2. Akad Kafalah
Pengertian
Kafalah menurut bahasa berarti al-Dhaman jaminan, hamalah beban, dan
za’amah tanggungan. Sedangkan menurut istilah yang dimaksud dengan kafalah atau al-Dhaman sebagaimana dijelaskan oleh para ulama adalah sebagai
berikut: a.
Menururt Madzhab Hanafi bahwa kafalah memiliki dua pengertian yang pertama arti kafalah ialah:
ْيعْ أ ْي ْ أ ْف ط ْ ْيف ي إ
“Menggabungkan dzimah kepada dzimah yang lain ke dalam penagihan, dengan jiwa, utang atau zat benda.”
Pengertian kafalah yang kedua ialah:
ْي ْصأ ْيف ْي إ
“Menggabungkan dzimah kepada dzimah yang lain dalam pokok asal utang.”
10
b. Menururt Madzhab Maliki bahwa kafalah ialah:
ْغش ء ْ ْ ْ ع ّح ْ ح ص غْشي ْ أ
ف ْ ي ْ ْ أءْيش ْي ع ف
10
Abdurrahman Al-Jaziri, Al- Fiqh ‘ala Madzahib al-‘Arba’ah, hlm. 221.
“Orang yang mempunyai hak mengerjakan tanggungan pemberi beban serta bebannya sendiri yang disatukan, baik menanggung pekerjaan yang
sesuai sama maupun pekerjaan yang berbeda.”
11
c. Menururt Madzhab Hanbali bahwa yang dimaksud dengan kafalah adalah:
ْي ع ْ ْحإ ْ ْ أ ْ ْ ْ ْي ع ئ ع ْيغ ْ ْي ع ج ْ ْ
ّح ْ ح ي ّح
“Iltizam sesuatu yang diwajibkan kepada orang lain serta kekekalan benda tersebut yang dibebankan atau iltizam orang yang mempunyai hak
menghadirkan dua harta pemiliknya kepada orang yang mempunyai hak.”
12
d. Menurut Madzhab Syafi’i bahwa yang dimaksud dengan kafalah ialah:
ْحإ ْ أ ْ ْ ْيع ْحإ ْ أ ْيغ ْ ْيف ث ّح ْ ْي ْي ْع
ْ ح ّح ْ ي ْ
“Akad yang menetapkan iltizam hak yang tetap pada tanggungan beban yang lain atau menghadirkan zat beban yang dibebankan atau
menghadirkan badan oleh orang yang berhak menghadirkannya.”
13
11
Ibid., hlm. 223.
12
Ibid., hlm. 224.
13
Ibid., hlm. 225.
Berdasarkan definisi yang dikemukakan oleh Madzhab Syafi’i di atas bahwa kafalah terdiri atas tiga pengertian, yaitu: al-Kafalah al-Dayn, al-
Kafalah al-
‘Ain, dan al-Kafalah al-Abdan.
e. Menurut Sayyid Sabiq yang dimaksud dengan kafalah ialah proses
penggabungan tanggungan kafil menjadi beban ashil dalam tuntutan dengan benda materi yang sama, baik utang, barang maupun pekerjaan.
f. Menurut Imam Taqiy al-Din
14
bahwa yang dimaksud dengan kafalah adalah:
ْي إ
“Mengumpulkan satu beban kepada beban lain.” g.
Menurut Hasbi ash-Shiddiqie bahwa yang dimaksud dengan kafalah ialah:
ط ْ ْيف ْي إ
“Menggabungkan dzimah
kepada dzimah
lain dalam
penagihan. ”1984:86
Dasar Hukum Kafalah
a. Al-Qur’an
Firman Allah SWT dalam QS. Yusuf ayat 72:
ْيع أ ْيع ْ ح ء ج ْ ْ ع ص ْف ْ ق
.
Artinya:
14
Abi Bakar ibn Muhammad al-Taqiy al-Din, Kifayat al-akhyar, Bandung: PT. Al- Ma’arif,
t.t. , hlm. 276
“Penyeru-penyeru itu berseru, ‘Kami kehilangan piala raja dan barang siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh makanan 9seberat
beban unta dan aku menjamin terhadapnya.”
b. Al-Hadits
ي أ ْي ع ه ي ص ي أ
... ق ْ ق ْيش
ْ ف ْي ع ص قْ أ ق ْ ح ص ْي ع ْ ص ق ْي ث ث ْ ق ْي ْي ع ْ ف
ْي ع ي ف ْي ي ع ه ْ ي .
ي
“Telah dihadapkan kepada Rasulullah SAW. mayat seorang laki-laki untuk dishalatkan... Rasulullah SAW bertanya, ‘Apakah dia mempunyai
warisan?’ Para sahabat menjawab, ‘tidak.’ Rasulullah bertanya lagi, ‘Apakah d
ia mempunyai utang?’ Sahabat menjawab, ‘Ya, sejumlah tiga dinar.’ Rasulullah pun menyuruh para sahabat untuk menshalatkannya, tetapi beliau
sendiri tidak. Abu Qatadah lalu berkata, ‘Saya menjamin utangnya, Ya Rasulullah.’ Maka Rasulullah pun menshalatkan mayat tersebut. HR. Bukhari
No. 2127, Kitab al-Hawalah
ح ْيف ف .
ي ي
“Tidak ada kafalah dalam had.” HR. Baihaqi
Rukun dan Syarat Kafalah
a. Dhamin, kafil atau za’im, yaitu orang yang menjamin di mana ia disyaratkan
sudah baligh, berakal, tidak dicegah membelanjakan hartanya mahjur dan dilakukan dengan kehendak sendiri.
b. Madmun lahu atau makful lahu, yaitu orang yang berpiutang disyaratkan
dikenal oleh penjamin. c.
Madmun ‘anhu atau makful ‘anhu, yaitu orang yang berutang. d.
Madmun bihi atau makful bihi, yaitu utang, barang atau orang, disyaratkan dapat diketahui dan tetap keadaannya, baik sudah tetap atau akan tetap
keadaannya. e.
Lafadz, disyaratkan keadaan lafadz itu berarti menjamin, tidak digantungkan kepada sesuatu dan tidak berarti sementara.
Macam-macam Kafalah
a. Kafalah bi al-Wajhi kafalah jiwa, yaitu adanya keharusan pada pihak
penjamin al-Kafil, al-Dhamin, al- Za’im untuk menghadirkan orang yang ia
tanggung kepada yang ia janjikan tanggungan makful lah
b. Kafalah bi al-Mal kafalah harta, yaitu kewajiban yang harus ditunaikan oleh
dhamin atau kafil dengan pembayaran pemenuhan berupa harta.
1. Kafalah bi al-dayn kafalah utang, yaitu kewajiban membayar utang yang
menjadi beban orang lain. Dalam kafalah utang disyaratkan sebagai berikut:
a Hendaknya nilai barang tersebut tetap pada waktu terjadinya transaksi
jaminan, seperti utang qiradh, upah dan mahar. b
Hendaknya barang yang dijamin diketahui menurut madzhab Syafi’i dan Ibnu Hazm bahwa seseorang tidak sah menjamin barang yang tidak
diketahui, sebab perbuatan itu disebut gharar, sementara Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad berpendapat bahwa seseorang boleh menjamin
sesuatu yang tidak diketahui. 2.
Kafalah dengan penyerahan benda, yaitu kewajiban menyerahkan benda- benda tertentu yang ada di tangan orang lain, seperti mengembalikan barang
yang dighasab dan menyerahkan barang jualan kepada pembeli.
3. Kafalah dengan ‘aib, yaitu barang yang didapati berupa harta terjual dan
mendapat bahaya cacat, karena waktu yang terlalu lama atau karena hal- hal lainnya, maka ia pembawa barang sebagai jaminan untuk hak pembeli
pada penjual, seperti jika terbukti barang yang dijual adalah milik orang lain
atau barang tersebut adalah barang gadai.
Pembayaran Dhamin
Apabila orang yang menjamin dhamin memenuhi kewajibannya dengan membayar utang orang yang ia jamin, ia boleh meminta kembali kepada madmun
‘anhu apabila pembayaran itu atas izinnya, dalam hal ini para ulama bersepakat, namun mereka berbeda pendapat apabila penjamin membayar atau menunaikan
beban orang yang ia jamin tanpa izin orang yang dijamin bebannya, menurut Syafi’í dan Abu Hanifah bahwa membayar utang orang yang dijamin tanpa izin
darinya adalah sunnah, dhamin tidak punya hak untuk minta ganti rugi kepada orang yang ia jamin
madmun ‘anhu, menurut madzhab Maliki bahwa dhamin berhak menagih kembali kepada
madmun ‘anhu. Ibnu hazm berpendapat bahwa dhamin tidak berhak menagih kembali
kepada madmun ‘anhu atas apa yang telah ia bayarkan, baik dengan izin madmun
‘anhu maupun tidak.
15
Apabila madmun ’anhu orang yang ditanggung tidak ada,
kafil dhamin berkewajiban menjamin dan tidak dapat mengelak dari tuntutan, kecuali dengan membayar atau orang yang mengutangkan menyatakan bebas
untuk kafil dari utang makful lah orang yang mengutangkan adalah memfasakhkan akad kafalah, sekalipun
makful ‘anhu dan kafil tidak rela.
3. Akad Qardh