1. Kajian  di  dalam  skripsi  ini  bermaksud  memberikan  sumbangsih
pemikiran dan dapat memperkaya wawasan dan khazanah pengetahuan kita  tentang  bagaimana  konsep  Khalifah  menurut  M.  Quraish  Shihab
dan implikasinya terhadap pendidikan Islam 2.
Sebagai  bahan  informasi  bagi  masyarakat  luas,  khususnya  para pendidik  dan  perguruan  tinggi  bahwa  konsep  khalifah  mempunyai
implikasi terhadap pendidikan Islam. 3.
Sebagai  bahan  referensi  penelitian  selanjutnya  yang  sesuai  dengan masalah ini.
10
BAB II KAJIAN TEORITIS
A. Kajian Teori
1. Konsep Khalifah
a. Pengertian Khalifah
Kata khalifah berasal dari kata kholafa-yakhlifuyakhlufu-khalfan-wa khilafatan  yang  berarti  menggantikan,  menempati  tempatnya.  Sedangkan
kata khalafu diartikan orang yang datang kemudian atau ganti, pengganti. Dan  kata  al  khaalifatu  mempunyai  pengertian  umat  pengganti,  yang
berbeda pengertiannya dengan alkhaliifatu yang bentuk jama’nya khulafa’
dan Khalaaif yang berarti khalifah.
1
Ibrahim  al-Quraibi  mengartikan  kata  khalifah  sebagaimana disebutkan  dalam  al-Qamus  artinya  adalah
“umat  yang  melanjutkan generasi umat terdahulu”. Sedangkan al-khalaif artinya “orang yang duduk
setelahmu”.
2
Adapun Dawam Raharjo memberikan pengertian khalifah dalam al- Quran  diantaranya:
“mereka yang datang kemudian, sesudah kamu, yang diperselisihkan, silih berganti, berselisih dan pengganti
”.
3
Sedangkan menurut terminologi, para ahli tafsir dan para ilmuan lain memberikan  definisinya  tentang  khalifah.  Seperti  yang  diartikan  oleh
Musthafa  al-Maraghi  bahwa  khalifah  adalah “makhluk  yang  diciptakan
oleh  Allah  sebagai  pengganti  dari  makhluk  sebelumnya  untuk melaksanakan  perintah  Allah  terhadap  umat  manusia
”.
4
Sedangkan  Ibnu Katsir  mengartikan  khalifah  sebagai
“orang  yang  dapat  memutuskan berbagai  masalah  pertengkaran  yang  terjadi  dan  membela  orang  yang
1
Ahmad  Warson  Munawwir,  Al  munawwir,  Kamus  Arab  -  Indonesia,  Surabaya:  Pustaka Progressif, 1997, Cet. XIV,  h. 361-363.
2
Ibrahim al-Quraibi, Tarikh Khulafa, Jakarta: Qisthi Press, 2009, Cet. I, h. 13.
3
M. Dawam Raharjo,  Ensiklopedia Al-Quran Jakarta: Paramadina, 1996, h. 353.
4
Ahmad Musthafa Al-Maraghi, Tafsir Al-Maraghi Terj, Juz XVII, Semarang: Thoha Putra, 1989, , h. 130-131.
beraniaya  dan  menegakkan  hukum  segala  perbuatan  yang  keji  dan munkar
”.
5
Sayyid  Qutb  mendefinisikan khalifah  dengan:    “makhluk  yang
diciptakan  oleh  Allah  untuk  mengendalikan  bumi  dan  memberikannya banyak  potensi  untuk  mengelola  bumi  dan  potensi  tersebut  harmonis
antara  undang-undang  yang  mengatur  bumi  dengan  undang-undang  yang mengatur makhluk manusia dengan segala kekuatan potensinya.”
6
Adapun  Hasan  Langgulung  membagi  pengertian  khalifah berdasarkan  siapa  menggantikan  siapa  dalam  kata  khalifah  menjadi
tiga  pendapat.  Pertama,  mengatakan  bahwa  umat  manusia  sebagai makhluk yang menggantikan makhluk yang lain yang telah menepati
bumi ini. Dipercayai bahwa makhluk itu adalah jin. Kedua, khalifah hanya bermakna mana-mana kumpulan manusia menggantikan yang
lain.  Ketiga,  Khalifah  tidak  sekadar  seorang  menggantikan  orang lain,  tapi  ia  manusia  adalah  pengganti  Allah.  Allah  datang  dulu,
khalifah bertindak dan berbuat sesuai dengan perintah Allah.
7
Pengertian  khalifah  adalah  kedudukan  manusia  sebagai  pengganti Allah.  Yang  mana  kedudukan  manusia  sebagai  pengganti  Allah  itu
mempunyai  tiga  makna  sebagaimana  yang  yang  dikemukakan  oleh Dawam Raharjo, yaitu :
1. Khalifah  adalah  Adam.  Karena  Adam  simbol  bagi  seluruh  manusia,
maka manusia adalah khalifah. 2.
Khalifah  adalah  suatu  generasi  penerus  atau  pengganti,  yaitu  khalifah diemban secara kolektif oleh suatu generasi.
3. Khalifah adalah kepala negara atau kepala pemerintahan.
8
Sehingga secara umum khalifah didefinisikan sebagai makhluk yang diciptakan  oleh  Allah  sebagai  pengganti  Allah  yang  diberikan  amanat
untuk  menjaga  dan  mengatur  seisi  alam  dengan  berbagai  potensi  yang dianugerahi oleh Allah dengan sebaik mungkin, sehingga akan terciptanya
kemakmuran dan kesejahteraan di bumi maupun di akhirat kelak.
5
Ibnu Katsir, Tafsir Ibnu Katsir, Surabaya: Bina Ilmu, 1987, h. 369.
6
Sayyid Quthb, Taf sir Fizilali Qur’an, Di Bawah Naungan Al-Qur’an, Jakarta: Gema Insani
Press, 2003, Cet. III, h. 95.
7
Hasan  Langgulung,  Manusia  dan  Pendidikan,  Suatu  Analisa  Psikologi  dan  Pendidikan Jakarta: Pustaka Al Husna, 1989, hlm. 75.
8
M. Dawam Raharjo, op. cit., h. 357.