Prevalensi dan Derajat Terjadinya Pruritus pada Pasien Hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan

(1)

PREVALENSI DAN DERAJAT TERJADINYA PRURITUS

PADA PASIEN HEMODIALISIS

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

Oleh:

DANTI NELFA RIZA

080100241

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

PREVALENSI DAN DERAJAT TERJADINYA PRURITUS

PADA PASIEN HEMODIALISIS

DI RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

Oleh:

DANTI NELFA RIZA

080100241

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Prevalensi dan Derajat Terjadinya Pruritus pada Pasien Hemodialisis

di RSUP H. Adam Malik Medan

Nama : DANTI NELFA RIZA NIM : 080100241

Pembimbing Penguji I

(dr. Ariyati Yossi, Sp. KK) (dr. Jessy Christella, Sp. PA) NIP: 19740906 200801 2 015 NIP: 19820113 200801 2 006

Penguji II

(Prof.Dr.dr. Rozaimah Zain-Hamid, MS., Sp. FK) NIP: 19530417 198003 2 001

Medan, 7 Januari 2011

Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(Prof.dr.Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH NIP : 19540220 198011 1 001


(4)

ABSTRAK

Hemodialisis adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut (salut) dan air secara pasif melalui satu kompartemen cair yaitu darah menuju kompartemen cair lainya yaitu cairan dialisat melewati membran semi permeabel dalam dialiser. Hemodialisis paling banyak dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik stadium akhir atau yang mempunyai Laju filtrasi glomerulus < 15 ml/mt/1,73 m². Akan tetapi, hemodialisis juga mempunyai efek samping seperti mual, muntah, pruritus, sakit kepala, dan xerosis kutis. Berdasarkan Prevalensi yang ada, insidensi terjadinya pruritus pada pasien hemodialisis cukup tinggi dan cukup mengganggu kualitas hidup pasien.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insidens terjadinya pruritus dan derajat keparahannya pada pasien hemodialisis serta mengetahui berapa banyak pasien yang menjalani hemodialisis di di RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif observasional dan desain studi Cross Sectional. Berdasarkan data yang di dapatkan di RSUP H. Adam Malik Medan di dapatkan pasien yang ,menjalani hemodialisis sebanyak 175 orang. Responden penelitian adalah 78 orang pasien yang menjalani hemodialisis di RSUP H.Adam Malik Medan. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan metode consecutive sampling dimana masing-masing subjek atau unit populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Keseluruhan responden yang telah memenuhi syarat dan telah menandatangani persetujuan akan mengisi kuesioner. Selanjutnya data yang didapatkan akan dianalisis dengan program SPSS.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa dari 78 responden yang mengalami pruritus sebanyak 55 orang (70,5%). Pasien umumnya laki-laki yaitu sebanyak 53 orang (67,9%) dan berusia sekitar 51-60 tahun sebanyak 23 orang (29,5%). Berdasarkan pengukuran Vas Scale Analog, dari 55 orang yang mengalami pruritus, sebanyak 23 orang (41,8%) mengalami derajat sedang, 18 orang (32,7%) berderajat ringan dan 14 orang (25,5%) berderajat berat.

Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa besarnya angka kejadian pruritus adalah 70,5 % dan umumnya berderajat sedang.


(5)

ABSTRACT

Hemodialysis is a process where there is passively diffusion of solute particles (coated) and water through the liquid compartment of blood to other compartments of liquid dialysate fluid through a semi permeable membrane in dialiser.Hemodialysis is the most widely performed in patients with end-stage chronic renal failure or who have a glomerular filtration rate <15 ml/mt/1, 73 m². However, hemodialysis also have side effects such as nausea, vomiting, pruritus, headache, and xerosis kutis. Based on the prevalence existing, incidence of pruritus in hemodialysis patients is quite high and quite disturbing quality of life of patients.

This study aims to determine the incidence and severity of pruritus in hemodialysis patients and to know how many patients undergoing hemodialysis in the RSUP. Dr. H. Adam Malik Medan.

This research was conducted by the method of descriptive and observational study design Cross Sectional. Based on the data that get on RSUP. Dr. H. Adam Malik Medan in getting patients, as many as 180 people undergoing hemodialysis. Respondents was 78 patients undergoing hemodialysis in RSUP. Dr. H. Adam Malik Medan. The samples taken using the consecutive sampling method in which each subject or unit of population has an equal chance of being selected into the sample. Overall respondents who are qualified and have signed an agreement have to complete a questionnaire. Furthermore, the data obtained will be analyzed with the SPSS program.

The results obtained showed that of 78 respondents who experienced pruritus by 55 people (70.5%). Patients generally men as many as 53 people (67.9%) and aged around 51-60 years as many as 23 people (29.5%). Based on measurements of Analog Scale Vase, 55 people who experienced pruritus, as many as 23 people (41.8%) had moderate, 18 people (32.7%) mild degree and 14 men (25.5%) severe degree.

From these results, it can be concluded that the magnitude of the incidence of pruritus was 70.5% and were generally moderate of degree.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian berjudul “Prevalensi dan Derajat Terjadinya Pruritus pada Pasien Hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan”

Ucapan terima kasih saya tujukan kepada dr. Ariyati Yosi, Sp. KK sebagai pembimbing yang telah memberikan petunjuk, arahan, dan masukan dalam melaksanakan langkah-langkah penyusunan penelitian ini.

Terima kasih sebesar-besarnya kepada pihak RSUP. H. Adam Malik yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di bagian Penyakit Dalam dan juga terima kasih kepada seluruh responden yang telah bersedia berpartisipasi dalam penelitian ini.

Terima kasih kepada orang tua, keluarga, sahabat, dan teman-teman yang telah memberikan bantuan baik moril maupun materil hingga penelitian ini dapat diselesaikan.

Penulis menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu penulis mengharapkan masukan berupa kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan karya tulis ilmiah ini. Semoga karya tulis ilmiah ini dapat berguna bagi kita semua.

Medan, Mei 2011 Penulis


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN PERSETUJUAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Rumusan Masalah ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Fisiologi Ginjal ... 4

2.2. Penyakit Ginjal Kronik ... 6

2.2.1. Batasan dan definisi……… 6

2.2.2. klasifikasi………. 7

2.2.3. Patofisiologi………. 8

2.2.4. Manifestasi klinis………. 9

2.2.5. Penatalaksanaan……… 10

2.3. Hemodialisis ... 11

2.4. Pruritus ... 14

2.4.1. Definisi dan Fisiologi ... 14

2.5. Pruritus yang Terjadi Akibat Hemodialisis... 16

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 19

3.2. Definisi Operasional ... 19

BAB 4 METODE PENELITIAN 4.1. Rancangan Penelitian ... 21

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian ... 21

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 21

4.3.1. Populasi Penelitian ... 21

4.3.2. Sampel Penelitian ... 21

4.3.3. Besar Sampel Penelitian ... 22

4.4. Teknik Pengumpulan Data ... 23

4.5. Pengolahan dan Analisis Data ... 23

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 24


(8)

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden ... 24

5.1.2.1. Usia... 24

5.1.2.2. Jenis Kelamin ... 25

5.1.2.3. Lama Hemodialisis... 25

5.1.2.4. Frekuensi Menjalani Hemodialisis………... 26

5.1.2.5. Keteraturan Hemodialisis ... 26

5.1.2.6. Kejadian Pruritus Selama Hemodialisis…………... 27

5.1.3. Kejadian Pruritus Pada Pasien Hemodialisis ... 27

5.1.3.1. Lamanya Terjadi Pruritus Pada Pasien……… 27

5.1.3.2. Perubahan Intensitas Pruritus Dari Pertama Kali Menjalani Hemodialisis ... 28

5.1.3.3. Kejadian Pruritus yang Mengganggu Tidur………. 28

5.1.3.4. Kejadian Pruritus Yang Mengganggu Interaksi Sosial ... 29

5.1.3.5. Kejadian Pruritus yang Mengganggu Pekerjaan Rumah………. 30

5.1.3.6. Kejadian Pruritus yang Mengganggu Pekerjaan di Kantor/ Sekolah……… 30

5.1.3.7. Lokasi Terjadinya Pruritus ……… 31

5.1.3.8. Derajat Pruritus ... 32

5.2. Pembahasan ... 32

5.2.1. Karakteristik Responden ... 32

5.2.2. Kejadian Pruritus……….... 33

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 36

6.2. Saran ... 36

DAFTAR PUSTAKA ... 37


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Tabel Tatalaksana CKD………. 11

Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia……… 24

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin……… 25

Tabel 5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Hemodialisis……….. 25

Tabel 5.4. Frekuensi Menjalani Hemodialisis………. 26

Tabel 5.5. Deskripsi Keteraturan Hemodialisis………. . 26

Tabel 5.6. Mengalami Pruritus Selama Hemodialisis………...……… 27

Tabel 5.7. Lama Pruritus Dalam Sehari……… 27

Tabel 5.8. Intensitas Pruritus ... 28

Tabel 5.9. Perubahan Intensitas Pruritus Dari Pertama Hemodialisis ... 28

Tabel 5.10. Kejadian Pruritus yang Mengganggu Tidur……….. 29

Tabel 5.11. Kejadian Pruritus yang Mengganggu Interaksi ………... 29

Tabel 5.12. Pruritus yang Mengganggu Pekerjaan Rumah ... 29

Tabel 5.13. Pruritus yang Mengganggu Pekerjaan di Kantor/ Sekolah ... 30

Tabel 5.14. Lokasi Terjadinya Pruritus ... 30


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2. Lembar Pertetujuan (Informed Consent) Penelitian Lampiran 3. Kuesioner Penelitian

Lampiran 4. Surat Pernyataan Validitas Lampiran 5. Etical Clearence Penelitian Lampiran 6. Surat Izin Penelitian

Lampiran 7. Surat Keterangan Telah Melakukan Penelitian Lampiran 8. Data Induk


(11)

ABSTRAK

Hemodialisis adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut (salut) dan air secara pasif melalui satu kompartemen cair yaitu darah menuju kompartemen cair lainya yaitu cairan dialisat melewati membran semi permeabel dalam dialiser. Hemodialisis paling banyak dilakukan pada pasien gagal ginjal kronik stadium akhir atau yang mempunyai Laju filtrasi glomerulus < 15 ml/mt/1,73 m². Akan tetapi, hemodialisis juga mempunyai efek samping seperti mual, muntah, pruritus, sakit kepala, dan xerosis kutis. Berdasarkan Prevalensi yang ada, insidensi terjadinya pruritus pada pasien hemodialisis cukup tinggi dan cukup mengganggu kualitas hidup pasien.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui insidens terjadinya pruritus dan derajat keparahannya pada pasien hemodialisis serta mengetahui berapa banyak pasien yang menjalani hemodialisis di di RSUP H. Adam Malik Medan.

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif observasional dan desain studi Cross Sectional. Berdasarkan data yang di dapatkan di RSUP H. Adam Malik Medan di dapatkan pasien yang ,menjalani hemodialisis sebanyak 175 orang. Responden penelitian adalah 78 orang pasien yang menjalani hemodialisis di RSUP H.Adam Malik Medan. Sampel penelitian diambil dengan menggunakan metode consecutive sampling dimana masing-masing subjek atau unit populasi memiliki peluang yang sama untuk terpilih menjadi sampel. Keseluruhan responden yang telah memenuhi syarat dan telah menandatangani persetujuan akan mengisi kuesioner. Selanjutnya data yang didapatkan akan dianalisis dengan program SPSS.

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukan bahwa dari 78 responden yang mengalami pruritus sebanyak 55 orang (70,5%). Pasien umumnya laki-laki yaitu sebanyak 53 orang (67,9%) dan berusia sekitar 51-60 tahun sebanyak 23 orang (29,5%). Berdasarkan pengukuran Vas Scale Analog, dari 55 orang yang mengalami pruritus, sebanyak 23 orang (41,8%) mengalami derajat sedang, 18 orang (32,7%) berderajat ringan dan 14 orang (25,5%) berderajat berat.

Dari hasil penelitian ini, dapat disimpulkan bahwa besarnya angka kejadian pruritus adalah 70,5 % dan umumnya berderajat sedang.


(12)

ABSTRACT

Hemodialysis is a process where there is passively diffusion of solute particles (coated) and water through the liquid compartment of blood to other compartments of liquid dialysate fluid through a semi permeable membrane in dialiser.Hemodialysis is the most widely performed in patients with end-stage chronic renal failure or who have a glomerular filtration rate <15 ml/mt/1, 73 m². However, hemodialysis also have side effects such as nausea, vomiting, pruritus, headache, and xerosis kutis. Based on the prevalence existing, incidence of pruritus in hemodialysis patients is quite high and quite disturbing quality of life of patients.

This study aims to determine the incidence and severity of pruritus in hemodialysis patients and to know how many patients undergoing hemodialysis in the RSUP. Dr. H. Adam Malik Medan.

This research was conducted by the method of descriptive and observational study design Cross Sectional. Based on the data that get on RSUP. Dr. H. Adam Malik Medan in getting patients, as many as 180 people undergoing hemodialysis. Respondents was 78 patients undergoing hemodialysis in RSUP. Dr. H. Adam Malik Medan. The samples taken using the consecutive sampling method in which each subject or unit of population has an equal chance of being selected into the sample. Overall respondents who are qualified and have signed an agreement have to complete a questionnaire. Furthermore, the data obtained will be analyzed with the SPSS program.

The results obtained showed that of 78 respondents who experienced pruritus by 55 people (70.5%). Patients generally men as many as 53 people (67.9%) and aged around 51-60 years as many as 23 people (29.5%). Based on measurements of Analog Scale Vase, 55 people who experienced pruritus, as many as 23 people (41.8%) had moderate, 18 people (32.7%) mild degree and 14 men (25.5%) severe degree.

From these results, it can be concluded that the magnitude of the incidence of pruritus was 70.5% and were generally moderate of degree.


(13)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Fungsi ginjal amatlah vital bagi kelangsungan homeostasis tubuh. Ginjal berfungsi untuk membuang zat-zat sisa tubuh serta mengatur volume dan konsentrasi elektrolit darah. Mengingat fungsi tersebut, kerusakan ginjal bisa berarti masalah bagi pasien. Beberapa masalah yang dapat timbul mencakup asidosis metabolik dan hipertensi (Sherwood, 2001).

Penyakit gagal ginjal kronis merupakan salah satu penyakit kronik dengan prevalensi terbesar di dunia (Sherwood, 2001). Prevalensi dan insiden penyakit gagal ginjal kronis meningkat secara drastis selama beberapa dekade ini di dunia. Pada tahun 2003, ada lebih dari 320.000 orang dengan stadium akhir di Amerika Serikat, dan prevalensi diprediksikan meningkat menjadi 650.000 pada tahun 2010 dan 2 juta orang pada tahun 2030 (Patel et al, 2007). Pada penyakit gagal ginjal kronis pasien mengalami penurunan fungsi ginjal yang persisten dan ireversibel (Mansjoer, 2001). Oleh sebab itu, terapi ditujukan untuk mempertahankan fungsi ginjal dengan berbagai metode seperti dialisis dan transplantasi ginjal (Sherwood, 2001)

Departemen Internal Medicine Lund hospital (2005) menyatakan bahwa pada terapi hemodialisis, fungsi ginjal dalam membersihkan dan mengatur kadar kadar plasma darah digantikan oleh mesin. Proses ini harus dilakukan secara rutin dan berkala oleh pasien (berkisar antara 1-3 kali seminggu), namun cukup efektif menjaga homeostasis tubuh pasien. Karena ke efektifannya, sampai saat ini terapi hemodialisis masih digunakan sebagai terapi utama dalam penanganan penyakit ginjal kronik.


(14)

Namun dalam pelaksanaannya, terapi hemodialisis ternyata memiliki banyak efek samping atau komplikasi. Komplikasi utama hemodialisis adalah ketidaknyamanan pasien karena proses hemodialisis memakan waktu yang lama (3-5 jam) dan harus dilakukan cukup rutin. Masalah lainnya adalah masalah finansial, mengingat biaya yang tidak kecil. Namun, di luar komplikasi – komplikasi psikologis dan ekonomis tersebut, ternyata masih didapati banyak komplikasi medis yang cukup merugikan bagi pasien. Dari sekian banyak komplikasi medis, yang cukup sering dialami pasien adalah pruritus (Singh dan Brenner, 2005).

Menurut Young, et al pada tahun 1970-an, 85 % pasien yang menjalani hemodialisis mengalami pruritus. Sebuah studi di Jerman melaporkan 22 % pasien mengalami pruritus pada tahun 2000 (Patel et al, 2007). Sebuah penelitian dilakukan oleh Widiana et al(2003) dalam Prasetya (2009) di RSCM Jakarta menunjukan bahwa 71,4 % pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis secara rutin ternyata mengalami pruritus sedangkan Patel et al (2007) menyatakan bahwa prevalensi dari pruritus yang berhubungan dengan hemodialisis berkisar antara 22%-90%. Prevalensi berkurang karena adanya perbaikan dari teknik dan manajemen pasien. Mekanisme yang mendasari pruritus pada pasien hemodialisis masih belum bisa diuraikan secara pasti, Namun komplikasi tersebut terbukti telah mengganggu kualitas hidup pasien (Widiana et al, 2003 dalam Prasetya, 2009). Berdasarkan prevalensi yang ada, insidensi terjadinya pruritus pada pasien hemodialisis cukup tinggi. Maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang angka kejadian terjadinya pruritus serta derajat keparahannya pada pasien hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang masalah di atas, dapat dirumuskan pertanyaan penelitian sebagai berikut: seberapa besar insiden


(15)

terjadinya pruritus pada pasien hemodialisis dan berapa derajat keparahan pruritusnya ?

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan umum

Untuk mengetahui Prevalensi terjadinya pruritus dan derajat keparahannya pada pasien hemodialisis.

1.3.2. Tujuan khusus :

1. Untuk mengetahui angka kejadian hemodialisis pada pasien hemodialisis.

2. Untuk mengetahui derajat keparahan pruritus yang di alami pasien hemodialisis.

1.4. Manfaat penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, yaitu:

1.4.1. Sebagai sarana pendidikan dalam proses melakukan penelitian, melatih cara berpikir yang sistemik, dan meningkatkan wawasan mengenai terjadinya pruritus pada pasien hemodialisis.

1.4.2. Dapat menjadi bahan masukan dan pertimbangan bagi para klinisi kesehatan atau tenaga medis lainnya dalam penggunaan terapi hemodialis.


(16)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fisiologi Ginjal

Ginjal menjalankan fungsi yang vital sebagai pengatur volume dan komposisi kimia darah dan lingkungan dalam tubuh dengan mengekresikan zat terlarut dan air secara selektif. Fungsi vital ginjal dicapai dengan filtrasi plasma darah melalui glomerulus dengan reabsorpsi sejumlah zat terlarut dan air dalam jumlah yang sesuai di sepanjang tubulus ginjal. Kelebihan zat terlarut dan air di eksresikan keluar tubuh dalam urin melalui sistem pengumpulan urin (Price dan Wilson, 2005).

Price dan Wilson (2005) menjelaskan secara singkat fungsi utama ginjal yaitu :

Fungsi Eksresi

o Mempertahankan osmolalitas plasma sekitar 285 mili Osmol dengan mengubah-ubah ekresi air.

o Mempertahankan volume ECF dan tekanan darah dengan mengubah-ubah ekresi natrium.

o Mempertahankan konsentrasi plasma masing-masing elektrolit individu dalam rentang normal.

o Mempertahankan derajat keasaman/pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan hidrogen dan membentuk kembali karbonat.

o Mengeksresikan produk akhir nitrogen dari metabolisme protein (terutama urea, asam urat dan kreatinin).

o Bekerja sebagai jalur eksretori untuk sebagian besar obat. Fungsi Non eksresi

o Menyintesis dan mengaktifkan hormon


(17)

 Eritropoitin : merangsang produksi sel darah merah oleh sumsum tulang

 1,25-dihidroksivitamin D3 sebagai hidroksilasi akhir vitamin D3 menjadi bentuk yang paling kuat.

 Prostaglandin : sebagian besar adalah vasodil;ator bekerja secara lokal dan melindungi dari kerusakan iskemik ginjal

 Degradasi hormon polipeptida, insulin, glukagon, parathormon, prolaktin, hormon pertumbuhan, ADH, dan hormon gastrointestinal.

Sistem eksresi terdiri atas dua buah ginjal dan saluran keluar urin. Ginjal sendiri mendapatkan darah yang harus disaring dari arteri yang masuk ke medialnya. Ginjal akan mengambil zat-zat yang berbahaya dari darah dan mengubahnya menjadi urin. Urin lalu akan dikumpulkan dan dialirkan ke ureter. Dari ureter, urin akan ditampung terlebih dahulu di kandung kemih. Bila orang tersebut merasakan keinginan mikturisi dan keadaan memungkinkan, maka urin yang ditampung dikandung kemih akan di keluarkan lewat uretra (Sherwood, 2001).

Unit fungsional ginjal terkecil yang mampu menghasilkan urin disebut nefron. Tiap ginjal bisa tersusun atas 1 juta nefron yang saling disatukan oleh jaringan ikat. Nefron ginjal terbagi 2 jenis, nefron kortikal yang lengkung Henlenya hanya sedikit masuk medula dan memiliki kapiler peritubular, dan nefron jukstamedulari yang lengkung Henlenya panjang ke dalam medulla dan memiliki Vasa Recta. Vasa Recta adalah susunan kapiler yang panjang mengikuti bentuk tubulus dan lengkung Henle. Secara makroskopis, korteks ginjal akan terlihat berbintik-bintik karena adanya glomerulus, sementara medula akan terlihat bergaris-garis karena adanya lengkung Henle dan tubulus pengumpul (Sherwood, 2001).


(18)

Tiga proses utama akan terjadi di nefron dalam pembentukan urin, yaitu filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi. Pembentukan urin dimulai dengan filtrasi sejumlah besar cairan yang hampir bebas protein dari kapiler glomerulus ke kapsula Bowman. Kebanyakan zat dalam plasma, kecuali protein, di filtrasi secara bebas sehingga konsentrasinya pada filtrat glomerulus dalam kapsula bowman hampir sama dengan plasma. Awalnya zat akan difiltrasi secara bebas oleh kapiler glomerulus tetapi tidak difiltrasi. Kemudian di reabsorpsi parsial, reabsorpsi lengkap dan kemudian akan dieksresi. Setiap proses filtrasi glomerulus, reabsorpsi tubulus, dan sekresi tubulus diatur menurut kebutuhan tubuh (Guyton, 2007).

2.2. Penyakit ginjal kronik 2.2.1. Batasan dan Definisi

Penyakit ginjal kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal yang progresif, dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Uremia adalah suatu sindrom klinik dan laboratorik yang terjadi pada semua organ, akibat penurunan fungsi ginjal pada penyakit ginjal kronik (Skorecki, 2005).

Kriteria penyakit ginjal kronik adalah (Suwitra, 2006):

1. Kerusakan ginjal yang terjadi lebih dari 3 bulan, berupa kelainan struktural atau fungsional, dengan atau tanpa penurunan laju filtrasi glomerulus (LFG), dengan manifestasi klinis :

Kelainan patologis

Terdapat tanda kelainan ginjal, termasuk kelainan dalam komposisi darah atau urin, atau kelainan dalam tes pencitraan (imaging tests) 2. Laju filtrasi glomerulus (LFG) kurang dari 60 ml/menit/1,73m2


(19)

Pada keadaan tidak terdapat kerusakan ginjal lebih dari 3 bulan, dan LFG sama atau lebih dari 60 ml/menit/1,73m2, tidak termasuk kriteria penyakit ginjal kronik.

Etiologi penyakit ginjal kronik sangat bervariasi antara satu negara dengan negara lain (Suwitra, 2006). Secara umum etiologi penyakit ginjal kronik mencakup diabetes melitus, hipertensi, penyakit glomerular non diabetek, penyakit ginjal polikistik, dan penyakit tubulointerstitial. Diabetes melitus dan hipertensi adalah penyebab yang paling utama (Skorecki, 2005). Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) tahun 2000 mencatat penyebab gagal ginjal yang mengalami hemodialisis di Indonesia adalah glomerulonefritis, diabetes melitus, obstruksi dan infeksi, hipertensi, dan sebab lain (Suwitra, 2006).

2.2.2. Klasifikasi

Klasifikasi penyakit ginjal kronik didasarkan atas dua hal yaitu, atas dasar derajat (stage) penyakit dan atas dasar diagnosis etiologi. Klasifikasi atas dasar derajat penyakit, dibuat atas dasar Laju Filtrasi Glomerulus (LFG) yang dihitung dengan mempergunakan rumus Kockeroft-Gault sebagai berikut (Suwitra, 2006).

*pada perempuan dikalikan 0,85

Berdasarkan LFG, penyakit ginjal kronik diklasifikasikan sebagai (Lydia, 2006) :

1. Derajat 1 bila telah terjadi kerusakan ginjal namun nilai LFG masih normal ( ≥ 90 ml/mnt/1,73 m2).


(20)

2. Derajat 2 bila telah terjadi kerusakan ginjal dengan LFG turun ringan ( 60-89 ml/mnt/1,73 m2.

3. Derajat 3 bila telah terjadi kerusakan ginjal dengan LFG turun sedang ( 30-59 ml/mnt/1,73 m2).

4. Derajat 4 bila telah terjadi kerusakan ginjal dengan LFG turun berat ( 15-29 ml/mnt/1,73 m2).

5. Derajat 5 bila telah terjadi gagal ginjal dengan LFG turun <15 ml/mnt/1,73 m2 atau sudah membutuhkan terapi hemodialisis.

2.2.3. Patofisiologi

Patofisiologi penyakit ginjal kronik pada awalnya tergantung pada penyakit yang mendasarinya, tapi dalam perkembangan selanjutnya proses yang terjadi kurang lebih sama. Pengurangan massa ginjal mengakibatkan hipertrofi. Struktural dan fungsional nefron yang masih tersisa (surviving nephrons) sebagai upaya kompensasi, yang diperantarai oleh molekul vasoaktif seperti sitokin dan growth factors. Hal ini mengakibatkan terjadinya hiperfiltrasi, yang diikuti oleh peningkatan tekanan kapiler dan aliran darah glomerulus. Proses adaptasi ini berlangsung singkat dan pada akhirya diikuti oleh proses maladaptasi berupa sklerosis nefron yang masih tersisa. Proses ini diikuti dengan penurunan fungsi nefron yang progresif walaupun penyakit dasarnya sudah tidak aktif lagi. Adanya peningkatan aktivitas aksis renin-angiotensin-aldosteron intrarenal, ikut memberikan kontribusi terhadap terjadinya hiperfiltrasi, sklerosis dan progresifitas tersebut. Aktivasi jangka panjang aksis renin-angiotansin-aldosteron, sebagian diperantarai oleh growth factor seperti transforming growth

factor. Beberapa hal yang juga dianggap berperan terhadap terjadinya

progresifitas penyakit ginjal kronik adalah albuminuria, hipertensi, hiperglikemia, dan dislipidemia. Terdapat variabilitas interindividual


(21)

untuk terjadinya sklerosis dan fibrosis glomerulus maupun tubulointerstitial (Suwitra, 2006).

Pada stadium paling dini penyakit ginjal kronik, terjadi kehilangan daya cadang ginjal, pada keadaan mana LFG basal masih normal atau malah meningkat. Kemudian secara perlahan tapi pasti, akan terjadi penurunan fungsi nefron yang progresif, yang ditandai dengan peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 60%, pasien masih belum merasakan keluhan (asimtomatik), tapi sudah terjadi peningkatan kadar urea dan kreatinin serum. Sampai pada LFG sebesar 30%, mulai terjadi keluhan pada pasien seperti, nokturia, badan lemah mual nafsu makan kurang dan penurunan berat badan. Sampai pada LFG di bawah 30%, pasien memperlihatkan gejala dan tanda uremia yang nyata seperti anemia, peningkatan tekanan darah, gangguan metabolisme fosfor dan kalsium, pruritus, muntah dan lain sebagainya. Pasien juga mudah terkena infeksi seperti infeksi saluran kemih, infeksi saluran napas, maupun infeksi saluran cerna. Juga akan terjadi gangguan keseimbangan air seperti hipo atau hipervolemia, gangguan keseimbangan elektrolit antara lain natrium dan kalium. Pada LFG di bawah 15% akan terjadi gejala dan komplikasi yang lebih serius, dan pasien sudah memerlukan tetapi pengganti ginjal (renal

replacement therapy) antara lain dialisis atau tansplantasi ginjal. Pada

keadaan ini pasien dikatakan sampai pada stadium gagal ginjal (Suwitra, 2006)

2.2.4 Manifestasi Klinis

Suwitra (2006) membagi Gambaran klinis pasien Penyakit Ginjal Kronik menjadi :

1. Sesuai dengan penyakit yang mendasari seperti diabetes melitus, infeksi traktus urinarius, batu traktus urinarius, hipertensi,


(22)

hiperurikemi, Lupus Eritomatosus Sistemik (LES), dan lain sebagainya.

2. Sindrom uremia, yang terdiri dari lemah, letargi, anoreksia, mual muntah, nokturia, kelebihan volume cairan (volume overload), neuropati perifer, pruritus, uremic frost, perikarditis, kejang-kejang sampai koma.

3. Gejala komplikasinya antara lain, hipertensi, anemia, osteodistrofi renal, payah jantung, asidosis metabolik, gangguan keseimbangan elektrolit (sodium, kalium, klorida).

2.2.5 Penatalaksanaan

Tujuan penatalaksanaan Penyakit Ginjal Kronik (PGK) adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis selama mungkin. Penatalaksanaan PGK dibagi menjadi dua tahap. Tahap pertama adalah tindakan konservatif, untuk meredakan atau memperlambat gangguan fungsi ginjal progresif, mencegah dan mengobati komplikasi yang terjadi. Penanganan konservatif PGK meliputi: 1) Pengaturan diet; 2) Pencegahan dan pengobatan komplikasi berupa pengobatan hipertensi, hiperkalemi, hiperuresimia, anemia, asidosis, osteodistrofi renal, neuropati perifer dan infeksi (Price dan Wilson, 2005).

Jika kondisi ginjal sudah tidak berfungsi diatas 75 % (gagal ginjal terminal atau tahap akhir), proses cuci darah atau hemodialisis merupakan hal yang sangat membantu penderita. Proses tersebut merupakan tindakan yang dapat dilakukan sebagai upaya memperpanjang usia penderita. Hemodialisis tidak dapat menyembuhkan penyakit gagal ginjal yang diderita pasien tetapi hemodialisis dapat meningkatkan kesejahteraan kehidupan pasien yang gagal ginjal (Sherwood, 2001).


(23)

Tabel 2.1. Tata laksana PGK

Derajat GFR

(ml/mt/1,73 m²)

Rencana tatalaksana

1 > 90 Terapi penyakit dasar, kondisi komorbid, evaluasi perburukan fungsi ginjal, memperkecil

risiko kardiovaskuler

2 60 – 89 Menghambat perburukan fungsi ginjal 3 30 – 89 Evaluasi dan terapi komplikasi

4 15 – 29 Persiapan untuk penggantian ginjal 5 < 15 Terapi pengganti ganja

(Sumber: National Kidney Foundation, 2002)

2.3 Hemodialisis

Hemodialisis adalah proses dimana terjadi difusi partikel terlarut (salut) dan air secara pasif melalui satu kompartemen cair yaitu darah menuju kompartemen cair lainya yaitu cairan dialisat melewati membran semi permeabel dalam dialiser (Price dan Wilson, 2005). Tujuan utama hemodialisis adalah menghilangkan gejala yaitu mengendalikan uremia, kelebihan cairan, dan ketidakseimbangan elektrolit yang terjadi pada pasien PGK dengan End Stage Renal Disease (ESRD). Hemodialisis efektif mengeluarkan cairan, elektrolit dan sisa metabolisme tubuh, sehingga secara tidak langsung bertujuan untuk memperpanjang umur pasien (Kallenbach et al, 2005). Walaupun hemodialisis


(24)

berfungsi mirip dengan cara kerja ginjal, tindakan ini hanya mampu menggantikan sekitar 10% kapasitas ginjal normal (Sherwood, 2001).

Prosedur mencakup pemompaan darah pasien yang telah diberi heparin melewati dialyzer dengan kecepatan 300-500 mL/min, sementara cairan dialisat dialirkan secara berlawanan arah dengan kecepatan 500-800mL/min. Darah dan dialisat sendiri hanya dipisahkan oleh suatu membran semipermeabel (Singh dan Brenner, 2005)

Departemen Internal Medicine Lund hospital (2005) mengatakan bahwa prosedur dialisis pertama kali disusun oleh Dr. Willem Kolff pada tahun 1943 dan lalu disempurnakan oleh Dr. Nils Alwall pada tahun 1946. Sampai sekarang , prosedur ini tetap menjadi terapi utama pada pasien dengan End Stage Renal

Failure (ESRF) dan indikasi dialisis mencakup adanya sindrom uremik,

hiperkalemi yang tak teratasi cara umum, penambahan volume ekstraseluler, asidosis yang tidak teratasi, diathesis perdarahan, dan clearance kreatinin yang kurang dari 10 mL/min per 1,73 m2 (Singh dan Brenner, 2005).

Prinsip utama hemodialisis adalah difusi partikel melewati suatu membran semipermeabel. Cairan dialisat dikondisikan sedemikian sehingga memiliki gradien konsentrasi yang lebih rendah daripada darah sehingga zat-zat sisa akan berdifusi ke dialisat. Kecepat

an difusi dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain besar gradien konsentrasi, luas membran, dan koefisien transfer dari membran. Berat molekul juga berpengaruh dalam menentukan kecepatan difusi. Selain itu, transfer zat-zat ini juga bisa dibantu dengan tekanan ultrafiltrasi. Sementara air dan larutan lain yang berlebih akan ikut terbuang karena tekanan osmosis (Singh dan Brenner, 2005).

Ada tiga komponen utama yang terlibat dalam proses hemodialisis, yaitu alat

dialyzer, cairan dialisat, dan sistem penghantaran darah. Dialyzer adalah alat

dalam proses dialisis yang mampu mengalirkan darah dan dialisat dalam kompartemen-kompartemen di dalamnya, dengan dibatasi membran. Pada pasien


(25)

dewasa, luas permukaan membran ini berkisar antara 0,8-1,2 m2 (Singh dan Brenner, 2005). Dialisat adalah cairan yang terdiri atas air dan elektrolit utama dari serum normal yang dipompakan melewati dialiser ke darah pasien (Hudak dan Gallo, 1999; Thomas dan Smith, 2003 dalam Armiyati, 2009). Komposisi cairan dialisat diatur sedemikian rupa sehingga mendekati komposisi ion darah normal dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit pasien ESRD. Renal Association (1999) merekomendasikan unit dialisis menggunakan dialisat bikarbonat untuk mengurangi komplikasi. Mesin hemodialisis merupakan perpaduan dari komputer dan pompa, yang mempunyai fungsi untuk mengatur dan memonitor. Pompa dalam mesin hemodialisis berfungsi untuk mengalirkan darah dari tubuh ke dialiser dan mengembalikan kembali ke dalam tubuh (Thomas dan Smith, 2003 dalam Armiyati, 2009).

Agar efektifitas hemodialisis tercapai, hemodialisis idealnya dilakukan tiga kali seminggu dengan lama setiap hemodialisis 4-5 jam atau paling sedikit 10-12 jam seminggu (Australia and New Zealand Dialysis and Transplant Registry, 2005; Black dan Hawk, 2005). Variasi waktu tergantung ukuran pasien, tipe dialiser, kecepatan aliran darah, pilihan pasien dan faktor lain (Black dan Hawk, 2005). Hemodialisis di Indonesia biasa dilakukan dua kali seminggu dengan lama 5 jam, ada juga dialisis yang dilakukan tiga kali seminggu dengan lama 4 jam (Raharjo, Susalit dan Suharjono, 2006 dalam Sudoyo, 2006)

Sebelum melakukan hemodialisis, perawat melakukan pengkajian pradialisis. Langkah selanjutnya adalah menghubungkan pasien ke mesin hemodialisis dengan memasang blood line dan jarum ke akses vaskular pasien, yaitu akses untuk jalan keluar darah ke dialiser dan akses untuk masuk darah ke dalam tubuh. Arteri venosa (AV) fistula adalah akses vaskuler yang paling direkomendasikan karena cenderung lebih aman dan juga nyaman untuk pasien (Thomas dan Smith, 2003 dalam Armiyati, 2009).

Setelah blood line dan akses vaskuler terpasang, proses hemodialisis dimulai. Saat hemodialisis, darah dialirkan ke luar tubuh dan disaring di dalam dialiser.


(26)

Darah mulai mengalir dibantu oleh pompa darah. Cairan normal salin diletakkan sebelum pompa darah untuk mengantisipasi adanya hipotensi intradialisis. Infus heparin diletakkan baik sebelum atau setelah pompa darah tergantung peralatan yang digunakan (Hudak dan Gallo, 1999 dalam Armiyati, 2009). Darah mengalir dari tubuh melalui akses arterial menuju kedialiser sehingga terjadi pertukaran darah dan zat sisa. Saat hemodialisis, darah sebenarnya tidak mengalir melalui mesin hemodialisis, melainkan melalui selang darah dan dialiser. Proses selanjutnya darah akan meninggalkan dialiser.

Darah yang meninggalkan dialiser melewati detektor udara yang akan menghentikan pompa jika ada udara. Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh melalui akses venosa atau selang postdialiser (Hudak dan Gallo, 1999 dalam Armiyati, 2009).

Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui vena. Dialisis diakhiri dengan menghentikan darah dari pasien, membuka selang normal salin dan membilas selang untuk mengembalikan darah pasien. Pada akhir terapi dialisis, sisa akhir metabolisme telah dikeluarkan, keseimbangan elektrolit sudah dipulihkan dan buffer system juga telah ,diperbaharui (Smeltzer et al, 2008 dalam Armiyati,2009).

Berbagai komplikasi intradialisis dapat dialami oleh pasien saat menjalani hemodialisis. Komplikasi intradialisis merupakan kondisi abnormal yang terjadi pada saat pasien menjalani hemodialisis. Komplikasi yang umum terjadi saat pasien menjalani hemodialisis adalah hipotensi, kram, mual dan muntah, sakit kepala, nyeri dada, nyeri punggung, gatal, demam dan menggigil (Holley et al, 2007; Barkan et al, 2006).

2.4 Pruritus

2.4.1. Definisi dan Fisiologi

Pruritus adalah istilah medis untuk gatal. Gatal sendiri merupakan suatu hasil stimulasi gradasi ringan pada serat saraf. Bila gradasi meningkat, maka


(27)

sensasi yang akan timbul adalah nyeri (Djuanda S, 2008). Secara sifat, gatal bisa dibagi menjadi dua, yaitu gatal yang terlokalisasi dan singkat, dan gatal yang tersebar dan sulit terlokalisasi yang akan menyebabkan daerah sekitarnya ikut gatal. Tipe yang pertama disebut gatal spontan, sementara tipe yang kedua disebut gatal kulit.

Ada dua jenis teori tentang pruritus. Teori yang pertama menyatakan bahwa pruritus berbeda dari nyeri, sementara teori kedua menyatakan bahwa nyeri adalah rangsang pruritus yang lebih kuat dan berada di bagian kulit yang lebih dalam. Telah terbukti pula bahwa baik rangsang pruritus maupun nyeri sama-sama menggunakan jalur serabut saraf c. Zat-zat kimia yang dapat menimbulkan pruritus mencakup histamin, endopeptida, turunan kina, maupun opioid. Dari semua zat itu, zat stimulan pruritus yang paling umum adalah histamin yang disekresikan oleh sel mast (Sherwood, 2001; Patrick dalam Prasetya, 2009).

Tujuan fisiologis dari pruritus sendiri sebenarnya masih belum diketahui dengan pasti, namun beberapa spekulasi mencakup menyingkirkan kotoran yang menempel di kulit atau memberi sinyal adanya reaksi inflamasi. Terlepas dari tujuannya, pruritus sendiri bisa didefinisikan sebagai suatu rasa sakit yang terlalu lemah sehingga tidak menimbulkan inhibisi lateral. Gerakan menggarukakan memperkuat rangsang nyeri ini sehingga rasa pruritus yang awalnya terasa menyebar akan terlokalisasi menjadi tajam karena inhibisi lateral. Sensasi yang baru ini akan diterjemahkan sebagai nyeri yang menyebabkan eliminasi sensasi pruritus (Sherwood, 2001).

Di medula spinalis sendiri tidak ditemukan adanya suatu jaras khusus untuk pruritus. Rangsang pruritus yang sampai ke otak umumnya lebih ditentukan oleh kombinasi urutan dan frekuensi rangsang saraf tertentu yang tidak khusus untuk pruritus. Rangsang ini lalu akan diteruskan ke daerah korteks persepsi dan premotor. Korteks akan langsung mengaktifkan refleks ingin menggaruk daerah yang gatal. Refleks menggaruk ini sebenarnya bisa


(28)

juga hanya berupa refleks spinalis saja. Selain itu, rasa ingin menggaruk juga bisa disebabkan adanya rangsang korteks tanpa rangsang pruritus sesungguhnya. Keadaan ini menyebabkan puritus psikologis (Widiana, Lydia, Prodjosudjadi, 2003 dalam Prasetya, 2009 ). Beberapa keadaan patologis yang bisa menyebabkan pruritus mencakup Penyakit Ginjal Kronik,

cholestasis, defisiensi besi, penyakit endokrin, keganasan, polisitemia,

dermatitis, dan penuaan (Sherwood, 2001; Patrick, 1999 dalam Prasetya, 2009).

2.5 Pruritus yang terjadi akibat Hemodialisis

Pruritus merupakan masalah yang paling sering dialami pasien peritoneal dialisis maupun hemodialisis (HD) dan prevalensinya dilaporkan antara 50-90 % mulai dari yang lokal, umum, ringan dan berat (Narita et al, 2008

).

Pruritus dapat menyebar dan bersifat menetap (Razeghi et al, 2008).

Akhyani et al (2005) melaporkan prevalensi pruritus mencapai 41,9% pada suatu penelitian di Iran. Sementara Giovambattitsta (2003) melaporkan prevalensi pruritus sebesar 50% pada pasien penyakit ginjal kronik di sebuah rumah sakit di Italia. Sementara itu penelitian yang dilakukan oleh Widiana et al di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo Jakarta menunjukkan bahwa 71,4% pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis rutin ternyata mengalami pruritus (Prasetya, 2009).

Penilaian pruritus pada pasien penyakit ginjal kronik umumnya dilakukan dengan Visual Analog Scale (VAS), dengan skala 0 tidak ada pruritus, dan 10 adalah pruritus yang sangat berat (Elman et al, 2010). Beberapa faktor telah di duga untuk etiologi dan patogenesisnya, termasuk hipertiroid, hipofosfatemia, dan peningkatan akumulasi dari kalsium dan fosfat di kulit, peningkatan serum level dari histamin dan skin mast cells dan peningkatan opioid reseptor. Tetapi tidak ada studi manapun yang telah menemukan kebenaran faktor mana yang paling menyebabkan pruritus pada pasien HD (Razeghi et al, 2008).


(29)

Faktor resiko untuk pruritus sendiri masih belum jelas. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa pruritus tidak dipengaruhi oleh faktor usia, jenis kelamin, penyakit ginjal yang mendasari, dan lama HD (Giovambattista, 2003; Kato et al, 2000; Mesic E et al, 2004 ) Walaupun begitu, Kentaro et al (2001) menyatakan sebaliknya. Dugue et al (2006) dalam Prasetya (2009) menyebutkan juga bahwa pruritus dipengaruhi oleh lama HD, di mana lama HD yang semakin lama akan meningkatkan resiko timbulnya pruritus. Beberapa faktor telah diduga untuk etiologi dan patogenesisnya, termasuk hipertiroid, hipofosfatemia, dan peningkatan akumulasi dari kalsium dan fosfat di kulit, peningkatan serum level dari histamin dan skin mast cells dan peningkatan reseptor opioid. Tetapi tidak ada studi manapun yang telah menemukan kebenaran faktor mana yang paling menyebabkan pruritus pada pasien HD (Razeghi et al, 2008).

Xerosis kutis biasanya disebabkan karena retensi vitamin A karena berkurangnya fungsi ginjal untuk mengekskresikan zat ini. Maka vitamin A akan menumpuk di jaringan subkutan kulit. Vitamin yang terlalu berlebih ini akan menyebabkan atrofi kalenjar sebasea dan kalenjar keringat sehingga kulit menjadi kering dan gatal (Sherwood, 2001; Akhyani et al, 2005) Beberapa sumber juga menyebutkan adanya peningkatan histamin pada penyakit ginjal kronik, walau mekanismenya belum diketahui pasti. Anemia defisiensi besi juga disebut-sebut sebagai salah satu pencetus pruritus, namun menurut salah satu penelitian dikatakan tidak ada hubungan antara pruritus dengan kadar hemoglobin pasien (Akhyani et al, 2005).

Hiperfosfatemia, hiperkalsemia, dan hipermagnesia adalah mekanisme yang banyak diterima sebagai penyebab pruritus. Kalsium dan magnesium darah dalam kadar tinggi akan berikatan dengan fosfat sehingga membentuk kristal. Kristal ini akan terdeposit di kulit dan menimbulkan rangsangan terhadap serabut saraf c yang akan menyebabkan sensasi gatal. (Skorecki, 2005; Giovambattista, 2003). Salah satu literatur menyebutkan bahwa pembentukan kristal kalsium fosfat


(30)

terutama akan terjadi bila perkalian kadar kalsium dan fosfat serum (masing-masing dalam mg/dl) lebih dari 70.

Seperti etiologinya, terapi untuk mengatasi pruritus pada pasien penyakit ginjal kronik juga masih belum memiliki standar baku. Cara yang cukup efektif adalah dengan memberikan agen pengikat fosfat oral. Contoh yang sering digunakan adalah kalsium karbonat atau kalsium asetat (Akhyani et al, 2005 ; Skorecki, 2005). Cara lain adalah dengan memberikan obat-obat imunosupresi untuk menekan reaksi gatal (Skorecki, 2005).


(31)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disebutkan sebelumnya, maka kerangka konsep pada penelitian ini adalah:

3.2. Definisi Operasional

Definisi operasional dari penelitian perlu dijabarkan untuk menghindari perbedaan persepsi dalam menginterpretasikan masing-masing variabel penelitian. Adapun definisi operasional dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Pasien hemodialisis adalah pasien yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik pada bulan Juni-Agustus 2011 dengan prosedur dimana terjadi suatu proses difusi partikel terlarut (salut) dan air secara pasif melalui darah menuju kompartemen cairan dialisat melewati membran semi permeabel dalam dialiser (Price dan Wilson, 2005).

2. Pruritus adalah sensasi kulit yang iritatif dan menimbulkan rangsangan untuk menggaruk ( Juanda, 2008)

Cara ukur : wawancara


(32)

Alat ukur : kuesioner 5-D itch scale dan VAS ( Visual Analog Scale). (elman et al, 2010)

Hasil ukur : berdasarkan VAS ( Visual Analog Scale). derajat pruritus ringan (1-3).

derajat pruritus sedang (4-6). derajat pruritus berat (7-10). skala pengukuran : skala kategorikal (ordinal)


(33)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Rancangan Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode deskriptif observasional dan desain studi Cross Sectional. Penelitian ini dilakukan untuk menilai prevalensi dan derajat pruritus pada pasien hemodialisis.

4.2. Tempat dan Waktu Penelitian

Adapun tempat dilakukannya penelitian ini adalah di RSUP H.Adam Malik Medan. Waktu pelaksanaan penelitian akan dimulai pada tanggal 1 Juni 2010 sampai dengan tanggal 31 Agustus 2011.

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1. Populasi Penelitian

Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah pasien-pasien yang menjalani hemodialisis.

4.3.2. Sampel Penelitian

Sampel penelitian diambil dengan menggunakan metode consecutive

sampling untuk kemudian dilakukan uji kriteria. Metode consecutive sampling adalah metode penarikan sampel dimana masing-masing subjek


(34)

sampel (Sastroasmoro dan Ismael, 2008). Sampel yang telah diambil kemudian diuji menggunakan kriteria-kriteria berikut:

Kriteria inklusi:

1. Bersedia untuk menjadi sampel penelitian.

2. Pasien yang sudah menjalani hemodialisis selama 3 bulan atau lebih

Kriteria Ekslusi:

1. Pada saat dilakukannya penelitian pasien sedang menderita suatu penyakit atau kelainan yang kemungkinan memiliki gejala pruritus.

2. Pasien yang sudah mengalami kelainan atau kondisi yang menyebabkan pruritus sebelum menjalani hemodialisis ( misalnya pruritus senilis, dll)

4.3.3. Besar Sampel Penelitian

Besarnya sampel penelitian ini dihitung dengan menggunakan rumus penentuan besar sampel untuk uji hipotesis terhadap dua kelompok independen (Notoadmojo, 2010). Yaitu sebagai berikut:

Keterangan:

n = jumlah sampel

a = Tingkat kemaknaan (Ditetapkan)

d = tingkat ketepatan absolute yang dikehendaki, d ( ditetapkan) P = Proporsi penyakit atau keadaan yang akan dicari (Kepustakaan) Q = 1-P

Perhitungan besar sampel secara kasar: Zα= 1,96


(35)

Q= 1-P → 0,286

P= 0,714 (Prasetya, 2009) D = 0,1

= 78,45 ≈ 78 orang

Berdasarkan perhitungan didapatkan bahwa jumlah sampel minimal yang dibutuhkan adalah 78 orang.

1.4. Teknik Pengumpulan Data

Adapun data yang digunakan pada penelitian ini adalah jenis data primer. Data primer penelitian ini adalah data yang didapat melalui hasil wawancara pada sampel yang telah dipilih.

Pengumpulan data dilakukan dengan menentukan secara random subjek-subjek dari jumlah sampel penelitian yang telah ditentukan sebelumnya (berdasarkan perhitungan besar sampel).

Data pasien hemodialisis: diperoleh dengan menggunakan kuesioner yang akan dibagikan kepada sampel penelitian. Kuesioner yang digunakan adalah kuesioner 5-D itch scale dan beberapa pertanyaan tambahan.

Sebelum kuesioner digunakan sebagai instrumen penelitian sebenarnya, akan dilakukan uji validasi dan uji reabilitas pada kuesioner.

1.5. Pengolahan dan Analisis Data

Untuk mendapatkan hasil yang akurat, dibutuhkan pengolahan dan analisis data secara tepat. Pada penelitian ini, data yang didapat akan diolah dan kemudian dianalisis menggunakan program SPSS. Kemudian berdasarkan data akan dicari


(36)

prevalensi penderita hemodialisis yang mengalami pruritus dan mengelompokkan pruritus berdasarkan derajatnya.

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP. H. Adam Malik Medan yang terletak di Jalan Bungalow No. 17, Medan. Rumah sakit ini merupakan rumah sakit umum daerah untuk wilayah Sumatera Utara dan Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Rumah sakit ini juga merupakan rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan. Rumah sakit ini memiliki departemen Ilmu Penyakit Dalam dan ruangan khusus hemodialisis. 5.1.2. Deskripsi Karakteristik Responden

5.1.2.1. Usia

Responden penelitian ini terdiri atas pasien hemodialisis umur 14-77 tahun. Berikut merupakan sebaran responden berdasarkan usia : Tabel 5.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Usia

Usia (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%)

10-20 4 5.1

21-30 5 6.4


(37)

41-50 17 21.8

51-60 23 29.5

61-70 6 7.7

71-80 2 2.6

Total 78 100.0

Berdasarkan teknik pengambilan sampel, jumlah sampel adalah 78 orang. Persentase terbesar sampel 23 orang (29.5 %) berusia 51-60 tahun dan terkecil 2 orang (2,6%) berusia 71-80 tahun.

5.1.2.2. Jenis Kelamin

Data menunjukkan sampel penelitian ini terdiri atas 53 orang pasien laki-laki (67.9%) dan 25 orang pasien perempuan (82,4%). Berikut merupakan distribusinya:

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah (Orang) Persentase (%)

laki-laki 53 67.9

Perempuan 25 32.1

Total 78 100.0

5.1.2.3. Lama Hemodialisis

Data menunjukkan bahwa 22 orang (28,2 %) sampel menjalani hemodialisis dengan interval 7-12 bulan. Jumlah tersebut adalah jumlah terbanyak dari total sampel. Paling sedikit 2 orang (2,6%) dengan interval 31-36 bulan. Berikut adalah perinciannya:

Tabel 5.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Hemodialisis Lama Hemodialisis Jumlah (Orang) Persentase (%)

0-6 bulan 10 12.8

7-12 bulan 22 28.2

13-28 bulan 13 16.7


(38)

5.1.2.4. Frekuensi Menjalani Hemodialisis

Data menunjukan dari 78 subyek penelitian yang paling sedikit menjalani hemodialisis selama 1 kali dalam seminggu yaitu 2 orang (2,6%) dan yang menjalani hemodialisis 3 kali dalam seminggu. Rata-rata menjalani hemodialisis sebanyak 2 kali seminggu sebanyak 75 orang (96,2%).

Tabel 5.4. Deskripsi Frekue nsi Hemodialisis

5.1.2.5. Keteraturan Hemodialisis

Data menunjukkan dari 78 subjek penelitian, yang menjalani hemodialisis secara teratur adalah sebanyak 76 orang (97,4%) dan yang tidak menjalani hemodialisis secara teratur adalah 2 orang (2,6%). Berikut adalah perinciannya :

Tabel 5.5. Deskripsi Keteraturan Hemodialisis

25-30 bulan 8 10.3

31-36 bulan 2 2.6

37-42 bulan 8 10.3

45-54 bulan 4 5.1

> 60 bulan 5 6.4

Total 78 100.0

Lama (minggu) Jumlah (Orang) Persentase (%)

1 kali 2 2.6

2 kali 75 96.2

3 kali 1 1.3


(39)

Keteraturan Jumlah (Orang) Persentase (%)

Ya 76 97.4

Tidak 2 2.6

Total 78 100.0

5.1.2.6. Kejadian Pruritus Selama Hemodialisis

Data menunjukkan dari 78 subjek penelitian yang mengalami pruritus selama menjalani hemodialisis sebanyak 55 orang (70,5%) dan yang tidak mengalami pruritus selama menjalani hemodialisis sebanyak 23 orang (29,5%). Berikut adalah perinciannya :

Tabel 5.6. Distribusi Kejadian Pruritus Selama Hemodialisis Mengalami Pruritus Jumlah (Orang) Persentase (%)

Ya 55 70.5

Tidak 23 29.5

Total 78 100.0

5.1.3. Kejadian Pruritus Pada Pasien Hemodialisis 5.1.3.1. Lamanya Terjadi Pruritus Pada Pasien

Lama terjadinya pruritus dalam sehari paling banyak dirasakan dari 55 orang pasien adalah < 6 jam (78,2%). Paling sedikit pasien 2 orang (3,6%) merasakan pruritus dengan interval 6-12 jam dan 2 orang (3,6%) dengan interval 12-18 jam. Berikut adalah perincian lamanya pruritus : Tabel 5.7 Deskripsi Lama Pruritus Dalam Sehari


(40)

< 6 jam 43 78.2

6-12 jam 2 3.6

12-18 jam 2 3.6

sepanjang hari 8 14.5

Total 55 100.0

5.1.3.2. Perubahan Intensitas Pruritus Dari Pertama Kali Menjalani Hemodialisis

Dari penelitian diketahui bahwa perubahan intensitas pruritus dari pertama kali menjalani hemodialisis paling banyak adalah tidak mengalami perubah dari sebelumnya yaitu sebanyak 15 orang (27,3%) sementara yang menyatakan sangat berkurang hanya 7 orang (12,7%) . Berikut adalah perincian perubahan intensitas pruritus :

Tabel 5.8 Deskripsi Perubahan Intensitas Pruritus Dari Pertama Kali Hemodialisis

Perubahan Intensitas Pruritus

Jumlah (Orang) Persentase (%)

tidak ada lagi 13 23.6

sangat berkurang 7 12.7

sedikit berkurang 10 18.2

tidak berkurang 15 27.3

makin bertambah 10 18.2

Total 55 100.0


(41)

Data menunjukkan bahwa 25 orang (45,5 %) sampel yang mengalami pruritus tidak mengganggu tidur dan 30 orang (54,5%) menyatakan mengalami gangguan tidur karena pruritus. Berikut adalah perinciannya:

Tabel 5.9 Deskripsi Kejadian Pruritus yang Mengganggu Tidur Pruritus Mengganggu

Tidur

Jumlah (Orang) Persentase (%)

Tidak mengganggu 25 45.5

Kadang-kadang menunda tidur

12 21.8

Sering menunda tidur 2 3.6

Menunda tidur dan kadang terbangun di

malam hari

7 12.7

Menunda tidur dan sering terbangun pada

malam hari

9 16.4

Total 55 100.0

5.1.3.4. Kejadian Pruritus Yang Mengganggu Interaksi Sosial

Data menunjukkan bahwa 32 orang (58,2 %) sampel yang mengalami pruritus menyatakan pruritus tidak mengganggu interaksi sosial dengan orang lain dan sampel yang menyatakan pruritus mengganggu interaksi sosialnya sebanyak 23 orang (41,8%). Berikut adalah perinciannya:


(42)

Tabel 5.10 Deskripsi Kejadian Pruritus yang Mengganggu Interaksi Pruritus Mengganggu

Interaksi Sosial

Jumlah (Orang) Persentase (%)

Tidak 32 58.2

Jarang 6 10.9

Kadang-Kadang 8 14.5

Sering 7 12.7

Selalu 2 3.6

Total 55 100.0

5.1.3.5. Kejadian Pruritus yang Mengganggu Pekerjaan Rumah

Data menunjukkan bahwa 36 orang (65,5 %) sampel yang mengalami pruritus menyatakan tidak mengganggu pekerjaan rumah, dan 19 orang (34,5%) yang menyatakan pruritus menggangu pekerjaan rumah. Berikut adalah perinciannya :

Tabel 5.11 Deskripsi Pruritus yang Mengganggu Pekerjaan Rumah Pruritus Mengganggu

Pekerjaan Rumah

Jumlah (Orang) Persentase (%)

Tidak 36 65.5

Jarang 7 12.7

kadang-kadang 9 16.4

Sering 1 1.8

Selalu 2 3.6

Total 55 100.0

5.1.3.6. Kejadian Pruritus yang Mengganggu Pekerjaan di Kantor/ Sekolah

Data menunjukkan bahwa 42 orang (76,4 %) sampel yang tidak mengalami gangguan saat melaksanakan pekerjaan di kantor atau sekolah dan hanya 13 orang (23,6 %) menyatakan tidak mengganggu. Berikut adalah perinciannya :


(43)

Tabel 5.12 Deskripsi Pruritus yang Mengganggu Pekerjaan di Kantor/Sekolah

Pruritus Mengganggu Pekerjaan di Kantor/Sekolah

Jumlah (Orang)

Persentase (%)

Tidak 42 76.4

Jarang 4 7.3

Kadang-Kadang 6 10.9

Sering 1 1.8

Selalu 2 3.6

Total 55 100.0

5.1.3.7. Lokasi Terjadinya Pruritus

Data menunjukkan bahwa lokasi terjadinya pruritus paling banyak yaitu di daerah punggung sebanyak 40 orang (72,7 %), sedangkan yang paling sedikit yang berlokasi di telapak tangan yang sebanyak 7 orang (12,7%). Berikut adalah perinciannya :

Tabel 5.13 Deskripsi Lokasi Terjadinya Pruritus Lokasi Pruritus

Ya Tidak Jumlah

N % N % N %

Kepala/Kulit Kepala 15 27.3 40 72,7 55 100

Muka 8 14.5 47 85,5 55 100

Dada 12 21.8 43 78,2 55 100

Punggung 40 72.7 15 72,3 55 100

Kaki 14 25.5 41 74,5 55 100

Bokong 12 21.8 43,2 78,2 55 100 Lipat Paha 14 25.5 41 74,5 55 100 Di bagian yang

kontak kulit/ikat


(44)

pinggang

Lengan Atas 21 38.2 34 61,8 55 100 Telapak Kaki 14 25.5 41 74,5 55 100 Jari Tangan 14 25.5 41 74,5 55 100 Telapak Tangan 7 12.7 48 87,3 55 100

Tungkai 14 25.5 41 74,5 55 100

Paha 25 45.5 30 45,5 55 100

5.1.3.8. Derajat Pruritus

Data menunjukkan bahwa sebagian besar pasien sebanyak 23 orang (41,8 %) mengalami pruritus derajat sedang berdasarkan Visual Scale

Analog, sementara 14 orang (25,5 %) mengalami pruritus berat, dan hanya

18 orang (32,7 %) mengalami pruritus ringan. Berikut adalah perinciannya : Tabel 5.14 Deskripsi Derajat Pruritus Berdasarkan Visual Scale Analog

Derajat pruritus Jumlah (Orang) Persentase (%)

1-3 (Ringan) 18 32.7

4-6 (Sedang) 23 41.8

7-10 (Berat) 14 25.5

Total 55 100.0

5.2. Pembahasan

5.2.1. Karakteristik Responden

Hasil penelitian yang diperoleh menunjukkan adanya variasi karakteristik responden berdasarkan umur, jenis kelamin, keteraturan, dan lama menjalani hemodialisis, Berdasarkan Tabel 5.1. dan Tabel 5.2. dapat dilihat bahwa kelompok responden terbanyak berada pada usia 51-60 tahun


(45)

sebanyak 23 orang (29.5 %) dan berjenis kelamin laki-laki 53 orang (67,9%). Hal ini juga didukung oleh penelitian Prasetya (2009) yaitu mayoritas kelompok usia yang menjalani hemodialisis adalah usia 50 tahun dan berjenis kelamin laki-laki (57,4 %). Penelitian yang dilakukan Lase (2010) di RSUP H. Adam malik juga menyatakan pasien hemodialisis terbanyak berumur 56-70 tahun (50 %) dan berjenis kelamin laki-laki (71,9 %). Meningkatnya jumlah populasi pasien dewasa yang menjalani hemodialisis dihubungkan dengan proses perjalanan CKD yang bersifat progresif. Australian Institute of Health and Welfare (2009) menyebutkan bahwa faktor resiko CKD adalah peningkatan umur.

Menurut tabel 5.3. dan tabel 5.4. lama menjalani hemodialisis yang paling banyak yaitu 22 orang (28,2%) selama 7-12 bulan dan frekuensi yang paling banyak adalah 2 kali seminggu, 75 orang (96,2%). Berdasarkan penelitian Nasution (2009) di klinik Rasyida Medan pada 44 orang penderita hemodialisis reguler (2-3 kali perminggu) rata-rata penderita menjalani hemodialisis adalah 33,2 ± 39,4 bulan. Perbedaan ini kemungkinan disebabkan RSUP. H. Adam Malik merupakan rumah sakit rujukan, sehingga memiliki banyak pasien baru.

5.2.2. Kejadian Pruritus

Menurut Young, et al pada tahun 1970-an, 85 % pasien yang menjalani hemodialisis mengalami pruritus. Sebuah studi di Jerman pada tahun 2000 melaporkan 22 % pasien yang mengalami pruritus (Patel et al, 2007). Sebuah penelitian dilakukan oleh Widiana et al(2003) dalam Prasetya (2009) di RSCM Jakarta menunjukan bahwa 71,4 % pasien gagal ginjal kronik yang menjalani hemodialisis secara rutin ternyata mengalami pruritus sedangkan Patel et al (2007) menyatakan bahwa prevalensi dari pruritus yang berhubungan dengan hemodialisis berkisar antara 22%-90%. Mekanisme


(46)

yang mendasari pruritus pada pasien hemodialisis masih belum bisa diuraikan secara pasti, namun komplikasi tersebut terbukti telah mengganggu kualitas hidup pasien (Widiana et al, 2003 dalam Prasetya, 2009)

Penelitian ini juga menunjukkan bahwa pruritus masih merupakan masalah yang cukup banyak dihadapi oleh pasien yang menjalani HD. Sebanyak 55 orang (70,5%) dari 78 pasien mengeluhkan adanya pruritus (Tabel 5.6.). Sementara itu, Widiana et al melaporkan bahwa 40 orang (71,4%) dari 56 pasien yang menjalani HD mengalami pruritus. Sebagian besar pruritus dilaporkan berderajat ringan (32,1%), sementara hanya 19,6% yang berderajat sedang dan 19,6% yang berderajat berat. Penelitian yang dilakukan Akhyani et al juga melaporkan prevalensi pruritus mencapai 70 orang (41,9%) dari 167 pasien pada suatu penelitian di Iran. Pada penelitian tersebut didapat bahwa 36 orang (51,4%) mengeluhkan pruritus ringan, 8 orang (11,4%) mengeluhkan pruritus sedang, dan 26 orang (37,1%) mengeluhkan pruritus berat. Sementara Giovambattitsta (2003) melaporkan prevalensi pruritus sebesar 50% pada pasien penyakit ginjal kronik di sebuah rumah sakit di Italia. Razeghi et al (2008) menemukan adanya pruritus pada 80 orang (49%) dari 164 orang. Penelitian lain menyebutkan angka-angka antara 30-70%. Penelitian Jamal dan Subramanian (2000) di Gizan Saudi Arabiah juga menyatakan pruritus derajat ringan ada 34 orang (50,8%), sedang 22 orang (32,8%), dan berat 11 orang (16,4%).

Apabila dibandingkan antara penelitian ini dengan penelitian-penelitian lain di atas memang bisa dilihat terdapat perbedaan pada prevalensi pruritus. Perbedaan besar antara prevalensi ini kemungkinan disebabkan keluhan pruritus sendiri bersifat sangat subjektif untuk setiap orang.

Angka prevalensi pruritus pada penelitian ini berbeda dengan prevalensi pada penelitian Wibisana et al yang juga mengambil data di RSCM. Kemungkinan hal ini terjadi karena perbedaan jumlah sample,


(47)

perbedaan pasien dan lokasi pengambilan data. (Wibisana et al melakukan penelitian pada tahun 2003 pada 56 pasien). Dapat dikatakan bahwa pruritus tetap merupakan masalah yang signifikan bagi pasien yang menjalani Hemodialisis di RSCM. Walaupun begitu, tidak didapat perbedaan bermakna dari derajat pruritus dari semua penelitian.

Dari penilitian ini juga memaparkan tempat terjadinya pruritus pada pasien hemodialisis (Tabel 5.14.) yaitu di daerah punggung sebanyak 40 orang (72,7 %), paha 25 orang (45,5 %), lengan atas 21 orang (38,2%), bagian yang kontak dengan kulit yaitu 16 orang (29,1%) dan kepala/ kulit kepala 15 orang (27,3%). Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Jamal dan Subramanian (2000) di Gizan Saudi Arabiah menyatakan bahwa daerah pruritus yang tersering berdasarkan dermatom tubuh yaitu di punggung 36 orang, dada dan perut 30 orang, ekstremitas bawah 25 orang, ekstremitas atas 21 orang, ketiak dan genitalia 14 orang, kepala 10 orang, hidung 9 orang, muka 7 orang, mata dan telinga masing-masing 2 orang.

Angka Kejadian Pruritus pada pasien hemodialisis yang cukup tinggi ini perlu menjadi perhatian karena Pruritus dapat menurunkan kualitas hidup pasien. Dari penelitian Mathur et al (2010) menyatakan bahwa ada hubungan yang kuat antara intensitas pruritus dengan mood, tidur, dan interaksi sosial. Jadi pada penelitian ini juga di dapatkan bahwa pruritus mengganggu tidur sebanyak 55,5% (Tabel 5.10.). Namun, dari hasil penelitian ini sebagian besar responden menyatakan bahwa pruritus tidak mengganggu interaksi sosial 58,2 % (Tabel 5.11.), pekerjaan rumah 65,5% (Tabel 5.12.), dan pekerjaan kantor/sekolah 76,4% (Tabel 5.13.).


(48)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Dari 78 pasien yang menjalani hemodialisis, yang mengalami pruritus adalah sebanyak 55 orang (70,5%).

2. Berdasarkan Visual Scale Analog sebagian besar pasien sebanyak 23 orang (41,8 %) mengalami pruritus derajat sedang, sementara 14 orang (25,5 %) mengalami pruritus berat, dan hanya 18 orang (32,7 %) mengalami pruritus ringan.

3. Dari hasil survey yang telah dilakukan pada bulan Juli 2011 di dapatkan jumlah pasien yang menjalani hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan sebanyak 175 orang.

6.2. Saran

1. Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi institusi kesehatan sehingga dapat lebih berupaya untuk meningkatkan pengetahuan mereka mengenai pruritus pada pasien hemodialisis sehingga lebih bijak dalam penatalaksanaan pruritus yang mengganggu kualitas hidup pasien.


(49)

2. Diharapkan kepada petugas kesehatan untuk memberikan pemahaman dan edukasi yang lebih kepada pasien tentang komplikasi dari hemodialisis seperti pruritus, mual, muntah, sakit kepala, xerosis kutis dan lain-lain. Sehingga pasien lebih paham akan komplikasi-komplikasi dari hemodialisis. Selain itu perlu juga dilakukan repetisi dan follow up terhadap komplikasi tersebut khususnya pruritus.

3. Bagi peneliti selanjutnya diharapakan agar lebih baik dalam menyusun parameter penilaian terhadap responden serta mengkaji variable-variabel lain yang mungkin akan mempengaruhi pruritus.

DAFTAR PUSTAKA

Akhyani, M., Ganji, M.R., Samadi, N., Khamesan, B., dan Daneshpazhooh, M., 2005

Pruritus in hemodialysis patients. BMC dematology. Available from:

Armiyati, Y., 2009. Komplikasi Intradialisis Yang Dialami Pasien CKD Saat Menjalani

Hemodialisis Di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Available from:

Accessed 21 Maret2011]

Australia and New Zealand Dialysis and Transplant Registry, 2005. Duration and frequency of hemodialysis therapy. Available from:

Barkan, R, Mirimsky, A, Katzir, Z dan Ghicavii, V., 2006. Prevention of Hypotension

and Stabilization of Blood Pressure in Hemodialysis Patients. Available from:

http://www.freshpatents.com/dt20090115ptan20090018206.php?type=descripti on

Black, J.M. ,dan Hawk, J.H., 2005. Medical Surgical Nursing : Clinical Management

for Positive Outcome. 7th Edition. Philadelphia : W.B. Saunders Company.


(50)

Department of Internal Medicine Lund Hospital, The Artificial Kidney And Gambro.

Available from:

Guyton, C. A., dan Hall, J. E., 2007. Textbook of Medical Physiology: Pembentukan

Urin oleh Ginjal 11th Ed. Jakarta: EGC, 331-333.

Djuanda S., 2008. Hubungan Kelainan Kulit dan Psike dalam Ilmu Penyakit Kulit dan

Kelamin Edisi-5. Jakarta: Balai Penerbit FKUI, 321-330

Elman, S., Hynan, L.S., Gabriel, V., dan Mayo, M.J., 2010. The 5-D itch scale: a new measure of pruritus. Dalam : British Journal of Dermatology. Available from : 2011].

Giovambattista, V., 2003 Pruritus in Hemodialysis Patients. Available from : 2011].

Holley, J.F, Berns, J.S, dan Post, T.W., 2007. Acute complications during

Hemodialysis. Available from:

Patients on Hemodialysis. Dalam : Saudi Journal of Kidney Diseases and

Transplantation Volume 11 Number 2 : 181-185. Available from :

[

Accessed 24 November 2011]

Junqueira, L. C., 2007. Histologi Dasar Teks dan Atlas : Sistem Kemih 1st Ed. Jakarta:


(51)

Kato, A., Hamada, M., Maruyama, T., Maruyama, Y., dan Hishida, A., 2000. Pruritus and Hydration State of Stratum Corneum in Hemodialysis Patients. Dalam :

American Journal of Nephrology Volume 4 : 20. Available from :

[Accessed 9 Februari 2011].

Kallenbach, J.Z., Gutch, C.F., Martha, S.H., dan Corca, A.L, 2005. Review of

Hemodialysis for nurses and dialysis personel 7th edition. St. Louis: Elsevier

Mosby.

Kentaro O, Ikuo A, dan Haruki A, et al., 2001. R Journal Of Japanese Society For

Dialysis Therapy: Risk Factors for Uremic Pruritus in Long-Term Hemodialysis Patients. Available from

[Accessed 19 Maret 2011]

Lase, W.N, 2011. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Pasien

Gagal Ginjal Kronis Yang Menjalani Hemodialisa Di RSUP Haji Adam Malik Medan. Available from : http://repository.usu.ac.id/handle/123456789/27561

Mansjoer, A., 2003. Kapita Selekta Kedokteran Edisi.3 Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 531-533

[Accessed 17 November 2011]

Martinez- Maldonado, M 1983. Handbook of Renal Therapeutics. USA : Plenum Medical Book Company, 470 - 477.

Mathur, et al., 2010. A longitudinal Study Of Uremic Pruritus in Hemodialysis

Patients. Available from:

[Accessed 21 Agustus


(52)

Mesić, E., Tabaković, M., Habul, V., et al., 2004. Clinical Characteristics Of Pruritus

In Hemodialysis Patients. Available from:

[Accessed 21 Februari 2011] Narita,I., Iguchi, S., Omori, K., dan Gejyo, F., 2008. Uremic Pruritus in Chronic

Hemodialysis Patients. Dalam : JNEPHROL 21: 161-165 Available from:

Nasution, A.T., 2008.

Hemodialisis Regular. Available from :

[Accessed 15

September 2011]

National Institute of Diabetes and Digestive and Kidney Diseases. Treatment Methods

for Kidney Failure: Hemodialysis. Available from:

[Accessed 1

Maret 2011]

Notoadmojo, 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 127 Patel, Tejesh, Freedman, Barry, dan Yosipovitch, Tejesh S., Freedman, Barry, I., dan

Yosipovitch, G., 2007. An Update on Pruritus Associated With CKD. Dalam :

Am J Kidney. Available from:

[Accessed 15 March 2011]

Prasetya, I.B., 2009. Hubungan Kadar Fosfat Serum dengan Derajat Pruritus pada


(53)

Mangunkusumo. Available from [ Accessed 14 March 2011]

Price, S. A., dan Wilson, L.M.C., 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit Ed.6, Vol. 2. Jakarta: EGC, 874-975.

Raharjo., Susalit dan Suharjono., 2006. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi.4. Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 579-580.

Razeghi, E., Tavakolizadeh, S., dan Ahmadi, F., 2008. Inflammation and Pruritus in

Hemodialysis Patients. Available from :

http://www.sjkdt.org/article.asp?issn=1319442;year=2008;volume=19;issue=1; spage=62;epage=66;aulast=Razeghi [ Accessed 14 March 2011].

Sastroasmoro, S., dan Ismael, S., 2008. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Klinis Ed.

3. Jakarta: Sagung Seto, 88

Sherwood, L., 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem: Sistem kemih. 2nd ed.

Jakarta: EGC, 461-502

Singh dan Brenner A. K., dan Brenner, B.M., 2005. Dialysis in The Treatment of Renal

Failure in Harrison’s Principles of Internal Medicine 16th Ed. USA:

McGraw-Hill, 1663-1666

Skorecki, K., Green, J., dan Brenner, B.M., 2005. Chronic renal failure in Harrison’s

principles of internal medicine 17th ed. USA: McGraw-Hill, 1653 -1663

Suwitra, K., 2006. Penyakit Ginjal Kronik. Dalam: Sudoyo Ilmu Penyakit Dalam Jilid I


(54)

Lampiran 1

DATA RIWAYAT HIDUP

Nama : Danti Nelfa Riza

Tempat/Tanggal Lahir : Padang, 15 Agustus 1990

Agama : Islam

Alamat : Jl. Tridharma no. 40 Medan

Riwayat Pendidikan : 1. Tahun 1998 lulus Taman Kanak-Kanak Aisyiah Lintau 2. Tahun 2003 lulus Sekolah Dasar Negeri 06 Batu Bulat 3. Tahun 2005 lulus Sekolah Menengah Pertama Negeri 1 Lintau


(55)

4. Tahun 2008 lulus Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Batusangkar

Riwayat Pelatihan : 1. Basic Training (Latihan Kader 1) HMI Cabang Medan 2009 2. LKMM (Latihan Kepemimpinan dan Manajemen

Mahasiswa) Lokal FK USU 2010 3. LKMM Wilayah 1 di Lampung 2010

Riwayat Organisasi : 1. Pengurus Panitia Hari Besar Islam Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Periode 2009-2010

2. Personalia Standing Committee on Research Exchange Badan Eksekutif Mahasiswa Pemerintahan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara 2009-2010

3. Kabid PTKP Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Periode 2010-2011

4. Bendahara Umum Himpunan Mahasiswa Islam

Komisariat Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Periode 2010-2011


(56)

Lampiran 2

PENELITIAN PREVALENSI DAN DERAJAT TERJADINYA PRURITUS PADA PASIEN HEMODIALISIS DI RSUP. H. ADAM MALIK

MEDAN

INFORMED CONSENT

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Selamat siang kepada Bapak/Ibu sekalian. Peneliti :Danti Nelfa Riza NIM : 080100241

Fak/Jurusan : Kedokteran / Pendidikan Dokter

Saya selaku mahasiswa dan peneliti dari Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara akan melakukan penelitian yang berjudul “Prevalensi dan Derajat Terjadinya Pruritus Pada Pasien Hemodialisis di RSUP. H. Adam Malik Medan”


(57)

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui mengetahui prevalensi terjadinya pruritus dan derajat keparahannya pada pasien hemodialisis. Sehingga penelitian ini berguna untuk meningkatkan pengetahuan Bapak/ibu mengenai komplikasi hemodialisi dan juga berguna bag klinisi kesehatan untuk lebih lebih mengoptimalkan penatalaksanaan pruritus pada pasien hemodialisis.

Sebelum dilakukan wawancara, terlebih dahulu akan dipilih paien yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi, setelah itu pasien akan di tanya mengenai beberapa pertanyaan yang sudah ada pada kuesioner. Penelitian ini tidak dikenakan biaya dan pada akhir wawancara pasien akan diberi tanda terima kasih berupa cendra mata.

Oleh karena itu, peneliti meminta kesediaan Bapak/Ibu untuk menjadi sampel penelitian dan disertakan dalam data penelitian. Adapun data individu dalam penelitian ini tidak akan dipublikasikan.

Saya yang bertanda tangan di bawah ini : Nama : Umur / Jenis Kelamin :

Pekerjaan :

Dengan ini menyatakan SETUJU/MENOLAK* untuk menjadi sampel penelitian “Prevalensi dan Derajat Terjadinya Pruritus Pada Pasien Hemodialisis di RSUP. H. Adam Malik Medan” dan disertakan ke dalam data penelitian

Medan, 2011

Penulis Yang membuat pernyataan

(Danti Nelfa Riza) (………)


(58)

Lampiran 3

kuesioner

1.

Sudah berapa lama anda menjalani Hemodialisis/ cuci darah ? ...

2.

Berapa kali anda menjalani Hemodialisis/cuci darah dalam satu

bulan ?

a.

1 kali

b. 2 kali

c. 3 kali

3.

Apakah anda menjalani hemodialisis secara teratur ?

a.

Ya

b. Tidak

4.

Durasi: selama menjalani hemodialisis apakah anda merasakan

gatal?

a.

Ya

b. Tidak


(59)

5.

Selama menjalani Hemodialisis, berapa jam dalam sehari kamu

mengalami gatal-gatal ?

a.

Kurang dari 6jam

b. 6-12 jam c. 12-18 jam

d. 18-24

jam

e. sepanjang hari

6.

Apakah gatal-gatal anda makin membaik atau memburuk

dibandingkan sebelumnya?

a.

Tidak ada lagi

b. sangat berkurang

c. sedikit

berkurang

d. tidak berkurang

e. makin bertambah

7.

Apakah gatal-gatal mengganggu tidur anda ?

a. Tidak

b.kadang-kadang menunda tidur c. sering menunda

tidur d. menunda tidur dan kadang terbangun pada malam hari e.

menunda tidur dan sering terbangun pada malam hari

8.

Apakah gatal-gatal mengganggu interaksi anda dengan orang lain ?

a.

Tidak b. jarang

c. kadang-kadang d. sering

e. selalu

9.

Apakah gatal-gatal mengganggu pekerjaan rumah anda ?

a.

Tidak

b. jarang

c. kadang-kadang d. sering

e.

selalu

10.

Apakah gatal-gatal mengganggu pekerjaan anda di tempat

kerja/sekolah ?

a.

Tidak

b. jarang

c. kadang-kadang d. sering

e.

selalu

11.

Tandai kotak dibawah ini dimana gatal-gatal sering terdapat.

Kepala/kulit kepala

Muka

Dada

tungkai


(60)

Jari kaki

Telapak kaki

Telapak tangan

Punggung

Bokong

Jari tangan

Lengan atas

Bagian yang kontak

dengan kulit (seperti ikat

pinggang/pakaian dalam)

Lipat paha


(61)

berdasarkan interval dibawah ini manakah derajat gatal-gatal yang anda

rasakan ?


(62)

Lampiran 4

SURAT PERNYATAAN VALIDITAS

Yang bertanda tangan di bawah ini, Spesialis Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin, telah memeriksa kuesioner penelitian:

Nama : Danti Nelfa Riza

NIM : 080100241

Judul Penelitian : Prevalensi dan Derajat Terjadinya Pruritus Pada Pasien Hemodialisis di RSUP H. Adam Malik Medan Berdasarkan spesialisasi disiplin ilmu kedokteran terkait dengan ruang lingkup penelitian, kuesioner yang diajukan telah diperiksa dan dinyatakan valid secara validitas isi (Content Validity).

Oleh karena itu, kuesioner tersebut dapat digunakan sebagai alat ukur pada penelitian dengan judul tersebut di atas.

Demikianlah surat pernyataan ini dibuat agar dapat digunakan untuk kepentingan penelitian.

Medan, 5 Mei 2011 Dokter Ahli


(63)

Lampiran 8

DATA INDUK RESPONDEN KESELURUHAN

Nama Umur

Kategori

Umur Jenis Kelamin p1 p2 p3 p4 Sabri 47 41-50 laki-laki 13-28 bulan 2 kali ya ya fitri 41 41-50 perempuan 7-12 bulan 2 kali ya ya masta 58 51-60 perempuan 0-6 bulan 2 kali ya ya riki 41 41-50 laki-laki 7-12 bulan 2 kali ya tidak natispin 38 31-40 perempuan 7-12 bulan 2 kali ya ya heni julianta 29 21-30 perempuan 37-42 bulan 2 kali ya ya mahmud 55 51-60 laki-laki 13-28 bulan 2 kali ya ya achmad rebin 45 41-50 laki-laki 25-30 bulan 2 kali ya tidak

Mulya

Pasaribu 60 51-60 laki-laki 7-12 bulan 2 kali ya ya Inar 45 41-50 laki-laki 0-6 bulan 2 kali tidak ya Herman 40 31-40 laki-laki 37-42 bulan 2 kali ya Ya Ronal 24 21-30 laki-laki 13-28 bulan 2 kali ya Ya Rumigan 56 51-60 laki-laki 7-12 bulan 2 kali ya Ya Syahril 43 41-50 laki-laki > 60 bulan 2 kali ya Ya Annisa 43 41-50 perempuan 37-42 bulan 2 kali ya Ya Ramlan Nst 39 31-40 laki-laki 0-6 bulan 2 kali ya Tidak

Evi Juniar 29 21-30 perempuan 7-12 bulan 2 kali ya Tidak Gunanta 65 61-70 perempuan 7-12 bulan 2 kali ya Ya

Tisman 69 61-70 laki-laki 19-24 bulan 2 kali ya Tidak Jumaryadi 55 51-60 laki-laki 19-24 bulan 2 kali ya Ya

Yohannes 56 51-60 laki-laki 45-54 bulan 2 kali ya Ya Julianto 43 41-50 laki-laki 45-54 bulan 2 kali ya Ya Buleri 51 51-60 laki-laki 13-28 bulan 1 kali ya Ya Muhammad

helmi 53 51-60 laki-laki 7-12 bulan 2 kali ya Tidak agus winta 45 41-50 laki-laki 13-28 bulan 3 kali ya Ya

Ponimin 39 31-40 perempuan 25-30 bulan 2 kali ya Ya Amrunsani 35 31-40 laki-laki 19-24 bulan 2 kali ya Ya Herman 40 31-40 laki-laki 7-12 bulan 2 kali ya Ya Harianto

Effend 59 51-60 laki-laki 19-24 bulan 2 kali ya Ya Rasmin 61 61-70 laki-laki 13-28 bulan 2 kali ya Ya Sulaiman 51 51-60 laki-laki 13-28 bulan 2 kali ya Ya Ponirin 37 31-40 laki-laki 45-54 bulan 2 kali ya Ya Saumi 51 51-60 perempuan 45-54 bulan 2 kali ya Tidak Aini Wiharja 58 51-60 laki-laki 31-36 bulan 1 kali ya Tidak David 40 31-40 laki-laki > 60 bulan 2 kali ya Ya


(1)

hemodialisis dalam satu minggu

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1 kali 2 2.6 2.6 2.6

2 kali 75 96.2 96.2 98.7

3 kali 1 1.3 1.3 100.0

Total 78 100.0 100.0

keteraturan hemodialisis

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 76 97.4 97.4 97.4

tidak 2 2.6 2.6 100.0

Total 78 100.0 100.0

gatal selama HD

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 55 70.5 70.5 70.5

tidak 23 29.5 29.5 100.0

Total 78 100.0 100.0

B.

Sampel Yang Mengalami Pruritus Selama Hemodialisis

lama gatal

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid < 6 jam 43 78.2 78.2 78.2

6-12 jam 2 3.6 3.6 81.8

12-18 jam 2 3.6 3.6 85.5

sepanjang hari 8 14.5 14.5 100.0

Total 55 100.0 100.0


(2)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid tidak ada 2 3.6 3.6 3.6

ringan 32 58.2 58.2 61.8

sedang 9 16.4 16.4 78.2

berat 6 10.9 10.9 89.1

tidak tertahankan lagi 6 10.9 10.9 100.0

Total 55 100.0 100.0

perubahan kualitas gatal

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulativ e Percent

Valid tidak ada lagi 13 23.6 23.6 23.6

sangat berkurang 7 12.7 12.7 36.4

sedikit berkurang 10 18.2 18.2 54.5

tidak berubah 15 27.3 27.3 81.8

makin berubah 10 18.2 18.2 100.0

Total 55 100.0 100.0

apakah gatal mengganggu tidur

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 25 45.5 45.5 45.5

kadang-kadang menunda tidur

12 21.8 21.8 67.3

sering menunda tidur 2 3.6 3.6 70.9

menunda tidur dan kadang terbangun di malam hari

7 12.7 12.7 83.6

menunda tidur dan sering terbangun pada malam hari

9 16.4 16.4 100.0

Total 55 100.0 100.0


(3)

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 32 58.2 58.2 58.2

Jarang 6 10.9 10.9 69.1

kadang-kadang 8 14.5 14.5 83.6

Sering 7 12.7 12.7 96.4

Selalu 2 3.6 3.6 100.0

Total 55 100.0 100.0

apakah gatal mengganggu pekerjaan rumah anda

Frequency Percent

Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 36 65.5 65.5 65.5

Jarang 7 12.7 12.7 78.2

kadang-kadang 9 16.4 16.4 94.5

Sering 1 1.8 1.8 96.4

Selalu 2 3.6 3.6 100.0

Total 55 100.0 100.0

apakah gatal mengganggu pekerjaan di tempat kerja

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 42 76.4 76.4 76.4

Jarang 4 7.3 7.3 83.6

kadang-kadang 6 10.9 10.9 94.5

Sering 1 1.8 1.8 96.4

Selalu 2 3.6 3.6 100.0

Total 55 100.0 100.0

Gatal di kepala/kulit kepala

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 15 27.3 27.3 27.3

tidak 40 72.7 72.7 100.0


(4)

Gatall di Muka

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 8 14.5 14.5 14.5

tidak 47 85.5 85.5 100.0

Total 55 100.0 100.0

Gatal di dada

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 12 21.8 21.8 21.8

tidak 43 78.2 78.2 100.0

Total 55 100.0 100.0

Gatal di punggung

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 40 72.7 72.7 72.7

tidak 15 27.3 27.3 100.0

Total 55 100.0 100.0

Gatal di kaki

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 14 25.5 25.5 25.5

tidak 41 74.5 74.5 100.0

Total 55 100.0 100.0

Gatal di bokong

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 12 21.8 21.8 21.8

tidak 43 78.2 78.2 100.0

Total 55 100.0 100.0

Gatal di lipat paha

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 14 25.5 25.5 25.5

tidak 41 74.5 74.5 100.0


(5)

Gatal di Bagian yang kontak kulit

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 16 29.1 29.1 29.1

tidak 39 70.9 70.9 100.0

Total 55 100.0 100.0

Gatal di lengan atas

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 21 38.2 38.2 38.2

tidak 34 61.8 61.8 100.0

Total 55 100.0 100.0

Gatal di telapak kaki

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 14 25.5 25.5 25.5

tidak 41 74.5 74.5 100.0

Total 55 100.0 100.0

Gatal di jari tangan

\

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 14 25.5 25.5 25.5

tidak 41 74.5 74.5 100.0

Total 55 100.0 100.0

Gatal di telapak tangan

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 7 12.7 12.7 12.7

tidak 48 87.3 87.3 100.0

Total 55 100.0 100.0

Gatal di tungkai

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 14 25.5 25.5 25.5


(6)

Gatal di tungkai

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 14 25.5 25.5 25.5

tidak 41 74.5 74.5 100.0

Total 55 100.0 100.0

Gatal di paha

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid ya 25 45.5 45.5 45.5

tidak 30 54.5 54.5 100.0

Total 55 100.0 100.0

derajat gatal

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 1-3 18 32.7 32.7 32.7

4-6 23 41.8 41.8 74.5

7-10 14 25.5 25.5 100.0