21
B. Konsep Nafkah Dalam Perspektif Sosio Kultural
Keanekaragaman adat dan kebudayaan dalam kehidupan masyarakat, tentu akan berimplikasi pada perbedaan norma, etika, serta aturan hukum yang
berlaku pada suatu komunitas sosial. Pada masyarakat jawa pada umumnya pemberian nafkah bagi keluarga
secara normatif dibebankan kepada suami, namun pada wilayah praktis tidak jarang para suami bahu membahu bersama istri mereka untuk menggarap lahan
pertanian demi mencukupi kebutuhan hidup keluarganya. Begitu juga pada masyarakat Bali, para istri tidak mau berpangku tangan di rumah sementara para
suami mereka bekerja, bahkan ajaran agama hindu mengajarkan kepada para perempuan bali agar menjadi perempuan yang tangguh, hal ini diterjemahkan oleh
para perempuan Bali yakni dengan tidak hanya berpangku tangan dirumah melainkan juga aktif mengambil berbagai peran dalam kegiatan sosial
kemasyarakatan.
6
Namun pada kehidupan keluarga masyarakat di Jerman, nafkah tidak lagi menjadi beban bagi para suami, karena perempuan di negara tersebut begitu
mandiri, lebih dari itu negara pun menjamin kebutuhan hidup setiap warga di sana. Lebih lanjut dijelaskan bahwa ikatan perkawinan di negara Jerman
mengalami pergeseran nilai, pada zaman dahulu para perempuan Jerman menikah karena mereka tidak mampu menghidupi kehidupannya sendiri, namun dengan
6
http:www.iloveblue.comprintnews.php?jenis=articlepid=164 data diakses tanggal 09 Juli 2009.
KEIKUTSERTAAN ISTRI MENCARI NAFKAH UNTUK KELUARGA
DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam SHI
Oleh :
Cecep Hadiyan NIM : 102043124910
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H 2009 M
22
kemajuan yang dicapai oleh negara tersebut menikah bukan lagi karena faktor pemenuhan kebutuhan ekonomi, tetapi lebih pada aktualisasi diri.
7
Pada komunitas masyarakat di dunia Arab, beban pemberian nafkah dibebankan kepada suami karena memang struktur budaya Arab yang begitu
patriarki, namun pada masa dinasti Umayyah dan Abbasiyah
8
sesungguhnya para wanita sempat memiliki kedudukan dan akses pada kehidupan sosial yang sama
dengan kaum laki-laki, beberapa nama perempuan muslim seperti Ummu Salamah istri Nabi, Shafiyah, Laila al-Ghaffariyah, Ummu Sinam al-Aslamiyah
sempat terlibat dalam peperangan dalam upaya mempertahankan agama Islam,
9
bahkan kemandirian kaum perempuan sebenarnya sudah dikenal jauh sebelum islam datang hanya saja belum begitu terbuka. Hal ini dibuktikan oleh penuturan
sejarah yang menyatakan bahwa khadijah merupakan pedagang perempuan yang sukses dan disegani, bahkan beliau mendapat julukan “wanita suci” dari orang
arab waktu itu.
10
Ajaran Islam yang datang kemudian memberikan kedudukan yang lebih tinggi lagi bagi para perempuan sebelum akhirnya sejarah Islam
mengalami kemunduran yang menyedihkan.
7
http:johnkecops.blog.friendster.com200807fungsi-keluarga-di-jerman-dan-memahami- fenomena-sosio-budaya-di-belakangnya data diakses tanggal 09 Juli 2009.
8
Philip K. Hitti, History of The Arabs; edisi revisi ke-10, Penerjemah, R. Cecep Lukman Yasin dan Dedi Slamet Riyadi, Jakarta: Serambi, 2005, hal. 415-416.
9
M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’ân, Bandung: Mizan, 2002, Cet. XXIII, hal. 275.
10
Abdul Mun’im Muhammad, Khadijah the True Love Story of Muhammad, Penerjemah Ghozi. M, Jakarta: Pena, 2008, cet. Ke-VII, hal. 8.
KEIKUTSERTAAN ISTRI MENCARI NAFKAH UNTUK KELUARGA
DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam SHI
Oleh :
Cecep Hadiyan NIM : 102043124910
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H 2009 M
23
Keikutsertaan perempuan istri dalam pekerjaan sebenarnya sudah dikenal sejak lama, uraian berikut akan menggambarkan peran perempuan yang
cukup signifikan dalam kehidupan keluarga. Menurut Charlton dan Sharma dalam buku yang ditulis oleh Henrietta L.
Moore dijelaskan bahwa peran wanita di negara berkembang menghasilakan 40 sampai 80 dari seluruh produksi pertanian. Namun ironisnya, peran yang
demikian besar seringkali tidak dianggap sebagai peran penting oleh kaum lelaki.
11
Kerja kaum perempuan seringkali tidak diakui adalah karena definisi tentang “kerja” itu sendiri yang mana seseorang dianggap bekerja manakala dia
menghasilkan gaji. definisi tentang kerja inipun kemudian meniscayakan adanya kegiatan tertentu dianggap lebih penting daripada kegiatan yang lain. Definisi
‘kerja’ yang dipahami secara konvensional sebagai kerja upahan diluar rumah, maka nilai kerja subsistem dan domestik kaum wanita tidak diakui.
12
Dari pemaparan di atas kita dapati sebuah fakta yang terjadi dalam sebuah komunitas masyarakat mengenai siapa yang berkewajiban memberikan nafkah
bagi sebuah keluarga, terlihat ada perbedaan antara komunitas masyarakat yang satu dengan yang lainnya, nampak jelas sekali terlihat bahwa dengan pendekatan
sosio kultural pola hubungan dalam suatu masyarakat turut menentukan bagaimana mekanisme kehidupan bermasyarakat dijalankan, dan bagaimana pula
11
Henrietta L. Moore, Feminisme dan Antropologi, Jakarta: FISIP UI dan Penerbit OBOR, 1998, hal. 82.
12
Moore, Feminisme..., hal. 83.
KEIKUTSERTAAN ISTRI MENCARI NAFKAH UNTUK KELUARGA
DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM
S K R I P S I
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Mencapai Gelar Sarjana Hukum Islam SHI
Oleh :
Cecep Hadiyan NIM : 102043124910
KONSENTRASI PERBANDINGAN MADZHAB FIQIH PROGRAM STUDI PERBANDINGAN MAZHAB DAN HUKUM
FAKULTAS SYARI’AH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
1431 H 2009 M
24
sebuah norma diberlakukan. Kemajuan sebuah negara juga ikut menyumbang perubahan paradigma pada kehidupan keluarga disatu negara tertentu, termasuk
merubah paradigma tentang siapakah yang berkewajiban memberi nafkah pada keluarga.
Untuk itu dalam memahami konsep pembagian peran dalam mengurus rumah tangga diperlukan kebijaksanaan dan kedewasaan yang memadai karena
sesungguhnya secara filososfis pembagian peran dalam keluarga tidak meniscaya- kan adanya pihak yang lebih superior dan disisi lain akan terdapat pihak yang
inferior. Lebih dari itu, perkawinan tidak saja dipandang sebagai media me- realisasikan syari’at agama semata, namun hal ini merupakan sebuah kontrak
perdata yang akan menimbulkan hak dan kewajiban serta tanggung jawab antara suami dan istri,
13
yang jika dilanggar juga akan berimplikasi terhadap adanya sanksi.
C. Peraturan Pemberian Nafkah Menurut Kompilasi Hukum Islam Islam KHI