Peran dan Fungsi Kekhalifahan Manusia di Bumi
hayawan an-nathiq. Anugerah akal dan keindahan fisik dalam rangka untuk meningkatkan harkat dan martabat manusia dipersiapkan untuk
menerima amanat menjadi khalifah dan sekaligus sebagai mukallaf penerima agama, nilai, dan beban hukum.
Sejak awal pembaiatan kepada Nabi Adam a.s. yang mengemban tugas sebagai khalifah pertama di muka bumi, langsung diberikan beban
mengemban tugas atas kekhalifahannya untuk mengenali dan menghafal seluruh kullaha nama-nama komponen alam sebagai ekosistemnya.
Kewajiban berikutnya ia harus mengajarkan kepada para malaikat tentang apa yang pernah diperolehnya dari Allah.
17
Kemudian kemampuan Adam menyebutkan nama-nama menurut Ali dalam The Glorias Q
ur’an sebagaimana telah dikutip oleh Machasin, dapat diartikan sebagai kemampuan untuk berinisiatif. Dalam hal ini
manusia diberi kemampuan untuk memberikan nama-nama benda, yakni membentuk konsep-konsep tentang benda-benda itu. Membentuk konsep
berarti menguasainya. Jadi sifat pengetahuan manusia adalah konseptual. Berinisiatif menurutnya juga berarti bahwa manusia di samping memiliki
potensi merusak ia juga memiliki potensi untuk berbuat baik. Menurutnya ini menunjukkan sifat kreatif manusia. Potensi kreatif ini hanya
dianugerahkan kepada manusia, dan tidak kepada malaikat maupun makhluk yang lain. Menurut Machasin, Adam atau manusia yang
mempunyai kemampuan untuk berbuat patuh dan durhaka, di dalamnya terkandung unsur kreativitas.
18
Senada dengan pendapat di atas, Abdur Rahman Shalih Abdullah menyatakan bahwa kemampuan manusia menyebutkan nama dapat
diartikan sebagai kemampuan merumuskan konsep. Dalam penjelasan selanjutnya, ia menuturkan bahwa rumusan konsep memiliki dua faedah.
17
Sofyan Anwar Mufid, Islam dan Ekologi Manusia: Paradigma Baru, Komitmen dan Integritas Manusia dalam Ekosistemnya, Refleksi Jawaban atas Tantangan Pemanasan Global
Dimensi Intelektual, Emosional dan Spiritual, Bandung: NUANSA, 2010, Cet. I, h. 112-113.
18
Machasin, Menyelami Kebebasan Manusia, Yogyakarta: INHIS-Pustaka Pelajar, 1996, h. 8-10.
Pertama, ia memberikan fasilitas berfikir. Mengapa demikian? Menurutnya konsep memungkinkan manusia melakukan analisa dan
sintesa terhadap apa yang dipikirkan. Berbeda dengan binatang maka manusia memiliki kemampuan merumuskan pengetahuan konseptualnya
ketika menghadapi permasalahan. Faedah kedua, dari pengetahuan konseptual adalah bahwa ia memungkinkan manusia ingat terhadap
peristiwa-peristiwa lampau. Manusia mencatat sejarahnya, kemampuan untuk membaca sejarah menjadikan manusia mempunyai kemampuan
tertinggi pada aspek-aspek tertentu. Binatang tidak dapat mengingat peristiwa-peristiwa yang pernah dialaminya. Tidak mengherankan, al-
Quran menganggap sejarah sebagai ayat-ayat-Nya, yang merangsang praktek berfikir. Kenyataan-kenyataan sejarah tidak disebut sebagai
memorisasi, namun kontemplasi.
19
Selanjutnya Ali Syari’ati juga memberikan rumusan tentang filsafat manusia sebagai berikut: Pertama, manusia tidak saja sama, tetapi
bersaudara. Perbedaan antara persamaan dan persaudaraan adalah jelas. Persamaan menunjuk pada istilah hukum, sedang persaudaraan menunjuk
pada esensi yang identik dalam diri seluruh umat manusia terlepas dari latar belakang ras, jenis kelamin dan warna kulit. Persaudaraan berarti
seluruh umat manusia berasal dari asal usul yang sama. Kedua, terdapat persamaan antara pria dan wanita, karena mereka berasal dari sumber asal
yang sama, yakni dari Tuhan, kendatipun dalam beberapa aspek terdapat perbedaan-perbedaan karena kodratnya atau karena bawaan sejak lahir.
Ketiga, manusia mempunyai derajat lebih tinggi dengan malaikat karena pengetahuan yang dimilikinya. Yang dimaksud adalah pengetahuannya
dengan nama-nama pada manusia, dan dengan demikian manusia memberi nama pada benda di dunianya menyebutkan segala sesuatu dengan tepat.
Tuhanlah yang menjadi guru pertama manusia, dan pendidikan manusia pertama bermula dengan menyebutkan nama-nama. Dengan kemampuan
19
Abdur Rahman Shalih Abdullah, Landasan dan Tujuan Pendidikan menurut Al Quran serta Implementasinya, Bandung: Diponegoro, 1991, h. 132-133.
nama-nama itu dan dengan keberhasilan manusia menjawab pertanyaan Tuhan terbukti bahwa manusia lebih unggul dari malaikat dan dari ciptaan
Tuhan lainnya.
20
Sehingga dapat disimpulkan manusia dalam kedudukannya sebagai khalifah pada dasarnya mengemban tugas pokok, yaitu untuk mewujudkan
kemakmuran di bumi agar tercipta kondisi kehidupan yang sejahtera, aman, tenteram dan bahagia sebagi tugas rangkap. Sejalan dengan tugas
pengabdian itu maka manusia diberikan status terhormat, yaitu sebagai khalifah Allah di muka bumi lengkap dengan kerangka dan program
kerjanya yang secara simbolis digambarkan melalui proses penciptaan Adam As. Oleh karena itu, manusia menduduki peran yang penting dan
strategis di alam raya ini. Manusia bukan hanya merupakan salah satu bagian dari alam ataupun hanya sebagai makhluk yang diberi kesempatan
untuk menggunakan serta memanfaatkan alam, melainkan juga untuk memelihara dan mengayomi seluruh makhluk guna mencapai tujuan
penciptaannya masing-masing.
21
Dari kutipan di atas, dapat dipahami bahwa dalam melaksanakan amanat yang diberikan Allah SWT manusia harus menggunakan akalnya
bagi kemaslahatan manusia itu sendiri serta makhluk Allah lainnya secara serasi dan seimbang. Untuk itu manusia senantiasa dimotivasi untuk lebih
banyak menyingkap rahasia alam semesta --dengan kekuatan akalnya-- untuk mendapatkan nilai kebaikan. Untuk merealisasikan tugas dan
fungsinya itu, dapat ditempuh manusia lewat pendidikan. Dengan media ini, diharapkan manusia mampu mengembangkan akal yang diberikan
Allah SWT. secara optimal, bagi kepentingan seluruh alam semesta, baik untuk jangka pendek yaitu untuk kehidupan manusia di dunia maupun
jangka panjang yaitu kehidupan di akhirat.
20
Mohammad Daud Ali, Pendidikan Agama Islam, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2008, h. 25.
21
Jalaluddin, op.cit,. h. 234-235.
Berangkat dari uraian tersebut, Ahmad Hasan Firhat, membedakan kedudukan kekhalifahan manusia pada dua bentuk, yaitu khalifah kauniyat
dan khalifah syar’iyat.
Pertama, khalifah kauniyat. Dimensi ini mencakup wewenang manusia --secara umum-- yang telah dianugerahkan Allah SWT. untuk
mengatur dan memanfaatkan alam semesta beserta isinya bagi kelangsungan kehidupan umat manusia di muka bumi. Pemberian
wewenang Allah SWT. kepada manusia dalam konteks ini, meliputi pemaknaan yang bersifat umum, tanpa dibatasi oleh agama apa yang
mereka yakini. Artinya, lebel kekhalifahan yang dimaksud diberikan kepada semua manusia sebagai penguasa alam semesta.
Bila dimensi ini dijadikan standar dalam melihat predikat manusia sebagai khalifah fi al-ardh, maka akan berdampak negatif bagi
kelangsungan manusia
dan alam
semesta. Manusia
–dengan kekuatannya
—akan mempergunakan alam semesta –sebagai konsekuensi kekhalifahannya
—tanpa kontrol dan melakukan penyimpangan- penyimpangan dari nilai Ilahiah. Akibatnya, keberadaannya di muka bumi
bukan lagi sebagai pembawa kemakmuran, namun cenderung berbuat mafsadah dan cenderung merugikan makhluk Allah lainnya. Ketiadaan
nilai kontrol inilah yang dikhawatirkan malaikat tatkala Allah mengutarakan keinginan-Nya menciptakan makhluk yang bernama
manusia. Kedua, khalifah syar’iyat. Dimensi ini meliputi wewenang Allah
yang diberikan kepada manusia untuk memakmurkan alam semesta. Hanya saja, untuk melaksanakan tugas dan tanggung jawab ini, predikat
khalifah, secara khusus ditujukan kepada orang-orang mukmin. Hal ini dimaksudkan, agar dengan keimanan yang dimilikinya, mampu menjadi
pilar dan kontrol dalam mengatur mekanisme alam semesta, sesuai dengan nilai-nilai Ilahiah yang telah digariskan Alllah lewat ajaran-Nya. Dengan
prinsip ini, manusia akan senantiasa berbuat kebaikan dan memanfaatkan alam semesta demi kemaslahatan umat manusia.
Bila dimensi ini dikembangkan dalam kajian pendidikan Islam, maka dalam proses mempersiapkan generasi penerus estafet kekhalifahan yang
sesuai dengan nilai-nilai Ilahiah, pendidikan yang ditawarkan harus mampu memberikan dan membentuk pribadi peserta didiknya dengan
acuan nilai-nilai Ilaihiah. Dengan penanaman ini, akan menjadi panduan baginya dalam melaksanakan amanat Allah di muka bumi.
22