Agama dan Lembaga Keagamaan

BAB II TINJAUAN TEORITIS

A. Agama dan Lembaga Keagamaan

Pada bagian ini akan diuraikan tentang pengertian agama dan keberagamaan, pengertian lembaga keagamaan, fungsi-fungsi agama dan lembaga keagamaan, dimensi-dimensi keberagamaan, definisi peranan, pengertian muallaf, konversi agama, dan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi agama. 1. Pengertian agama dan keberagamaan Secara etimologis kata “agama” berasal dari bahasa sansakerta agama yang berarti tidak kacau. Untuk menyatakan konsep ini agama berasal dari dua kata, yaitu “a” yang berarti tidak dan ‘gama” yang berarti kacau. Dari pengertian ini, dapat dikatakan bahwa agama adalah suatu peraturan yang mengatur kehidupan manusia agar tidak kacau. Dalam istilah yang sama juga ditemukan kata religi yang berasal dari bahasa latin yaitu religio dan berakar pada kata kerja religare yang berarti “mengikat kembali”. Maksudnya dengan berreligi, seseorang mengikat dirinya kepada Tuhan. 10 Secara umum, agama dapat didefinisikan sebagai seperangkat aturan dan peraturan yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhannya, mengatur hubungan manusia dengan lingkungannya. Aturan-aturan tersebut penuh dengan muatan sistem-sistem nilai, karena pada dasarnya aturan-aturan tersebut bersumber pada etos dan pandangan hidup. Karena itu juga, aturan-aturan dan peraturan-peraturan yang ada dalam agama lebih menekankan pada hal-hal yang 10 Dadang Kahmad, Sosiologi Agama, Bandung: PT. Remaja Rosda Karya, 2000, h. 13. normatif atau yang seharusnya dan sebaiknya dilakukan dan bukannya berisikan petunjuk-petunjuk yang bersifat praktis dan teknis dalam hal manusia menghadapi lingkungannya dan sesamanya. 11 Dalam perspektif sosiologis, agama tidak dipandang sebagai sebuah keyakinan yang diturunkan Tuhan kepada umatnya tapi agama dipandang sebagai sistem kepercayaan yang diwujudkan dalam perilaku sosial tertentu. 12 Agama dalam pengertian sosiologi merupakan gejala sosial yang general dan dimiliki oleh seluruh masyarakat yang ada di dunia. Ia merupakan salah satu aspek dalam kehidupan sosial dan bagian dari sistem sosial suatu masyarakat. Agama juga bisa dilihat sebagai unsur kebudayaan suatu masyarakat disamping unsur-unsur yang lain seperti kesenian, bahasa, sistem mata pencaharian, suku peralatan, dan sistem organisasi sosial. 13 Menurut Emile Durkheim bahwa agama merupakan sumber semua kebudayaan yang sangat tinggi. Sedangkan menurut Marx bahwa agama merupakan candu bagi manusia. Maksudnya manusia dibius dalam suasana ketertindasan, menjanjikan pahala di kehidupan akhirat atau memberikan jalan ritual mencapai kegembiraan luar biasa sebagai kompensasi atau status yang rendah atas penindasan yang dialami. 14 Menurut J. Milton Yinger bahwa agama merupakan sistem kepercayaan dan praktek dimana suatu masyarakat atau kelompok manusia berjaga-jaga menghadapi masalah terakhir dalam hidup. Dunlop juga menambahkan bahwa agama sebagai sarana terakhir yang sanggup menolong manusia bilamana instansi 11 Parsudi Suparlan, Kebudayaan dan Pembangnunan, Jakarta: 1996, h. 2. 12 Thomas F.O’Dea, Sosiologi Agama, Suatu Pengantar Awal, Jakarta: CV. Rajawali Press, 1985, h. 1. 13 Dadang kahmad, Sosiologi Agama, h. 14. 14 Thomas F.O’Dea, Sosiologi Agama, Suatu Pengantar Awal, h. 3. lainnya gagal tak berdaya. Maka ia merumuskan bahwa agama sebagai suatu instansi atau bentuk kebudayaan yang menjalankan fungsi pengabdian kepada umat manusia jika suatu institusi atau lembaga lain tidak bisa menanganinya. 15 Seorang tokoh sosiologi agama Thomas F.O’Dea dalam teori fungsionalisnya mengatakan bahwa agama merupakan pendayagunaan sarana- sarana supra empiris untuk maksud-maksud non empiris atau supra empiris. 16 Selain itu juga, agama merupakan tanggapan manusia terhadap titik kritis dimana dia bersentuhan dengan kekuatan tertinggi dan sakral. Elizabeth K. Nottingham mengatakan bahwa agama bukan sesuatu yang dapat dipahami melalui definisi, melainkan melalui deskripsi penggambaran. 17 Tidak ada definisi tentang agama yang benar-benar memuaskan. Karena satu hal, agama dalam keanikaragamannya yang hampir tidak dapat dibayangkan itu memerlukan deskripsi penggambaran dan bukan definisi batasan. Agama adalah gejala yang begitu sering terdapat di mana-mana sehingga sedikit membantu usaha-usaha kita untuk membuat abstraksi ilmiah. Agama berkaitan dengan usaha-usaha manusia untuk mengukur dalamnya makna dari keberadaannya sendiri dan keberadaan alam semesta. Menurut Dister bahwa agama merupakan hubungan yang dihayati manusia dengan yang transinden yang melebihi dan mengatasi alam ciptaan ini Tuhan. Hubungan tersebut bersifat lahir dan batin. Yang bersifat lahir, agama menyangkut kelakuan, perilaku, atau tindak tanduk tertentu yang mengungkapkan 15 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, Yogyakarta: PT. Kanisius, 1983, h. 35. 16 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 34. 17 Jalaluddin Rahmat, Psikologi Agama: Sebuah Pengantar, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1991, h. 225. segi batin dalam praktek kehidupan. Sedangkan yang bersifat batin, agama menyangkut perasaan, keinginan, harapan, dan keyakinan yang dimiliki manusia terhadap kekuasaan yang transinden. 18 Agama merupakan sistem keyakinan, pemujaan yang bertujuan mengekang berbagai dorongan hasrat problematis manusia; memberikan petunjuk dan peraturan moral bagi pemeluknya tentang bagaimana menjalani kehidupan yang dipertahankan dan diperkuat lewat interaksi kelompok; juga memberikan koherensi serta kontinuitas akan pengalaman-pengalaman manusia ke dalam suatu kebutuhan. Selain itu juga, agama merupakan suatu hal yang dijadikan sandaran penganutnya ketika terjadi hal-hal yang berada di luar jangkauan dan kemampuannya karena sifatnya supra natural sehingga diharapkan dapat mengatasi masalah-masalah yang empirik. Dalam disiplin perbandingan agama, suatu aliran kepercayaan bisa disebut sebagai agama apabila di dalamnya terdapat lima aspek, kelima aspek tersebut antara lain; adanya ajaran-ajaran kepercayaan aqidah, adanya sistem pemujaan atau penyembahan ibadah atau ritual, adanya aturan-aturan dalam melaksanakan hubungan dengan Tuhan dan sesama manusia syari’at, adanya Nabi yang membawa risalah, adanya kitab suci yang dijadikan sumber hukum penghambaan manusia kepada tuhannya. Maka suatu paham atau ajaran yang mengandung kelima aspek tersebut dapat disebut agama. 19 Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa agama merupakan sarana kebudayaan bagi manusia dan dengan sarana itu dia mampu menyesuaikan diri 18 Nico Syukur Dister, Psikologi Agama Yogyakarta: Kanisius, 1989, h. 9. 19 Thomas F.O’Dea, Sosiologi Agama, Suatu Pengantar Awal, h. 30. dengan pengalaman-pengalamannya dalam keseluruhan lingkungan hidupnya; termasuk dirinnya sendiri, anggota-anggota kelompoknya, alam, dan lingkungan lain yang dia rasakan sebagai sesuatu yang tidak terjangkau. Agama merupakan institusi yang mengayomi dan mengatur kehidupan manusia yang lebih menunjukkan kepada Tuhan dalam aspek yang resmi serta jelas peraturan- peraturan dan hukumnya. Agama dan keberagamaan adalah dua istilah yang dapat dipahami secara terpisah, meskipun keduanya mempunyai makna yang sangat erat. Agama adalah sebuah konsep yang terpisah dari penganutnya, dan setelah mendapat awalan ber kata agama menjadi keberagamaan yang mempunyai arti menganut memeluk agama dan beribadah, taat pada agama serta baik hidupnya menurut agama. 20 Keberagamaan berarti pengalaman atau fenomena yang menyangkut hubungan antara agama dengan penganutnya untuk bertingkah laku yang sesuai dengan agamanya. 21 Agama memiliki fungsi pengawasan sosial terhadap tingkah laku masyarakat dan merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma yang baik yang berlaku untuk masyarakat. Menurut Abd. Aziz al-Bone dalam paloutziah bahwa keberagamaan adalah ketergantungan terhadap Tuhan dan kehidupan abstrak dan kometmen kepribadian seseorang, cara berpikir, berbuat, berprilaku moral serta tindakan lainya. 22 20 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Balai Pustaka, 1998, h. 9. 21 Jamaluddin Ancok, Psikologi Islami, h. 76. 22 Abd. Aziz al-Bone, sinopsis disertasi: hubungan antara komunikasi interpersonal dalam keluarga, pengendalian diri, dan hasil pelajar pendidikan agama Islam, dengan religiusitas SMU Negeri Jakarta Timur, h. 4. Muhammad Djamaluddin mendefinisikan bahwa keberagamaan adalah “manifestasi” seberapa jauh individu penganut agama meyakini, memahami, menghayati dan mengamalkan agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari- hari dalam semua aspek kehidupan. 23 Hamka memberikan pandangan bahwa keberagamaan bukanlah uzlah atau kecenderungan untuk menarik diri, melainkan dia memberikan dorongan kepada setiap orang untuk berani hidup tapi tidak takut mati keberanian untuk hidup itu hanya akan timbul jika orang bisa menangkap makna hidup. 24 Berkaitan dengan keberagamaan islam, kualitas keberagamaan seseorang ditentukan oleh seberapa jauh individu memahami dan mengamalkan ajaran- ajaran serta perintah Allah secara menyeluruh dan optimal. Untuk mencapai hal tersebut maka diperlukan iman dan ilmu yang berkaitan dengan amal perbuatan sehingga fungsi sebagai rahmat bagi seluruh umat manusia dan seluruh alam dapat dirasakan. Keberagamaan Islam meliputi jasmani dan rohani, pikiran dan dzikir, aqidah dan ritual, peribadatan, penghayatan dan pengamalan, akhlak, individu dan sosial masyarakat serta masalah duniawi dan akhirat. 25 Dalam dimensi aqidah seseorang harus meyakini dan mengimani aspek dengan kokoh dan kuat, sehingga keyakinannya tersebut tidak dapat digoyahkan. Keyakinan seperti itu akan diperoleh oleh seseorang dengan argumentasi dalil aqli yang dapat dipertahankan. Keyakinan tersebut pada intinya berkisar pada 23 Muhammad Djamaluddin, Religiusitas dan Stress Kerja Pada Polisi Yogyakarta: UGK Press, 1995, h. 44. 24 M. Dawam Rahardjo, Intelektual, Intelegensia, dan Prilaku Politik Bangsa: Risalah Cendikiawan Muslim I Bandung: Mizan, 1996, h. 375. 25 Susi Damayanti, skripsi: “Hubungan Antara Religiusitas Dengan Prilaku Prososial Pada Santri Kelas II Aliyah Pondok Pesantren as-Shiddiqiyah Jakarta Barat Jakarta: UIN, 2001, h. 30. keimanan kepada Allah dan hari akhir. Selanjutnya dalam dimensi syariat adalah konsekuensi logis dan praktis dari keyakinan mengamalkan syariat representasi dari keyakinan sehingga sulit dipercaya jika seorang mengaku beriman kepada Allah dan hari akhir tetapi tidak mengindahkan syariatnya, karena syariat merupakan kewajiban dan larangan yang datang darinya. Maksudnya adalah keyakinan harus disertai dengan pengamalan kepada Allah. 26 Menurut penulis bahwa keberagamaan adalah bagaimana seseorang itu berprilaku dalam beragama, ia memahami dan mengamalkan ajaran agamanya sesuai dengan perintah Allah dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, keberagamaan seseorang akan meliputi berbagai macam isi atau dimensi. Seperti yang diungkapkan Glock dan Stark, agama adalah sistem simbol, keyakinan, dan sistem perilaku yang terlembagakan. Dengan demikian agama adalah sebuah sistem yang berdimensi banyak. Glock dan Stark menyatakan bahwa ada lima dimensi keberagamaan, yaitu: keyakinan ideological, peribadatan dan praktek agama ritualistic, pengalaman experiental, pengetahuan agama intellectual, konsekuensi-konsekuensi consequential. 27 Fuad Nashori terinspirasi untuk membagi religiusitas agama islam menjadi lima dimensi, yaitu: dimensi akidah, dimensi ibadah, dimensi amal shalih, dimensi ihsan, dimensi ilmu. Pertama, dimensi akidah Ideologikeyakinan dimensi ini menyangkut keyakinan dan hubungan manusia dengan Tuhan, Malaikat, Kita-kitab yang diturunkan Allah, para Nabi, hari pembalasan, serta qadha dan qadar, kebenaran 26 httpwww.al-Shina.comhtmlidservicemaqolatagama. 27 Rolland Robertson, Agama Dalam Analisa dan Intrpretsi Sosiologi jakarta: PT. Rajawali Press, 1993, h. 295. agama, dan masalah-masalah gaib yang diajarkan agama. Inti dari dimensi ini adalah tauhid atas mengesakan Allah. Kedua, dimensi Ibadah Ritual, dimensi ini diketahui dari sejauh mana tingkat kepatuhan seseorang dalam mengerjakan kegiatan-kegiatan ibadah sebagaimana yang diperintahkan oleh agamanya. Dimensi ini berkaitan dengan frekuensi, dan intensitas pelaksanaan ibadah seseorang. Ketiga, dimensi amal pengamalan, Dimensi ini berkaitan dengan kegiatan pemeluk agama untuk merealisasikan ajaran-ajaran agama yang dianutnya dalam kehidupan sehari-hari yang berlandaskan pada etika dan spiritualitas agama. Dimensi ini menyangkut hubungan manusia dengan lingkungan hidupnya. Keempat, Dimensi ihsan penghayatan dimensi ini berkaitan dengan seberapa jauh seseorang dekat dan dilihat oleh Allah dalalm kehidupan sehari- hari. Dimensi ihsan mencakup pengalaman dan perasaan tentang kehadiran Allah, keyakinan menerima balasan, perasaan dekat dengan Allah, dan dorongan untuk melaksanakan perintah agama. Kelima, dimensi ilmu pengetahuan, dimensi ini berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman seseorang terhadap ajaran-ajaran agamanya. Orang- orang yang beragama paling tidak harus mengetahui hal-hal pokok mengenai dasar-dasar keyakinan, ritus-ritus, kitab suci, dan tradisi-tradisi. Al-qur’an merupakan pedoman hidup sekaligus sumber ilmu pengetahuan bagi umat Islam 28 28 Fuad Nashori dan Bactiar Diana Mucharam, Membangun Kreatifitas Dalam Perspektif Psikologo Islam, h. 71. 2. Pengertian lembaga keagamaan Secara sosiologis lembaga keagamaan adalah suatu bentuk organisasi yang tersusun relatif tetap atas pola-pola kelakuan, peranan-peranan dan relasi-relasi yang terarah dan mengikat individu, mempunyai otoritas formal dan sanksi hukum guna untuk mencapai kebutuhan dasar yang berkenaan dengan dunia supra-empiris. 29 Istilah lembaga keagamaan adalah merupakan organisasi yang dibangun oleh manusia yang bertujuan mengembangkan kehidupan beragama yang harmonis, semarak, dan mendalam yang ditandai dengan semakin meningkatnya kualitas keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan berkembangnya akhlak mulia bagi masyarakat. Lembaga keagamaan atau organisasi keagamaan adalah salah satu unsur yang mempunyai tanggung jawab dalam menunjang keberhasilan dibidang keagamaan. Keberadaan lembaga keagamaan merupakan lembaga sosial keagamaan yang memegang peranan penting dalam pembinaan kehidupan keagamaan masyarakat. Peranan tersebut tampak dalam kegiatan penyelenggaraan pendidikan baik formal maupun non formal, serta keaktipan lembaga keagamaan dalam kegiatan amal dan pembinaan kerukunan hidup beragama. Masyarakat masih merasakan manfaatnya yang besar dari peran lembaga keagamaan dalam pembinaan kehidupan keagamaan masyarakat. 30 Lembaga keagamaan dimaksudkan adalah untuk membentuk prilaku sesuai dengan pola yang ditentukan oleh doktrin agama. Apabila lembaga 29 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 114. 30 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 116. keagamaan tersebut ingin berhasil dalam mempengaruhi masyarakat sesuai dengan arah dan tujuannya, maka lembaga tersebut harus berhasil dalam dua sektor: Pertama, lembaga tersebut harus menertibkan peran anggota sesuai dengan cita-cita yang ingin dicapai. Kedua, apabila lembaga tersebut juga ingin mempengaruhi masyarakat yang lebih luas, maka harus mengembangkan lembaga dan memperbesar pengaruhnya yang potensial dengan cara memasukkan orang- orang yang mempunyai kedudukan dan kekuasaan di luar lingkungan mereka. Oleh karena itu lembaga keagamaan dihadapkan kepada dua pilihan: melestarikan kemurnian etik dan spiritual dengan resiko lingkungan pengaruh sosialnya terbatas, atau jika lembaga tersebut ingin berpengaruh kuat dalam masyarakat tertentu, mungkin resikonya adalah mengorbankan semua atau sebagian dari cita- cita utamanya itu sendiri. 31 Oleh karena itu lembaga keagamaan sebenarnya merupakan agen perubahan sosial yang mampu memberi pengalaman dan pengetahuan bagi masyarakat akan perlunya perubahan ke arah yang lebih baik dalam kehidupan keagamaan maupun dalam kehidupan sosial. Dengan demikian lembaga keagamaan perlu didorong agar terus mengembangkan perannya sesuai dengan kebutuhan riil masyarakat. Oleh karena itu keterlibatan lembaga keagamaan sebagai agen perubahan sosial masih sangat dibutuhkan masyarakat. 32 31 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat, h. 145. 32 http:www.depag.web.idresearchlektur. 3. Fungsi agama dan lembaga keagamaan a. Fungsi agama Fungsi agama tidak dapat dilepas dari tantangan-tantangan yang dihadapi manusia dan masyarakatnya. Tantangan-tantangan tersebut dikembalikan pada tiga hal antara lain; ketidak pastian, ketidak mampuan, dan kelangkaan. Untuk mengatasi semua itu manusia lari kepada agama, karena manusia percaya dengan keyakinan yang kuat, bahwa agama memiliki kesanggupan yang definitif dalam menolong manusia. Dengan kata lain, manusia memberikan suatu fungsi tertentu kepada agama. Di bawah ini akan disebutkan fungsi-fungsi agama antara lain sebagai berikut: 1. Fungsi sebagai edukatif Manusia mempercayakan fungsi edukatif kepada agama yang mencakup tugas mengajar dan tugas bimbingan. Lain dari instansi institusi profan agama dianggap sanggup memberikan pengajaran yang otoritatif, bahwa dalam hal-hal yang “sakral” tidak dapat salah. Agama menyampaikan ajarannya dengan perantara petugas-petugasnya baik di dalam upacara perayaan keagamaan, khutbah, renungan meditasi, pendalaman rohani dan lain-lain. Untuk melaksanakan tugas itu ditunjuk sejumlah fungsionaris seperti: dukun, kyai, pendeta, imam, nabi. Mengenai yang disebut Nabi ini dipercayai bahwa penunjukannya dilakukan oleh Tuhan sendiri. Kebenaran ajaran agama yang harus diterima dan yang tak dapat keliru, didasarkan atas kepercayaan penganut- penganutnya, bahwa dapat berhubungan langsung dengan “yang ghaib” dan yang “sakral” dan mendapat ilham khusus darinya. Tugas bimbingan yang diberikan petugas-petugas agama juga dibenarkan dan diterima berdasarkan pertimbangan yang sama. Masyarakat mempercayakan anggota-anggotanya kepada instansi agama dengan keyakinan bahwa mereka sebagai manusia di bawah bimbingan agama akan berhasil mencapai kedewasaan pribadinya yang penuh melalui peroses hidup yang telah ditentukan oleh hukum pertumbuhan yang penuh ancaman dari situasi yang tidak menentu dan marabahaya yang dapat menggagalkannya mulai dari masa kelahiran dan anak-anak menuju kemasa remaja dan masa dewasanya. 33 2. Fungsi sebagai penyelamatan Dimanapun manusia berada dia selalu menginginkan dirinya selamat, baik dalam hidup sekarang maupun sesudah mati. Usaha untuk mencapai cita-cita tertinggi yang tumbuh dari naluri manusia sendiri itu tidak boleh dipandang ringan begitu saja. Jaminan untuk itu mereka temukan dalam agama. Terutama karena agama mengajarkan dan memberikan jaminan dengan cara-cara yang khas untuk mencapai kebahagiaan di dunia dan di akhirat, yang pencapaiannya mengatasi kemampuan manusia secara mutlak, karena kebahagiaan itu berada di luar batas kekuatan manusia breking point. 34 Dalam mencapai keselamatan itu agama mengajarkan para penganutnya melalui pengenalan kepada masalah sakral, berupa keimanan kepada Tuhan. Pelaksanaan pengenalan kepada unsur dzat supranatural itu bertujuan agar dapat berkomunikasi baik secara langsug maupun dengan perantara langkah menuju kearah itu secara praktisnya dilaksanakan dengan berbagai cara sesuai dengan ajaran agama itu sendiri, diantaranya; 33 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 38. 34 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 39. mempersatukan diri dengan Tuhan pantheisme, pembebasan dan pensucian diri penebusan dosa dan kelahiran kembali reinkarnasi. Untuk itu dipergunakan berbagai lembaga keagamaan. Kehadiran Tuhan dapat dihayati secara batin maupun benda-benda lambang. Kehadiran dalam bentuk penghayatan batin yaitu melalui meditasi, sedangkan kehadiran dalam menggunakan benda-benda lambang melalui: pertama, theophanea spontanea, kepercayaan bahwa Tuhan dapat dihadirkan dalam benda-benda tertentu: tempat angker, gunung, area dan lainnya. Kedua, theophanea invocativa: kepercayaan bahwa Tuhan hadir dalam lambang karena dimohon, baik melalui invocativa magis mantra, dukun maupun invocativa religius permohonan, do’a, kebaktian dan sebagainya. 35 3. Fungsi sebagai kontrol sosial Agama merasa ikut bertanggung jawab atas adanya norma-norma susila yang baik yang diberlakukan atas masyarakat manusia umumnya. Maka agama menyeleksi kaidah-kaidah susila yang ada dan mengukuhkan yang baik sebagai kaidah yang baik dan menolak kaidah yang buruk untuk ditinggalkan sebagai larangan atau tabu. Agama memberi juga sanksi-sanksi yang harus dijatuhkan kepada orang yang melanggarnya dan mengadakan pengawasan yang ketat atas pelaksanaannya. Kaidah-kaidah moral yang asli tercantum dalam hukum adat. Hukum itu merupakan cetusan hati nurani masyarakat yang hidup dalam kesadaran masyarakat dan dinilai sebagai pusaka suci yang berasal dari para leluhur yang menerimanya dari Tuhan. Sebagaimana adanya hukum adat merupakan suatu 35 Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama Jakarta: Kalam Mulia, 1993, h. 127. kompleks kebiasaan dengan kadar moral yang bervariasi dari yang berbobot moral harus turun ke yang berkadar kepantasan hingga yang berbobot sopan santun yang mengatur prilaku lahiriah. Dalam masyarakat di mana adat dan agama masih menjadi satu, maka pengawasan-pengawasan kontrol atas hukum yang tidak tertulis itu dilaksanakan oleh kepala adat yang sekaligus kapala agama. 36 4. Fungsi sebagai pemupuk rasa solidaritas Para penganut agama yang sama secara psikologis akan merasa memiliki kesamaan dalam satu-kesatuan; iman dan kepercayaan. Rasa kesatuan ini akan membina rasa solidaritas dalam kelompok maupun perorangan, bahkan kadang- kadang dapat membina rasa persaudaraan yang kokoh. Pada beberapa agama rasa persaudaraan itu bahkan dapat mengalahkan rasa kebangsaan. 37 5. Fungsi sebagai transformatif Mengenai fungsi ini, terlebih dahulu kita harus mengetahui arti dari kata “transformatif” karena fungsi ini menurut pengertiannya berbeda dengan pengertian pengawasan dan kenabian. Kata transfomatif berasal dari kata latin “transformare” artinya mengubah bentuk jadi fungsi transformatif yang dilakukan kepada agama berarti mengubah bentuk kehidupan masyarakat lama dalam bentuk kehidupan baru. Ini berarti mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru. Jadi fungsi transformatif adalah mengubah kesetiaan manusia adat kepada nilai-nilai adat yang kurang menusiawi dan membentuk kepribadian manusia yang ideal. 38 36 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 44-45. 37 Jalaluddin dan Ramayulis, Pengantar Ilmu Jiwa Agama, h. 128. 38 Hendro Puspito, Sosiologi Agama, h. 55. Selain itu juga, agama memiliki peranan penting terhadap pemeliharaan masyarkat, ialah dalam kehidupan masyarakat mereka pasti akan melaksanakan tugas-tugas sosial untuk kelangsungan hidupnya dan pemeliharaannya sampai batas-batas tertentu. Agama merupakan salah satu bagian yang memenuhi kebutuhan itu. Sebagai contoh adalah kehidupan ekonomi, bahwa roda ekonomi akan berjalan tergantung pada apakah antara manusia yang satu dengan yang lain saling menaruh kepercayaan bahwa mereka akan memenuhi kewajiban-kewajiban bersama dibidang tersebut keuangan. Hal ini memerlukan kekuatan yang memaksa dan mengikat pihak-pihak yang bersangkutan dan mau mengorbankan kepentingan pribadinya demi kepentingan tugas dan kewajiban. 39 Sebagai suatu kelengkapan yang penting bagi terlaksananya fungsi agama sebagai pemersatu adalah sumbangan fungsionalnya terhadap sosialisasi masing- masing anggota masyarakat. Setiap disaat dia tumbuh menjadi dewasa memerlukan suatu sistem nilai sebagai tuntunan umum untuk mengarahkan aktivitas manusia dalam masyarakat, dan berfungsi sebagai tujuan akhir pengembangan kepribadiannya. 40 b. Fungsi lembaga keagamaan 1. Memelihara dan meningkatkan kualitas kehidupan beragama. 2. Merupakan tempat silaturrahmi yang dapat menumbuhkan rasa persaudaraan. 3. Untuk melayani kebutuhan bagian keagamaan secara mantap dan mendalam. 39 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994 h. 35. 40 Elizabeth K. Nottingham, Agama dan Masyarakat, h. 45 4. Untuk terjaminnya stabilitas dan kontinuitas tercapainnya kepentingan dasar yang berkenaan dengan keagamaan. Maksudnya untuk mencegah terjadinya perubahan-perubahan hakiki mengenai isi dan penerapannya dari waktu ke waktu. 41 5. Wahana untuk membahas dan menyelesaikan masalah-masalah yang menyangkut keagamaan. 6. Mewakili umat dalam berdialog dan mengembangkan sikap saling menghormati serta kerjasama dengan umat beragama lain. 7. Menyalurkan aspirasi umat kepada pemerintah dan menyebarluaskan kebijakan pemerintah kapada umat. 42

B. Definisi Peranan