diartikan sebagai penggunaan dua bahasa oleh seorang penutur dalam pergaulannya dengan orang lain secara bergantian. Nababan 1991: 27 mengemukakan pendapatnya tentang
bilingualisme dan bilingualitas. Ia mengatakan langsung sebagai berikut : Kalau kita melihat seseorang memakai dua bahasa dalam pergaulan dengan orang lain,
dia berdwibahasa dalam arti dia melaksanakan kedwibahasaan yang kita akan sebut bilingualisme. Jadi, bilingualisme adalah kebiasaan menggunakan dua bahasa dalam
interaksi dengan orang lain. Jika kita berpikir tentang kesanggupan atau kemampuan seseorang berdwibahasa, yaitu pemakai dua bahasa, kita akan sebut ini biligualitas dari
bahasa Inggris bilinguality.
Bloomfield dalam Chaer dan Agustin, 1995: 113 mengatakan bahwa bilingualisme adalah kemampuan seorang penutur untuk menggunakan dua bahasa dengan sama baiknya.
Jadi, menurut Bloomfield seseorang disebut bilingual apabila dapat menggunakan bahasa pertama B1 dan bahasa kedua B2 dengan derajat yang sama baiknya.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa bilingualisme adalah kemampuan penutur dalam memahami, mengerti, atau menggunakan dua bahasa atau lebih.
2.2.2 Campur Kode
Campur kode merupakan peristiwa yang lazim terjadi dalam masyarakat yang bilingual atau berdwibahasa, bahkan yang multilingual. Nababan 1984: 32 mengatakan bahwa
campur kode adalah suatu keadaan berbahasa lain apabila orang mencampur dua atau lebih bahasa dalam suatu tindak bahasa speech act atau discourse tanpa ada sesuatu dalam situasi
berbahasa lain yang menuntut adanya pencampuran bahasa tersebut. Sementara itu, Chaer dan Agustina 2004: 114 mengatakan kesamaan yang ada antara alih kode dan campur kode
adalah digunakannya dua bahasa atau lebih, atau dua varian dari sebuah bahasa dalam suatu masyarakat tutur.
Banyak pendapat mengenai alih kode dan campur kode. Pada alih kode setiap bahasa atau ragam bahasa yang digunakan itu masih memiliki fungsi otonomi masing-masing,
Universitas Sumatera Utara
dilakukan dengan sadar dan sengaja dengan sebab-sebab tertentu, sedangkan dalam campur kode ada sebuah kode utama dan kode dasar yang digunakan dan memiliki fungsi dan
keotonomiannya, kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan pieces saja tanpa fungsi atau keotonomian sebagai sebuah kode.
Thelander dan Fasold dalam Chaer dan Agustina 2005: 115 memberikan pendapat mengenai campur kode. Thelander menjelaskan bahwa apabila di dalam suatu peristiwa tutur,
klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa dan frase campuran hybrid clause, hybrid pharases dan masing-masing klausa atau frase itu tidak lagi mendukung
fungsi sendiri-sendiri, peristiwa yang terjadi adalah campur kode. Sementara itu, Fasold menjelaskan bahwa seseorang menggunakan satu kata atau frase satu bahasa dan dia
memasukkan kata tersebut dalam bahasa lain yang digunakannya dalam komunikasi, maka ia telah melakukan campur kode.
Berdasarkan unsur-unsur kebahasaan yang terlibat di dalamnya, Suwito 1985: 78 membedakan campur kode menjadi beberapa macam, yaitu :
1. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud kata.
Kata adalah satuan bebas yang paling kecil yang dapat berdiri sendiri dan mempunyai arti. Kata dapat dibagi atas empat bagian yaitu :
1. Kata benda atau nomina
Contoh: Saya memiliki dua orang sister di rumah
2. Kata kerja atau verba
Contoh : Rina crying di ruang kelas 3. Kata sifat atau adjektiva
Contoh : Wajah anak itu beatiful 4. Kata tugas
Contoh : Ibu pergi ke Jakarta but saya tidak ikut
Universitas Sumatera Utara
2. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud frase
Frase adalah satuan gramatikal yang terdiri dari dua kata atau lebih yang tidak melampaui batas fungsi unsur klausa Ramlan, 1995: 151.
Berdasarkan jenis atau kategori frase dibagi menjadi: 1.
Frase nominal Contoh : Saya menemui dosen di english centre kemarin sore
2. Frase verbal Contoh : Ali positive thinking dalam mengerjakan suatu pekerjaan
2. Frase adjektival
Contoh : Tina mendapat nilai very good dari guru kimia 3.
Frase preposisi Contoh : Lina mengerjakan tugas at house
3. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud bentuk baster.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud baster artinya penyisipan bentuk baster Hybrid atau kata campuran menjadi serpihan dari kata yang dimasukinya.
Contoh : Fauzi men support adiknya dalam belajar
4. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud perulangan kata.
Penyisipan unsur yang berwujud perulangan kata maksudnya penyisipan perulangan kata ke dalam bahasa inti atau bahasa utama dari suatu kalimat.
Contoh : Sinta sering shoping-shoping bersama teman kampus 5. Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom.
Penyisipan unsur-unsur yang berwujud ungkapan atau idiom yaitu penyisipan kata-kata kiasan dari suatu bahasa menjadi serpihan dari bahasa inti yang
dimasukinya. Contoh: Rudi menjadi anak sweet heart ibunya di rumah
Universitas Sumatera Utara
6.Penyisipan unsur-unsur yang berwujud klausa. Klausa adalah satuan gramatikal yang terdiri dari subjek dan predikat baik
disertai objek, pelengkap, dan keterangan ataupun tidak. Contoh : Ayah playing foodball
Dalam penelitian mengenai bentuk-bentuk campur kode ini peneliti mengambil pendapat Suwito sebagai acuan karena hanya pendapat ahli tersebut yang sesuai dengan
penelitian peneliti. Poplack 1980 dalam Dani 2007: 200 memanfaatkan data dari percakapan penutur-
penutur dwibahasa Spanyol-Inggris di Amerika Serikat yang sejalan dengan pendapat Suwito. Contoh dari kajian Poplack 1980: 615 sebagai berikut:
1I went to the chiquita house. 2I went to la casa chiquita.
Saya telah pergi ke rumah yang kecil itu Pada contoh pertama salah karena kata adjektiva chiquita memisahkan unit sintaksis
pada contoh yaitu berpola FN + FN. Peraturan pola FN +FN, kata adjektiva bahasa Spanyol chiquita tidak boleh hadir dengan kata nomina house dalam bahasa Inggris. Frase nomina
pada contoh pertama diganti dengan frase nomina bahasa Spanyol seperti contoh kedua.
2.3 Tinjauan Pustaka