Peraturan Pemberian Nafkah Menurut Kitab Undang-Undang Hukum

25 2. Suami wajib melidungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya 3. Suami wajib memberikan pendidikan agama kepada isterinya dan memberi kesempatan belajarpengetahuan yang berguna dan bermanfaat bagi agama, nusa dan bangsa. 4. Sesuai dengan penghasilannya suami menanggung : a. nafkah, kiswah dan tempat kediaman bagi isteri; b. biaya rumah tangga, biaya perawatan dan biaya pengobatan bagi isteri dan anak; c. biaya pendididkan bagi anak. 5. Kewajiban suami terhadap isterinya seperti tersebut pada ayat 4 huruf a dan b di atas mulai berlaku sesudah ada tamkin sempurna dari isterinya. 6. Isteri dapat membebaskan suaminya dari kewajiban terhadap dirinya sebagaimana tersebut pada ayat 4 huruf a dan b. 7. Kewajiban suami sebagaimana dimaksud ayat 5 gugur apabila isteri nusyuz. 14 Dalam pasal 80 KHI, penjelasan mengenai kewajiban suami istri diurai secara lebih rinci. Sedang yang pihak berkewajiban menanggung beban nafkah bagi keluarga menurut KHI adalah suami, hal ini dapat dipahami mengingat KHI merupakan kodifikasi hukum Islam yang disarikan dari kitab-kitab fikih klasik, 15 di mana hukum fikih yang berasal dari dunia Arab juga sangat patriarki.

D. Peraturan Pemberian Nafkah Menurut Kitab Undang-Undang Hukum

Perdata Di Indonesia Merujuk pada UU No 1 Tahun 1974, persoalan nafkah diatur dalam pasal 34 berikut ini: 14 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam di Indonesia, Jakarta: Akademika Pressindo, 1992, cet. Ke-III, hal. 132-133. 15 Abdurrahman, Kompilasi Hukum Islam..., hal. 22. KEIKUTSERTAAN ISTRI MENCARI NAFKAH UNTUK KELUARGA DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam SHI Oleh : Cecep Hadiyan NIM : 102043124910 KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H 2009 M 26 1. Suami wajib melindungi isterinya dan memberikan segala sesuatu keperluan hidup berumah tangga sesuai dengan kemampuannya. 2. Isteri wajib mengatur urusan rumah-tangga sebaik-baiknya. 3. Jika suami atau isteri melalaikan kewajibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan. 16 Dalam undang-undang ini dijelaskan bahwa secara formil pemenuhan nafkah keluarga adalah tanggung jawab suami sebagai kepala rumah tangga, namun demikian istri juga memiliki kewajiban untuk mengatur urusan rumah tangga dengan sebaik-baiknya, sehingga dalam peraturan ini secara tersirat kita dapati pembagian peran antara suami istri dalam kehidupan berumah tangga. Jika mencermati undang-undang ini dengan seksama, maka akan didapat fakta berikut, bahwa undang-undang ini dibuat pada tahun 1974 dimana pada tahun tersebut laki-laki di Indonesia memiliki akses yang lebih besar terhadap dunia kerja dibandingkan perempuan, sehingga pembuat undang-undang menetapkan ketentuan bahwa pihak laki-laki terbebani untuk mencari nafkah, hal ini kemudian diperkuat oleh ajaran budaya kita yang membebankan nafkah pada pihak laki-laki, sehingga nampaknya para pembuat hukum pada waktu itu juga ingin mengakomodir hukum adat yang telah berlangsung lama pada masyarakat indonesia, agar kebutuhan terhadap unifikasi hukum dapat dicapai sehingga hukum yang dibuat mampu diterapkan secara optimal. 16 Nuruddin, Hukum Perdata Islam..., hal. 186. KEIKUTSERTAAN ISTRI MENCARI NAFKAH UNTUK KELUARGA DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam SHI Oleh : Cecep Hadiyan NIM : 102043124910 KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H 2009 M 27 Sedangkan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata KUHPer persoalan siapa yang dibebani tanggung jawab pemberian nafkah tidak diatur secara eksplisit di dalamnya, Seperti dalam pasal 105 sebagai berikut: Setiap suami adalah menjadi kepala persatuan perkawinan. Sebagai kepala, ia wajib memberi bantuan kepada isterinya atau tampil untuknya di muka Hakim, dengan mengingat pengecualian-pengecualian yang diatur di bawah ini. Dia harus mengurus harta kekayaan pribadi si isteri, kecuali bila disyaratkan yang sebaliknya. Dia harus mengurus harta kekayaan itu sebagai seorang kepala keluarga yang baik, dan karenanya bertanggung jawab atas segala kelalaian dalam pengurusan itu. Dia tidak diperkenankan memindahtangankan atau membebankan harta kekayaan tak bergerak isterinya tanpa persetujuan si isteri. 17 Di dalam pasal sebelumnya yakni pasal 103 disebutkan bahwa “Suami dan istri, mereka harus setia mensetiai, tolong menolong dan bantu membantu.” 18 Dengan demikian tidak terdapat pelimpahan yang jelas dalam KUH Perdata siapakah yang berkewajiban dalam persoalan pemenuhan pemberian nafkah. Namun jika menilik pernyataan tegas dalam pasal 105 yang menyebutkan bahwa “setiap suami adalah kepala persatuan perkawinan”, hal ini bisa jadi merupakan sebuah sinyalemen kuat dari KUH Perdata untuk membebankan tanggungjawab pemberian nafkah kepada suami yang notabene diposisikan sebagai kepala rumah tangga. Atau kita bisa merujuk pada pasal 107 yang menyatakan bahwa seorang suami wajib melindungi dan memberikan segala keperluan dan berpautan dengan kedudukan dan kemampuannya. 17 R. Subekti, dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Jakarta: Pradnya Paramita, 2004, cet. Ke-XXIV, hal. 26. 18 Subekti, Kitab Undang-undang..., hal. 26. KEIKUTSERTAAN ISTRI MENCARI NAFKAH UNTUK KELUARGA DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam SHI Oleh : Cecep Hadiyan NIM : 102043124910 KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H 2009 M 28 Dari uraian diatas secara formil tidak ada perbedaan mendasar antara UU No.1 tahun 1974, KUH Perdata dan KHI mengenai siapa yang berkewajiban memberikan nafkah keluarga, yakni bahwa nafkah menjadi kewajiban suami untuk memnuhinya, tetapi KUH Perdata tidak secara tegas membebankan nafkah pada suami, dalam kasus ini nampaknya KUH Perdata menginginkan bahwa suami istri secara bersama-sama harus bertanggungjawab menjaga keutuhan rumah tangganya. Sementara itu dalam KHI penjelasan mengenai hak dan kewajiban suami istri dijelaskan secara lebih terperinci. KEIKUTSERTAAN ISTRI MENCARI NAFKAH UNTUK KELUARGA DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM S K R I P S I Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam SHI Oleh : Cecep Hadiyan NIM : 102043124910 KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H 2009 M

BAB III KONSEP NAFKAH MENURUT HUKUM ISLAM