Pruritus .1. Definisi dan Fisiologi

Darah mulai mengalir dibantu oleh pompa darah. Cairan normal salin diletakkan sebelum pompa darah untuk mengantisipasi adanya hipotensi intradialisis. Infus heparin diletakkan baik sebelum atau setelah pompa darah tergantung peralatan yang digunakan Hudak dan Gallo, 1999 dalam Armiyati, 2009. Darah mengalir dari tubuh melalui akses arterial menuju kedialiser sehingga terjadi pertukaran darah dan zat sisa. Saat hemodialisis, darah sebenarnya tidak mengalir melalui mesin hemodialisis, melainkan melalui selang darah dan dialiser. Proses selanjutnya darah akan meninggalkan dialiser. Darah yang meninggalkan dialiser melewati detektor udara yang akan menghentikan pompa jika ada udara. Darah yang telah disaring kemudian dialirkan kembali ke dalam tubuh melalui akses venosa atau selang postdialiser Hudak dan Gallo, 1999 dalam Armiyati, 2009. Darah yang sudah dibersihkan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh melalui vena. Dialisis diakhiri dengan menghentikan darah dari pasien, membuka selang normal salin dan membilas selang untuk mengembalikan darah pasien. Pada akhir terapi dialisis, sisa akhir metabolisme telah dikeluarkan, keseimbangan elektrolit sudah dipulihkan dan buffer system juga telah ,diperbaharui Smeltzer et al, 2008 dalam Armiyati,2009. Berbagai komplikasi intradialisis dapat dialami oleh pasien saat menjalani hemodialisis. Komplikasi intradialisis merupakan kondisi abnormal yang terjadi pada saat pasien menjalani hemodialisis. Komplikasi yang umum terjadi saat pasien menjalani hemodialisis adalah hipotensi, kram, mual dan muntah, sakit kepala, nyeri dada, nyeri punggung, gatal, demam dan menggigil Holley et al, 2007; Barkan et al, 2006. 2.4 Pruritus 2.4.1. Definisi dan Fisiologi Pruritus adalah istilah medis untuk gatal. Gatal sendiri merupakan suatu hasil stimulasi gradasi ringan pada serat saraf. Bila gradasi meningkat, maka Universitas Sumatera Utara sensasi yang akan timbul adalah nyeri Djuanda S, 2008. Secara sifat, gatal bisa dibagi menjadi dua, yaitu gatal yang terlokalisasi dan singkat, dan gatal yang tersebar dan sulit terlokalisasi yang akan menyebabkan daerah sekitarnya ikut gatal. Tipe yang pertama disebut gatal spontan, sementara tipe yang kedua disebut gatal kulit. Ada dua jenis teori tentang pruritus. Teori yang pertama menyatakan bahwa pruritus berbeda dari nyeri, sementara teori kedua menyatakan bahwa nyeri adalah rangsang pruritus yang lebih kuat dan berada di bagian kulit yang lebih dalam. Telah terbukti pula bahwa baik rangsang pruritus maupun nyeri sama-sama menggunakan jalur serabut saraf c. Zat-zat kimia yang dapat menimbulkan pruritus mencakup histamin, endopeptida, turunan kina, maupun opioid. Dari semua zat itu, zat stimulan pruritus yang paling umum adalah histamin yang disekresikan oleh sel mast Sherwood, 2001; Patrick dalam Prasetya, 2009. Tujuan fisiologis dari pruritus sendiri sebenarnya masih belum diketahui dengan pasti, namun beberapa spekulasi mencakup menyingkirkan kotoran yang menempel di kulit atau memberi sinyal adanya reaksi inflamasi. Terlepas dari tujuannya, pruritus sendiri bisa didefinisikan sebagai suatu rasa sakit yang terlalu lemah sehingga tidak menimbulkan inhibisi lateral. Gerakan menggarukakan memperkuat rangsang nyeri ini sehingga rasa pruritus yang awalnya terasa menyebar akan terlokalisasi menjadi tajam karena inhibisi lateral. Sensasi yang baru ini akan diterjemahkan sebagai nyeri yang menyebabkan eliminasi sensasi pruritus Sherwood, 2001. Di medula spinalis sendiri tidak ditemukan adanya suatu jaras khusus untuk pruritus. Rangsang pruritus yang sampai ke otak umumnya lebih ditentukan oleh kombinasi urutan dan frekuensi rangsang saraf tertentu yang tidak khusus untuk pruritus. Rangsang ini lalu akan diteruskan ke daerah korteks persepsi dan premotor. Korteks akan langsung mengaktifkan refleks ingin menggaruk daerah yang gatal. Refleks menggaruk ini sebenarnya bisa Universitas Sumatera Utara juga hanya berupa refleks spinalis saja. Selain itu, rasa ingin menggaruk juga bisa disebabkan adanya rangsang korteks tanpa rangsang pruritus sesungguhnya. Keadaan ini menyebabkan puritus psikologis Widiana, Lydia, Prodjosudjadi, 2003 dalam Prasetya, 2009 . Beberapa keadaan patologis yang bisa menyebabkan pruritus mencakup Penyakit Ginjal Kronik, cholestasis, defisiensi besi, penyakit endokrin, keganasan, polisitemia, dermatitis, dan penuaan Sherwood, 2001; Patrick, 1999 dalam Prasetya, 2009.

2.5 Pruritus yang terjadi akibat Hemodialisis