali dengan pengendapan fosfor pada matriks tulang.Kekurangan fosfor menyebabkan peningkatan enzim fosfatase yang diperlukan untuk melepas fosfor dari jaringan tubuh ke dalam darah agar diperoleh perbandingan kalsium terhadap fosfor yang sesuai untuk pertumbuhan tulang (Almatsier, 2001).

Fosfor terdapat di dalam semua makanan, terutama makanan kaya protein, seperti daging, ayam, ikan, telur, susu, dan hasilnya, kacang-kacangan dan hasilnya, serta serealia.

1.1.5.6. Magnesium

Magnesium merupakan kation nomor dua paling banyak didalam cairan interseluler. Kurang lebih 60% magnesium di dalam tubuh terdapat di dalam tulang dan gigi, selebihnya di dalam otot, jaringan lunak, dan cairan tubuh.Sama halnya dengan kalsium dan fosfor, mineral makro ini berperan dalam memberi bentuk (struktur) pada tulang, sehingga jika asupannya kurang dalam makanan akan mengganggu pertumbuhan tulang.

Sumber utama magnesium adalah sayuran hijau, serealia tumbuk, biji-bijian, kacang-kacangan. Daging, susu dan olahannya, serta coklat juga merupakan sumber magnesium yang baik.

1.1.6. Angka Kecukupan Gizi yang Dianjurkan Kepada Pasien Fraktur

Angka kecukupan gizi (AKG) disebut juga Recommended Dietary Allowances (RDA) merupakan rekomendasi asupan berbagai nutrien esensial yang perlu dipertimbangkan berdasarkan pengetahuan ilmiah agar asupan


(24)

nutrien tersebut cukup memadai untuk memenuhi atau melampaui kebutuhan gizi pada semua orang yang sehat. Di Indonesia, RDA/AKG disusun dalam “Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) ”.

RDA mencerminkan asupan rata-rata sehari yang harus dikonsumsi oleh populasi dan bukan merupakan kebutuhan perorangan. Kendati dapat dijadikan bahan pertimbangan untuk menghitung kebutuhan nutrien, aplikasi RDA dalam asuhan nutrisi di rumah sakit sangat terbatas karena (1) kebutuhan gizi pasien merupakan kebutuhan gizi perorangan yang menderita sakit dan bukan kebutuhan gizi populasi yang sehat, (2) RDA hanya terbatas pada nutrien umum seperti energi, protein, vitamin A, C, tiamin, riboflavin, niasin, zat besi, dan kalsium, dsb. RDA untuk nutrien yang lebih spesifik dan dibutuhkan oleh penderita penyakit tertentu sampai saat ini masih belum terdapat (D.A. Nutr., Hartono, 1999). Olehkarena itu, dibawah ini akan dicantumkan RDA/AKG dari vitamin dan mineral yang berperan dalam pembentukan tulang normal, yang juga digunakan sebagai acuan untuk pasien fraktur.

1.1.6.1. Angka kecukupan untuk Vitamin A

Golongan Umur AKG (RE) pada wanita AKG (RE) pada pria

10-12 tahun 500 500

13-15 tahun 500 600

16-19 tahun 500 700

20-45 tahun 500 700

46-59 tahun 500 700

≥60 tahun 500 600

Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi, 1998, dalam Almatsier, 2001, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, hlm.161.


(25)

1.1.6.2. Angka Kecukupan untuk Vitamin D

Golongan Umur AKG (RE) pada wanita AKG (RE) pada pria

10-12 tahun 10 10

13-15 tahun 10 10

16-19 tahun 10 10

20-45 tahun 5 5

46-59 tahun 5 5

≥60 tahun 5 5

Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi, 1998, dalam Almatsier, 2001, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, hlm.171.

Pada pasien fraktur biasanya diberikan suplemen vitamin D yang teroksidasi yaitu 1,25 dihidrokolekalsiferol (bentuk aktif vitamin D3) sebanyak 0,25 µg per harinya, hal ini disebabkan karena pasien yang rawat inap tidak mendapatkan sinar matahari yang cukup selama berada di dalam ruangan.

1.1.6.3. Angka kecukupan untuk Vitamin C

Golongan Umur AKG (RE) pada wanita AKG (RE) pada pria

10-12 tahun 50 50

13-15 tahun 60 60

16-19 tahun 60 60

20-45 tahun 60 60

46-59 tahun 60 60

≥60 tahun 60 60

Sumber : Widyakarya Pangan dan Gizi, 1998, dalam Almatsier, 2001, Prinsip Dasar Ilmu Gizi, hlm.189

Untuk vitamin C diberikan tambahan pada orang yang mengalami stress fisik dan psikologik (Almatsier, 2001). Pada pasien fraktur, diberikan sebanyak 100mg per hari, ini berarti asupannya hampir 100% lebih banyak daripada konsumsi normal orang sehat. Sebaiknya dipenuhi melalui makanan, tapi konsumsi suplemen juga dianjurkan jika pemenuhan lewat makanan tidak memadai.

1.1.6.4. Angka Kecukupan untuk Kalsium

Angka kecukupan rata-rata sehari untuk kalsium bagi orang Indonesia ditetapkan oleh Widyakarya Pangan dan Gizi (1998) sebagai berikut : pada


(26)

anak-anak sebanyak 500 mg, pada remajasebanyak 600-700 mg, dan pada orang dewasa sebanyak 500-800 mg. Pada pasein fraktur diberikan tambahan suplemen kalsium yaitu sebanyak 50mg per hari.

1.1.6.5. Angka Kecukupan untuk Fosfor

Kecukupan fosfor rata-rata sehari untuk Indonesia ditetapkan sebagai berikut (Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI 1993) : pada anak-anak sebanyak 250-400 mg, pada remaja dan dewasa sebanyak 400-500 mg.

1.1.6.6. Angka Kecukupan untuk Magnesium

Kecukupan magnesium rata-rata sehari untuk Indonesia ditetapkan sekitar 4,5 mg/kg berat badan (Widyakarya Pangan dan Gizi LIPI 1998). Ini berarti bahwa kecukupan untuk orang dewasa laki-laki adalah 280 mg/hari dan untuk wanita dewasa 250 mg/hari.

2. Pengkajian

2.1. Riwayat Keperawatan dan Diet

2.1.1. Anggaran makan, makan disukai waktu makan. 2.1.2. Apakah ada diet yang dilakukan secara khusus?

2.1.3. Adakah penurunan dan peningkatan berat badan dan berapa lama periode waktunya?

2.1.4. Adakah status fisik pasien yang dapat meningkatkan diet seperti luka bakar dan demam?

2.1.5. Adakah toleransi makan/minum tertentu?

2.2. Faktor yang mempengaruhi diet

2.2.1. Status kesehatan.

2.2.2. Kultur dan kepercayaan. 2.2.3. Status sosial ekonomi. 2.2.4. Faktor psikologis.

2.2.5. Informasi yang salah tentang makanan dan cara berdiet.

2.3. Pemeriksaan fisik

2.3.1. Keadaan fisik : apatis, lesu.


(27)

2.3.3. Otot : flaksia/lemah, tonus kurang, tenderness, tidak mampu bekerja. 2.3.4. Sistem saraf : bingung, rasa terbakar, paresthesia, reflek menurun. 2.3.5. Fungsi gastrointestinal : anoreksia, konstipasi, diare, flatulensi,

pembesaran liver.

2.3.6. Kardiovaskuler : denyut nadi lebih dari 100 kali/menit, irama abnormal, tekanan darah rendah/tinggi.

2.3.7. Rambut : kusam, kering, pudar, kemerahan, tipis, pecah/patah-patah. 2.3.8. Kulit : kering, pucat, iritasi, petekhie, lemak disubkutan tidak ada. 2.3.9. Bibir : kering, pecah-pecah, bengkak, lesi, stomatitis, membran

mukosa pucat.

2.3.10.Gusi : pendarahan, peradangan. 2.3.11.Lidah : edema, hiperemis. 2.3.12.Gigi : karies, nyeri, kotor.

2.3.13.Mata : konjungtiva pucat, kering, exotalmus, tanda-tanda infeksi. 2.3.14.Kuku : mudah patah.

2.3.15.Pengukuran antropometri :

- Berat badan ideal : (TB – 100) ± 10% - Lingkar pergelangan tangan

- Lingkar lengan atas (MAC) : Nilai normal Wanita : 28,5cm

Pria : 28,3cm - Lipatan kulit pada otot trisep (TSF) :

Nilai normal Wanita : 16,5-18 cm Pria : 12,5-16,5 cm 2.3.16.Laboratorium

- Albumin (N : 4-5,5 mg/100 ml) - Transferin (N : 170-25 mg/100 ml) - Hb (N : 12 mg %)


(28)

- Ekskresi kreatinin untuk 24 jam (N : laki-lakin: 0,6-1,3 mg/100 ml, wanita : 0,5-1,0 mg/100 ml).

3. Analisa Data

Trauma langsung Trauma tidak langsung Kondisi patologis Radius Fraktur Mandibula

Dislokasi Tulang

Perubahan Jaringan sekitar spasme otot pergeseran fragmen tulang NYERI Pergeseran Fragmen tulang laserasi kulit tekanan kapiler intoleransi

pergerakan Gg. Proses ingesti Deformitas pembuluh darah terputus pelepasan histamin intake nutrisi tidak

menstimulasi otot adekuat Gangguan fungsi ektremitas perdarahan edema nutrisi kurang dari

kebutuhan Pembuluh darah

Gangguan mobilitas fisik kehilangan vol.cairan penurunan perfusi jaringan peristaltik melemah

Intoleransi penatalaksanaan medis syok hipovolemik Gg. Perfus jaringan Pergerakan

Ekskresi pada rektum menurun Perubahan pola eliminasi alvi Tidak dapat melakukan prosedur pemasangan Gg. Rasa nyaman Perawatan diri secara mandiri traksi

Stress yang berlebihan/Gelisah Kurang perawatan diri/ Gg. Body image ada port de entry tidak dapat beristirahat

Personal hygiene dengan tenang


(29)

3.1. Diagnosa Keperawatan

3.1.1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

Definisi : Keadaan dimana intake nutrisi kurang dari kebutuhan metabolisme tubuh

Kemungkinan berhubungan dengan : a. Efek dari pengobatan.

b. Mual/muntah.

c. Gangguan intake makanan. d. Radiasi/kemoterapi.

e. Penyakit kronis.

Kemungkinan data yang ditemukan : a. Berat badan menurun.

b. Kelemahan. c. Kesulitan makan.

d. Nafsu makan berkurang. e. Hipotensi.

f. Ketidakseimbangan elektrolit. g. Kulit kering.

Kondisi klinis kemungkinan terjadi pada : a. Anoreksia nervosa

b. AIDS c. Pembedahan d. Kehamilan e. Kanker f. Anemia g. Marasmus

Tujuan yang diharapkan :

a. Terjadi peningkatan berat badan sesuai batasan waktu. b. Peningkatan status nutrisi.


(30)

3.2. Perencanaan Keperawatan

Intervensi Rasional

1. Tingkat intake makanan melalui: - Mengurangi gangguan dari

lingkungan seperti berisik dan lain-lain.

- Jaga privasi pasien.

- Jaga kebersihan ruangan (barang-barang seperti sputum pot, urinal tidak berada dekat tempat tidur).

- Berikan obat sebelum makan jika ada indikasi.

2. Jaga kebersihan mulut pasien.

3. Bantu pasien makan jika tidak mampu.

4. Sajikan makanan yang mudah dicerna, dalam keadaan hangat, tertutup, dan berikan sedikit-sedikit tetapi sering.

5. Selingi makan dengan minum. 6. Hindari makanan yang banyak

mengandung gas.

7. Ukur intake makanan dan timbang berat badan.

8. Lakukan latihan pasif dan aktif. 9. Kaji tanda vital, sensori, bising

usus.

1. Cara khusus untuk

meningkatkan nafsu makan.

2. Mulut yang bersih

meningkatkan nafsu makan. 3. Membantu pasien makan.

4. Meningkatkan selera makan dan intake makan.

5. Memudahkan makanan masuk. 6. Mengurangi rasa nyaman.

7. Observasi kebutuhan nutrisi.

8. Menambah nafsu makan.

9. Membantu mengkaji keadaan pasien.


(31)

10. Monitor hasil lab, seperti glukosa, elektrolit, albumin, hemoglobin, kolaborasi dengan dokter.

11. Berikan umpan balik yang positif tentang peningkatan intake, berat badan.

12. Berikan pendidikan kesehatan tentang cara diet, kebutuhan kalori, dari tindakan keperawatan yang berhubungan dengan nutrisi jika pasien menggunakan NGT. 13. Cek kepatenan tube.

14. Pemberi cairan/makanan tidak lebih 150 cc sekali pemberian. 15. Cek temperatur makanan agar

tidak terlalu panas/dingin.

16. Atur posisi semifowler saat memberikan makanan.

17. Jelaskan bagaimana tube bekerja dan perawatannya.

10. Monitor status nutrisi.

11. Meningkatkan kepercayaan untuk meningkatkan makan.

12. Meningkatkan pengetahuan agar pasien lebih kooperatif.

13. Menghindari aspirasi dan obstruksi tube.

14. Menghindari aspirasi.

15. Mengurangi kram dan terbakar pada abdomen.

16. Mengurangi risiko terjadinya aspirasi.


(32)

B. Asuhan Keperawatan Kasus 1. Pengkajian

FORMAT PENGKAJIAN PASIEN DI RUMAH SAKIT I. BIODATA

IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. S

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 35 Tahun

Status Perkawinan : Belum Menikah

Pendidikan : SD

Alamat : Kec. Lima puluh.Kab. Batu bara Tanggal Masuk RS : 10 Juni 2013

No. Register : 00.56.18.90

Ruangan/kamar : RB IIb / kamar 3.4 Golongan darah : A

Tanggal Pengkajian : 17 Juni 2013 Tanggal Operasi : 24 Juni 2013

Diagnosa Medis : Fraktur radius dekstra + mandibula

II. KELUHAN UTAMA :

Saat dilakukan pengkajian, klien mengeluhkan tidak bisa makan karena tidak mampu untuk membuka mulut sebab terdapat fraktur pada rahang bawah.

III. RIWAYAT KESEHATAN SEKARANG

A. Provocative/palliative

1. Apa penyebabnya :

Klien mengatakan penyebab dia tidak bisa makan karena fraktur yang dialaminya pada rahang bawah


(33)

B. Quantity/quality

1. Bagaimana dirasakan

Klien mengeluhakan nyeri pada ulu hati dan perut terasa kembung.

2. Bagaimana dilihat

Klien tampak sulit membuka mulut.

C. Region

1. Dimana lokasinya

Pada rahang bawah dan epigastrik. 2. Apakah menyebar

Klien mengatakan nyeri pada uluh hati yang dirasakan tidak menyebar.

D. Severity

Klien tidak mampu untuk membuka mulut dan sangat sulut ubntuk mengunyah.

E. Time

Klien dapat membuka mulut sekitar 2 cm selama 5 manit untuk memenuhi kebutuhan asupan nutrisinya.

IV. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

A. Penyakit yang pernah dialami

Klien mengatakan tidak ada penyekit kronik yang pernah dialami

B. Pengobatan/tindakan yang dilakukan

Klien mengatakan tidak pernah melakukan pengobatan/tindakan sebelumnya karena tidak pernah mengalami penyakit kronik

C. Pernah dirawat/dioperasi

Klien tidak pernah dioperasi atau dirawat di rumah sakit sebelumnya.


(34)

D. Lama dirawat

Klien tidak memiliki riwayat rawat inap sebelumnya, dan saat dilakukan pengkajian, klien mengatakan telah seminggu dirawat di rumah sakit H. Adam Malik Medan.

E. Alergi

Klien mengatakan tidak ada riwayat alergi.

F. Imunisasi

Saat dilakukan pengkajian klien mengatakan imunisasinya tidak lengkap.

V. RIWAYAT KESEHATAN KELUARGA A. Orang tua

Klien mengatakan alm.Ayahnya penah menderita diabetes, dan ibunya tidak memiliki riwayat penyakit keturunan.

B. Saudara kandung

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga atau saudara kandungnya yang menderita penyakit diabetes, atau penyakit yang sama seperti yang dialami klien saat ini.

C. Penyakit keturunan yang ada

Klien mengatakan alm. Ayahnya pernah menderita diabetes, tetapi tidak ada anggota keluarga yang mengalami penyakit yang sama seperti yang dialami alm. Ayahnya.

D. Anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa

Klien mengatakan tidak ada anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa.

E. Anggota keluarga yang meninggal

Klien mengatakan ayahnya sudah meninggal sejak satu setengah tahun yang lalu.

F. Penyebab meninggal


(35)

VI. RIWAYAT KEADAAN PSIKOSOSIAL A. Persepsi pasien tentang penyakitnya:

Klien mengatakan penyakit atau cedera yang dialaminya akan segera sembuh atau pulih.

B. Konsep diri:

Gambaran diri : klien mengatakan ia yakin cedera atau fraktur yang dialaminya akan sembuh secara total.

Ideal diri : klien mengatakan ia ingin cepat sembuh.

Harga diri : klien mengatakan ia menerima keadaanya yang sekarang.

Peran diri : klien bekerja sebagai buruh bangunan untuk membentu keuangan keluarganya.

Identitas diri :klien adalah anak tertua dari tiga bersaudara, klien bekerja sebagai buruh bangunan.

C. Keadaan emosi:

Saat dilakukan pengkajian, keadaan emosi klien stabil.

D. Hubungan social:

1. Orang yang berarti:

Orang yang berarti bagi klien adalah orang tua (ibu) dan kedua saudara kandungnya.

2. Hubungan dengan keluarga:

Klien mengatakan tidak ada masalah dengan keluarganya. 3. Hubungan dengan orang lain:

Klien memiliki hubungan yang baik dengan lingkungan sekitarnya.klien tidak ada masalah dengan tetangganya dan klien yang berada dalam ruangan tempat ia dirawat

4. Hambantan dalam berhubungan dengan orang lain:

Klien mengatakan tidak ada hambatan dalam berhubungan dengan orang lain disekitar rumah, tetapi di ruangan tempat


(36)

iadirawat klien tidak dapat berkomunikasi dengan baik karena terdapat cedera di daerah rahang bawah (mandibula)

E. Spiritual:

1. Nilai dan kenyakinan : klien beragama islam

2. Kegiatan ibadah : sholat, tetapi selama dirawat di rumah sakit klien tidak pernah beribadah (sholat).

VII. PEMERIKSAAN FISIK A. Keadaan Umum

Saat dilakukan pengkajian keadaan umum klien compos mentis, lemah, mobilisasi terganggu.

B. Tanda-tanda vital

Suhu tubuh : 37.6 0c

Tekanan darah : 130/90 mmHg

Nadi : 88 x/menit

Pernafasan : 22 x/menit

Skala nyeri : pada dareah lengan (radius) 4, dan pada rahang bawah (madibula) 8.

TB : 165 cm

BB : 54 kg

C. Pemeriksaan Head to toe

a. Kepala dan rambut 1. Bentuk : bulat

2. Ubun-ubun: keras dan tertutup

3. Kulit kepala: tidak dijumpai kelainan pada kulit kepala b. Rambut

1. Penyebaran dan keadaan rambut: merata di seluruh kepala, rambut lebat dan terlihat kotor.

2. Bau :


(37)

c. Wajah

1. Warna kulit: wajah terlihat pucat 2. Struktur wajah : lengkap dan simetris d. Mata

1. Kelengkapan dan kesimetrisan : struktur mata lengkap, dan simetris antara kiri dan kanan

2. Palpebra : ptosis (-), edema (-), tidak dijumpai tanda radang

3. Konjungtiva dan sclera : konjungtiva tidak anemis, edema (-), sclera terlihat kemerahan

4. Pupil : ukuran pupil 3mm, reflek cahaya (+), isokor antara kanan dan kiri

5. Kornea dan iris : edema (+), tidak dijumpai pengapuran katarak

6. Visus : klien dapat membaca pada jarak 5 meter, klien dapat melihat lambaian tangan pada jarak 1 meter 7. Tekanan bola mata : tidak dilakukan pemeriksaan pada

tekanan bola mata. e. Hidung

1. Tulang hidung dan posisi septum nasi : simetris di medialis

2. Lubang hidung : tidak ada secret dan tidak di jumpai tanda randang

3. Cuping hidung : tidak dijumpai pernafasan cuping hidung

f. Telinga

1. Bentuk telinga : simetris kiri dan kanan 2. Ukuran telinga : normal


(38)

4. Ketajaman pendengaran : baik, klien tidak mengalami penurunan ketajaman pendengaran

g. Mulut dan faring

1. Keadaan bibir : terdapat luka jahitan pada bibir atas, mukosa bibir kering,

2. Keadaan gusi dan gigi : tidak terdapat edema maupun tanda radang pada gusi, klien mengatakan gigi bagian bawah goyang semua.

3. Keadaan lidah : makroglosia (-), glosoptosis (-), klien mengeluhkan tidak bisa menjulurkan lidah karena terasa sakit pada saat membuka mulut

4. Orofaring : tidak ada tanda radang h. Leher

1. Posisi trachea : terdapat pada medial leher

2. Thyroid : tidak dijumpai pembesaran kelenjar thyroid 3. Suara :

4. Kelenjar limfe : tidak ada kelainan pada kelenjar limfe 5. Vena jugularis : tidak ada distensi pada vena jugularis 6. Denyut nadi karotis : teraba jelas, iramanya teratur i. Pemeriksaan integument

1. Kebersihan : saat dilakukan pengkajian kulit klien terlihat agak sedikit kotor karena selama dirawat di rumah sakit klien tidak pernah mandi atau melakukan perawatan diri

2. Kehangatan : normal 3. Warna : kecoklatan

4. Turgor : normal, kembali < 2 detik 5. Kelembaban : kulit terasa kering

6. Kelainan pada kulit : tidak dijumpai kelainan pada kulit klien


(39)

j. Pemeriksaan payudara dan ketiak 1. Ukuran dan bentuk : simetris

2. Warna payudara dan areola : areola berwarna hitam 3. Kondisi payudara dan putting : normal, tidak dijumpai

kelainan

4. Produksi asi : tidak ada

5. Aksila dan Clavicula : tidak ada kelainan k. Pemeriksaan thoraks/dada

1. Isnpeksi thoraks : normal

2. Pernafasan : 22 x/menit, regular (teratur)

3. Tanda kesulitan bernafas : tidak dijumpai tanda kesulitan bernafas

l. Pemeriksaan paru

1. Palpasi getaran suara : fremitus taktil simetris kiri dan kanan

2. Perkusi : pada saat dilakukan pengkajian terdengar resonan

3. Auskultasi : suara nafas vesikuler, suara ucapan jelas dan tidak terdapat suara tambahan

m. Pemeriksaan jantung

1. Inspeksi : tidak dijumpai ictus cordis

2. Perkusi : batas jantung intercostal 5, kardiomegali (-) 3. Auskultasi : suara jantung I dan II terdengar jelas

dengan frekwensi 88 x/menit dan regular (teratur) n. Pemeriksaan abdomen

1. Inspeksi : simetris, tidak terdapat tanda ascites

2. Auskultasi : peristaltik usus 6 x/menit, tidak ada suara tambahan

3. Palpasi : tidak teraba massa atau benjolan dan tidak ada nyeri tekan, distensi pada dinding abdomen


(40)

4. Perkusi : suara abdomen tympani

o. Pemeriksaan pemeriksaan kelamin dan daerah sekitar 1. Genitalia : tidak dilakukan pemeriksaan

2. Anus dan perineum : tidak dilakukan pemeriksaan p. Pemeriksaan musculoskeletal/ekstremitas

Simetris kiri dan kanan, edema (+) pada ektremitas kanan atas, terdapat trauma atau fraktur pada lengan kanan.Ekstremitas kanan atas tidak bisa diangkat terlalu lama.

q. Pemeriksaan neurilogi (nervus cranialis)

Tidak mampu membuka mulut lebar dan tidak mampu mendorong pipi dengan lidah serta tidak mampu menjulurkan lidah karena terasa nyeri pada rahang bawah r. Fungsi motorik

Klien mampu berjalan dengan bantuan keluarga, tidak dapat melakukan supinasi pada ekstremitas kanan atas s. Fungsi sensorik

Klien mampu mengidentifikasi sentuhan kapas, tajam-tumpul, panas-dingin.

VIII. POLA KEBIASAAN SEHARI-HARI A. Pola makan dan minum

1. Frekuensi makan/hari : tidak dapat makan makanan biasa, diet klien diganti dengan susu

2. Nafsu/selera makan : selama dirawat klien mengatakan tidak selera makan

3. Nyeri ulu hati : klien mengatakan terasa nyeri pada ulu hati 4. Alergi : klien mengatakan tidak ada riwayat alergi terhadap

makanan


(41)

6. Waktu pemberian makan : klien mengatakan minum susu 3-4 kali sehari

7. Jumlah dan jenis makan : klien mendapat diet susu kira-kira 300cc.

8. Waktu pemberian cairan/minum : klien terpasang infuse RL 20 tetes/menit

9. Masalah makan dan minum : tidak mampu makan makanan biasa melalui oral

B. Perawatan diri/personal hygiene

Selama dirawat dirumah sakit klien tidak pernah melakukan personal hygiene karena tidak mampu melakukannya secara mandiri.

C. Pola kegiatan/aktivitas

Klien mampu mengubah posisi tidur/berbaring

D. Pola eliminasi 1. BAB

a) Pola BAB : selama dirawat, klien mengatakan tidak pernah BAB

b) Karakter feses : - c) Riwayat perdarahan : - d) BAB terakhir : - e) Diare : -

f) Penggunaan laktasif : tidak pernah menggunakan laktasif

2. BAK

a) Pola BAK : selama dirawat, klien biasa BAK 3-4 kali/hari b) Karakter urine : keruh atau kekuningan

c) Nyeri/rasa terbakar/kasulitan BAK : klien mengatakan tidak ada nyeri/rasa terbakar/kesulitan saat BAK

d) Riwayat penyakit ginjal/kandung kemih : klien mengatakan tidak penah mengalami penyakit ginjal


(42)

e) Penggunaan diuretik : tidak ada f) Upaya mengatasi masalah : -

E. Pola Tidur

1. Waktu tidur : klien mengatakan tidur malam pada jam 21.00 wib. Pada siang hari jam 10.00 wib, dan jam 14.00 wib.

2. Waktu bangun : klien mengatakan sering terbangun pada malam hari

3. Masalah tidur : klien mengatakan saat terbangun malam sulit untuk memulai tidur.

2. Analisa Data

Data Etiologi Masalah keperawatan

DO: wajah terlihat meringis dan berkeringat

DS: klien mengeluhkan nyeri pada ekstremitas kanan atas dengan skala nyeri 4, dan pada rahang bawah dengan skala nyeri 8.

Fraktur pada ekstremitas kanan atas (radius) dan rahang bawah

(mandibula)

Terasa nyeri pada daerah fraktur

Gangguan rasa nyaman

Gangguan rasa nyaman

DO: klien terlihat lemah dan wajah pucat

DS: klien mengatakan tidak bisa makan karena terasa sakit atau nyeri pada saat membuka mulut

Trauma atau fraktur pada rahang bawah (mandibula)

Nyeri atau sakit pada saat membuka mulut

Asupan nutrisi peroral berkurang

Nutrisi kurang dari kebutuhan

Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


(43)

DO: lemah, peristaltic 6

kali/menit, dinding abdomen distensi

DS: klien mengatakan selama dirawat tidak pernah BAB

Trauma pada rahang bawah

Tidak bisa membuka mulut

Asupan nutrisi berkurang

Terjadi penurunan absorbsi di lambung, usus dan colon,

peristaltik usus lemah

Tidak terjadi ekskresi pada rektum

Perubahan pola ekiminasi alvi

Perubahan pola eliminasi alvi

DO: klien terlihat kotor, kuku kaki dan tangan panjang, mukosa bibir kering

DS : klien mengatakan tidak mampu melakukan personal hygiene secara mandiri

Fraktur atau cedera pada ektremitas kanan atas

Intoleransi mobilitas

Tidak dapat melakukan perawatan diri secara mandiri

Kurang perawatan diri/personal hygiene

Kurang perawatan diri/ personal hygiene

DO : klien terlihat lemah, terbaring ditempat tidur DS : klien tidak mampu mengangkat ekstremitas kanan atas terlalu lama

Cidera pada lengan kanan dan rahang bawah

Nyeri dilokasi cedera

Intoleransi pergerakan


(44)

Gangguan mobilitas fisik DO : wajah pucat, kantung

mata hitam, lemas.

DS : klien mengatakan selama dirawat tidak pernah tidur puas karena sering mengalami nyeri.

Gangguan rasa nyaman : nyeri

Gelisah

Tidak bisa istirahat/tidur

Sering terbangun pada malam hari

Gangguan istirahat/tidur

Pola istirahat/tidur terganggu

Gangguan pola istirahat/tidur

3. Rumusan masalah

3.1. Gangguan rasa nyaman 3.2. Nutrisi kurang dari kebutuhan 3.3. Perubahan pola eliminasi alvi

3.4. Kurang perawatan diri/personal hygiene 3.5. Gangguan mobilitas fisik

3.6. Gangguan pola istirahat/tidur

4. Diagnosa Keperawatan Prioritas

2.1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan peroral ditandai dengan fraktur pada rahang bawah, klien tidak mampu membuka mulut karena terasa nyeri atau sakit pada saat membuka mulut, lemah, wajah terlihat pucat dan nyeri pada ulu hati. 2.2. Perubahan pola eliminasi alvi berhubungan dengan penurunan asupan

peroral, peristaltik lemah ditandai dengan klien mengatakan tidak pernah BAB selama dirawat.

2.3. Ganguan rasa nyaman : nyeri pada ekstremitas kanan atas dan rahang bawah berhubungan dengan fraktur pada tangan dan rahang bawah


(45)

ditandai dengan wajah meringis, skala nyeri pada ektremitas kanan atas 4 dan rahang bawah 8.

2.4. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera atau fraktur pada ekstremitas kanan atas dan rahang bawah ditandai dengan klien mengatakan tidak bisa lama mengangkat tangan dan melakukan supinasi.

2.5. Gangguan pola istirahat/tidur berhubungan dengan nyeri fraktur ditandai dengan klien mengeluh sering terbangun malam karena terasa nyeri dan sulit untuk memulai tidur kembali.

2.6. Kurang perawatan diri/personal hygiene berhubungan dengan intoleransi mobilitas fisik ditandai dengan kuku kaki dan tangan panjang, bibir kering, kulit terlihat kotor.

5. Perencanaan Keperawatan

Diagnosa : Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan peroral ditandai dengan fraktur pada rahang bawah, klien tidak mampu membuka mulut karena terasa nyeri atau sakit pada saat membuka mulut, lemah, wajah terlihat pucat dan nyeri pada ulu hati.

Tujuan : intake nutrisi klien adekuat.

Kriteria hasil : tidak terjadi penurunan BB, peningkatan status gizi.

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Kaji kemampuan menelan klien.

2. Berikan makanan lembek seperti bubur. 3. Posisikan klien semi fowler saat

memberikan diet.

4. Berikan makanan tambahan seperti susu.

1. Mengetahui apakah ada tanda kesulitan untuk menelan dan memberikan informasi tentang jenis diet yang sesuai.

2. Mempermudah klien untuk menelan makanan. 3. Posisi semi fowler membantu mengurangi

risiko aspirasi.


(46)

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemasangan NGT

2. Kolaborasi dalam pemberian diet yang seimbang.

1. Membantu mengurangi pergerakan pada rahang.

2. Membantu menentukan diet yang sesuai untuk klien.

Diagnosa : Ganguan rasa nyaman : nyeri pada ekstremitas kanan atas dan rahang bawah berhubungan dengan fraktur pada tangan dan rahang bawah ditandai dengan wajah meringis, skala nyeri pada ektremitas kanan atas 4 dan rahang bawah 8.

Tujuan : nyeri berkurang atau hilang.

Kriteria hasil : klien tampak lebih tenang dan bisa beristirahat.

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Pertahankan imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring dan gips.

2. Tinggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.

3. Evaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan karakteristik serta intensitas (skala nyeri).

4. Berikan obat sebelum perawatan aktivitas dan jelaskan prosedur tindakan.

5. Ajari klien teknik relaksasi seperti tarik nafas dalam untuk mengontrol nyeri.

Kolaborasi

1. Lakukan kompres dingin/es sesuai

1. Mengurangi terjadinya nyeri dan mencegah kesalahan posisi tulang/tegangan pada jaringan yang cedera.

2. Meningkatkan aliran balik vena, menurunkan edema dan mengurangi nyeri.

3. Memberiakan informasi keefektifan intervensi.

4. Meningkatkan relaksasi otot dan partisipasi klien serta memungkinkan klien untuk siap secara mental dalam tindakan keperawatan. 5. Meningkatkan koping klien dalam mengontrol

nyeri yang mungkin menetap untuk periode yang lama.

1. Menurunkan edema atau hematoma dan menurunkan sensasi nyeri.


(47)

keperluan.

2. Beriakan obat sesuai indikasi; narkotik dan analgesik non-narkotik seperti Ketorolak (Toradol), Siklopenzaprin (Flekseril), Hidroksil (Vistaril).

2. Diberikan untuk menurunkan nyeri dan spasme otot.

Diagnosa : Perubahan pola eliminasi berhubungan dengan penurunan asupan peroral, peristaltik lemah ditandai dengan klien mengatakan tidak pernah BAB selama dirawat.

Tujuan : pola eliminasi alvi kembali normal.

Kriteria hasil : klien tidak mengeluh konstipasi, karakteristik feses normal.

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Catat dan kaji kembali konsistensi, jumlah, dan waktu buang air besar.

2. Kaji dan catat pergerakan usus. 3. Berikan cairan yang adekuat. 4. Berikan makanan yang tinggi serat. 5. Bantu klien dalam melakukan aktivitas

aktif dan pasif sesuai dengan kemampuan klien.

Kolaborasi

1. Kolaborasi pemberian laktasif atau enema.

1. Pengkajian dasar untuk mengetahui adanya masalah eliminasi alvi.

2. Deteksi dini penyebab konstipasi. 3. Membantu feses lebih lunak. 4. Mengurangi risiko konstipasi.

5. Membantu meningkatkan pergerakan usus.

1. Membantu merangsang dan mempermudah eliminasi alvi.

Diagnosa : Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan cedera atau fraktur pada ekstremitas kanan atas dan rahang bawah ditandai dengan klien mengatakan tidak bisa lama mengangkat tangan dan melakukan supinasi.

Tujuan : meningkatkan/mempertahankan mobilitas pada tingkat paling tinggi yang mungkin mempertahankan posisi fungsional.


(48)

menunjukan teknik yang memampukan melakukan aktivitas.

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan persepsi pasien terhadap imobilisasi.

2. Pertahankan body alignment dan posisi yang nyaman.

3. Lakukan latihan aktif maupun pasif.

4. Tingkatkan aktivitas sesuai batas toleransi.

5. Berikan terapi nyeri sebelum atau sesudah latihan.

1. Pasien mungkin dibatasi oleh pandangan diri/persepsi diri tentang keterbatasan fisik aktual, memerlukan informasi/intervensi untuk meningkatkan kemajuan kesehatan.

2. Mencegah iritasi dan komplikasi.

3. Meningkatkan sirkulasi dan mencegah kontraktur

4. Mempertahankan tonus otot.

5. Mengurangi rasa nyeri.

Diagnosa : Gangguan pola istirahat/tidur berhubungan dengan nyeri fraktur ditandai dengan klien mengeluh sering terbangun malam karena terasa nyeri dan sulit untuk memulai tidur kembali.

Tujuan : klien dapat tidur 7-8 jam setiap malam

Kriteria hasil : klien mengatakan lebih rileks dan lebih segar ketika bangun.

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Lakukan kajian masalah gangguan tidur klien, karakteristik, dan penyebab kurang tidur.

2. Lakukan persiapan untuk tidur malam seperti pada jam 9 malam sesuai dengan

1. Memberikan informasi dasar dalam menentukan rencana tindakan keperawatan.


(49)

pola tidur klien.

3. Pastikan keadaan tempat tidur yang nyaman dan bersih serta bantal yang nyaman

3. Tempat tidur yang bersih membantu mempermudah klien untuk memulai tidur.

Diagnosa : Kurang perawatan diri/personal hygiene berhubungan dengan intoleransi mobilitas fisik ditandai dengan kuku kaki dan tangan panjang, bibir kering, kulit terlihat kotor.

Tujuan : klien dapat melakukan perawatan diri/personal hygiene secara mandiri.

Kriteria hasil : klien terlihat bersih, kuku kaki dan tangan bersih, tidak terjadi infeksi pada kulit.

Intervensi Rasional

Mandiri

1. Kaji kembali pola kebersihan diri.

2. Kaji sejauh mana kemampun klien dalam melakukan personal hygiene. 3. Bantu klien dalam kebersihan badan,

mulut, rambut dan kuku.

4. Berikan pendidikan kesehatan tentang; pentingnya kebersihan diri, pola kebersihan diri, dan cara kebersihan.

1. Memberikan informasi untuk menentukan intervensi.

2. Mengetahui apakah klien membutuhkan bantuan secara total atau sebagian.

3. Mempertahankan rasa nyaman.

4. Meningkatkan pengetahuan dan membuat klien lebih kooperatif.

5. Implementasi dan Evaluasi

No. Diagnosa Implementasi Evaluasi

1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kurangnya asupan peroral ditandai dengan fraktur pada rahang bawah, klien tidak mampu membuka mulut karena terasa nyeri atau sakit pada saat membuka mulut, lemah, dan wajah terlihat

1.mengkaji kemampuan menelan klien.

2.memberikan makanan

lembek seperti bubur.

3.Mengatur posisi klien semi fowler saat memberikandiet.

4.memberikan makanan

S : klien megatakan tidak mampu untuk maknmelalui mulut. O : pucat (+), tidak terjadi penurunan berat badan.


(50)

pucat. tambahan seperti susu. 5. kolaborasi pemasangan NGT 6.Kolaborasi dalam pemberian

diet yang seimbang.

teratasi, klien belum amapu melakukan makan melalui mulut

P : intervensi dilanjutkan

2. Ganguan rasa nyaman : nyeri pada ekstremitas kanan atas dan rahang bawah berhubungan dengan fraktur pada tangan dan rahang bawah ditandai dengan wajah meringis, skala nyeri pada ektremitas kanan atas 4 dan rahang bawah 8.

6. mempertahankan

imobilisasi bagian yang sakit dengan tirah baring dan gips.

7. meninggikan dan dukung ekstremitas yang terkena.

8. mengevaluasi keluhan nyeri, perhatikan lokasi dan karakteristik serta intensitas (skala nyeri).

9. memberikan obat sebelum perawatan aktivitas dan jelaskan prosedur tindakan. 10. mengajari klien teknik

relaksasi seperti tarik nafas dalam untuk mengontrol nyeri.

11. melakukan kompres

dingin/es sesuai keperluan. 12. memberikan obat sesuai

indikasi; narkotik dan analgesik non-narkotik seperti Ketorolak (Toradol), Siklopenzaprin (Flekseril), Hidroksil (Vistaril).

S : klien mengeluhkan nyeri pada lengan atas dengan skala 4 dan pada rahang bawah denga skala 8

O : klien terlihat meringis dan mencoba menarik nafas dalam pada saat terasa nyeri A klien masih mengalami nyeri

P : intervensi dilanjutkan

3. Perubahan pola eliminasi alvi berhubungan dengan penurunan

13. mencatat dan mengkaji

kembali konsistensi,

S : klien mengatakan belum pernah BAB


(51)

asupan peroral, peristaltik lemah ditandai dengan klien mengatakan tidak pernah BAB selama dirawat.

jumlah, dan waktu buang air besar.

14. mengkaji dan catat pergerakan usus.

15. memberikan cairan yang adekuat.

16. memberikan makanan yang tinggi serat.

17. membantu klien dalam melakukan aktivitas aktif dan pasif sesuai dengan kemampuan klien.

18. Kolaborasi pemberian laktasif atau enema.

selama dirawat.

O : peritaltik 6 x/menit,

distensi dinding abdomen (+)

A : masalah belum teratasi, klien masih mengalami konstipasi

P : intervensi dilanjutkan

4. Gangguan mobilitas fisik

berhubungan dengan cedera atau fraktur pada ekstremitas kanan atas dan rahang bawah ditandai dengan klien mengatakan tidak bisa lama mengangkat tangan dan melakukan supinasi.

19. mengkaji derajat imobilisasi yang dihasilkan oleh cedera/pengobatan persepsi pasien terhadap imobilisasi. 20. mempertahankan body

alignment dan posisi yang nyaman.

21. melakukan latihan aktif maupun pasif.

22. meningkatkan aktivitas sesuai batas toleransi.

23. memberikan terapi nyeri sebelum atau sesudah latihan.

S : klien mengatakan

tidak mampu mengangkat lengan kanan terlalu lama, dan tidak dapat menoleh kekiri dan kanan secara spontan.

O : skala nyeri 4 pada lengan kanan dan 8 pada rahang bawah. Klien telihat meringis. A : masalah belum teratasi, klien masih mengeluh nyeri pada lengan kanan dan rahang bawah

P : intervensi dilanjutkan


(52)

5. Gangguan pola istirahat/tidur berhubungan dengan nyeri fraktur ditandai dengan klien mengeluh sering terbangun malam karena terasa nyeri dan sulit untuk memulai tidur kembali.

24. melakukan kajian masalah gangguan tidur klien, karakteristik, dan penyebab kurang tidur.

25. melakukan persiapan untuk tidur malam seperti pada jam 9 malam sesuai dengan pola tidur klien.

26. mempastikan keadaan tempat tidur yang nyaman dan bersih serta bantal yang nyaman

S : klien mengatakan sering terbangun pada malam hari karna tersasa nyeri

O : pucat (+), sering menguap pada siang hari

A : maslah belum teratasi, klien mengeluh sering terbangun pada malam hari dan sulit untuk memulai tidur kembali

P : intervensi dilanjutkan

6. Kurang perawatan diri/personal hygiene berhubungan dengan intoleransi mobilitas fisik ditandai dengan kuku kaki dan tangan panjang, bibir kering, kulit terlihat kotor.

27. mengkaji kembali pola kebersihan diri.

28. mengkaji sejauh mana kemampun klien dalam melakukan personal hygiene.

29. membantu klien dalam kebersihan badan, mulut, rambut dan kuku.

30. memberikan pendidikan kesehatan tentang; pentingnya kebersihan diri,

pola kebersihan diri, dan cara kebersihan

S : klien mengatakan belum bisa melakukan perawatan diri/personal hygiene secara mandiri O : klien terlihat kotor, mukosa bibir kering dan pecah-pecah

A : klien mengeluh gatal pada daerah punggung.

P : masalah belum teratasi, intervensi dilanjutkan


(53)

BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN 3.1. KESIMPULAN

Pada klien yang mengalami fraktur pada rahang bawah (mandibula) terjadi gangguan pada proses pencernaan makanan, yaitu pada tahap ingesti. Tahap dimana makanan dimasukan kedalam mulut lalu dikunyah oleh gigi, dibasahi oleh air ludahdan dibolak-balik oleh lidah, setelah makanan halus, maka akan ditelan dengan bantuan ludah ke dalam kerongkongan. Oleh kerongkongan, makanan didorong masuk ke lambung dengan suatu gerakan yang disebut peristaltik.Karena terjadi gangguan pada tahap ini, maka intake nutrisi tidak adekuat.

Saat dilakukan penkajian, klien mengeluhkan tidak bisa makan karena tidak mampu untuk membuka mulut sebab terdapat fraktur pada rahang bawah, terdapat nyeri pada ulu hati, klien terlihat pucat dan lemah.Setelah dilakukan intervensi keperawatan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi dan dievaluasi, didapatkan data intake nutrisi masih belum adekuat. Untuk memenuhi kebutuhan nutrisi klien haris dilakukan intervensi kolaboratif dengan tim medis dan para medis lain seperti pemasangan selang NGT, pemberian diet yang sesuai, dan pembedahan.

3.2. SARAN

3.2.1. Tenaga Kesehatan

Karya Tulis Ilmiah ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan bagi tenaga kesehatan di rumah sakit khususnya perawat supaya mengetahui nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien yang mengalami fraktur.


(54)

3.2.2. Tenaga Pengajar

KaryaTulis Ilmiah inidiharapkan dapat menambah wawasan bagi tenaga pengajar dalam proses belajar mengajar tentang fraktur dan nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien fraktur.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4 volume 1.EGC. Jakarta

Almatsier, Sunita. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi.PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

D.A. Nutr., Dr. Andri Hartono. (1999). Asuhan Nutrisi Rumah Sakit. EGC.Jakarta Sjamsuhidajat dan Jong. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC.Jakarta

Supariasa, dkk. (2002). Penilaian Status Gizi. EGC.Jakarta

Price & Wilson.(1995). Patofisiologi Konsep klinis.Proses-Proses Penyakit.Edisi 4.Buku 1.EGC. Jakarta

Henderson, M.A. (1992). Ilmu Bedah Untuk Perawat. Yayasan Esentia Medica. Yogyakarta

Suhardjo & Kusharto.(1992). Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi.Kanisus. Yogyakarta King & Bewes. (2002). Bedah Primer.Trauma.EGC. Jakarta

Brunner & Suddarth.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.Edisi 8.Volume 3.EGC. Jakarta

Tarwoto-Wartonah.(2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.Edisi 3. Salemba Medika. Jakarta

Carpenito, Lynda Juall. (1998). Diagnosa Keperawatan.Edisi 6.EGC. Jakarta Doenges, Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi3.EGC. Jakarta Hidayat, Alimul Aziz. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia.Buku


(56)

Catatan Perkembangan hari ke I

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No. DX Hati/Tanggal Pukul (wib) Tindakan keperawatan Evaluasi (SOAP)

1. Senin, 17 Juni 2013

15.00 15.15

15.30

18.00

1. Mengkaji kemampuan menelan klien

2. Mengidentifikasi

kemampuan klien membuka mulut

3. Mengobservasi batasan toleransi pergerakan pada rahang bawah

4. Membantu memberikan diet susu kepada klien dengan sedotan

S : klien mengeluhkan tidak bisa makan sebab tidak dapat membuka mulut karena fraktur pada rahang bawah.

O : klien tidak mampu membuka mulut.

A : intake nutrisi tidak adekuat.

P : intervensi dilanjutkan

2 Senin, 17 Juni 2013

16.15 5. Mengkaji intensitas nyeri

6. Memberikan terapi injeksi iv ketorolac 1 amp/8 jam

S : klien mengeluhkan nyeri pada lengan kanan dan rahang bawah.

O : skala nyeri pada lengan kanan 4 dan rahang bawah 8.

A : masalah belum teratasi.

P : intervensi dilanjutkan.

3. Senin, 17 Juni 2013

16.30

16.45

17.00

7. Mengidentifikasi

adanya distensi pada dinding abdomen

8. Melakukan palpasi dan perkusi pada abdomen 9. Mengkaji kebiasaan

S : klien mengatakan tidak pernah BAB selama dirawat, sebelum dirawat klien biasa BAB 1-2 kali/hari O : distensi dinding


(57)

BAB klien sebelum dirawat dan selama dirawat

abdomen (+), suara abdomen tympani

A : klien mengeluh tidak pernah BAB dan tidak ada rasa ingin BAB

P : intervensi dilanjutkan

Catatan Perkembangan hari ke II

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No. DX Hati/Tanggal Pukul (wib) Tindakan keperawatan Evaluasi (SOAP)

1. Selasa, 18 Juni 2013

15.00

15.10

18.15

1. Mengidentifikasi batas toleransi pergerakan pada rahang bawah

2. Menganjurkan keluarga

klien untuk memberikan makanan

lembek seperti bubur 3. Membantu memberikan

diet susu dengan sedotan

S : klien masih belum bisa membuka mulut secara maksimal

O : mukosa kering, bibir pecah, klien terlihat lemah

A : klien blum mampu mebuka mulut,

P : intervensi dilanjutkan.

2. Selasa, 18 Juni 2013

15.30

15.45

4. Mengevaluasi keluhan nyeri pada lengan kanan dan rahang bawah

5. Mengajari teknik

relaksasi mengontrol nyeri denga tarik nafas dalam

S : klien mmengatakan nyeri belum berkurang O : skala nyeri pada lengan kanan 4 dan rahang bawah 8

A : skala nyeri belum berkurang


(58)

17.30 6. Memberikan terpai injeksi iv keotrolak 1 amp/8 jam

dilanjutkan.

3. Selasa, 18 Juni 2013

16.00

16.15

16.30

7. Mengkaji ulang adanya konstipasi.

8. Melakukan palpasi dan perkusi pada abdomen. 9. Menganjurkan klien

untuk minum banyak

S :klien mengatakan belum BAB dan tidak ada keinginan untuk BAB.

O : distensi abdomen (+) A : masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Catatan Perkembangan hari ke III

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No. DX Hati/Tanggal Pukul (wib) Tindakan keperawatan Evaluasi (SOAP)

1. Rabu, 19 Juni 2013 15.10 15.20 15.30 15.40 18.10

1. Mengobservasi adanya keluhan nyeri uli hati 2. Mengobservasi adanya

mual-muntah

3. Memberikan cairan intravena (RL 20 tetes/menit)

4. Mengobsrevasi keadaan mukosa mulut dan bibir 5. Membantu meberikan

diet susu dengan sedotan

S : klien mengatakan masih belum bisa membuka mulut secara maksimal dan belum bisa mengunyah

O : mukosa kering, bibir pecah-pecah

A : intake nutrisi tidak adekuat

P : intervensi dilanjtukan


(59)

2013 17.30 keefektifan teknik relaksasi untuk mengontrol nyeri

7. Memberikan terapi injeksi iv ketorolac 1 amp/8 jam

mengeluhkan nyeri

O : tidak mampu melakukan supinasi pada lengan kanan, skala nyeri pada lengan kanan 4 dan rahang bawah 7.

A : nyeri sedikit berkurang, maalah belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan

2. Rabu, 19 Juni2013

16.40

17.00

17.10

8. Mengevaluasi adanya nyeri tekan pada abdomen

9. Mengobservasi adanya pembengkakan atau asites

10.Mengobservasi peristaltik

S : klien mengatakan belum ada atau tidak pernah BAB

O : peristaltik 6 kali/menit,

pembengkakan (-), asites (-)

A : masalah belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan


(1)

3.2.2. Tenaga Pengajar

KaryaTulis Ilmiah inidiharapkan dapat menambah wawasan bagi tenaga pengajar dalam proses belajar mengajar tentang fraktur dan nutrisi yang dibutuhkan oleh pasien fraktur.


(2)

DAFTAR PUSTAKA

Potter & Perry. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Edisi 4 volume 1.EGC. Jakarta

Almatsier, Sunita. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi.PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta

D.A. Nutr., Dr. Andri Hartono. (1999). Asuhan Nutrisi Rumah Sakit. EGC.Jakarta

Sjamsuhidajat dan Jong. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah.EGC.Jakarta

Supariasa, dkk. (2002). Penilaian Status Gizi. EGC.Jakarta

Price & Wilson.(1995). Patofisiologi Konsep klinis.Proses-Proses Penyakit.Edisi 4.Buku 1.EGC. Jakarta

Henderson, M.A. (1992). Ilmu Bedah Untuk Perawat. Yayasan Esentia Medica. Yogyakarta

Suhardjo & Kusharto.(1992). Prinsip-Prinsip Ilmu Gizi.Kanisus. Yogyakarta

King & Bewes. (2002). Bedah Primer.Trauma.EGC. Jakarta

Brunner & Suddarth.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah.Edisi 8.Volume 3.EGC. Jakarta

Tarwoto-Wartonah.(2006). Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.Edisi 3. Salemba Medika. Jakarta

Carpenito, Lynda Juall. (1998). Diagnosa Keperawatan.Edisi 6.EGC. Jakarta

Doenges, Marilynn. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan.Edisi3.EGC. Jakarta

Hidayat, Alimul Aziz. (2006). Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia.Buku 2.Salemba Medika. Jakarta


(3)

Catatan Perkembangan hari ke I

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No. DX Hati/Tanggal Pukul (wib) Tindakan keperawatan Evaluasi (SOAP) 1. Senin, 17 Juni

2013

15.00 15.15

15.30

18.00

1. Mengkaji kemampuan menelan klien

2. Mengidentifikasi

kemampuan klien membuka mulut

3. Mengobservasi batasan toleransi pergerakan pada rahang bawah

4. Membantu memberikan diet susu kepada klien dengan sedotan

S : klien mengeluhkan tidak bisa makan sebab tidak dapat membuka mulut karena fraktur pada rahang bawah.

O : klien tidak mampu membuka mulut.

A : intake nutrisi tidak adekuat.

P : intervensi dilanjutkan

2 Senin, 17 Juni 2013

16.15 5. Mengkaji intensitas nyeri

6. Memberikan terapi injeksi iv ketorolac 1 amp/8 jam

S : klien mengeluhkan nyeri pada lengan kanan dan rahang bawah.

O : skala nyeri pada lengan kanan 4 dan rahang bawah 8.

A : masalah belum teratasi.

P : intervensi dilanjutkan.

3. Senin, 17 Juni 2013

16.30

16.45

17.00

7. Mengidentifikasi

adanya distensi pada dinding abdomen

8. Melakukan palpasi dan perkusi pada abdomen 9. Mengkaji kebiasaan

S : klien mengatakan tidak pernah BAB selama dirawat, sebelum dirawat klien biasa BAB 1-2 kali/hari O : distensi dinding


(4)

BAB klien sebelum dirawat dan selama dirawat

abdomen (+), suara abdomen tympani

A : klien mengeluh tidak pernah BAB dan tidak ada rasa ingin BAB

P : intervensi dilanjutkan

Catatan Perkembangan hari ke II

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No. DX Hati/Tanggal Pukul (wib) Tindakan keperawatan Evaluasi (SOAP) 1. Selasa, 18

Juni 2013

15.00

15.10

18.15

1. Mengidentifikasi batas toleransi pergerakan pada rahang bawah

2. Menganjurkan keluarga

klien untuk memberikan makanan

lembek seperti bubur 3. Membantu memberikan

diet susu dengan sedotan

S : klien masih belum bisa membuka mulut secara maksimal

O : mukosa kering, bibir pecah, klien terlihat lemah

A : klien blum mampu mebuka mulut,

P : intervensi dilanjutkan.

2. Selasa, 18 Juni 2013

15.30

15.45

4. Mengevaluasi keluhan nyeri pada lengan kanan dan rahang bawah

5. Mengajari teknik relaksasi mengontrol nyeri denga tarik nafas dalam

S : klien mmengatakan nyeri belum berkurang O : skala nyeri pada lengan kanan 4 dan rahang bawah 8

A : skala nyeri belum berkurang


(5)

17.30 6. Memberikan terpai injeksi iv keotrolak 1 amp/8 jam

dilanjutkan.

3. Selasa, 18 Juni 2013

16.00

16.15

16.30

7. Mengkaji ulang adanya konstipasi.

8. Melakukan palpasi dan perkusi pada abdomen. 9. Menganjurkan klien

untuk minum banyak

S :klien mengatakan belum BAB dan tidak ada keinginan untuk BAB.

O : distensi abdomen (+) A : masalah belum teratasi

P: intervensi dilanjutkan

Catatan Perkembangan hari ke III

Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

No. DX Hati/Tanggal Pukul (wib) Tindakan keperawatan Evaluasi (SOAP) 1. Rabu, 19 Juni

2013

15.10

15.20

15.30

15.40

18.10

1. Mengobservasi adanya keluhan nyeri uli hati 2. Mengobservasi adanya

mual-muntah

3. Memberikan cairan intravena (RL 20 tetes/menit)

4. Mengobsrevasi keadaan mukosa mulut dan bibir 5. Membantu meberikan

diet susu dengan sedotan

S : klien mengatakan masih belum bisa membuka mulut secara maksimal dan belum bisa mengunyah

O : mukosa kering, bibir pecah-pecah

A : intake nutrisi tidak adekuat

P : intervensi dilanjtukan


(6)

2013 17.30 keefektifan teknik relaksasi untuk mengontrol nyeri

7. Memberikan terapi injeksi iv ketorolac 1 amp/8 jam

mengeluhkan nyeri

O : tidak mampu melakukan supinasi pada lengan kanan, skala nyeri pada lengan kanan 4 dan rahang bawah 7.

A : nyeri sedikit berkurang, maalah belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan

2. Rabu, 19 Juni2013

16.40

17.00

17.10

8. Mengevaluasi adanya nyeri tekan pada abdomen

9. Mengobservasi adanya pembengkakan atau asites

10.Mengobservasi peristaltik

S : klien mengatakan belum ada atau tidak pernah BAB

O : peristaltik 6 kali/menit,

pembengkakan (-), asites (-)

A : masalah belum teratasi

P : intervensi dilanjutkan