perawat menyatakan setuju dengan nilai minimal 8 dan nilai maksimal 10 sedangkan rata-rata 9,94 untuk bersikap menjalankan indikator mutu klinik
keperawatan, Adapun dari keterampilan kemampuan perawat melakukan pekerjaan sesuai SPO untuk mencapai indikator mutu klinik keperawatan
mayoritas perawat menyatakan sudah melakukan indikator mutu klinik keperawatan dimana nilai minimal 6 dan nilai maksimal 10 sedangkan rata-rata
9,87. Dari jawaban responden tentang kinerja perawat bahwa hampir sebagian besar perawat sudah memahami dan mempunyai sikap yang positip untuk
bersama - sama menjalankan indikator mutu keperawatan hanya sebagian kecil perawat belum tidak memahami tentang SPO Discharge planning perencanaan
pemulangan pasien. Standar kinerja keperawatan professional menjelaskan peran-peran dari semua perawat profesional, namun ada banyak tanggung jawab
lain dalam aspek keperawatan profesional. Diharapkan para perawat harus mengarahkan dirinya dan memiliki tujuan untuk mencari pengetahuan, sikap dan
keterampilan yang penting dalam rangka meningkatkan karir Kemenkes, 2012.
5.3. Hubungan Implementasi IPSG 1 sd IPSG 6 dengan Kinerja
Perawat
5.3.1 Hubungan implementasi IPSG 1 dengan kinerja perawat dapat dilihat dari hasil p
α 0,574 yang nilainya sebesar pα 0,05 berarti tidak berhubungan dengan kinerja perawat secara hasil statistik, namun pada kenyataannya kinerja
perawat sehari-hari didalam asuhan keperawatan tidak pernah lepas dari keenam IPSG
patient safety. Sesuai dengan akreditasi JCI kegiatan identifikasi pasien
Universitas Sumatera Utara
merupakan hal yang terintegrasi, sehingga penerapan ini diperlukan standar operasional prosedur untuk pelaksanaan identifikasi pasien, berdasarkan SPO
indentifikasi dilakukan dengan melihat gelang tangan pasien dimana seorang perawat hanya dapat melakukan ini dengan baik bila gelang tangan pasien
memang benar sudah terpasang pada tangan pasien, pemasangan gelang tangan dilakukan pada saat pasien masuk rumah sakit dan yang melakukannya adalah
petugas medical record Kemenkes, 2011. Identifikasi pasien bukan hanya dilakukan oleh seorang perawat saja namun semua petugas di rumah sakit
melakukan identifikasi terhadap pasien saat akan melakukan pelayanan terhadap pasien.
Dapat disimpulkan pelaksanaan identifikasi pada kinerja perawat sudah baik, dari identifikasi pasien dengan benar, dimana terdapat nilai minimal 7 dan
nilai maksimal 9 dan nilai rata-rata 8.88 perawat sudah melaksanakan dengan baik. Identifikasi pasien dapat berjalan dengan baik jika sistem informasi rumah
sakit sirs sudah memproses informasi pasien yang tepat pada waktunya saat dibutuhkan oleh perawat, dokter dan tim kesehatan lain.
5.3.2 Hubungan implementasi IPSG 2 dengan kinerja perawat dapat dilihat dari hasil p
α 0,197 yang nilainya sebesar pα 0,05 berarti tidak berpengaruh dengan kinerja perawat secara hasil statistik, Rumah sakit mengembangkan
pendekatan untuk meningkatkan efektivitas komunikasi antar para pemberi layanan, karena komunikasi yang efektif akan mengurangi kesalahan dan
Universitas Sumatera Utara
menghasilkan peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi dikatakan efektif jika komunikasi yang dilakukan tepat waktu, akurat, lengkap, dan dapat dipahami oleh
pihak-pihak terkait, Terdapat beberapa kebijakan prosedur untuk perintah lisan dan telepon yaitu bagi penerima perintah untuk mencatat perintah yang diberikan
secara lengkaphasil pemeriksaan write back kemudian membacakan kembali read back isi dari perintah yang telah disampaikan lalu mengkonfirmasi ulang
repeat back semua perintah yang tertulis. Bila keadaan tidak memungkinkan, ada kebijakan danatau prosedur diperbolehkan tidak melakukan pembacaan
kembali read back misal keadaan darurat, di ICU, IGD
Frelita, et al, 2011.
Untuk pelaksanaan komunikasi efektif ini seorang perawat sudah pasti harus berkomunikasi dengan semua petugas kesehatan lain secara otomatis kinerja
perawat tidak sepenuhnya berhubungan dengan IPSG 2 dimana dalam SPO IPSG 2 ini ada perintah untuk kembali menuliskan tanda tangan pemberi intruksi
dokter didalam rekam medis dalam satu kali 24 jam. Gagalnya komunikasi ini menjadi salah satu penyebab awal paling umum dari terjadinya insiden yang
mencelakakan pasien
Frelita, et al, 2011.
Untuk pelaksanaan IPSG 2 ini mempunyai nilai rata-rata baik yaitu 3,48, sedangkan nilai minimal didapat 2 dan nilai maksimal 4 berarti perawat sudah
melaksanakan komunikasi efektif dengan baik. Komunikasi dikatakan efektif jika komunikasi yang dilakukan tepat waktu, akurat, lengkap dan dapat dipahami oleh
pihak-pihak terkait dokter dan kesehatan lain.
Universitas Sumatera Utara
5.3.3 Hubungan implementasi IPSG 3 dengan kinerja perawat dapat dilihat dari hasil p
α 0,768 yang nilainya sebesar pα 0,05 berarti tidak berpengaruh dengan kinerja perawat secara hasil statistik, dalam Manajemen dan Penggunaan
Obat-obatan MPOMedication Managemen and Use MMU berhubungan erat dengan petugas farmasi dimana pemberian label obat high-alert dilakukan oleh
petugas farmasi dan penyimpanan obat NORUM maupun LASA diawasi oleh petugas farmasi Frelita, et al, 2011. Pelaksanaan IPSG 3 ini mempunyai nilai
minimal 2 dan nilai maksimal 4 dan rata-rata baik yaitu 3,85, dimana perawat sudah melaksanakan peningkatkan keamanan obat-obatan yang harus diwaspadai
sudah baik sesuai dengan tugas perawat. Maka dapat disimpulkan bahwa pengawasan obat-obatan high alert terutama obat Morpin dan Pethidine harus
disimpan pada lemari double lock, pihak manajemen rumah sakit dan farmasi harus membuat lemari double lock yang distandarkan oleh JCI. Pelaksanaan ini
harus tetap kosistensi agar potensi yang mengakibatkan cedera pada pasien, bisa berupa near miss atau adverse event KTD tidak terjadi pada pasien
5.3.4 Hubungan implementasi IPSG 4 dengan kinerja perawat dapat dilihat dari hasil p
α 0,005 yang nilainya sebesar pα 0,05 berarti berpengaruh dengan kinerja perawat, ada beberapa kegiatan yang mendasar dalam perawatan pasien,
yaitu: merencanakan dan memberikan perawatan kepada setiap pasien, memantau untuk memahami hasil perawatan pasien, memodifikasi perawatan, menuntaskan
perawatan, merencanakan tindak lanjut Frelita, et al, 2011.
Universitas Sumatera Utara
Pada IPSG 4 seorang perawat sangat penting artinya didalam penandaan lokasi operasi dimana seorang perawat mengingatkan seorang dokter bedah untuk
bersama-sama dengan pasien dalam penandaan lokasi operasi dan perawat sangat berperan penting dalam prosedur persiapan operasi preoperasi dan disaat di
kamar bedah seorang perawat kamar bedah mempunyai peran yang sangat besar dalam mempersiapkan peralatan kamar bedah yang siap pakai dan berfungsi baik
begitu pula saat post operasi seorang perawat kamar bedah bertugas memeriksa kembali peralatan yang dipakai dan berapa banyak kasa yang dipakai dan
menghitungnya kembali semua ini untuk keamanan pasien. Dapat disimpulkan bahwa pihak rumah sakit harus membuat kebijakanSPO
tentang sign in, time out, dan sign out sesuai dengan pedoman WHO, semua tim bedah berperan serta dalam pelaksanaan ceklist saat preoperasi, intra operasi dan
post operasi sehingga dapat mengurangi angka kejadian yang tak diharapkan KTD.
5.3.5 Hubungan implementasi IPSG 5 dengan kinerja perawat dapat dilihat dari hasil p
α 0,016 yang nilainya sebesar pα 0,05 berarti berpengaruh dengan kinerja perawat, pada IPSG 5 secara individu dimana jika perawat tidak melaku 6
langkah cuci tangan dan 5 moment cuci tangan, jelas perawat bukan sebagai penolong pasien tapi sebagai agen penyebar kuman. Kebersihan tangan dianggap
ukuran utama yang diperlukan untuk mengurangi Health care-associated Infection
HCAI. Meskipun aksi kebersihan tangan sederhana, kurangnya kepatuhan antara petugas kesehatan terus menjadi masalah di seluruh dunia
Universitas Sumatera Utara
WHO, 2009. Pihak rumah sakit harus dapat menjamin kesediaan air bersih dan handrub
serta tissue agar pelaksanaan 6 langkah cuci tangan dan 5 momen cuci tangan pelaksanaannya berjalan dengan baik.
5.3.6 Hubungan implementasi IPSG 6 dengan kinerja perawat dapat dilihat dari hasil p
α 0,012 yang nilainya sebesar pα 0,05 berarti berpengaruh dengan kinerja perawat, Sedangkan pada IPSG 6 seorang perawat dituntut untuk tetap
melakukan pengkajian risiko jatuh baik pada pasien saat berada di rawat jalan maupun pada saat pasien di rawat inap Frelita, et al, 2011. Sesuai dengan SPO
yang sudah dibuat oleh rumah sakit bahwa pasien dilakukan pengkajian risiko jatuh saat masuk rumah sakit dan dilakukan pengkajian kembali sesuai dengan
skor risiko jatuh, jika pasien sudah pada skor risiko jatuh sedang skor 6-13 maka seorang perawat wajib memasangkan gelang tangan warna kuning dan memberi
tanda jatuh pada pintu kamar pasien dimana diharapkan semua petugas tahu bahwa pasien tersebut perlu perhatian agar tidak terjadi risiko jatuh. Rumah sakit
harus mendukung pencegahan pasien jatuh dengan cara pengadaan tempat tidur yang berpalang dan kamar mandi pasien yang pintunya bisa dibuka kearah luar
sehingga pasien cidera akibat jatuh dapat dicegah saat berada dirumah sakit.
5.4 Subvariabel IPSG yang Paling Berpengaruh terhadap Kinerja Perawat