Penentuan Jenis Kemasan Terbaik untuk Kacang Mete (Cashew Nut) Siap Diolah

(1)

PENENTUAN JENIS KEMASAN TERBAIK

UNTUK KACANG METE (

Cashew Nut

)

SIAP DIOLAH

Oleh

HENDRA BASKARA PERMADI F34101062

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

PENENTUAN JENIS KEMASAN TERBAIK

UNTUK KACANG METE (

Cashew Nut

)

SIAP DIOLAH

Oleh

HENDRA BASKARA PERMADI F34101062

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENENTUAN JENIS KEMASAN TERBAIK

UNTUK KACANG METE (

Cashew Nut

)

SIAP DIOLAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

HENDRA BASKARA PERMADI F34101062

Dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1983 di Bandung

Tanggal lulus : 2 Februari 2006

Menyetujui, Bogor, Februari 2006

Ir. Ade Iskandar, MSi Ir. Edy Mulyono, MS


(4)

RIWAYAT HIDUP

Hendra Baskara Permadi lahir pada tanggal 14 Februari 1983 di Bandung, Jawa Barat. Beragama Islam dan memiliki kedua orang tua dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri. Pendidikan mulai dari SD sampai SLA dijalani di kota Bogor sebagai kota tempat tinggalnya. Penulis sekolah di SD Negeri Pengadilan 3 Bogor hingga tahun 1995, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Bogor hingga tahun 1998, lalu pendidikan penulis terus berlanjut di SMU Negeri 5 Bogor hingga akhirnya memulai pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001. Sebagai mahasiswa, penulis memiliki nomor induk F34101062. Penulis mengambil jalur pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah melakukan praktek lapang di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas pada tahun 2004 dengan judul laporan “Teknologi Proses Produksi dengan Titik Berat pada Aspek Pengemasan Teh Hitam di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas, Bogor”. Pada semester berikutnya, penulis melakukan kegiatan penelitian di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian (BPPP) Cimanggu dan Laboratorium Penyimpanan dan Pengemasan TIN pada tahun 2005 dengan judul skripsi “Penentuan Jenis Kemasan Terbaik untuk Kacang Mete (Cashew Nut) Siap Diolah”. Selama penelitian, penulis dibimbing oleh Ir. Ade Iskandar, MSi dan Ir. Edy Mulyono, MS.


(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Penentuan Jenis Kemasan Terbaik untuk Kacang Mete (Cashew Nut) Siap Diolah” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunju kkan rujukannya.

Bogor, 6 Februari 2006 Yang Membuat Pernyataan

Nama : Hendra Baskara Permadi NRP : F34101062


(6)

Hendra Baskara Permadi. F34101062. Penentuan Jenis Kemasan Terbaik untuk Kacang Mete (Cashew Nut) Siap Diolah. Di bawah bimbingan Ade Iskandar dan Edy Mulyono.

RINGKASAN

Kacang mete merupakan salah satu komoditas ekspor yang cukup menjanjikan. Mete diekspor dalam bentuk gelondong atau mete tanpa kulit. Mete gelondong masih memiliki kulit pelindung yang sangat keras, sehingga pengemasan yang digunakan cukup karung biasa. Umur simpan mete gelondong dapat melebihi satu tahun. Lain halnya dengan mete tanpa kulit, pengemasan dari mete tersebut harus lebih diperhatikan, karena mete tersebut sudah tidak memiliki kulit pelindung yang keras, sehingga daya tahan simpannya tidak sebaik mete gelondong. Hal inilah yang mendorong terlaksananya penelitian ini, yaitu untuk mencari jenis bahan kemasan yang terbaik untuk mete tanpa kulit.

Kacang mete tanpa kulit memiliki beberapa standar batas kritis rusak sebagai acuan yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan 2 perlakuan yang berbeda, yaitu jenis kemasan (kertas minyak, plastik PE, plastik PP, cup OPP) dan suhu penyimpanan yang berbeda (suhu ruang dan suhu 40ºC), serta jangka waktu penelitian selama 2 bulan.

Pengaruh terlihat cukup besar pada perlakuan jenis kemasan yang berbeda. Meskipun memberi pengaruh yang berbeda, semua jenis kemasan yang diuji tergolong baik untuk mete. Sejak awal hingga hari uji terakhir tidak ada satupun kemasan dengan mete didalamnya yang nilainya melampaui batas kritis kerusakan mete. Hasil penelitian ini menunjukkan semua me te tanpa kulit memiliki kadar air dibawah 7%, kadar abu dibawah 3,25%, kadar lemak diatas 45,79%, dan kadar protein dibawah 23,71%. Kemasan cup OPP merupakan yang terbaik untuk mete tanpa kulit. Jika dilihat dari kapasitas cara mengemas mete dan dapat ditutup secara di-seal, maka plastik polipropilen (PP) dapat dipilih sebagai kemasan alternatif untuk kacang mete tanpa kulit.


(7)

Hendra Baskara Permadi. F34101062. The Best Packaging Material Fixation for Cashew Nut that Ready to Proceed. With guide from Ade Iskandar and Edy Mulyono.

SUMMARY

Cashew nut is one of the promising export comodity. Cashew nut has exported in shelled cashew or in unshell cashew nut. Shelled cashew still has the hard shells as their skin, so the packaging material for them is only usual coarse bag. The shelf life for shelled cashew could be more than one year. It’s different from unshell cashew nut, the packaging of unshell cashew nut has to get more attention, because that cashew hasn’t hard shells, so their shelf life isn’t as good as shelled cashews. This condition has inspired this research to found the best packaging material for unshell cashew nut.

Unshell cashew nut had several quality standards as a refferent that used in this research. This research showed 2 treatments for unshell cashew nut, the packaging materials (fat paper, polyethilene plastic, polypropilene plastic, OPP cup) and temperature of the storage (room temperature and 40ºC). The time period of this research was 2 month.

The influence has showed on packaging materials’ treatment. Although they gave different influence, all of the tested packaging materials are good for unshell cashew nut. Since the beginning until the last tested day, there were no packaging materials with unshell cashew nut inside them showed the value over the quality standards. The result of this research showed that all unshell cashew nut had moisture content less than 7%, ash value less than 3,25%, fat value higher than 45,79%, and protein value less than 23,71%. The OPP cups were the best packaging material for unshell cashew nut. If we looked from the capacity to packing the unshell cashew nut and the probability to shut the packaging material with sealing system, the polypropilene (PP) plastics could be use as alternative packaging material for unshell cashew nut.


(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar -besarnya kepada :

1. Ir. Ade Iskandar, MSi selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran, serta pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Ir. Edy Mulyono, MS yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, dan pengarahan.

3. Drs. Chilwan Pandji, Apt.MSc selaku dosen penguji yang te lah banyak memberikan saran dan masukan.

4. Ayah dan Ibu tercinta atas segala doa dan dukungannya.

5. Laboran di Departemen Teknologi Industri Pertanian (Pak Sugiardi, Ibu Rini, Pak Edi, Pak Gunawan, Ibu Egna, dan Ibu Sri) serta staf Departemen Teknologi Industri Pertanian atas semua bantuannya.

6. Agus Kusuma Winata, Yulnia Azriani, dan Bertha Satiarini sebagai teman seperjuangan dan teman satu bimbingan.

7. Febri Diana yang telah memberi doa, dukungan, dan semangat untuk mengerjakan tugas akhir ini.

8. Keluarga besar TIN’38 atas dukungan dan kerjasamanya.

9. Serta semua pihak yang telah ikut membantu hingga terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis hanya dapat berdoa semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan melimpahkan rahmat-Nya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Februari 2006


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………...…….i

DAFTAR ISI ………..ii

DAFTAR TABEL ……….iv

DAFTAR GAMBAR ……… v

DAFTAR LAMPIRAN ………... vi

I. PENDAHULUAN ………. 1

A. LATAR BELAKANG ………. 1

B. TUJUAN ……….. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ……… 4

A. JAMBU METE ……… 4

B. PENGEMASAN ………. 7

C. MUTU DAN STANDAR MUTU METE ……….. 8

D. BAHAN-BAHAN KEMASAN ……….. 10

1. Kemasan Kertas ……… 10

2. Kemasan Plastik ……… 10

E. ALAT PENGUPAS KULIT GELONDONG METE ……… 11

III. METODOLOGI PENELITIAN ……… 15

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ……….. 15

B. BAHAN DAN ALAT ………. 15

C. METODE PENELITIAN ……….. 16

1. Pengupasan Mete Gelondong ..………. 16

2. Pemilihan Kemasan ………. 18

D. RANCANGAN PERCOBAAN ……… 20

E. SISTEM PENILAIAN UNTUK MENENTUKAN JENIS KEMASAN TERBAIK DENGAN BANTUAN PROGRAM SPSS ……… 20


(10)

A. PENGUPASAN KULIT METE DAN KARAKTERISASI METE …. 24 B. PENENTUAN JENIS KEMASAN TERBAIK UNTUK KACANG METE

TANPA KULIT ………. 26

a. Kadar Air ………. 26

b. Kadar Abu ……… 29

c. Tingkat Kekerasan ……… 31

d. Bilangan Asam dan Kadar Asam Lemak Bebas ………. 34

e. Kadar Lemak ……… 37

f. Kadar Protein ……….. 38

g. Pengamatan Visual ………. 40

V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 44

A. KESIMPULAN ………. 44

B. SARAN ………. 45

DAFTAR PUSTAKA ……… 46


(11)

PENENTUAN JENIS KEMASAN TERBAIK

UNTUK KACANG METE (

Cashew Nut

)

SIAP DIOLAH

Oleh

HENDRA BASKARA PERMADI F34101062

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(12)

PENENTUAN JENIS KEMASAN TERBAIK

UNTUK KACANG METE (

Cashew Nut

)

SIAP DIOLAH

Oleh

HENDRA BASKARA PERMADI F34101062

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

2006

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

PENENTUAN JENIS KEMASAN TERBAIK

UNTUK KACANG METE (

Cashew Nut

)

SIAP DIOLAH

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh

HENDRA BASKARA PERMADI F34101062

Dilahirkan pada tanggal 14 Februari 1983 di Bandung

Tanggal lulus : 2 Februari 2006

Menyetujui, Bogor, Februari 2006

Ir. Ade Iskandar, MSi Ir. Edy Mulyono, MS


(14)

RIWAYAT HIDUP

Hendra Baskara Permadi lahir pada tanggal 14 Februari 1983 di Bandung, Jawa Barat. Beragama Islam dan memiliki kedua orang tua dengan pekerjaan sebagai pegawai negeri. Pendidikan mulai dari SD sampai SLA dijalani di kota Bogor sebagai kota tempat tinggalnya. Penulis sekolah di SD Negeri Pengadilan 3 Bogor hingga tahun 1995, setelah itu penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 1 Bogor hingga tahun 1998, lalu pendidikan penulis terus berlanjut di SMU Negeri 5 Bogor hingga akhirnya memulai pendidikan di Institut Pertanian Bogor pada tahun 2001. Sebagai mahasiswa, penulis memiliki nomor induk F34101062. Penulis mengambil jalur pendidikan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis pernah melakukan praktek lapang di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas pada tahun 2004 dengan judul laporan “Teknologi Proses Produksi dengan Titik Berat pada Aspek Pengemasan Teh Hitam di PTPN VIII Perkebunan Gunung Mas, Bogor”. Pada semester berikutnya, penulis melakukan kegiatan penelitian di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian (BPPP) Cimanggu dan Laboratorium Penyimpanan dan Pengemasan TIN pada tahun 2005 dengan judul skripsi “Penentuan Jenis Kemasan Terbaik untuk Kacang Mete (Cashew Nut) Siap Diolah”. Selama penelitian, penulis dibimbing oleh Ir. Ade Iskandar, MSi dan Ir. Edy Mulyono, MS.


(15)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Penentuan Jenis Kemasan Terbaik untuk Kacang Mete (Cashew Nut) Siap Diolah” adalah karya asli saya sendiri, dengan arahan dosen pembimbing akademik, kecuali yang dengan jelas ditunju kkan rujukannya.

Bogor, 6 Februari 2006 Yang Membuat Pernyataan

Nama : Hendra Baskara Permadi NRP : F34101062


(16)

Hendra Baskara Permadi. F34101062. Penentuan Jenis Kemasan Terbaik untuk Kacang Mete (Cashew Nut) Siap Diolah. Di bawah bimbingan Ade Iskandar dan Edy Mulyono.

RINGKASAN

Kacang mete merupakan salah satu komoditas ekspor yang cukup menjanjikan. Mete diekspor dalam bentuk gelondong atau mete tanpa kulit. Mete gelondong masih memiliki kulit pelindung yang sangat keras, sehingga pengemasan yang digunakan cukup karung biasa. Umur simpan mete gelondong dapat melebihi satu tahun. Lain halnya dengan mete tanpa kulit, pengemasan dari mete tersebut harus lebih diperhatikan, karena mete tersebut sudah tidak memiliki kulit pelindung yang keras, sehingga daya tahan simpannya tidak sebaik mete gelondong. Hal inilah yang mendorong terlaksananya penelitian ini, yaitu untuk mencari jenis bahan kemasan yang terbaik untuk mete tanpa kulit.

Kacang mete tanpa kulit memiliki beberapa standar batas kritis rusak sebagai acuan yang digunakan dalam penelitian ini. Penelitian ini menggunakan 2 perlakuan yang berbeda, yaitu jenis kemasan (kertas minyak, plastik PE, plastik PP, cup OPP) dan suhu penyimpanan yang berbeda (suhu ruang dan suhu 40ºC), serta jangka waktu penelitian selama 2 bulan.

Pengaruh terlihat cukup besar pada perlakuan jenis kemasan yang berbeda. Meskipun memberi pengaruh yang berbeda, semua jenis kemasan yang diuji tergolong baik untuk mete. Sejak awal hingga hari uji terakhir tidak ada satupun kemasan dengan mete didalamnya yang nilainya melampaui batas kritis kerusakan mete. Hasil penelitian ini menunjukkan semua me te tanpa kulit memiliki kadar air dibawah 7%, kadar abu dibawah 3,25%, kadar lemak diatas 45,79%, dan kadar protein dibawah 23,71%. Kemasan cup OPP merupakan yang terbaik untuk mete tanpa kulit. Jika dilihat dari kapasitas cara mengemas mete dan dapat ditutup secara di-seal, maka plastik polipropilen (PP) dapat dipilih sebagai kemasan alternatif untuk kacang mete tanpa kulit.


(17)

Hendra Baskara Permadi. F34101062. The Best Packaging Material Fixation for Cashew Nut that Ready to Proceed. With guide from Ade Iskandar and Edy Mulyono.

SUMMARY

Cashew nut is one of the promising export comodity. Cashew nut has exported in shelled cashew or in unshell cashew nut. Shelled cashew still has the hard shells as their skin, so the packaging material for them is only usual coarse bag. The shelf life for shelled cashew could be more than one year. It’s different from unshell cashew nut, the packaging of unshell cashew nut has to get more attention, because that cashew hasn’t hard shells, so their shelf life isn’t as good as shelled cashews. This condition has inspired this research to found the best packaging material for unshell cashew nut.

Unshell cashew nut had several quality standards as a refferent that used in this research. This research showed 2 treatments for unshell cashew nut, the packaging materials (fat paper, polyethilene plastic, polypropilene plastic, OPP cup) and temperature of the storage (room temperature and 40ºC). The time period of this research was 2 month.

The influence has showed on packaging materials’ treatment. Although they gave different influence, all of the tested packaging materials are good for unshell cashew nut. Since the beginning until the last tested day, there were no packaging materials with unshell cashew nut inside them showed the value over the quality standards. The result of this research showed that all unshell cashew nut had moisture content less than 7%, ash value less than 3,25%, fat value higher than 45,79%, and protein value less than 23,71%. The OPP cups were the best packaging material for unshell cashew nut. If we looked from the capacity to packing the unshell cashew nut and the probability to shut the packaging material with sealing system, the polypropilene (PP) plastics could be use as alternative packaging material for unshell cashew nut.


(18)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar -besarnya kepada :

1. Ir. Ade Iskandar, MSi selaku dosen pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, saran, serta pengarahan dalam penulisan skripsi ini.

2. Ir. Edy Mulyono, MS yang telah banyak memberikan bimbingan, nasehat, dan pengarahan.

3. Drs. Chilwan Pandji, Apt.MSc selaku dosen penguji yang te lah banyak memberikan saran dan masukan.

4. Ayah dan Ibu tercinta atas segala doa dan dukungannya.

5. Laboran di Departemen Teknologi Industri Pertanian (Pak Sugiardi, Ibu Rini, Pak Edi, Pak Gunawan, Ibu Egna, dan Ibu Sri) serta staf Departemen Teknologi Industri Pertanian atas semua bantuannya.

6. Agus Kusuma Winata, Yulnia Azriani, dan Bertha Satiarini sebagai teman seperjuangan dan teman satu bimbingan.

7. Febri Diana yang telah memberi doa, dukungan, dan semangat untuk mengerjakan tugas akhir ini.

8. Keluarga besar TIN’38 atas dukungan dan kerjasamanya.

9. Serta semua pihak yang telah ikut membantu hingga terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis hanya dapat berdoa semoga Allah SWT membalas semua kebaikan dan melimpahkan rahmat-Nya. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi yang memerlukan.

Bogor, Februari 2006


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ………...…….i

DAFTAR ISI ………..ii

DAFTAR TABEL ……….iv

DAFTAR GAMBAR ……… v

DAFTAR LAMPIRAN ………... vi

I. PENDAHULUAN ………. 1

A. LATAR BELAKANG ………. 1

B. TUJUAN ……….. 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ……… 4

A. JAMBU METE ……… 4

B. PENGEMASAN ………. 7

C. MUTU DAN STANDAR MUTU METE ……….. 8

D. BAHAN-BAHAN KEMASAN ……….. 10

1. Kemasan Kertas ……… 10

2. Kemasan Plastik ……… 10

E. ALAT PENGUPAS KULIT GELONDONG METE ……… 11

III. METODOLOGI PENELITIAN ……… 15

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN ……….. 15

B. BAHAN DAN ALAT ………. 15

C. METODE PENELITIAN ……….. 16

1. Pengupasan Mete Gelondong ..………. 16

2. Pemilihan Kemasan ………. 18

D. RANCANGAN PERCOBAAN ……… 20

E. SISTEM PENILAIAN UNTUK MENENTUKAN JENIS KEMASAN TERBAIK DENGAN BANTUAN PROGRAM SPSS ……… 20


(20)

A. PENGUPASAN KULIT METE DAN KARAKTERISASI METE …. 24 B. PENENTUAN JENIS KEMASAN TERBAIK UNTUK KACANG METE

TANPA KULIT ………. 26

a. Kadar Air ………. 26

b. Kadar Abu ……… 29

c. Tingkat Kekerasan ……… 31

d. Bilangan Asam dan Kadar Asam Lemak Bebas ………. 34

e. Kadar Lemak ……… 37

f. Kadar Protein ……….. 38

g. Pengamatan Visual ………. 40

V. KESIMPULAN DAN SARAN ……… 44

A. KESIMPULAN ………. 44

B. SARAN ………. 45

DAFTAR PUSTAKA ……… 46


(21)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Jumlah Produksi Mete Gelondong Indonesia ………. 1

Tabel 2. Komposisi Kimia Kacang Mete ………. 6

Tabel 3. Standar Batas Kritis Kerusakan Kacang Mete ……… 9

Tabel 4. Data Hasil Analisis Mutu Mete pada H-0 ...……… 25

Tabel 5. Akumulasi Poin Tiap Jenis Analisis pada Tiap Jenis Kemasan …….. 41


(22)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 1. Irisan Melintang Biji Mete ………. 6 Gambar 2. Alat Kacip Utuh ……… 12 Gambar 3. Alat Kacip Putar ……… 12 Gambar 4. Alat Penyangrai, Pemusing, dan Pemecah Gelondong Mete ……… 14 Gambar 5. Alur Proses Pengupasan Kulit Mete ………. 17 Gambar 6. Diagram Alur Penentuan Kemasan Terbaik ………. 19 Gambar 7. Grafik Kadar Air Mete ………. 28 Gambar 8. Grafik Kadar Abu Mete ……… 30 Gambar 9. Grafik Tingkat Kekerasan Mete ……… 33 Gambar 10. Grafik Bilangan Asam Mete ……….. 35 Gambar 11. Grafik Kadar FFA Mete ………. 36 Gambar 12. Grafik Kadar Lemak Mete ………. 38 Gambar 13. Grafik Kadar Protein Mete ………. 40


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Kacang Mete …...……… 49 Lampiran 2. Data Hasil Analisis Kadar Air Mete ………...……….. 52 Lampiran 3. Data Hasil Analisis Kadar Abu Mete ………. ..……. 54 Lampiran 4. Data Hasil Analisis Tingkat Kekerasan Mete ………...…………. 56 Lampiran 5. Data Hasil Analisis Bilangan Asam Mete ……….. 58 Lampiran 6. Data Hasil Analisis Kadar Asam Lemak Bebas Mete ...………… 59 Lampiran 7. Data Hasil Analisis Kadar Lemak Mete ………...…………. 60 Lampiran 8. Data Hasil Analisis Kadar Protein Mete ……… 61 Lampiran 9. Hasil Uji Statistik Kadar Air Mete ……… 62 Lampiran 10. Hasil Uji Statistik Kadar Abu Mete ……… 63 Lampiran 11. Hasil Uji Statistik Tingkat Kekerasan Mete ……… 65 Lampiran 12. Hasil Uji Statistik Bilangan Asam Mete ………. 66 Lampiran 13. Hasil Uji Statistik Kadar FFA Mete ……… 68 Lampiran 14. Hasil Uji Statistik Kadar Lemak Mete ……… 69 Lampiran 15. Hasil Uji Statistik Kadar Protein Mete ……….. 71 Lampiran 16. Contoh Sistem Penila ian dalam Menentukan Jenis

Kemasan Terbaik untuk Mete Tanpa Kulit ……...……….. 73 Lampiran 17. Gambar Ketel Pengukus Mete …………..……….. 75 Lampiran 18. Gambar Alat Kacip Putar Model MM-99 ………..……… 75 Lampiran 19. Gambar Sarung Tangan dan Besi Pencukil sebagai

Alat Bantu Kacip ………...…….. 76 Lampiran 20. Gambar Lemari Pengering Tipe Rak ………..………… 76 Lampiran 21. Gambar Kacang Mete ………...……….. 77 Lampiran 22. Gambar Jenis Kemasan yang Digunakan dalam Penelitian ……. 77 Lampiran 23. Gambar Pengemasan Mete Tanpa Kulit ……….… 78


(24)

I. PENDAHULUAN

LATAR BELAKANG

Industri pengolah biji mete Indonesia mulai dikembangkan pada tahun 1970 dan sejak tahun 1977 Indonesia mulai melakukan ekspor mete (Muljohardjo, 1990). Menurut data Ditjenbun (2001) mengenai produksi jambu mete di seluruh Indonesia sejak tahun 1996-2001 menunjukkan kenaikan yang terus -menerus bertambah. Pada tahun 1996, produksi jambu mete telah mencapai 67.676 ton, dan pada tahun 2001, produksi jambu mete meningkat menjadi 94.439 ton. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BP S) pada tahun 2002 produksi mete gelondong Indonesia mencapai 116.306 ton dengan luas areal tanam 611.243 hektar. Produksi mete gelondong Indonesia pada tahun 2003 diperkirakan akan mencapai 118.711 ton dengan luas areal tanam 614.232 hektar. Sejak tahun 1994-2002 pertumbuhan areal tanam jambu mete terus mengalami peningkatan hingga 3,5% per tahunnya. Volume ekspor mete gelondong Indonesia pada tahun 2000 mencapai 28.000 ton dengan nilai US$ 32 juta. Jumlah produksi mete gelondong Indonesia dari tahun 1995-2003 dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah Produksi Mete Gelondong Indonesia

Tahun Produksi (ton) Produktivitas % (ton/Ha)

1995 74.616 16

1996 67.079 15,4

1997 73.158 14,9

1998 86.924 16,7

1999 89.924 16,3

2000 69.927 12,5

2001 91.586 15,6

2002 116.306 19

2003* 118.711 19,3

Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2002 *perkiraan


(25)

Indonesia mengimpor kacang mete gelondong dan mete tanpa kulit dari India sebanyak 15.876 ton (Ditjenbun dan Said, 2000). Dominasi pasar mete oleh India tampak nyata pada volume ekspor Indonesia, yaitu sebesar 25.075 ton atau 87,66% diekspor ke India dan sisanya ke USA, Taiwan, Selandia Baru, Hongkong, dan Emirat Arab (Ditjenbun dan Said, 2000). Ekspor mete sebagian besar (94,44%) dalam bentuk gelondong dan sebagian kecil (5,56%) dalam bentuk kacang (Ditjenbun, 2000). Dilihat dari harga jual, kacang mete mempunyai harga yang lebih tinggi, yaitu sekitar 6 kali lipat daripada harga mete gelondongan (PARUL, 2000). Oleh karena itu, pemerintah lebih menganjurka n ekspor produk dalam bentuk kacang. Selain harganya yang lebih mahal, yaitu sekitar Rp 35.000,-/kg sampai Rp 45.000,-/kg, kulit gelondong dari kacang mete mengandung minyak laka yang memiliki nilai tambah cukup tinggi bila diolah dengan tepat (Haqqi, 2005).

Selain sebagai komoditas ekspor, mete juga memiliki hasil samping dari pengolahannya, yaitu cairan kulit mete atau cashew nut shell liquid (CNSL) (Setiyono, 2002). Cairan CNSL tersebut bersifat korosif, beracun, dan dapat mengiritasi kulit (Aryanti, 2001). Cairan CNSL ini tidak dapat dimakan (Mumu, 2001). Meskipun demikian, CNSL sangat banyak kegunaannya di bidang industri.

Mete gelondongan masih memiliki kulit mete yang sangat keras, liat, dan tebal. Kulit mete gelondong ini akan berfungsi sebagai lapisan pelindung kacang mete (kernel) didalamnya. Kacang mete gelondong memiliki umur simpan lebih dari satu tahun, karena mete tersebut masih memiliki kulit pelindung yang sangat baik. Kegiatan distribusi mete gelondong biasa dilakukan dengan kemasan karung biasa. Maka dari itu, pengemasan terhadap mete gelondong kurang diperhatikan. Lain halnya dengan kacang mete yang tidak memiliki kulit pelindung yang keras seperti halnya mete gelondong, sehingga tidak ada lapisan pelindung untuk menjaga keawetannya. Faktor pengemasan menjadi sangat penting dan harus diperhatikan untuk kacang mete tanpa kulit ini. Hal tersebut yang mendorong dilakukannya penelitian ini. Penelitian ini mengenai pengemasan dan penyimpanan mete tanpa kulit selama periode dua bulan. Penelitian ini ingin menemukan jenis kemasan yang terbaik untuk kacang mete tanpa kulit, sehingga dengan terpilihnya bahan kemasan terbaik untuk mete,


(26)

maka penjualan, distribusi, bahkan ekspor mete nantinya dapat dilakukan pada kacang mete yang telah dikupas bersih, tidak perlu berupa mete yang masih berbentuk gelondong, mengingat ekspor mete dalam bentuk kacangnya (tanpa kulit) masih jarang dilakukan.

TUJUAN

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis bahan kemasan terbaik untuk mengemas kacang mete (Cashew Nut) siap olah. Jenis kemasan yang diujikan ada 4 macam, yaitu kertas minyak, plastik polietilen (PE), plastik polipropilen (PP), dan cup plastik OPP. Adapun jenis plastik PE yang digunakan adalah LDPE (Low Density Polyethilene).


(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. JAMBU METE

Tanaman jambu mete (Anacardium occidentale L.) berasal dari daerah utara benua Amerika Selatan (Brasil) dan sekarang tanaman ini ditemukan di berbagai negara tropis (Ohler, 1979 dan Muljohardjo, 1990). Penyebaran jambu mete ke negara-negara tropis meliputi India, Indonesia, Afrika, dan beberapa negara Asia Tenggara lainnya (Tyman, 1980).

Jambu mete tersebar di seluruh Nusantara dengan nama berbeda -beda. Sebagai contoh, di Sumatera Barat dikenal dengan nama jambu erang atau

jambu monye, di Lampung dijuluki gayu, di Jawa Barat disebut jambu mede, di Jawa Tengah dan Jawa Timur diberi nama jambu monyet, di Bali jambu jipang

atau jambu dwipa, dan di Sulawesi Utara disebut buah yaki (Saragih dan Haryadi, 2003).

Tanaman jambu mete tumbuh baik pada daerah-daerah antara 15° LU sampai 15° LS dengan kisaran suhu harian sekitar 15 - 35°C dengan curah hujan 1.000 sampai 2.000 mm per tahun (Ohler, 1979). Namun demikian, tanaman ini dapat tumbuh dan berproduksi di tempat yang curah hujannya 50 mm per tahun. Jambu mete dapat tumbuh di tempat dengan ketinggian 1 sampai 1.200 meter di atas permukaan laut (Rismunandar, 1981). Fakta yang menyatakan bahwa jambu mete dapat tumbuh di berbagai ketinggian mengisyaratkan bahwa jambu mete dapat beradaptasi pada kondisi tanah dan iklim yang beragam sifatnya (Saragih dan Haryadi, 2003).

Menurut Rosmeilisa dan Abdullah (1990), jambu mete adalah tanaman yang mempunyai kesesuaian iklim dan tanah yang luas termasuk lahan-lahan terlantar, daerah-daerah berbatu, dan berkapur. Tanaman ini dapat tumbuh baik di tanah berpasir dan lempung berpasir.

Jambu mete memiliki sistem perakaran tunggang dan memerlukan curah hujan kurang dari 60 mm/bulan untuk pematangan buahnya. Minimal dalam satu tahun terdapat 3-4 bulan kering dan terbaik yaitu minima l 4-6 bulan kering dalam satu tahun. Bila bulan kering kurang dari 3-4 bulan, buah semu dan


(28)

bijinya akan rusak. Biji mete yang dihasilkan terdapat bintik-bintik yang kurang berisi, pada keadaan tersebut baik kernelnya maupun kulit biji yang mengandung CNSL menjadi rusak dan tidak berharga (Anonim, 1999).

Tanaman jambu mete berdasarkan klasifikasi botaninya termasuk dalam divisi Spermatophyta, klas Angiospermae, subklas Dikotiledon, ordo Sapindales, famili Anacardiaceae, genus Anacardium, dan spesies Anacard ium occidentale. Kira-kira ada 60 genus dan 400 spesies tanaman jambu mete di daerah tropis (Muljohardjo, 1990).

Buah jambu mete terdiri atas dua bagian, yaitu buah semu (cashew apple) dan buah sejati (cashew nut), buah semu merupakan tangkai bunga (pedunculus) yang membesar, dan seolah-olah menjadi daging buah yang sebenarnya (Ohler, 1979). Panjang buah semu sekitar 4-8 cm dan lebarnya 4-6 cm. Daging buah tebal, banyak mengandung air, berserabut, berkulit tipis, dan rasanya sepet. Warna buah semu yang tela h masak cukup bervariasi dan tergantung pada varietasnya, yaitu mulai dari kuning, merah, oranye, keputih-putihan, hingga hijau. Bobot buah semu 5-16 kali dari bobot buah sejati. Buah semu jarang dikonsumsi dalam bentuk segar karena rasanya sepet dan gatal, padahal buah semu cukup potensial sebagai sumber vitamin C. Rasa sepet pada buah semu ini disebabkan oleh senyawa fenolat bernama tanin dengan kadar antara 0,34 – 0,55% (Saragih dan Haryadi, 2003). Sedangkan buah sejati adalah buah mete gelondong yang berbentuk ginjal menempel pada buah semu, berkulit keras dan mengandung minyak, serta di bagian paling dalam terdapat biji mete berbelah dua atau cashew kernel (Aggarwal, 1972). Ukuran dan bobot bagian buah ini saling berbeda di tiap negara. Biji mete Indonesia panjangnya antara 2,0-3,5 cm, lebar 1,5-2,5 cm, dan tebalnya 1,0-2,5 cm. Di India dan Brasil panjangnya rata-rata 2,5-4,0 cm dan lebar 2,0-3,5 cm. Ukuran biji mete terbesar panjangnya 5,3 cm dan beratnya 15 gram, sedangkan yang terkecil panjangnya 18 mm dan beratnya 1 gram (Saragih dan Haryadi, 2003). Kacang mete mempunyai kandungan protein dan lemak yang tinggi. Secara lengkap, komposisi kimia kacang mete dapat dilihat pada Tabel 2.


(29)

Komponen Persentase (%)

Air 5,0

Protein 20,0

Lemak 45,0

Karbohidrat 26,0 Serat kasar 1,5

Mineral 1,5

(Sumber : Saragih dan Haryadi, 2003)

Menurut Ketaren (1986), kulit biji mete (shell) dan kacang mete (kernel) mengandung minyak. Biji mete terdiri dari 70% kulit biji da n 30% daging biji (kernel). Kulit (shell) mengandung minyak sekitar 32-36% yang dikenal dengan

cashew nut shell liquid (CNSL), sedangkan biji jambu mete (kernel) mengandung minyak sekitar 47%.

Kulit biji mete (perikarp) terdiri dari epikarp yang merupakan kulit luar yang keras dan liat, mesokarp yang berstruktur seperti sarang lebah, serta endokarp yang keras dan kaku. Mesokarp berstruktur seperti sarang lebah dan mengandung cairan yang disebut CNSL (Cashew Nut Shell Liquid). Kacang mete (kernel) di bagian dalam biji dilapisi oleh membran yang disebut testa (Aggarwal, 1972 dan Ohler, 1979). Gambar 1 menunjukkan irisan melintang biji mete.

Epikarp

Mesokarp Perikarp Endokarp

Testa Kernel

Gambar 1. Irisan Melintang Biji Mete (Tyman, 1980)

Menurut Ohler (1979), di dalam CNSL terdapat zat yang mudah menyebabkan gatal-gatal, luka bakar, dan radang apabila terjadi kontak langsung dengan kulit. Bahan ini bersifat seperti minyak atau balsam yang mempunyai bobot


(30)

jenis tinggi, lengket, rasanya pahit, dan kalau dipanaskan menghasilkan asap pedas, tajam, dan menyesakkan nafas. Cairan CNSL ini terasa panas bila terkena kulit, bersifat racun, menimbulkan iritasi pada kulit, dan tidak dapat dimakan (Mumu, 2001). Komponen CNSL alami adalah 90% asam anakardat dan 10% kardol (Murthy .et .al., 1961 dan Ohler, 1979). Struktur kimia senyawa-senyawa penyusun CNSL tersebut disajikan pada Gambar di bawah ini :

1. Asam anakardat :

2. Kardol :

B. PENGEMASAN

Proses pengemasan merupakan bagian integral dari proses produksi dan pengawetan bahan pangan yang dapat mempengaruhi mutu produk, antara lain perubahan fisik dan kimia karena migrasi zat-zat kimia dari bahan kemasan (Fibriany, 2000).

Menurut Haryanti (2003), pengemasan sering juga disebut pembungkusan, pewadahan, atau pengepakan. Pengemasan mempunyai peranan penting dalam mempertahankan mutu suatu bahan pangan. Pengemasan telah dianggap sebagai bagian integral dari proses produksi. Kemasan memiliki fungsi sebagai berikut :

a). Sebagai wadah untuk menempatkan produk dan memberi bentuk sehingga lebih memudahkan dalam penyimpanan, pengangkutan, dan distribusi. b). Memberi perlindungan terhadap mutu produk dari kontaminasi luar dan


(31)

c). Menambah daya tarik produk.

Pengemasan bahan pertanian segar adalah suatu usaha menempatkan bahan tersebut ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat, dengan maksud agar mutunya tetap atau hanya mengalami sedikit penurunan, dan pada saat diterima oleh konsumen akhir, nilai pasa rnya tetap tinggi. Berbagai bentuk dan bahan kemasan memberikan andil yang besar terhadap pemasaran bahan segar, bila semuanya sanggup menahan kehilangan air (Junaedi, 2003).

Pengemasan tidak dimaksudkan untuk meningkatkan mutu bahan-bahan yang dikemas, tetapi hanya mempertahankan mutu bahan tersebut setelah penanganan pasca panen. Bahan yang bermutu busuk atau rusak sebaiknya tidak ikut dikemas karena dapat menjadi sumber kontaminasi atau infeksi bagi bahan lain yang masih sehat atau segar (Junaedi, 2003).

C. MUTU DAN STANDAR MUTU METE

Kadar air suatu bahan dapat dianalogikan dengan aktivitas air suatu bahan. Aktivitas air atau “water activity” (aw) adalah jumlah air bebas yang dapat digunakan oleh mikroba untuk pertumbuhannya (Syarief dan Halid, 1993). Mikr oba perusak bahan pangan adalah bakteri, kapang, dan khamir. Faktor-faktor yang mempengaruhi pertumbuhan ketiga jenis mikroba tersebut berbeda satu sama lain, diantaranya adalah aktivitas air (aw) bahan pangan, dimana aktivitas air atau kadar air bahan yang semakin tinggi akan semakin memudahkan bakteri, kapang, dan khamir untuk tumbuh dan berkembang biak pada bahan tersebut (Syarief dan Halid, 1993).

Citarasa pada bahan pangan ataupun bahan pertanian ditimbulkan oleh berbagai macam senyawa yang mudah menguap (volatil) seperti senyawa hidrogen sulfida, alkohol, amoniak, amina, dan senyawa-senyawa karbonil lainnya. Akan tetapi secara umum dapat dikatakan bahwa penyimpangan flavor bahan-bahan tersebut dikarenakan terjadinya oksidasi asam-asam lemak sehingga mengakibatkan bau apek, tengik, dan sebagainya. Jenis minyak yang mudah teroksidasi adalah jenis minyak yang tidak jenuh. Semakin banyak minyak tidak jenuh yang teroksidasi, maka kandungan kadar asam lemak bebas dan bilangan asam suatu bahan akan


(32)

semakin besar, serta minyak atau lemak dalam bahan semakin banyak yang terdegradasi. Ini berarti flavor bahan akan semakin rusak dan mutu bahan pun menurun (Syarief dan Halid, 1993). Kacang mete merupakan bahan pertanian yang memiliki kandungan lemak besar. Konsumen kacang mete menyukai kacang mete dengan kandungan lemak yang banyak, karena akan terasa lebih gurih. Oleh karena itu, penurunan kadar lemak mete selama penyimpanan dapat menurunkan harga jual mete di pasaran (Saragih dan Haryadi, 2003).

Menurut Rao dan Khan (1984), protein merupakan media tumbuh yang baik untuk mikroba dan jamur. Oleh karena itu, kadar protein kacang mete selama penyimpanan harus terjaga agar tetap stabil. Kadar protein yang terus meningkat selama penyimpanan dikarenakan mete merupakan produk hasil pertanian yang masih bermetabolisme dan dapat mensintesis protein. Mete dengan kadar protein melebihi ambang batas akan sangat mudah terserang mikroba dan jamur. Biasanya, mete dengan kadar protein terlalu tinggi akan digunakan sebagai benih untuk ditanam oleh para petani mete. Hasil metabolisme lainnya adalah berbagai zat anorganik atau biasa dianalogikan sebagai kadar abu. Zat anorganik ini juga dapat memancing kehadiran mikroba dan jamur. Oleh karena itu, kadar abu mete selama penyimpanan harus terjaga agar tetap stabil.

Berbagai standar batas kritis kerusakan kacang mete untuk berbagai parameter mutu mete ditampilkan di dalam Tabel 3.

Tabel 3. Standar Batas Kritis Kerusakan Kacang Mete

Parameter Mutu Batas Kritis Kerusakan*

Kadar Air Maksimal 7%

Kadar Abu Maksimal 3,25%

Kadar Protein Maksimal 23,71%

Kadar Lemak Minimal 45,79%

Penampakan Visual Warna putih gelap atau kecoklatan dan tekstur rusak

*(Sumber : Rao and Khan, 1984)

D. BAHAN-BAHAN KEMASAN


(33)

Kertas adalah bahan kemasan buatan yang dibuat dari pulp (bubur kayu). Kertas biasa digunakan untuk mengemas bahan atau produk pangan kering atau untuk kemasan sekunder (tidak langsung kontak dengan bahan pangan yang dikemas) dalam bentuk dus atau boks karton. Kelemahan kertas adalah mudah robek dan terbakar, tidak dapat untuk mengemas cairan, dan tidak dapat dipanaskan. Namun karena terbuat dari bubur kayu, maka sampah kertas dapat didegradasi secara alami (Junaedi, 2003).

Kertas dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu kertas kultural atau kertas halus, dan kertas industri atau kertas kasar. Kertas yang biasa digunakan untuk mengemas seperti kertas kraft, kertas kraft

karung, kertas manila, dan lain-lain termasuk dalam kelompok kertas industri (Junaedi, 2003).

2. Kemasan Plastik

Plastik mempunyai sifat tidak dapat dihancurkan secara cepat dan alami, sehingga akan menyebabkan beban bagi lingkungan. Sampah plastik tidak akan hancur meskipun telah ditimbun berpuluh-puluh bahkan beratus-ratus tahun, akibatnya terjadi penumpukan plastik yang menyebabkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup (Junaedi, 2003).

Salah satu jenis plastik adalah polietilen. Polietilen (PE) dibuat dengan proses polimerisasi adisi dari gas etilen sebagai hasil samping industri arang dan minyak bumi. Densitas PE dibagi atas polietilen densitas rendah (LDPE), polietilen densitas menengah (MDPE), dan polietilen densitas tinggi (HDPE) (Haryanti, 2003).

E. ALAT PENGUPAS KULIT GELONDONG METE

Menurut Saragih dan Haryadi (2003), pada dasarnya kulit gelondong mete dapat dipecah atau dikupas dengan cara pemukulan, pengirisan, atau pembantingan. Berikut ini adalah cara pengupasan gelondong mete :


(34)

Pemukulan merupakan pengupasan gelondong mete secara tradisional. Cara ini masih banyak dilakukan penduduk di berbagai daerah di Indonesia dan di luar negeri, seperti Kerala, India. Cara pengupasan gelondong mete dengan pemukulan adalah sebagai berikut :

- Sebelum dilakukan pengupasan, tangan pemukul dan semua peralatan yang digunakan ditaburi dengan abu kayu untuk mengurangi atau mencegah pencemaran minyak laka (CNSL).

- Gelondong mete yang telah disangrai atau direbus dibaringkan pada landasan dengan posisi bagian perut menghadap ke atas.

- Gelondong mete dipukul tepat pada garis belahan dengan pelan dan hati-hati. Sebagai pemukul dapat digunakan palu dari kayu.

- Apabila belum terlepas dari kulitnya, kacang mete dicukil dengan logam pipih (Saragih dan Haryadi, 2003).

2. Pengirisan

Cara kedua untuk mengupas gelondong mete adalah dengan menekan garis belahan bijinya dengan suatu alat yang disebut “kacip”. Ada 2 jenis alat kacip, yaitu kacip utuh dan kacip putar.

i). Kacip utuh

Alat pengiris kacip utuh cukup sederhana dan dapat dibuat di bengkel-bengkel kecil. Komponen utama alat ini terdiri dari balok landasan berukuran (8 x 12 x 40) cm, balok penahan berukuran (4 x 5 x 10) cm, dan pisau kacip dari baja. Tepat di bagian tengah balok landasan terdapat cekungan sesuai dengan bentuk alami gelondong mete dan bagian luarnya dilapisi dengan plat besi. Pada bagian tengah pisau kacip juga terdapat cekungan mirip huruf M, seperti penampang bagian perut gelondong mete. Gambar 2 menunjukkan gambar alat kacip utuh.


(35)

Gambar 2. Alat Kacip Utuh (Saragih dan Haryadi,2003). Pengoperasian alat kacip utuh cukup mudah dilakukan. Secara lengkap pengoperasiannya adalah sebagai berikut :

- Gelondong mete yang sudah disangrai atau tidak disangrai diletakkan di cekungan balok landasan dengan bagian perut menghadap ke atas.

- Pisau kacip diturunkan dan ditekan untuk mengiris kulit gelondong tepat pada garis belahan dengan hati-hati. Pengirisan dilakukan sampai kulit gelondong terbelah menjadi dua. Biji mete yang masih melekat pada belahan kulit dicukil dengan logam pipih atau pisau (Saragih dan Haryadi, 2003).

ii). Kacip putar

Prinsip pengupasan gelondong mete dengan kacip putar ini sama seperti kacip utuh. Gambar 3 menampilkan gambar alat kacip putar.

Gambar 3. Alat Kacip Putar (Saragih dan Haryadi, 2003).

Secara lengkap, pengoperasiannya sebagai berikut :

- Gelondong mete yang telah disangrai atau direbus diletakkan pada cekungan, kemudian gagangnya diputar ke kiri hingga menjepit gelondong mete.


(36)

- Setelah kulit biji pecah, gagang diputar ke arah kanan kemudian belahan kulit diambil dan inti bijinya dicukil dengan logam pipih atau pisau (Saragih dan Haryadi, 2003).

3. Pembantingan

Kulit gelondong mete juga dapat dipecahkan atau dikupas dengan prinsip pembantingan. Alat yang digunakan terdiri dari 3 unit, yaitu :

- Alat penyangrai

Alat ini berfungsi mengekstrak minyak laka (CNSL) gelondong mete mela lui penyangraian sehingga kulit gelondong mete menjadi rapuh dan mudah pecah.

- Alat pemusing

Alat ini berperan menghilangkan atau mengurangi sisa-sisa minyak laka (CNSL) yang masih menempel pada kulit gelondong mete. Dengan demikian, pencemaran senyawa ini terhadap kacang mete pada waktu pengupasan semakin berkurang.

- Alat pemecah

Alat ini untuk memecahkan kulit gelondong mete. Caranya, gelondong mete dibanting pada dinding alat pemecah. Alat ini mempunyai kapasitas antara 60-100 kg per jam, sedangkan kacang mete utuh yang dihasilkan sebanyak 80%. Gambar 4 menampilkan tiga buah unit alat pengupasan gelondong mete dengan prinsip pembantingan.


(37)

Gambar 4. Alat Penyangrai, Pemusing, dan Pemecah Gelondong Mete (Saragih dan Haryadi, 2003).


(38)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. TEMPAT DAN WAKTU PENELITIAN

Penelitian ini mula-mula dilaksanakan di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian (BPPP) Cimanggu, Bogor. Pada saat di BPPP Cimanggu, dilakukan kegiatan pengupasan kulit kerak mete dengan bantuan alat “kacip” putar. Setelah didapatkan kacang mete tanpa kulit sebagai bahan utama penelitian ini, lokasi penelitian pun dipindah ke laboratorium Penyimpanan dan Pengemasan di departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Jangka waktu yang digunakan untuk melaksanakan penelitian utama adalah dua bulan, yaitu mulai dari bulan September hingga akhir bulan November.

B. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kacang mete gelondong yang telah dikupas dan dipisahkan dari kulit gelondong dan kulit arinya (testa). Bahan lainnya yang digunakan berupa bahan-bahan kimia untuk berbagai analisis seperti alkohol netral, larutan KOH, NaOH, asam sulfat pekat, HCl, indikator phenolphtalein, mensel, hexane, dan berbagai bahan-bahan lainnya.

Peralatan yang digunakan dalam mendukung penelitian ini adalah alat pengupas kulit kerak mete yang disebut “kacip” tipe putar, cabinet dryer, cawan aluminium, cawan porselen, oven, tanur, timbangan, penetrometer, erlenmeyer, gelas piala, gelas ukur, biuret, kertas saring, blender kering, soxhlet, alat destilasi, pemanas bunsen, dan botol semprot akuades.


(39)

C. METODE PENELITIAN

1. Pengupasan Mete Gelondong

Kacang mete yang masih berbentuk gelondong memiliki 2 lapisan kulit, yaitu lapisan kulit kerak yang tebal, liat, dan keras, serta lapisan kulit ari (testa) yang berada lebih dalam dari kulit kerak. Kulit kerak (perikarp) sendiri terdiri dari 3 lapisan. Seperti yang dinyatakan oleh Aggarwal (1972) dan Ohler (1979), lapisan perikarp terluar disebut epikarp yang bersifat keras dan liat, lapisan yang lebih dalam adalah mesokarp yang tebal dan berstruktur seperti sarang lebah, di dalam mesokarp terdapat sangat banyak

cashew nut shell liquid (CNSL), dan lapisan perikarp yang paling dalam adala h endokarp yang keras dan liat. Kulit kerak mete ini sangat kuat sehingga tidak dapat dikupas dengan tangan kosong. Dalam penelitian ini, tehnik yang digunakan untuk mengupas kulit mete adalah pengirisan dengan bantuan alat kacip putar model MM-99. Alat kacip tersebut banyak terdapat di BPPP Cimanggu, Bogor. Alat ini sangat mudah penggunaannya dan dapat disesuaikan dengan berbagai macam bentuk kacang mete gelondong.

Bahan baku mete gelondong sebanyak 80 kg, mula -mula direbus dengan air mendidih di dalam ketel besar selama 2 jam, lalu didiamkan selama 24 jam atau satu hari. Perebusan ini berfungsi untuk membuat kulit kerak mete menjadi lebih rapuh sehingga akan lebih mudah dikupas atau di-“kacip”. Setelah itu, mete dikacip dengan alat kacip putar. Pengupasan ini dilakukan oleh 4 – 5 orang buruh di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian (BPPP) Cimanggu, Bogor. Untuk mengamankan mete yang telah terkupas dan terus mengerjakan mete yang belum terkupas, digunakan suatu ruang pendingin (cold chamber) sebagai tempat menyimpan sementara mete yang sudah dikupas. Setelah semua mete terkupas dari kulit keraknya, dilakukan pemanasan mete yang masih memiliki testa tersebut di dalam pengering tipe rak bersuhu 70 - 80°C selama 2 jam. Dengan pengeringan tersebut, maka kulit ari mete menjadi kering dan tidak lagi menempel pada daging buah atau kacang metenya,


(40)

sehingga kulit ari menjadi mudah dikupas dengan cara dikerik menggunakan silet atau ujung pisau yang tajam. Proses ini juga dilakukan oleh 4 – 5 orang buruh di BPPP Cimanggu, Bogor. Setelah semua proses pengupasan berakhir, kacang mete tanpa kulit tersebut dibawa ke laboratorium Penyimpanan dan Pengemasan di Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Di laboratorium tersebut penelitian utama dijalankan.

Bobot dari kulit mete (kulit kerak dan testa) sekitar tiga per empat dari bobot mete gelondong seluruhnya. Hal ini terbukti bahwa dari 80 kg mete gelondong yang ada, setelah dikupas kulit keraknya menjadi hanya 22 kg, dan setelah dikupas kulit arinya, menjadi hanya 21 kg. Mete tanpa kulit tersebut memiliki kadar air 5%. Gambar 5 menunjukkan alur proses pengupasan kulit mete.

Gambar 5. Alur Proses Pengupasan Kulit Mete

Mete Gelondong 80 kg

Perebusan dengan Air Mendidih di dalam Ketel selama 2 jam, lalu

didiamkan selama 1 hari

Pengupasan kulit kerak mete dengan alat Kacip Putar model MM -99

Penggunaan cold chamber sebagai tempat penyimpanan mete sementara Pemanasan dalam pengering tipe rak

bersuhu 70 - 80°C selama 2 jam

Pengupasan kulit ari mete dengan dikerik

Kacang Mete 21 kg


(41)

2. Pemilihan Kemasan

Penelitian utama bertujuan untuk menemukan suatu jenis kemasan yang terbaik untuk mengemas kacang mete tanpa kulit atau mete siap diolah. Dengan ditemukannya kemasan yang paling cocok untuk mete tanpa kulit ini, maka dunia pengiriman atau distribusi mete akan menjadi lebih luas. Semua pihak pengirim mete bisa mengirimkan mete gelondong, mete tanpa kulit, atau bahkan hanya mengirimkan kulit mete saja sesuai dengan kebutuhan si penerima mete. Pengiriman mete gelondong dan kulit mete bisa diatasi dengan menggunakan kemasan sederhana, seperti karung. Lain halnya dengan pengemasan untuk kacang mete yang sama sekali tidak memiliki kulit pelindung, sehingga daya tahannya tidak sebaik mete gelondong atau kulit mete. Kekuatan simpan atau daya tahan yang didapat dari mete tanpa kulit murni hanya berasal dari sifat dan karakter mete itu sendiri yang merupakan benda berbentuk kacang yang keras dan kering (kadar air rendah). Mete gelondong tahan disimpan hingga 1 tahun lebih. Maka dari itu, penelitian ini akan mencari jenis kemasan yang terbaik untuk mete tanpa kulit.

Penelitian dilakukan dengan 2 perlakuan, yaitu jenis kemasan yang berbeda -beda dan suhu ruang penyimpanan yang berbeda-beda pula. Jenis kemasan yang diujikan ada 4 macam, yaitu kertas minyak, plastik polietilen (PE), plastik polipropilen (PP), dan cup plastik OPP. Adapun jenis plastik PE yang digunakan adalah LDPE (Low Density Polyethilene). Sedangkan suhu penyimpanan yang digunakan adalah suhu kamar (25°C) dan suhu ekstrim (40°C). Untuk mendapatkan ruang bersuhu 40°C, digunakan sebuah

cabinet dryer berukuran kira-kira 115 cm x 80 cm. Pada suhu ruang ditempatkan mete yang sudah dikemas di empat jenis kemasan yang berbeda, begitu pula di cabinet dryer. Setelah itu, dilakukan analisis berkala di setiap hari ujinya. Penelitian ini dilakukan selama 2 bulan dengan 30 hari uji (selang waktu 2 hari). Analisis yang dilakukan adalah kadar air, kadar abu, tingkat kekerasan, kadar lemak, kadar protein, bilangan asam, dan kadar asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA). Gambar 6 menunjukkan alur dari penelitian utama ini.


(42)

Gambar 6. Diagram Alur Penentuan Kemasan Terbaik

Kacang Mete 21 kg

Pembagian suhu ruang penyimpanan Pemasukan mete ke dalam

berbagai kemasan yang

Berbagai analisis selama 2 bulan

Data Penelitian

Ruang suhu kamar

(25°C)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP

Ruang suhu ekstrim

(40°C)


(43)

D. RANCANGAN PERCOBAAN

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah rancangan Acak Lengkap Faktorial. Model rancangan percobaan yang digunakan adala h sebagai berikut :

Yijk = µ + Ai + Bj + (A*B)ij + Eijk

dimana :

Yijk = Nilai hasil pengukuran akibat perlakuan jenis kemasan ke -i dan perlakuan suhu penyimpanan ke -j dengan ulangan sebanyak k.

µ = Nilai rata-rata umum.

Ai = Pengaruh jenis kemasan taraf ke-i (i = 1 untuk kertas minyak; 2 untuk plastik PE; 3 untuk plastik PP; dan 4 untuk cup OPP).

Bj = Pengaruh suhu tempat penyimpanan taraf ke-j (j = 1 untuk penyimpanan di suhu ruang; dan 2 untuk penyimpanan di suhu ekstrim 40ºC).

(A*B)ij = Pengaruh interaksi taraf ke -i faktor A dan taraf ke-j faktor B.

Eijk = Pengaruh sisa perlakuan A ke-i dan perlakuan B ke -j pada ulangan ke -k (k = 1,2).

E. SISTEM PENILAIAN UNTUK MENENTUKAN JENIS KEMASAN TERBAIK DENGAN BANTUAN PROGRAM SPSS

Rancangan percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah rancangan acak lengkap faktorial, dimana akan diperlihatkan dua jenis perlakuan yang berbeda terhadap kacang mete tanpa kulit. Perlakuan pertama adalah jenis kemasan yang berbeda untuk mengemas mete tanpa kulit, dan perlakuan kedua adalah suhu penyimpanan, yaitu suhu ruang dan suhu 40ºC. Program statistik SPSS digunakan untuk membantu pekerjaan ini. Dalam program SPSS ini dapat dilihat interaksi antara jenis kemasan yang berbeda dan suhu tempat penyimpanan mete yang berbeda, seberapa besar pengaruh kedua perlakuan tersebut terhadap mutu kacang mete tanpa kulit. Untuk melakukan uji lanjut jika ditemukan perbedaan yang nyata, digunakan rumus Duncan dengan tingkat kepercayaan 95% atau a = 0,05.


(44)

Jika ditemukan perlakuan yang berbeda nyata, maka program SPSS akan melaksanakan uji lanjut dengan rumus Duncan (a = 0,05) secara otomatis. Uji statistik ini dilakukan di setiap hari uji mutu mete. Dalam hal analisis kadar air, kadar abu, tingkat kekerasan, bilangan asam, kadar asam lemak bebas, dan kadar protein, kemasan yang baik adalah kemasan dengan mete didalamnya memiliki nilai kadar air, abu, protein, FFA, bilangan asam, dan tingkat kekerasan yang kecil. Artinya, semakin tinggi data atau nilai kadar-kadar tersebut, maka kemasan yang diuji semakin buruk untuk mete tanpa kulit, begitu pula sebaliknya. Lain halnya dengan analisis kadar lemak, kemasan yang baik justru harus dapat menjaga lemak dalam mete agar tidak berkurang atau terdegradasi. Artinya, semakin tinggi data atau nilai kadar lemak mete, maka kemasan yang diuji semakin baik untuk mete tanpa kulit, begitu pula sebaliknya. Dalam uji SPSS dengan rumus Duncan ini akan ada 4 kemungkinan output di tiap hari uji mutu mete, yaitu :

1. Jika keempat jenis kemasan uji semua berbeda nyata untuk mete, maka untuk analisis kadar air, abu, kekerasan, bilangan asam, dan kadar FFA, kemasan yang memiliki nilai kadar tertinggi akan diberi poin 0, lalu dua jenis kemasan yang memiliki nilai kadar menengah akan diberi poin 1, dan kemasan yang memiliki nilai kadar terendah akan diberi poin 2. Lalu untuk analisis kadar protein yang hanya memiliki sedikit hari uji (5 kali hari uji), kemasan yang memiliki kadar protein mete tertinggi akan diberi poin 0, kemasan dengan nilai kadar protein mete berada di urutan kedua dari kadar tertinggi akan diberi poin 1, kemasan dengan nilai kadar protein mete berada di urutan kedua dari kadar terendah akan diberi poin 2, dan kemasan yang memiliki kadar protein mete terendah akan diberi poin 3. Untuk analisis kadar lemak yang juga hanya memiliki 5 kali hari uji, kemasan yang memiliki kadar lemak mete tertinggi akan diberi poin 3, kemasan dengan nilai kadar lemak mete berada di urutan kedua dari kadar tertinggi akan diberi poin 2, kemasan dengan nilai kadar lemak mete berada di urutan kedua dari kadar terendah akan diberi poin 1, dan kemasan yang memiliki kadar lemak mete terendah akan diberi poin 0.


(45)

2. Jika keempat jenis kemasan uji semua tidak berbeda nyata untuk mete, maka semua jenis kemasan akan diberi poin 1 untuk semua jenis analisis mutu mete.

3. Jika ada kelompok kemasan (terdiri dari 2 atau 3 jenis kemasan) yang tidak berbeda nyata dan kemasan lainnya berbeda nyata, maka pemberian poin akan tergantung dari nilai kadar kelompok kemasan tersebut. Untuk analisis kadar air, abu, protein, FFA, bilangan as am, dan tingkat kekerasan, apabila kelompok kemasan tersebut memiliki nilai kadar tertinggi, maka akan diberi poin 0. Kelompok kemasan dengan nilai kadar menengah akan diberi poin 1, dan kelompok kemasan yang memiliki nilai kadar terendah akan diberi poin 2. Sedangkan untuk kemasan yang berbeda nyata (bukan bagian dari kelompok kemasan tersebut), akan diberikan poin 0 jika nilai kadarnya tertinggi, lalu poin 1 akan diberikan jika nilai kadarnya menengah, dan poin 2 akan diberikan jika kemasan tersebut memiliki nilai kadar terendah. Untuk analisis kadar lemak, kelompok kemasan dengan kadar lemak mete tertinggi mendapat poin 2, kelompok kemasan dengan kadar lemak mete menengah mendapat poin 1, dan kelompok kemasan dengan kadar lemak mete terendah mendapat poin 0. Sedangkan untuk kemasan yang berbeda nyata, akan diberikan poin 2 jika nilai kadar lemaknya tertinggi, lalu poin 1 akan diberikan jika nilai kadar lemaknya menengah, dan poin 0 akan diberikan jika kemasan tersebut memiliki nilai kadar lemak mete terendah.

4. Jika ada 2 kelompok kemasan (masing -masing terdiri dari 2 jenis kemasan) yang tidak berbeda nyata, maka poin 0 akan diberikan pada kelompok kemasan dengan nilai kadar tertinggi dan poin 2 akan diberikan pada kelompok kemasan dengan nilai kadar terendah untuk analisis kadar air, abu, protein, FFA, bilangan asam, dan tingkat kekerasan. Sedangkan untuk analisis kadar lemak, poin 2 akan diberikan pada kelompok kemasan dengan kadar lemak mete tertinggi dan poin 0 akan diberikan pada kelompok kemasan dengan kadar lemak mete terendah.


(46)

Sistem poin tersebut akan diakumulasikan mulai dari awal hari uji hingga akhir hari uji mutu mete dari setiap jenis analisis yang dilakukan. Tiap jenis kemasan akan mendapatkan akumulasi poin yang berbeda dari segi analisis kadar air, kadar abu, tingkat kekerasan, bilangan asam, kadar FFA, kadar protein, dan kadar lemak mete. Selanjutnya akumulasi poin dari tiap analisis mutu mete tersebut akan dijumlahkan seluruhnya dan akan menjadi poin total untuk setiap jenis kemasan yang diujikan. Kemasan yang mendapatkan poin total tertinggi akan dianggap sebagai kemasan yang terbaik untuk mete tanpa kulit. Sedangkan kemasan yang mendapatkan poin total terendah akan dianggap sebagai kemasan yang terburuk untuk mete tanpa kulit.


(47)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENGUPASAN KULIT METE DAN KARAKTERISASI METE

Bahan baku mete yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari daerah Lombok Barat dan telah dikirim ke Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pasca Panen Pertanian (BPPP) Cimanggu, Bogor. Mete ini masih berupa mete gelondong yang terbungkus kulit keras dan liat. Penelitian ini hanya membutuhkan bagian daging buah (kernel) dari mete gelondong, maka dilakukan pengupasan kulit mete terlebih dahulu sebelum berlanjut ke penelitian utama.

Tehnik pengupasan kulit gelondong mete yang digunakan dalam penelitian ini adalah tehnik pengirisan dengan alat kacip putar model MM-99. Rendemen dari pengupasan mete gelondong ini berupa kacang mete tanpa kulit sebesar 26,25% atau seberat 21 kg. Sebelum dilanjutkan ke penelitian utama, dilakukan beberapa analisis untuk mengetahui mutu kacang mete tersebut meliputi kadar air, abu, protein, lemak, dan pengamatan visual dari mete di H-0 atau hari sebelum memulai penelitian. Berdasarkan hasil analisis tersebut, ternyata mete tersebut masih memiliki kondisi yang baik dan belum rusak atau busuk. Maka penelitian utama bisa dilakukan. Selain itu, analisis tersebut memiliki tujuan untuk karakterisasi mete sebelum berlanjut ke penelitian utama. Mete yang baru dikupas tersebut memiliki nilai kadar air rata-rata 5%. Tabel 4 menunjukkan data hasil analisis mete pada H-0 atau hari sebelum penelitian utama.


(48)

Jenis Analisis Kadar (%)** Batas Kritis Rusak (%)*

Kadar Air 5,038 Maks 7

Kadar Abu 2,498 Maks 3,25

Kadar Protein 10,913 Maks 23,71

Kadar Lemak 55,935 Min 45,79

Pengamatan Visual Warna putih gading, bersih, dan tekstur baik

Warna putih gelap atau kecoklatan dan tekstur rusak

(*Sumber : Rao and Khan, 1984).

(**Data Hasil Analisis Mutu Mete pada H-0)

Kadar air kacang mete menentukan mutu simpan kacang mete, meskipun mete merupakan bahan bersifat kering dan kadar airnya tidak terlalu berubah banyak selama penyimpanan, tetapi kadar air merupakan suatu indikasi penting dalam hal pengemasan bahan pertanian. Kadar abu, protein, dan hasil dari pengamatan visual mete juga menjadi syarat mutu simpan mete. Protein menjadi faktor penting, karena mete termasuk bahan yang memiliki kandungan protein cukup banyak. Sedangkan analisis kadar abu untuk mengetahui kandungan abu (zat anorganik dan mineral) di dalam mete dari hari ke hari. Pengamatan mete secara visual hanya melihat keadaan mete dari luarnya saja, sedangkan bagian dalam dan berbagai kandungannya harus dilakukan uji secara proksimat. Analisis yang paling penting dan harus selalu dipantau adalah kadar lemak beserta kadar asam lemak bebas dan bilangan asamnya, karena mete merupakan bahan dengan kandungan lemak sangat besar, maka perubahan kadar lemak menjadi sangat penting unt uk diperhatikan, sedangkan analisis kadar asam lemak bebas dan bilangan asam akan menunjukkan seberapa besar lemak mete yang hilang atau terdegradasi selama penyimpanan berjalan. Kadar lemak yang besar dalam mete seringkali mengakibatkan rasa pusing bagi orang yang mengkonsumsinya secara berlebihan.

B. PENENTUAN JENIS KEMASAN TERBAIK UNTUK KACANG METE TANPA KULIT


(49)

Pada kacang mete, kadar air dan kadar abu sangat sulit sekali untuk mengalami suatu perubahan yang signifikan. Mete merupakan suatu bahan yang memang bersifat kering dan memiliki kandungan mineral atau zat anorganik sedikit. Maka dari itu, selama 2 bulan penelitian ini berlangsung, data hasil analisis kadar air dan abu hanya mengalami perubahan yang sangat sedikit, artinya fluktuasi na ik-turunnya kadar air dan abu dari hari ke hari hanya sedikit saja. Kadar air dalam penyimpanan dan pengemasan bahan pertanian menjadi salah satu faktor penting dalam menentukan mutu dari bahan-bahan pertanian tersebut. Lingkungan di luar maupun di dalam kemasan dapat mempengaruhi mutu bahan pertanian seperti mete yang dikemas. Nilai kadar air ini akan mudah berubah-ubah selama penyimpanan jika bahan yang dikemas berkadar air tinggi. Mete tanpa kulit merupakan bahan pertanian berkadar air sangat rendah, sehingga selama penyimpanan nilai kadar airnya tidak banyak berubah. Dari data yang didapat selama 2 bulan, terlihat bahwa kadar air terendah selama penyimpanan di suhu ruang adalah 4,0674% pada jenis kemasan kertas di hari ke-54, dan data kadar air tertinggi pada penyimpanan bersuhu ruang adalah 5,8511% pada jenis kemasan kertas di hari ke-42. Data kadar air pada penyimpanan suhu ruang lainnya berkisar diantara kedua nilai tersebut dengan fluktuasi yang tidak besar. Sedangkan pada penyimpanan suhu 40°C, kadar air terendah yang pernah tercatat adalah 4,1346% pada jenis kemasan cup OPP di hari ke -56, dan data kadar air tertinggi adalah 6,205% pada jenis kemasan kertas di hari kedelapan, sedangkan data kadar air lainnya berkisar antara kedua nilai tersebut dengan fluktuasi yang tidak besar. Hal ini menunjukkan penyimpanan pada suhu ruang ataupun 40°C tidak terlalu berpengaruh pada perubahan kadar air mete, karena kisaran nilainya hanya 4 – 6% dan nilai ini merupakan nilai kadar air yang termasuk kecil. Dari keempa t jenis kemasan yang ada, kemasan kertas adalah kemasan yang paling sering menunjukkan mete yang dikemasnya berkadar air tinggi, bahkan pada hari keenam dan hari kedelapan di penyimpanan suhu 40ºC, menunjukkan kadar air melebihi 6%. Kemasan lainnya memiliki data dengan fluktuasi tidak terlalu besar. Maka dari segi analisis kadar air, kemasan kertas adalah yang terburuk, walaupun nilai kadar airnya sebenarnya masih termasuk kecil dan belum melampaui batas kritis


(50)

kerusakannya. Seluruh kemasan uji tergolong baik untuk kacang mete tanpa kulit, karena tidak ada satupun kemasan dengan mete didalamnya berkadar air melebihi batas kritis 7%. Data kadar air mete hasil penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 2.a dan 2.b. Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata dan perlakuan jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap kadar air mete. Lampiran 9 menampilkan hasil uji statistik kadar air mete pada hari kedua, hari ke-28, dan hari terakhir sebagai contoh. Perlakuan jenis kemasan signifikan di setiap harinya. Adapun grafik kadar air mete hasil penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 7.a dan 7.b di halaman berikutnya. b. Kadar Abu

Sama halnya dengan analisis kadar air, analisis kadar abu juga tidak menunjukkan perubahan dan fluktuasi yang besar selama penyimpanan 2 bulan. Pada penyimpanan di suhu ruang, kadar abu mete terendah yang pernah tercatat adalah 1,915% pada jenis kemasan plastik PE di hari ke-14, dan kadar abu tertinggi yang pernah tercatat adalah 2,5906% pada jenis kemasan kertas di hari kedua, sedangkan data analisis kadar abu lainnya berkisar antara kedua nilai tersebut dengan fluktuasi yang kecil. Pada penyimpanan bersuhu 40ºC, kadar abu mete terendah yang pernah tercatat adalah 1,9199% pada jenis kemasan plastik PE di hari ke -14, dan kadar abu tertinggi yang pernah tercatat adalah 2,5959% pada jenis kemasan plastik PP di hari ke-16, sedangkan data kadar abu lainnya berkisar diantara kedua nilai tersebut dengan fluktuasi yang kecil. Hal ini menunjukkan selama 2 bulan, kadar abu mete tidak banyak berubah, kisaran nilainya hanya antara 1,9 – 2,6%. Dari keempat jenis kemasan yang diujikan, tidak ada satupun yang nilai kadar abu metenya melonjak hingga batas kritis rusaknya, yaitu 3,25%. Ini berarti keempat jenis kemasan tersebut memiliki reputasi yang baik dalam hal mempertahankan kadar abu mete yang dikemasnya dari berbagai pengaruh lingkungan luar ataupun dalam. Data kadar abu mete hasil penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 3.a dan 3.b. Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata dan perlakuan jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap kadar abu mete. Lampiran 10 menampilkan hasil uji statistik kadar abu mete pada hari kedua, ke -30, dan hari terakhir sebagai contoh. Perlakuan jenis kemasan signifikan di setiap


(51)

harinya. Adapun grafik kadar abu mete hasil penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 8.a dan 8.b di halaman berikutnya.

c. Tingkat Kekerasan

Pengukuran tingkat kekerasan mete yang menggunakan alat jarum penetrometer bertujuan untuk mengetahui seberapa keras mete tersebut dari hari ke hari selama penyimpanan 2 bulan. Uji tingkat kekerasan terhadap mete tanpa kulit merupakan suatu bentuk uji secara fisik saja dan cara pengujiannya pun sederhana. Pengukuran tingkat kekerasan suatu bahan pertanian bukan merupakan uji proksimat. Data yang didapat akan sangat beragam dan belum tentu sama nilainya meskipun uji tersebut dilakukan pada sebuah sampel seperti mete tanpa kulit, karena bidang permukaan kacang mete tersebut belum tentu sama persis di setiap titik ujinya. Alat penetrometer memiliki sebuah jarum yang ditusukkan hingga menembus daging buah kacang mete dan jarak penembusannya akan terbaca pada alat tersebut. Jika jarum tersebut belum dapat menembus kacang mete, maka dapat ditambahkan pemberat di atas jarumnya dengan bobot beragam, seperti pemberat 50 gram, 100 gram, dan 150 gram. Pada penelitian ini, kacang mete dapat ditembus oleh jarum penetrometer tanpa menggunakan pemberat apapun. Semakin besar jarak tembus jarum, maka nilai yang terbaca pun semakin besar, berarti mete semakin lembek dan menurun mutunya, begitupun sebaliknya. Satuan dari pengukuran tingkat kekerasan ini adalah “mm per 10 detik”. Hasil uji statistik perlakuan suhu penyimpanan mete tidak berpengaruh nyata bagi mete, tetapi perlakuan jenis kemasan memberikan pengaruh signifikan bagi mete. Dari data yang didapat pada penyimpanan suhu ruang, tingkat kekerasan dari keempat jenis kemasan memiliki fluktuasi yang besar dan tidak menentu peningkatan atau penurunannya dari hari ke hari. Nilai kekerasan mete terendah yang terdeteksi adalah 5,3333 mm per 10 detik pada jenis kemasan plastik PP di hari ke-42, sedangkan nilai kekerasan mete tertinggi adalah 14,583 mm per 10 detik pada jenis kemasan plastik PE di hari ke -58. Pada penyimpanan di suhu 40ºC, terjadi fluktuasi yang besar seperti pada penyimpanan suhu ruang. Nilai kekerasan mete terendah yang terdeteksi pada penyimpanan suhu 40ºC ini adalah 6,125 mm per 10 detik pada jenis kemasan plastik PP di hari ke-18. Nilai kekerasan mete tertinggi di suhu 40ºC ini adalah


(52)

17,25 mm per 10 detik pada jenis kemasan kertas minyak di hari ke -28. Dari keseluruhan nilai tingkat kekerasan mete yang ada, tidak ada mete yang lembek hingga mencapai nilai diatas 20 mm per 10 detik. Ini berarti semua mete yang disimpan selama 2 bulan kekerasannya masih tergolong baik, dan dapat dikatakan semua jenis kemasan uji cukup baik dalam menja ga kelembaban mete yang dikemasnya, sehingga mete tersebut masih termasuk keras. Data penelitian yang didapat menunjukkan mete tersebut masih tetap keras dengan nilai tertinggi hanya 17,25 mm per 10 detik. Ini berarti angka tersebut hanya kurang dari seperlima skala penuh penetrometer yang mencapai angka kira-kira 120 mm per 10 detik. Data tingkat kekerasan mete hasil penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 4.a dan 4.b. Lampiran 11 menampilkan hasil uji statistik tingkat kekerasan mete pada hari kedua, hari ke-30, dan hari terakhir sebagai contoh. Perlakuan jenis kemasan signifikan di setiap harinya. Adapun grafik tingkat kekerasan mete hasil penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 9.a dan 9.b di halaman berikutnya.

d. Bilangan Asam dan Kadar Asam Lemak Bebas

Bilangan asam dan kadar asam lemak bebas atau free fatty acid (FFA) merupakan dua jenis analisis yang sejalan, keduanya sama-sama menunjukkan seberapa besar lemak atau minyak dalam mete yang telah hilang atau terdegradasi selama penyimpanan 2 bulan. Jika nilai bilangan asam semakin besar, maka nilai kadar FFA juga akan semakin besar, begitupun sebaliknya. Pada penyimpanan suhu ruang, baik nilai bilangan asam atau kadar FFA di semua jenis kemasan sama-sama menunjukkan peningkatan yang pesat hingga hari ke-14, setelah itu nilai bilangan asam dan kadar FFA semua jenis kemasan stabil menanjak secara perlahan-lahan hingga hari terakhir. Kemasan kertas, plastik PE, dan cup OPP mencapai nilai tertinggi pada hari terakhir, yaitu masing-masing sebesar 4,2953%; 5,2564%; dan 4,4758% untuk data bilangan asam, serta 2,1591%, 2,6422%, dan 2,25% untuk kadar FFA. Plastik PP mencapai nilai tertingginya pada hari ke-52 dengan nilai 4,8846% untuk bilangan asam dan 2,4554% untuk kadar FFA. Pada penyimpanan bersuhu 40ºC, baik nilai bilangan asam atau kadar FFA di semua jenis kemasan sama -sama menunjukkan peningkatan yang pesat hingga hari ke-14, setelah itu nilai


(53)

bilangan asam dan kadar FFA semua jenis kemasan stabil hingga akhirnya pada hari ke-56 sampai hari terakhir terjadi sedikit peningkatan. Adapun nilai bilangan asam dan kadar FFA pada hari terakhir untuk kemasan kertas, plastik PE, plastik PP, dan cup OPP masing-masing sebesar 4,0831%; 4,0181%; 4,2568%; dan 4,8234% untuk nilai bilangan asam, serta 2,0524%, 2,0198%, 2,1398%, dan 2,4246% untuk kadar FFA. Jadi, pola data dari penyimpanan suhu ruang dan suhu 40ºC hampir serupa, yaitu sempat terjadi peningkatan nilai cukup pesat hingga hari ke-14, lalu nilai akan stabil dengan peningkatan perlahan-lahan hingga hari terakhir. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan lemak dalam mete di setiap jenis kemasan sempat terdegradasi cukup banyak di awal hari, tetapi kemudian keempat jenis kemasan ini cukup berhasil untuk mempertahankan lemak dalam kacang mete agar tidak banyak mengalami proses degradasi. Hal ini terbukti dari peningkatan nilai bilangan asam dan kadar FFA yang sedikit dari mete tersebut hingga hari terakhir. Selain itu, bilangan asam maupun kadar FFA tertinggi yang pernah tercatat pun tidak ada yang mencapai

5,5 untuk bilangan asam dan 3% untuk kadar FFA. Data yang ada masih menunjukkan nilai yang kecil untuk pendegradasian lemak dalam mete. Keempat jenis kemasan ini cukup baik dalam hal mempertahankan nilai bilangan asam dan kadar FFA mete yang dikemasnya. Data bilangan asam dan kadar FFA mete hasil penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 5.a dan 5.b, serta Lampiran 6.a dan 6.b. Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata dan perlakuan jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap bilangan asam dan kadar asam lemak bebas (FFA) mete.


(54)

Lampiran 12 dan 13 menampilkan hasil uji statistik bilangan asam dan kadar FFA mete pada hari kedelapan, ke -34, dan hari terakhir sebagai contoh. Perlakuan jenis kemasan signifikan di setiap hari. Grafik bilangan asam dan kadar FFA mete hasil penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 10.a dan 10.b, serta Gambar 11.a dan 11.b di bawah ini.

Gambar 10.a. Grafik Bilangan Asam Mete pada Penyimpanan Suhu Ruang

Gambar 10.b. Grafik Bilangan Asam Mete pada Penyimpanan Suhu 40ºC 1 2 3 4 5 6

8 14 20 28 34 40 44 48 52 56 60 Lama Penyimpanan

Bilangan Asam (%)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP Hari ke -

1 2 3 4 5

8 14 20 28 34 40 44 48 52 56 60 Lama Penyimpanan

Bilangan Asam (%)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP Hari ke -

0.5 1 1.5 2 2.5 3

8 14 20 28 34 40 44 48 52 56 60 Lama Penyimpanan

Kadar FFA (%)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP


(55)

Gambar 11.a. Grafik Kadar FFA Mete pada Penyimpanan Suhu Ruang Gambar 11.b. Grafik Kadar FFA Mete pada Penyimpanan Suhu 40ºC

e. Kadar Lemak

Analisis kadar lemak merupakan suatu indikasi untuk mengetahui berapa banyak kandungan lemak atau minyak dalam mete, dan juga untuk mengetahui seberapa banyak lemak yang telah terdegradasi dari dalam mete. Untuk

mengukur kadar lemak, digunakan peralatan soxhlet. Pada penyimpanan di suhu ruang ataupun 40ºC, telah didapat data yang berpola hampir serupa. Pada semua jenis kemasan yang diujikan, seluruh mete yang dikemasnya menunjukkan penurunan nilai kadar lemak hingga hari terakhir, tetapi penurunan tersebut tidak pesat. Keempat jenis kemasa n tersebut dapat menjaga kadar lemak mete dengan sangat baik hingga hari ke -30, namun dari hari ke-30 hingga hari terakhir barulah terjadi penurunan kadar lemak mete yang agak pesat. Hal ini terjadi baik pada penyimpanan di suhu ruang ataupun di suhu 40ºC. Meskipun demikian, tidak ada satu kemasan pun yang kadar lemak mete didalamnya turun hingga dibawah nilai kritis 45,79%. Bahkan kadar lemak mete terendah yang pernah tercatat pun masih cukup jauh jaraknya dari nilai kritis ini, yaitu sebesar 54,379% pada plastik PP di hari terakhir suhu 40ºC. Jadi, keempat jenis kemasan ini berhasil mempertahankan mutu mete dari segi kadar lemaknya. Data kadar

Hari ke-

0.5 1 1.5 2 2.5

8 14 20 28 34 40 44 46 52 56 60 Lama Penyimpanan

Kadar FFA (%)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP Hari ke -


(56)

lemak mete hasil penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 7.a dan 7.b. Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata dan perlakuan jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap kadar lemak mete. Lampiran 14 menampilkan hasil uji statistik kadar lemak mete pada hari kedua, hari ke-30, dan hari terakhir sebagai contoh. Perlakuan jenis kemasan signifikan di setiap hari. Grafik kadar lemak mete hasil penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 12.a dan 12.b di halaman berikutnya.

Gambar 12.a. Grafik Kadar Lemak Mete pada Penyimpanan Suhu Ruang

Gambar 12.b. Grafik Kadar Lemak Mete pada Penyimpanan Suhu 40ºC

f. Kadar Protein 54

56 58 60 62

1 8 15 23 30

Lama Penyimpanan (60 Hari)

Kadar Lemak (%)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP Hari ke-

53 55 57 59 61

2 16 30 46 60

Lama Penyimpanan

Kadar Lemak (%)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP Hari ke -


(57)

Pengukuran kadar protein yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan peralatan pemanas bunsen dan destilasi sederhana. Analisis kadar protein berguna untuk mengetahui kandungan protein dalam mete selama penyimpanan 2 bulan. D i dalam penyimpanan kacang mete ini, penurunan mutu mete ditunjukkan oleh penurunan kadar lemaknya dari hari ke hari, tetapi kadar protein justru semakin meningkat dari hari ke hari. Hal ini dikarenakan masih adanya metabolisme dari mete yang digunakan. Mete tersebut dalam kondisi siap diolah dan masih dalam keadaan hidup, serta dapat membuat atau mensintesis protein selama jangka waktu tertentu. Dari data hasil analisis kadar protein selama penyimpanan 2 bulan, semua jenis kemasan memiliki pola data yang sama, baik pada penyimpanan suhu ruang ataupun suhu 40ºC. Kadar protein terlihat meningkat cukup pesat dari hari kedua hingga hari ke -30. Namun setelah itu, data kadar protein tidak mengalami perubahan yang besar. Mulai dari hari ke-30 hingga hari terakhir, data kadar protein tersebut meningkat secara landai, atau menurun landai, atau bahkan ada data yang terlihat stabil (sangat landai perubahannya) hingga hari terakhir. Sama halnya dengan analisis kadar lemak, dalam analisis kadar protein ini tidak ada satu kemasan pun yang kadar protein mete didalamnya meningkat hingga di atas nilai batas kritis 23,71%. Adapun nilai kadar protein tertinggi yang pernah tercatat adalah 16,991% pada jenis kemasan kertas di hari ke -30 pada penyim panan bersuhu 40°C. Nilai tertinggi ini masih cukup jauh dengan nilai batas kritis yang ada. Jadi, keempat jenis kemasan yang diuji berhasil mempertahankan mutu mete dari segi kadar proteinnya. Data kadar protein mete hasil penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 8.a dan 8.b. Hasil uji statistik menunjukkan perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata dan perlakuan jenis kemasan berpengaruh nyata terhadap kadar protein mete. Lampiran 15 menampilkan hasil uji statistik kadar protein mete pada hari kedua, hari ke-30, dan hari terakhir sebagai contoh. Perlakuan jenis kemasan signifikan di setiap hari. Grafik kadar protein mete hasil penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 13.a dan 13.b di halaman berikutnya.


(58)

Gambar 13.a. Grafik Kada r Protein Mete pada Penyimpanan Suhu Ruang

Gambar 13.b. Grafik Kadar Protein Mete pada Penyimpanan Suhu 40ºC

g. Pengamatan Visual

Dari pengamatan secara visual dari hari ke hari hingga 2 bulan, seluruh sampel kacang mete yang diuji dalam berbagai kemasan dan suhu penyimpanan ini tidak mengalami perubahan warna yang jelas. Pekerjaan ini hanya dilakukan dengan mata telanjang. Warna mete uji hingga hari ke -56 masih putih bersih atau putih gading, mulai dari hari ke-56 hingga hari terakhir, warna mete uji mulai terlihat sedikit coklat, tetapi perubahan warna ini masih sangat pudar dan sangat tipis. Dari segi pengamatan tekstur, mete uji tetap bertekstur baik hingga hari terakhir. Dari segi pengamatan bau atau aroma, mete uji ini masih beraroma seperti mete hingga hari terakhir, perubahan bau atau aroma mete selama penyimpanan sangat sedikit bahkan hampir tidak ada. Berdasarkan pengamatan secara visual tersebut, dapat dikatakan hampir seluruh kacang mete masih dalam

9 11 13 15 17

2 16 30 46 60

Lama Penyimpanan

Kadar Protein (%)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP 9 11 13 15 17

2 16 30 46 60

Lama Penyimpanan

Kadar Protein (%)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP Hari ke -


(59)

kondisi baik hingga hari yang terakhir. Ini berarti keempat jenis kemasan uji sudah baik dalam hal mempertahankan mutu mete yang dikemasnya dari segi visual mete.

Keempat jenis kemasan uji telah membuktikan sebagai kemasan yang baik untuk mengemas mete tanpa kulit. Namun tetap saja hanya akan dipilih satu jenis kemasan terbaik saja. Berdasarkan hasil uji statistik dengan program SPSS, kemasan cup OPP selalu menunjukkan poin atau nilai tertinggi dari berbagai analisis yang dilakukan selama penelitian. Walaupun sebenarnya jenis kemasan lain pun menunjukkan nilai-nilai yang baik untuk mengemas mete. Jadi, kemasan cup OPP merupakan kemasan terbaik untuk mete tanpa kulit. Hasil uji SPSS juga memperlihatkan bahwa perlakuan suhu penyimpanan tidak berpengaruh nyata terhadap mete, sedangkan perlakuan jenis kemasan memberikan pengaruh nyata bagi mete yang dikemasnya dari hari ke hari selama penelitian. Akumulasi poin untuk setiap jenis kemasan uji dari berbagai analisis mutu mete dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Akumulasi Poin Tiap Jenis Analisis pada Tiap Jenis Kemasan Akumulasi Poin untuk Jenis Kemasan* Jenis

Analisis Kertas Minyak Plastik PE Plastik PP Cup OPP

Kadar Air 20 33 28 34

Kadar Abu 27 31 33 36

Tingkat Kekerasan 27 28 30 33

Bilangan Asam dan Kadar FFA

8 9 13 15

Kadar Lemak 3 9 6 15

Kadar Protein 2 3 10 11

Total Poin 87 113 120 144

*(Berdasarkan hasil uji lanjut SPSS dengan rumus Duncan)

Berdasarkan isi dari Tabel 5, maka dapat ditentukan jenis kemasan yang terbaik untuk mete tanpa kulit dengan melihat perolehan poin total setiap jenis kemasan uji. Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa kemasan cup OPP selalu mendominasi perolehan poin di setiap jenis analisis mutu mete. Tetapi seluruh jenis kemasan uji tergolong baik untuk mengemas mete tanpa kulit. Tabel 6


(1)

Lampiran 1. Prosedur Analisis Mutu Kacang Mete

1 . Kadar Air (AOAC, 1990)

Pengukuran kadar air dilakukan dengan metode oven biasa. Sebanyak 3 gram sampel biji mete yang telah dihancurkan dimasukkan ke dalam cawan aluminium yang telah diketahui bobotnya, lalu dikeringkan dalam oven pada suhu 105°C - 110°C hingga beratnya konstan.

W1 – W2

Kadar Air (%) = --- x 100% W1

W1 = berat sampel sebelum dikeringkan (gram). W2 = berat sampel setelah dikeringkan (gram).

2 . Kadar Abu (AOAC, 1990)

Pengukuran kadar abu biji mete dilakukan dengan tanur. Sebanyak 5 gram sampel mete yang sudah dihancurkan dimasukkan ke dalam cawan porselen. Sampel didestruksi terlebih dahulu hingga terbentuk arang. Setelah itu, sampel dimasukkan ke dalam tanur pada suhu 550°C - 600°C sampai terbentuk abu dan tercapai berat konstan.

A – B

Kadar Abu (%) = --- x 100% C

A = berat cawan + abu. B = berat cawan. C = berat sampel.

3 . Tingkat Kekerasan

Kekerasan biji mete (bentuk biji utuh) diukur secara obyektif dengan menggunakan alat penetrometer dan menggunakan jarum penetrometer serta pemberat bila diperlukan. Kekerasan adalah jarak penembusan jarum penetrometer dalam milimeter per 10 detik, atau milimeter per 50 gram pemberat per 10 detik jika menggunakan pemberat yang 50 gram.


(2)

Sebanyak 5 gram contoh mete yang telah dihancurkan ditimbang dalam erlenmeyer 250 ml, lalu ditambahkan 25 ml alkohol netral 96%, didiamkan selama kurang lebih 2 jam, lalu endapan mete yang ada disaring dengan kertas saring, dan filtrat dipanaskan sampai awal mendidih. Setelah cukup dingin, tambahkan 2 tetes indikator phenolphtalein (PP), lalu larutan tersebut dititrasi dengan KOH 0,1 N sampai berwarna merah muda yang tidak hilang dalam beberapa detik.

A x N x 56,1 Bilangan Asam = ---

G A x N x B Kadar FFA (%) = ---

10 x G A = jumlah KOH untuk titrasi (ml). N = normalitas larutan KOH.

B = bobot molekul asam lemak dominan (oleat = 282). G = bobot contoh (gram).

5 . Kadar Lemak (Metode Soxhlet)

Sebanyak 2 gram sampel bubuk mete bebas air dibungkus dengan kertas saring berbentuk tabung yang telah dikeringkan dan diketahui bobotnya, lalu diekstraksi dengan pelarut hexane dalam peralatan soxhlet selama 6 jam. Sampel yang masih dalam tabung kertas saring hasil ekstraksi diuapkan dengan cara diangin-anginkan. Setelah itu dikeringkan dalam oven selama 1 jam, lalu didinginkan di dalam desikator, dan akhirnya ditimbang.

A - B

Kadar Lemak (%) = --- x 100% G

A = Bobot kertas saring + sampel sebelum uji kadar lemak. B = Bobot kertas saring + sampel setelah uji kadar lemak. G = Bobot sampel awal.

6 . Kadar Protein (Metode Mikro Kjeldhal)

Sebanyak 0,1 gram sampel ditimbang, kemudian ditambahkan katalis (CuSO4 dan Na2SO4) dengan perbandingan 1 : 1,2 dan 2,5 ml H2SO4 pekat. Setelah itu, didestruksi sampai bening (hijau). Kemudian didinginkan dan dicuci


(3)

dengan akuades secukupnya. Selanjutnya didestilasi dan dilakukan penambahan NaOH 50% sebanyak 15 ml. Hasil destilasi (destilat) ditampung dengan HCl 0,02 N. Proses destilasi dihentikan apabila volume destilat telah mencapai dua kali volume sebelum destilasi. Hasil destilasi tersebut kemudian dititrasi dengan NaOH 0,02 N dan indikator mensel yang merupakan campuran dari metil red dan metil blue.

(ml titrasi (blanko – contoh)) x N NaOH x 14,007

% Total N = --- x 100% gram contoh x 1000

Kadar Protein (%) = % Total N x faktor konversi (faktor konversi untuk kacang mete adalah 6,25).

7. Pengamatan secara Visual

Pengujian terhadap warna, tekstur, dan aroma biji mete dilakukan dengan menggunakan panca indera, yaitu mata untuk melihat perubahan warna mete, hidung untuk mencium aroma mete, dan kulit untuk meraba tekstur mete selama periode uji 2 bulan. Mete yang diuji masih berbentuk biji utuh. Perubahan warna mete, aroma mete, dan tekstur mete diperiksa setiap harinya untuk mengetahui seberapa besar penurunan mutu mete selama waktu penyimpanan 2 bulan.


(4)

Gambar 8.a. Grafik Kadar Abu Mete pada Penyimpanan Suhu Ruang

Gambar 8.b. Grafik Kadar Abu Mete pada Penyimpanan Suhu 40ºC 1.7

2.2 2.7

2 6 10 14 18 22 26 30 34 38 42 46 50 54 58

Lama Penyimpanan

Kadar Abu (%)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP

1.7 1.9 2.1 2.3 2.5 2.7

2 6 10 14 18 22 26 30 34 38 42 46 50 54 58

Lama Penyimpanan

Kadar Abu (%)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP Hari ke -


(5)

Gambar 7.a. Grafik Kadar Air Mete pada Penyimpanan Suhu Ruang

Gambar 7.b. Grafik Kadar Air Mete pada Penyimpanan Suhu 40ºC 3.5

4 4.5 5 5.5 6

2 6 10 14 18 22 26 30 34 38 42 46 50 54 58

Lama Penyimpanan

Kadar Air (%)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP

Hari ke -

3.7 4.2 4.7 5.2 5.7 6.2 6.7

2 6 10 14 18 22 26 30 34 38 42 46 50 54 58

Lama Penyimpanan

Kadar Air (%)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP


(6)

Gambar 7.a. Grafik Kadar Air Mete pada Penyimpanan Suhu Ruang

Gambar 7.b. Grafik Kadar Air Mete pada Penyimpanan Suhu 40ºC 3.5

4 4.5 5 5.5 6

2 6 10 14 18 22 26 30 34 38 42 46 50 54 58

Lama Penyimpanan

Kadar Air (%)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP

Hari ke -

3.7 4.2 4.7 5.2 5.7 6.2 6.7

2 6 10 14 18 22 26 30 34 38 42 46 50 54 58

Lama Penyimpanan

Kadar Air (%)

Kertas Plastik PE Plastik PP Cup OPP