Penerapan pendidikan berbasis karakter di SDIT Nurul Amal Pondok Cabe Ilir Pamulang

(1)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh: RAFIAH NIM: 1810011000089

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(2)

SKRIPSI

Diajukan Kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Islam (S.Pd.I)

Oleh: RAFIAH NIM: 1810011000089

Di bawah Bimbingan

Drs. Abdul Haris, M.Ag NIP: 196609011995031001

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

2014


(3)

Skripsi berjudul Penerapan Pendidikan Berbasis Karakter di SDIT Nurul Amal Pondok Cabe Ilir Pamulang disusun oleh Rafiah. NIM: 1810011000089, jurusan Pendidikan Agama Islam. Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Telah melalui bimbingan dan dinyatakan sah sebagai karya ilmiah yang berhak untuk diujikan pada sidang munaqasah sesuai ketentuan yang ditetapkan oleh Fakultas.

Jakarta, 14 Juli 2014

Yang Mengesahkan, Pembimbing

Drs. Abdul Haris, M.Ag NIP: 196609011995031001


(4)

(5)

Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Rafiah

Tempat/Tgl Lahir : Tangerang 05 Oktober 1980

NIM : 1810011000089

Jurusan/Prodi : Pendidikan Agama Islam

Alamat : Jl. Selada II RT 004/RW 011 Pondok Cabe Ilir Pamulang Tangerang Selatan

MENYATAKAN DENGAN SESUNGGUHNYA

Bahwa skripsi yang berjudul Penerapan Pendidikan Berbasis Karakter di SDIT Nurul Amal Pondok Cabe Ilir Pamulang disusun oleh Rafiah, adalah benar hasil karya sendiri di bawah bimbingan dosen:

Nama : Drs. Abdul Haris, M.Ag

NIP : 196609011995031001

Dosen Jurusan : Pendidikan Agama Islam

Demikian surat pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan saya siap menerima segala konsekuensinya apabila terbukti bahwa skripsi ini bukan hasil karya sendiri.


(6)

(7)

i

Cabe Ilir Pamulang

Dilatarbelakangi permasalahan dekadensi moral anak-anak sekolah maka penulis terdorong untuk melakukan penelitian tentang penerapan pendidikan berbasis karakter di SDIT Nurul Amal Pondok Cabe Ilir Pamulang. Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan Februari 2014 di Sekolah SDIT Nurul Amal. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan pendidikan karakter yang diterapkan di SDIT Nurul Amal. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dan metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif, melibatkan 36 siswa kelas v. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi. Dalam penelitian ini penulis mengamati pelaksanaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru PAI dalam pembentukan karakter siswa yaitu dengan, pembiasaan, keteladanan, nasehat dan hukuman, sedangkan melalui penyebaran angket penyebaran angket berupa 20 item pertanyaan yang diberikan kepada siswa dan diambil secara random atau acak meliputi aspek-aspek nilai karakter religius, jujur, disiplin dan tanggung jawab sudah di terapkan dengan baik, dan melalui wawancara kepada guru PAI dan wakil bidang kurikulum, pendidikan di SDIT Nurul Amal tidak hanya mendidik anak menjadi cerdas dan terampil saja, melainkan juga bagaimana membangun karakter, sikap dan perilaku sehingga menjadi manusia yang berbudi dan beradab serta berakhlakul karimah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa Penerapan Pendidikan Berbasis Karakter siswa SDIT Nurul Amal dikatakan baik, meskipun ada sebagian kecil siswa yang melanggar. Dengan demikian pendidikan karakter yang diterapkasn oleh guru pendidikan agama, seperti pembiasaan, keteladanan, nasehat, pujian dan hukuman sangat berpengaruh terhadap pembentukkan karakter siswa. Ini membuktikan bahwa pentingnya pendidikan karakter diterapkan di sekolah. Pendidikan karakter merupakan bagian penting dalam pembinaan kepribadian dan moral bangsa, pelaksanaan pendidikannya harus diarahkan untuk membina budi pekerti yang luhur dan membina moral bangsa.


(8)

ii









Puji syukur kehadirat Allah SWT yang maha kuasa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-NYA kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, sahabat, dan para pengikut-NYA hingga akhir zaman. Amin.

Dengan hidayah, taufik dan inayah-NYA, Alhamdulillah penulis telah

menyusun dan menyelesaikan skripsi ini dengan judul” Penerapan Pendidikan

Berbasis Karakter di SDIT Nurul Amal Pondok Cabe Ilir Pamulang”. Karya tulis ini merupakan skripsi yang diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan S1 (Srata 1).

Penulis menyadari bahwa muatan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik penyusunan, penulisan maupun isinya. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan pengetahuan, pengalaman dan kemampuan penulis miliki. Oleh karena itu, saran dan kritik untuk menuju perbaikan sangat penulis harapkan.

Dalam proses pembuatan skripsi ini, berbagai hambatan dan kesulitan penulis hadapi, namun berkat rahmat, taufik, dan hidayah Allah SAW dan berbagai dorongan, saran dan bimbingan dari semua pihak, akhirnya penulisan skripsi ini dapat terselesaikan dengan lancar. Oleh karena itu penulis mengucapkan kepada:

1. Ibu Nurlena Rifa’i, MA, ph.D selaku Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan

Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak DR. H. Abdul Majid Khon, M.Ag selaku Ketua Jurusan Pendidikan Agama Islam UIN Syarif Hidayatullah dan ibu Marhamah Saleh M.A sebagai sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam.


(9)

iii

ilmu dan pengetahuannya kepada penulis semasa kuliah.

5. Para Staf Akademik yang telah membantu penulis dalam berbagai hal khususnya dalam penyelesaian Transkrip Nilai.

6. Seluruh Staf Perpustakaan Umum dan Tarbiyah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas semua bantuan untuk penulis dalam melengkapi literaturnya yang telah berkenan meminjamkan buku-buku perpustakaan kepada penulis dalam penyusunan.

7. Kepala sekolah SDIT Nurul Amal Pondok Cabe Ilir yang telah membantu penyelesaian skripsi ini.

8. Kedua orang tuaku tercinta H. Syatiri (Alm), dan Hj. Senah yang selalu mendoakan dan memberikan semangat, memberikan banyak pengorbanan baik waktu, tenaga, do’a, kritik dan saran, materi, serta kasih sayang tiada batas kepada penulis. Apapun yang penulis lakukan, tidak dapat membalas jasa-jasanya, hanya Allah SWT yang membalasnya.

9. Kakakku Munawarah S.Ag, yang telah banyak membantu memberikan saran dan masukkan kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

10.Bapak Alfiyanto sebagai konsultan SDIT Nurul Amal yang telah membantu memberikan saran kepada penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

11.Seluruh keluarga penulis terutama adik-adik yang tidak disebutkan satu persatu, semoga kalian bisa lebih baik lagi dari kakak, dan buatlah orangtua kita bangga dengan kehadiran kita dan jangan sia-siakan pengorbanan mereka. 12.Sahabat-sahabatku Rica, Kardian dan yang lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu di Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, terima kasih untuk semangat persaudaraan, kekeluargaannya ini tetap eksis dan silaturahim

kita tetap terjalin. Amiin.

Tidak ada yang dapat membalas kebaikan kalian semua, tidak juga penulis. Kepada mereka semuanya hanya seuntai do’a dari lubuk hati yang dapat


(10)

iv

Selain itu, penulis berharap semoga skripsi yang sederhana ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya serta bagi para pembaca pada umumnya. Untuk itu penulis berharap saran dan kritik dari para pembaca sekalian agar skripsi ini menjadi lebih baik lagi.

Alhamdulillahi robbil ‘alamiin.

Wassalamu’alaikm warahmatullahi wabarakatuh

Jakarta, Juli 2014

Penulis


(11)

v

HALAMAN JUDUL

LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI

SURAT PERNYATAAN KARYA SENDIRI

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah... 5

D. Perumusan Masalah ... 6

E. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 6

BAB II KAJIAN TEORITIS A. Pendidikan Karakter ... 7

1. Pengertian Pendidikan Karakter ... 7

2. Tujuan Pendidikan Karakter ... 11

3. Tahapan Pengembangan Karakter ... 12

4. Nilai-nilai yang di Kembangkan dalam Pendidikan Karakter ... 14

5. Metode Pendidikan Karakter ... 18

6. Media Pendidikan Karakter ... 23

7. Pelaksanaan Pendidikan Karakter ... 24

8. Evaluasi Pendidikan Karakter ... 31


(12)

vi

C. Sumber Data35 ... 35

D. Teknik Pengumpulan Data ... 35

E. Pemeriksaan Keabsahan Data ... 37

F. Instrumen Penelitian ... 37

G. Teknik Analisa Data ... 38

BAB IV HASIL PENELITIAN A. Gambaran Umum SDIT Nurul Amal ... 39

B. Deskripsi Data ... 46

C. Analisis Hasil Penelitian ... 59

D. Pembahasan Terhadap Temuan Penelitian ... 60

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 63

B. Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 66 LAMPIRAN-LAMPIRAN


(13)

vii

Tabel 2 Struktur Organisasi SDIT Nurul Amal ... 41

Tabel 3 Data Guru dan Karyawan SDIT Nurul Amal ... 42

Tabel 4 Data Siswa SDIT Nurul Amal ... 43

Tabel 5 Sarana dan Prasarana ... 44

Tabel 6 Kegiatan Ekstrakurikuler ... 46

Tabel 7 Mengucapkan Salam Bila Bertemu Dengan Guru ... 47

Tabel 8 Sebelum dan Sesudah Proses Belajar Mengajar Siswa Selalu Membaca Do’a Bersama-sama ... 48

Tabel 9 Melaksanakan Shalat Lima Waktu ... 48

Tabel 10 Bersyukur Atas Prestasi yang di Capai ... 49

Tabel 11 Ingat pada Allah Dalam Kehidupan Sehari-hari ... 50

Tabel 12 Jujur Dalam Perkataan dan PerbuatanKepada Orangtua, Guru dan Teman ... 50

Tabel 13 Mencontek atau Memberi Contekan ... 51

Tabel 14 Menyalahgunakan Uang SPP yang Diberikan Orangtua... 52

Tabel 15 Menemukan Sesuatu Benda Milik Teman Lainnya, Maka Akan Dikembalikan Kepada Pemiliknya... 52

Tabel 16 Biasa Mengambil Sesuatu Milik Orang Lain Tanpa Sepengetahuan Orang Tersebut ... 53

Tabel 17 Membuat Masalah di Sekolah, Sehingga Orangtua Dipanggil Kesekolah ... 53

Tabel 18 Mematuhi Peraturan yang Diberikan dari Sekolah ... 54

Tabel 19 Datang Seenaknya Tanpa Menghiraukan Waktu Masuk Sekolah ... 54

Tabel 20 Telat atau Terlambat Masuk Sekolah ... 55

Tabel 21 Bolos Tanpa Alasan yang Jelas dan Dapat Diterima ... 55

Tabel 22 Mengikuti Kkegiatan Tadarus Qur’an di Sekolah ... 56


(14)

viii


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A.

Latar Belakang Masalah

Pemerintah Indonesia, melalui Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan sudah mencanangkan penerapan Pendidikan Berbasis Karakter untuk semua tingkat pendidikan, dari SD sampai Perguruan Tinggi.1 Dasar pemikirannya adalah bahwasanya, tujuan pendidikan menurut UU Pendidikan Nasional No 20 tahun 2003:

Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat , berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.2

Pendidikan bukan hanya untuk menghasilkan manusia cerdas, tapi manusia yang berkarakter. Justru, karakterlah yang dipandang lebih penting dalam kehidupan manusia. Melalui pendidikan, kita ingin menghasilkan manusia-manusia yang jujur, bersemangat kerja keras, tidak malas, berani, kreatif, cinta kebersihan, toleran, dan sebagainya. Selama ini, pendidikan kita dianggap belum menghasilkan manusia-manusia sebagaimana yang diinginkan.

Mengapa bangsa Jepang yang mayoritasnya bukan muslim bisa menghasilkan orang-orang yang berkarakter. Kejujuran sangat dihargai, kerja keras menjadi tradisi, budaya malu untuk gagal tertanam kuat. Mengapa kebersihan sangat dihargai di negara-negara barat?Sedangkan di negara-negara Muslim kurang di perhatikan? Padahal, Islam adalah agama yang sangat menganjurkan kebersihan.3

1

Adian Husaini, Pendidikan Islam, Membentuk Manusia Berkarakter dan Beradab,

(Jakarta: Cakrawala Publishin, 2012), hal. 33

2

Abd. Rozak, Fuzan, dan Ali Nurdin, Kompilasi Undang-Undang dan Peraturan Bidang Pendidikan, (Jakarta: FTIK Press Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah, 2010), h. 6

3

Adian Husaini, op. Cit., h. x


(16)

Islam adalah satu-satunya agama yang begitu menganggap penting arti kebersihan karna dalam islam, kebersihan dianggap sebagian dari iman.

Menurut Mentri Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Muhammad Nuh, “pembentukan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Jika karakter sudah terbentuk sejak usia dini, maka tidak akan mudah untuk mengubah karakter seseorang.”

Munculnya gagasan program pendidikan karakter di Indonesia bisa dimaklumi. Sebab, selama ini dirasakan, proses pendidikan dirasakan belum berhasil membangun manusia Indonesia yang berkarakter. Bahkan, banyak yang menyebut, pendidikan telah gagal, karena banyak lulusan sekolah atau sarjana yang piawai dalam menjawab soal ujian, berotak cerdas, tetapi mental dan moralnya lemah.

Banyak pakar bidang moral dan agama yang sehari-hari mengajar tentang kebaikan, tetapi prilakunya tidak sejalan dengan ilmu yang diajarkannya. Sejak kecil, anak-anak diajarkan menghafal tentang bagusnya sikap jujur, berani, kerja keras, kebersihan, dan jahatnya kecurangan. Tapi, nilai-nilai kebaikan itu diajarkan dan diujikan sebatas pengetahuan diatas kertas dan dihafal sebagai bahan yang wajib dipelajari, karena diduga akan keluar dalam kertas soal ujian. Pendidikan karakter bukanlah sebuah proses menghafal materi soal ujian, dan teknik-teknik menjawabnya. Pendidikan karakter memerlukan pembiasaan. Pembiasaan untuk berbuat baik, pembiasaan untuk berlaku jujur, ksatria, malu berbuat curang, malu bersikap malas, malu membiarkan lingkungannya kotor dan seterusnya. Karakter tidak terbentuk secara instan, tetapi harus dilatih secara serius dan proporsional agar mencapai bentuk dan kekuatan yang ideal.4

Dunia pendidikan dan sekolah adalah bidang ilmu yang terus berkembang (dinamis). Seorang guru profesional tidak boleh tertinggal dalam dinamika perkembangan ilmu pendidikan tersebut.5

Tidak hanya sistem pendidikan saja yang perlu dibenahi dalam membentuk karakter siswa tetapi para pendidik/ guru perlu pembelajaran untuk menjadi guru

4

Ibid, h. 33-35.

5

Munif Chatib, Sekolahnya manusia: Sekolah Berbasis Multiple Intelegensi di Indonesia, (Bandung: Kaifa, 2010), Hal. 149.


(17)

profesional dalam mendidik peserta didiknya agar menjadi manusia-manusia yang unggul, bermatabat, berbudi luhur (berakhlakul karimah) dan berkarakter mulia, berprestasi dan memberi kontribusi bagi dunianya.

Guru di Indonesia diharapkan punya empat kompetensi dalam menjalankan profesinya, yaitu kompetensi pedagogi, kompetensi kepribadian kompetensi profesionalisme, dan kompetensi sosial.

Kompetensi pedagogi adalah kemampuan mengelola pembelajaran siswa yang meliputi pemahaman terhadap siswa, perancangan dan pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan siswa untuk mengaktualisasikan potensi yang dimilikinya. Lebih terperinci, kompetensi pedagogi diuraikan sebagai:

1. Memahami karakteristik siswa.

2. Memahami karakteristik siswa dengan kelainan fisik, sosial, emosional, dan intelektual yang membutuhkan penanganan khusus.

3. Memahami latar belakang keluarga dan masyarakat untuk menetapkan kebutuhan belajar siswa dalam konteks budaya yang beragam.

4. Memahami cara dan kesulitan belajar siswa. 5. Mampu mengembangkan potensi siswa.

6. Menguasai prinsip-prinsip dasar belajar mengajar yang mendidik.

7. Mengembangkan kurikulum yang mendorong keterlibatan siswa dalam pembelajaran.

8. Merancang aktivitas belajar mengajar yang mendidik. 9. Melaksanakan aktivitas belajar mengajar yang mendidik.

10.Menilai proses dan hasil pembelajaran yang mengacu pada tujuan utuh pendidikan.

Kompetensi kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa yang akan menjadi teladan bagi peserta didik serta berakhlak mulia.

Kompetensi profesional adalah penguasaan materi pembelajaran secara luas dan mendalam sehingga guru dapat membimbing siswa memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Kompetensi ini meliputi:


(18)

1. Menguasai secara luas dan mendalam substansi dan metodologi dasar keilmuan.

2. Menguasai materi ajar dalam kurikulum.

3. Mampu mengembangkan kurikulum dan aktivitas belajar mengajar secara kreatif dan inovatif.

4. Menguasai dasar-dasar materi kegiatan ekstrakurikuler yang mendukung tercapainya tujuan utuh pendidikan siswa.

5. Mampu menilai dan memperbaiki pembelajaran melalui penelitian tindakan kelas.

Sementara itu, yang dimaksud dengan kompetensi sosial adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif di antara peserta didik, sesama pendidik, tenaga kependidikan, orangtua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.

Dengan demikian, apapun kondisi yang dihadapi pemerintah dan terutama setiap guru tidak boleh berhenti membangun program-program peningkatan kualitas guru. Hal yang terpenting dalam program peningkatan kualitas tersebut adalah niat dan kemauan guru untuk kreatif dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan pekerjaannya.6

Guru adalah pemimpin di kelas. Guru mesti memberikan contoh yang baik kepada siswa di kelas. Akhlak guru memancar menjadi inspirasi pembentukan karakter peserta didik di kelasnya. Tak hanya itu, guru harus bisa memberikan motivasi bagi siswa di kelas. Sebagai tenaga pendidik seorang guru harus benar-benar mampu memberikan teladan yang baik, karena guru adalah seorang yang di gugu dan ditiru.

Disinilah peran kita sebagai orang tua maupun guru untuk mengembalikan ruh pendidikan kepada rel yang sebenarnya agar anak-anak kita tumbuh menjadi dirinya yang unik sesuai talenta bawaannya, sehingga anak-anak kita mampu memainkan peranannya sesuai keunikannya dalam memberikan kontribusi bagi dunia dan kehidupannya.

6

Munif Chatib, Gurunya Manusia: Menjadikan Semua Anak Istimewa dan Semua Anak Juara, (Bandung: Kaifa, 2012), Hal. 28-29


(19)

Peran pendidikan terutama orang tua dan guru adalah menggali, mengenali, melatih, mendidik dan mengembangkan potensi-potensi yang bersifat potensial tersebut menjadi kekuatan personal bagi peserta didik itu sendiri, sehingga ia menjadi dirinya sendiri yang mandiri untuk orang lain dan kehidupannya serta menjadi manusia-manusia unggul berkarakter mulia, berprestasi dan memberi kontribusi bagi dunianya.7

Dari uraian diatas, maka penulis dapat menyimpulkan bahwa dalam pembentukan karakter pada siswa, semua orang harus berperan, seperti; keluarga, sekolah, dan lingkungan. Oleh karena itu maka pelaksanaan pendidikan disekolah harus dilakukan secara intensif terutama dalam pendidikan karakter.

Bertitik tolak pada persoalan di atas, maka penulis tertarik untuk membuat skripsi dengan judul: “Penerapan Pendidikan Berbasis Karakter di SDIT Nurul Amal Pondok Cabe Ilir Pamulang”

B. Identifikasi Masalah

Bertitik tolak pada latar belakang masalah di atas, maka masalah pendidikan karakter yang muncul dapat diidentifikasikan sebagai berikut:

1. Kurangnya sarana dan prasarana pembentukkan karakter 2. Para siswa masih membuang sampah sembarangan 3. Siswa masih kurang disiplin atau tidak tepat waktu

4. Masih ada guru yang tidak memberikan teladan yang baik.

C. Pembatasan Masalah

Untuk menghindari perluasan terhadap masalah penelitian, maka penelitian di batasi pada Penerapan Pendidikan Berbasis Karakter di SDIT Nurul Amal Pondok Cabe Ilir Pamulang.

7

Alpiyanto, Hypno-Heart Teaching: Rahasia Mudah Mendidik Dengan Hati, (Jakarta: PT Tujuh Samudera Alfath, 2011), h. 16.


(20)

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: Bagaimanakah Penerapan Pendidikan Berbasis Karakter di SDIT Nurul Amal Pondok Cabe Ilir Pamulang?

E. Tujuan dan manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk memperoleh gambaran tentang akhlak siswa di SDIT Nurul Amal. 2. Untuk mengetahui langkah-langkah apa saja yang dilakukan oleh para guru

dalam upaya pembentukan karakter siswa di SDIT Nurul Amal. Adapun manfaat dari penelitian ini adalah:

1. untuk mengembangkan disiplin keilmuan yang penulis miliki dan menambah wawasan penulis khususnya, serta pihak lain yang berminat dalam masalah ini.

2. Penelitian di lakukan dalam rangka memperbaiki fungsi guru yang tidak hanya sebagai pengalih ilmu pengetahuan, akan tetapi juga menanamkan nilai serta membentuk akhlak anak didik.

3. Untuk melengkapi syarat-syarat penyelesaian studi SI di FITK UIN Jakarta


(21)

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Pendidikan Berbasis Karakter 1. Pengertian Pendidikan Karakter

Dalam bahasa Indonesia, istilah pendidikan berasal dari kata “didik” dengan memberikan awalan “pe” dan akhiran “an”, mengandung arti “perbuatan” (hal, cara dan sebagainya).1

Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan bagi dirinya, masyarakat dan Negara.2 Atau pendidikan ialah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan.3

Beberapa ahli yang lain mengartikan pendidikan sebagai berikut:

a. Menurut Ki Hajar Dewantara yang dikutip oleh Mohamad Surya, Abdul Hasim, dan Ros Bambang Suwarno, dalam bukunya Landasan Pendidikan Menjadi Guru yang Baik, mendidik adalah menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya.4

b. Menurut Edgar Dalle yang dikutip oleh Dedy Mulyasana dalam bukunya Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, menyatakan bahwa: Pendidikan adalah merupakan usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan pemerintah melalui kegiatan bimbingan, pengajaran, dan latihan yang

1

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal. 30

2

Ibid, hal. 30

3

M. Ngalim Purwanto Mp, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 11

4

Mohamad Surya, Abdul Hasim, dan Rus Bambang Suwarno, Landasan Pendidikan Menjadi Guru yang Baik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 24.


(22)

berlangsung di sekolah dan di luar sekolah sepanjang hayat untuk mempersiapkan peserta didik agar dapat memainkan paranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tetap untuk masa yang akan datang.5 c. Menurut Hasan Langgulung yang dikutip oleh Abuddin Nata dalam

bukunya Ilmu Pendidikan Islam, pendidikan adalah suatu proses yang mempunyai tujuan yang biasanya diusahakan untuk menciptakan pola-pola tingkah laku tertentu pada kanak-kanak atau orang yang sedang dididik.6 d. Menurut Lengeveld yang di kutip oleh Alif Sabri dalam bukunya

Pengantar Ilmu Pendidikan, mendidik ialah mempengaruhi anak dalam upaya membimbingnya agar menjadi dewasa. Usaha membimbing haruslah usaha yang disadari dan dilaksanakan dengan sengaja. Oleh karena itu pendidikan hanya terdapat dalam pergaulan yang disegaja antara orang dewasa dengan anak yang diarahkan kepada tujuan pendidikan.7 Berdasarkan dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan adalah suatu proses bimbingan yang dilakukan secara sadar oleh orang dewasa atau orang yang bertanggung jawab untuk mencapai tujuan tertentu.

Istilah karakter secara harfiah berasal dari bahasa latin “character”, yang antara lain berarti: watak, tabiat, sifat-sifat kejiwaan, budi pekerti, kepribadian atau akhlak. Sedangkan secara istilah, karakter diartikan sebagai sifat manusia pada umumnya dimana manusia mempunyai banyak sifat yang tergantung dari faktor kehidupannya sendiri. Karakter adalah sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang menjadi ciri khas seseorang atau sekelompok orang..8

Kata karakter berasal dari Bahasa Yunani yang berarti “to mark” (menandai) dan memfokuskan pada bagaimana mengaplikasikan nilai kebaikan dalam bentuk tindakan atau tingkah laku. Oleh sebab itu seseorang yang berprilaku tidak jujur, kejam atau rakus dikatakan sebagai orang yang berkarakter jelek, sementara orang

5

Dedy Mulyasana, Pendidikan Bermutu dan Berdaya Saing, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 4.

6

Abuddin Nata, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), h. 28.

7

Alisuf Sabri, Pengantar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 6.

8

Jejen Musfah, Proceedings Pendidikan Holistik Pendekatan Lintas Perspektif, (Ciputat: Prenada, 2011), h. 39


(23)

yang berperilaku jujur, suka menolong dikatakan sebagai orang yang berkarakter mulia. Jadi istilah karakter erat kaitannya dengan personality (kepribadian) seseorang, dimana seseorang bisa disebut orang yang berkarakter (a person of character) jika tingkah lakunya sesuai dengan kaidah moral.9

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter diartikan sebagai sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain.10

Beberapa ahli yang lain mengartikan karakter sebagai berikut:

a. Menurut Doni Koesoema Albertus, dalam bukunya Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global. Karakter diasosiasikan yang tempramen yang memberinya sebuah definisi yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Disini karakter dianggap sama dengan kepribadian. Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik, gaya, atau sifat khas dari diri seseorang, yang bersumber dari bentukan-bentukan yang diterima dari lingkungan, misalnya pengaruh keluarga pada masa kecil dan bawaan seseorang sejak lahir.11

b. Menurut Ibn Maskawaih, yang dikutip oleh Ramayulis, dalam bukunya Ilmu Pendidikan Islam mendefinisikan Karakter (khuluq) dengan “suatu kondisi

jiwa yang menyebabkan suatu aktivitas dengan tanpa dipikirkan atau dipertimbangkan terlebih dahulu.”12

Berdasarkan pernyataan yang terkandung dalam pengertian karakter yang dikemukakan para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa karakter adalah kualitas atau kekuatan mental atau moral, akhlak atau budi pekerti individu yang merupakan kepribadian khusus, yang menjadi pendorong dan penggerak, serta membedakannya dengan individu lain.13

Dari konsep karakter ini muncul istilah pendidikan karakter (caharacter education). Pendidikan karakter adalah pendidikan budi pekerti plus, yaitu yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasan (feeling), dan tindakan

(action). Jadi, yang diperlukan dalam pendidikan karakter tidak cukup dengan pengetahuan lantas melakukan tindakan yang sesuai dengan pengetahuannya saja.

9

Ibid, h. 194.

10

Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2007), h. 389.

11

Doni Koesoema Albertus, Pendidikan Karakter Strategi Mendidik Anak di Zaman Global, (Jakarta: Grasindo, 2010), h. 79-80.

12

Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Kalam Mulia, 2002), hal. 511

13

Novan Ardy Wiyani, Membumikan Pendidikan Karakter Di SD, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2013), h. 25


(24)

Hal ini karena pendidikan karakter terkait erat dengan nilai dan norma. Oleh karena itu, harus juga melibatkan aspek perasaan.14

Menurut Ratna Megawangi yang dikutip oleh Dharma Kesuma, Cepi Triatna, dan Johar Permana dalam bukunya Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, pendidikan karakter adalah “sebuah usaha untuk mendidik anak-anak agar dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif

kepada lingkungannya.”15

Menurut Fakry Gaffar yang dikutip oleh Dharma Kesuma, Cepi Triatna, dan Johar Permana dalam bukunya Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktek di Sekolah, pendidikan karakter adalah “sebuah proses transformasi nilai-nilai kehidupan untuk ditumbuh kembangkan dalam kepribadian seseorang sehingga

menjadi satu dalam perilaku kehidupan orang itu.”16

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud pendidikan karakter adalah proses pemberian tuntunan kepada peserta didik untuk menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter dalam dimensi hati, pikir, raga serta rasa dan karsa.

Pendidikan karakter dapat dimaknai sebagai upaya yang terencana untuk menjadikan peserta didik mengenal, peduli, dan menginternalisasi nilai-nilai sehingga peserta didik berperilaku sebagai insan kamil. Pendidikan karakter juga dapat dimaknai sebagai suatu sistem penanaman nilai-nilai karakter kepada warga sekolah yang meliputi komponen pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-nilai tersebut baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, diri sendiri, sesama, lingkungan, maupun kebangsaan sehingga menjadi manusia insal kamil.17

14

Akhmad Muhaimin Azzet, Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesia, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 27.

15

Dharma Kesuma, Cepi Triatna, Johar Permana, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 5.

16

Ibid, h. 5.

17

Muchlas Samani, Hariyanto, Konsep dan Model Pendidikan Karakter, ( Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 45-46.


(25)

2. Tujuan Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter bertujuan membentuk setiap pribadi menjadi insan yang mempunyai nilai-nilai yang utama. Insan yang mempunyai nilai-nilai yang utama ini, terutama dinilai dari prilakunya dalam kehidupan sehari-hari, bukan pada pemahamnnya. Dengan demikian, hal yang paling penting dalam pendidikan karakter ini adalah menekankan anak didik untuk mempunyai karakter yang baik dan diwujudkan dalam perilaku keseharian.18

Pendidikan karakter juga bertujuan untuk meningkatkan mutu penyelenggaraan dan hasil pendidikan di sekolah yang mengarah pada pencapaian pembentukan karakter dan akhlak mulia peserta didik secara utuh, terpadu, dan seimbang, sesuai standar kompetensi kelulusan. Melalui pendidikan karakter diharapkan peserta didik mampu secara mandiri meningkatkan dan menggunakan pengetahuannya, mengkaji dan menginternalisasi serta mempersonalisasi nilai-nilai karakter dasn akhlak mulia sehingga terwujud dalam perilaku sehari-hari.19 Tujuan pertama Pendidikan karakter dalam seting sekolah adalah bertujuan memfasilitasi penguatan dan pengembangan nilai-nilai tertentu sehingga terwujud dalam prilaku anak, baik ketika proses sekolah maupun setelah proses sekolah (setelah lulus dari sekolah). Tujuannya adalah untuk sebuah proses yang membawa peserta peserta didik untuk memahami dan merefleksi bagaimana suatu nilai menjadi penting untuk diwujudkan dalam perilaku keseharian manusia, termasuk bagi anak. Penguatanpun memiliki makna adanya hubungan antara penguatan perilaku melalui pembiasaan di sekolah dengan pembisaan di rumah. Tujuan kedua pendidikan karakter adalah mengoreksi perilaku peserta didik yang tidak bersesuaian dengan nilai-nilai yang dikembangkan oleh sekolah. Tujuan ini memiliki makna bahwa pendidikan karakter memiliki sasaran untuk meluruskan berbagai perilaku anak yang negatif menjadi fositif.

18

Akhmad Muhaimin Azzeti, Urgensi Pendidikan Karakter Di Indonesia: Revitalisasi Pendidikan Karakter terhadap Keberhasilan Belajar dan Kemajuan Bangsa, (Jogjakarta: Ar-Ruzz Media, 2011), h. 16-17

19

Jejen Musfah, Proceedings Pendidikan Holostik Pendekatan Lintas Persfektif, (Ciputat, Prenada, 2011), h. 40-41.


(26)

Tujuan ketiga dalam pendidikan karakter setting sekolah adalah membangun koneksi yang harmoni dengan keluarga dan masyarakat dalam memerankan tanggung jawab pendidikan karakter secara bersama. Tujuan ini memiliki makna bahwa proses pendidikan karakter disekolah harus dihubungkan dengan proses pendidikan di keluarga. Jika saja pendidikan karakter di sekolah hanya bertumpu pada interaksi antara peserta didik dengan guru di kelas dan sekolah, maka pencapaian berbagai karakter yang diharapkan akan sangat sulit diwujudkan.20

Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa tujuan besar pendidikan karakter

adalah untuk menghasilkan individu-individu yang berkarakter, pribadi yang mandiri dan bertanggung jawab, serta memiliki budi pekerti dan berakhlak.21

3. Tahapan Pengembangan Karakter

Pengembangan atau pembentukan karakter diyakini perlu dan penting untuk dilakukan oleh sekolah dan stakeholders-nya untuk menjadi pijakan dalam penyelenggaraan pendidikan karakter di sekolah. Tujuan pendidikan karakter pada dasarnya adalah mendorong lahirnya anak-anak yang baik (insan kamil). Tumbuh dan berkembangnya karakter yang baik akan mendorong peserta didik tumbuh dengan kapasitas dan komitmennya untuk melakukan berbagai hal yang terbaik dan melakukan segalanya dengan benar dan memiliki tujuan hidup.Karakter dikembangkan melalui tahap pengetahuan (knowing), pelaksanaan (acting), dan kebiasaan (habit). Karakter tidak terbatas pada pengetahuan saja. Seseorang yang memiliki pengetahuan kebaikan belum tentu mampu bertindak sesuai dengan pengetahuannya, jika tidak terlatih (menjadi kebiasaan) untuk melakukan kebaikan tersebut. Karakter juga menjangkau wilayah emosi dan kebiasaan diri. Dengan demikian diperlukan tiga komponen karakter yang baik (components of good character) yaitu moral knowing (pengetahuan tentang moral), moral feeling (penguatan emosi) tentang moral, dan moral action atau perbuatan bermoral.

20

Darma kesuma, Cepi Triatna, dan Johar Permana, Pendidikan Karakter Kajian Teori dan Praktik di Sekolah, (Bandung:PT Remaja Rosdakarya, 2011), h. 9-11.

21

Ramli Rizal, “Pendidikan Karakter Lahirkan Insan Berakhlak,” Ummi, Jakarta, Oktober-Desember 2012), h. 28.


(27)

Hal ini diperlukan agar peserta didik dan atau warga sekolah lain yang terlibat dalam sistem pendidikan tersebut sekaligus dapat memahami, merasakan, menghayati, dan mengamalkan nilai-nilai kebajikan (moral).

Dimensi-dimensi yang termasuk dalam moral knowing yang akan mengisi ranah kognitif adalah kesadaran moral (moral awareness), pengetahuan tentang nilai-nilai moral (knowing moral values), penentuan sudut pandang (perspective taking), logika moral (moral reasoning), keberanian mengambil sikap (decision making), dan pengenalan diri (self knowledge).

Moral feeling merupakan penguatan aspek emosi peserta didik untuk menjadi manusia berkarakter. Penguatan ini berkaitan dengan bentuk-bentuk sikap yang harus dirasakan oleh peserta didik, yaitu kesadaran akan jati diri (conscience), percaya diri (self esteem), kepekaan terhadap derita orang lain (emphaty), cinta kebenaran (loving the good), pengendalian diri (self control), kerendahan hati (humility).

Moral action merupakan perbuatan atau tindakan moral yang merupakan hasil (outcome) dari dua komponen karakter lainnya. Untuk memahami apa yang mendorong seseorang dalam perbuatan yang baik (act morally) maka harus dilihat tiga aspek lain dari karakter yaitu kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).

Pengembangan karakter dalam suatu sistem pendidikan adalah keterkaitan antara komponen-komponen karakter yang mengandung nilai-nilai perilaku, yang dapat dilakukan atau bertindak secara bertahap dan saling berhubungan antara pengetahuan nilai-nilai perilaku dengan sikap atau emosi yang kuat untuk melaksanakannya, baik terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dirinya, sesama, lingkungan, bangsa dan negara serta dunia internasional

Kebiasaan berbuat baik tidak selalu menjamin bahwa manusia yang telah terbiasa tersebut secara sadar menghargai pentingnya nilai karakter (valuing). Karena mungkin saja perbuatannya tersebut dilandasi oleh rasa takut untuk berbuat salah, bukan karena tingginya penghargaan akan nilai itu. Misalnya ketika seseorang berbuat jujur hal itu dilakukan karena dinilai oleh orang lain, bukan karena keinginannya yang tulus untuk mengharagi nilai kejujuran itu sendiri.


(28)

Oleh karena itu dalam pendidikan karakter diperlukan juga aspek perasaan (domain affection atau emosi). Komponen ini dalam pendidikan karakter disebut

dengan “desiring the good” atau keinginan untuk berbuat kebaikan.

Pendidikan karakter yang baik dengan demikian harus melibatkan bukan saja

aspek “knowing the good” (moral knowing), tetapi juga “desiring the good” atau

loving the good” (moral feeling), dan “acting the good” (moral action). Tanpa itu semua manusia akan sama seperti robot yang terindoktrinasi oleh sesuatu paham.

Dengan demikian jelas bahwa karakter dikembangkan melalui tiga langkah, yakni mengembangkan moral knowing, kemudian moral feeling, dan moral action. Dengan kata lain, makin lengkap komponen moral dimiliki manusia, maka akan makin membentuk karakter yang baik atau unggul/tangguh.

Pengembangan karakter sementara ini direalisasikan dalam pelajaran agama, pelajaran kewarganegaraan, atau pelajaran lainnya, yang program utamanya cenderung pada pengenalan nilai-nilai secara kognitif, dan mendalam sampai ke penghayatan nilai secara afektif.22

4. Nilai-Nilai yang Dikembangkan dalam Pendidikan Karakter

Dalam pendidikan karakter, anak didik memang sengaja dibangun karakternya agar mempunyai nilai-nilai kebaikan sekaligus mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari, baik itu kepada Tuhan Yang Maha Esa, dirinya sendiri, sesama manusia, lingkungan sekitar, bangsa, negara, maupun hubungan internasional sebagai sesama penduduk dunia.23

Sebagaimana nilai Agama Islam yang dimiliki Nabi Muhammad Saw memiliki 4 karakter yang terkenal, secara garis besar makna-makna karakter tersebut adalah sebagai berikut:

1. Shidiq, bermakna kejujuran, yakni jujur di dalam ungkapan, sifat dan tindakan yang terkait dengan tanggung jawabnya sebagai pemimpin.

22

http://akhmadsudrajat.wordpress.com/2010/12/26/pengembangan-karakter

23


(29)

2. Amanah, dapat dipercaya. Seorang pemimpin harus dapat dipercaya, sehingga dengan kepercayaan yang dimilikinya tersebut maka ia akan dapat membawa organisasi yang dipimpinnya menjadi lebih baik.

3. Fathonah artinya cerdas, juga cerdik. Pemimpin harus memiliki kecerdasan yang komprehensif, tidak sekedar cerdas secara intelektual tetapi juga cerdas emosional.

4. Tabligh bermakna menyampaikan perintah atau sesuatu amanah yang dipercayakan kepadanya, atau aturan-aturan yang berlaku di organisasinya kepada seluruh jajaran di bawahnya.24

Menurut Suyanto yang dikutip oleh Akhmad Muhaimin Azzet, dalam bukunya Urgensi Pendidikan Karakter di Indonesi setidaknya terdapat sembilan pilar karakter yang berasal dari nila-nilai luhur universal sebagai berikut:

1. Cinta tuhan dan segenap ciptaan-Nya 2. Kemandirian dan tanggung jawab 3. Kejujuran/amanah

4. Hormat dan santun

5. Dermawan, suka menolong dan kerja sama 6. Percaya diri dan pekerja keras

7. Kepemimpinan dan keadilan 8. Baik dan rendah hati

9. Toleransi, kedamaian dan kesatuan

Kesembilan pilar karakter sebagaimana di atas hendaknya diajarkan secara sistematis dalam model pendidikan yang holistik.25 Dalam rangka memperkuat pelaksanaan pendidikan karakter untuk membangun manusia Indonesia yang berjati diri dan berkarakter, berikut 18 nilai-nilai yang dikembangkan dalam pendidikan karakter:

1. Religius

Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, serta hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

24

Muchlas Samani, Hariyanto, op. Cit., h. 97-98

25


(30)

2. Jujur

Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.26

Kejujuran adalah sebuah skill. Ia seperti otot, jadi kalau seandainya terus dipakai berkata jujur, berprilaku jujur, ototnya akan senantiasa terlatih.27 3. Toleransi

Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya.

4. Disiplin

Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan.

5. Kerja Keras

Prilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar, tugas dan menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya.

6. Kreatif

Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki.

7. Mandiri

Sikap dan prilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas.

8. Demokratis

Cara berpikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain.

9. Rasa Ingin Tahu

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajari, dilihat, dan didengar.

26

Alpiyanto, Hypno-Heart Teaching Rahasia Mudah Mendidik Dengan Hati, (Jakarta: PT Tujuh Samudra, 2011), h. 238.

27

Ratna Megawangi, Character Parenting Space: Menjadi Orangtua Cerdas Untuk Membangun Karakter Anak, (Bandung: Read! Publising House, 2008), h. 150.


(31)

10. Semangat Kebangsaan

Cara berfikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya.

11. Cinta Tanah Air

Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi, terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa.

12. Menghargai Prestasi

Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, mengakui, dan menghormati keberhasilan orang lain.

13. Bersahabat/Komunikatif

Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain.

14. Cinta Damai

Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya.

15. Gemar Membaca

Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya.

16. Peduli Lingkungan

Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi.

17. Peduli Sosial

Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain. 18. Tanggung Jawab

Sikap dan prilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa.28

28


(32)

5. Metode Pendidikan Karakter

Keberhasilan proses pendidikan dalam mengantarkan peserta didik mencapai tujuan yang diharapkan, tidak terlepas dari peranan metode yang digunakan. Dari segi bahasa metode berasal dari dua perkataan, yaitu meta dan bodos.

Meta berarti “melalui” dan bodos berarti “jalan” atau “cara”. Dengan demikian

metode dapat berarti cara atau jalan yang harus dilalui untuk mencapai suatu tujuan.29

Menurut Jean Soto yang dikutip oleh Ibrahim Amini dalam bukunya Agar Tak Salah Mendidik, Mengatakan Setiap anak memerlukan metode penanganan tersendiri karena setiap individu manusia itu sangat unik. Seluruh karakter manusia itu harus didekati dan dipahami secara spesifik dan maksimal. Sel-sel otak manusia misalnya sangat luar biasa dan memerlukan pengetahuan yang luar biasa pula. Perbedaan manusia itu bukan hanya karena faktor-faktor IQ saja tapi juga faktor lain yaitu karakter yang termasuk juga akhlak, kepribadian dan pembawaannya dan sebagainya.30

Al-Qur’an menawarkan berbagai pendekatan dan metode dalam pendidikan, yakni dalam menyampaikan materi pendidikan. Metode tersebut antara lain:

a. Mendidik Melalui Metode Keteladanan

Teladan atau uswatun hasanah merupakan metode yang digunakan oleh Rasulullah dalam menyampaikan ajaran islam kepada manusia. Untuk kebutuhan itu Allah Mengutus Nabi Muhammad saw sebagai hamba dan Rasul-Nya menjadi teladan bagi manusia dalam mewujudkan tujuan pendidikan Islam, melalui firman-Nya ini:

ل















Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan yang banyak mengigat Allah.”(Al-Ahzab: 21)31

29

Abuddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Edisi baru) (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2005), h. 143.

30

Ibrahim Amini, Agar Tak Salah Mendidik, (Jakarta: Al-Huda, 2006), h. 237.

31

Kementerian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya, (Jakarta: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 595


(33)

Aisyah sendiri telah menyebutkan bahwa akhlak Rasulullah saw, adalah Al-Qur’an. Bagaimana tidak, kepribadian, karakter, perilaku, dan interaksi beliau dengan manusia merupakan pengejawantahan, hakikat Al-Quran. Lebih dari itu, akhlak beliau merupakan perwujudan landasan dan metode pendidikan yang terdapat di dalam Al-Qur’an.

Pada dasarnya, manusia sangat cenderung memerlukan sosok teladan dan anutan yang mampu mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadikan perumpamaan dinamis yang menjelaskan cara mengamalkan syariat Allah. Pendidikan Islami merupakan konsep yang senantiasa menyeru pada jalan Allah. Dengan demikian, seorang pendidik dituntut untuk menjadi teladan di hadapan anak didiknya, setiap anak didik akan meneladani pendidiknya dan benar-benar puas terhadap ajaran yang diberikan kepadanya sehingga perilaku ideal yang diharapkan dari setiap anak merupakan tuntutan realistis dan dapat diaplikasikan.32

Dalam proses pendidikan berarti setiap pendidik harus berusaha menjadi teladan peserta didiknya. Teladan dalam semua kebaikan dan bukan sebaliknya. Dengan keteladanan itu dimaksudkan peserta didik senantiasa akan mencontoh segala sesuatu yang baik-baik dalam perkatan dan perbuatan.33

b. Mendidik Dengan Metode Pembiasaan

Menurut John Locke yang dikutip oleh Ibrahim Amini dalam bukunya Agar Tak Salah Mendidik, mengatakan, “Perbuatan-perbuatan baik saja tidak cukup. Seorang pelajar harus terus menerus melakukan perbuatan baik itu secara berulang-ulang sehingga menjadi wataknya. Kebiasaan membuat segala sesuatu menjadi lebih memudahkan daripada kesadaran yang hanya digunakan dalam kondisi-kondisi tertentu.”

Jadi praktik pembinaan diri itu lebih mudah diciptakan oleh kebiasaan. Dengan pembiasaan kita akan sukses membina seseorang. Dan kalau anak-anak sejak kecil dibiasakan melakukan perbuatan-perbuatan baik, maka ia akan

32

Abdurrahman An Nahlawi, Pendidikan Islam Di Rumah, Sekolah, Dan Masyarakat,

(Jakarta: Gema Insani Press, 1996), h. 260-262.

33


(34)

menyukai perbuatan tersebut dan tidak mungkin lagi meninggalkannya. Anak-anak sejak kecil belum terbiasa melakukan perbuatan apapun, tapi kalau dibiasakan melakukan perbuatan baik maka ia akan terbiasa dengan perbuatan baik itu dan begitu pula sebaliknya karena terus menerus melakukan perbuatan buruk maka akan terbiasa dengan perbuatan buruk tersebut.34

Berkenaan dengan ini Imam al-Ghazali mengatakan bahwa kepribadian manusia itu pada dasarnya dapat menerima segala usaha pembentukan melalui penbiasaan. Jika manusia membiasakan berbuat jahat, maka ia akan menjadi orang jahat. Untuk ini al-Ghazali menganjurkan agar akhlak diajarkan, yaitu dengan cara melatih jiwa kepada pekerjaan atau tingkah laku yang mulia. Jika seseorang menghendaki agar ia menjadi pemurah, maka ia harus dibiasakan dirinya melakukan pekerjaan yang bersifat pemurah, hingga murah hati dan

murah tangan itu menjadi tabi’atnya yang mendarah daging.35

Anak-anak itu bak kertas putih kosong melayang-layang, siapapun bisa menggenggamnya dan menciptakannya menjadi anak-anak baik atau buruk melalui pembiasaan. Potensi yang ada di dalam dirinya akan aktif dengan pembiasaan. Alam anak-anak adalah alam yang masih bisa dibentuk, kebiasaan baik atau buruk itulah yang akan mencetak kepribadiannya.36

Cara lain yang digunakan oleh al-Qur’an dalam memberikan materi pendidikan adalah melalui kebiasaan yang dilakukan secara bertahap. Dalam hal ini termasuk merubah kebiasaan-kebiasaan yang negarif. Kebiasaan ditempatkan oleh manusia sebagai suatu yang istimewa. Ia menghemat banyak sekali kekuatan manusia, kerena sudah menjadi kebiasaan yang sudah melekat dan spontan, agar kekuatan itu dapat dipergunakan untuk kegiatan-kegiatan dalam berbagai bidang pekerjaan, berproduksi, dan kreativitas lainnya.

Al-Qur’an menjadikan kebiasaan itu sebagai salah satu teknik atau metode pendidikan. Lalu ia mengubah seluruh sifat-sifat baik menjadi kebiasaan, sehingga jiwa dapat menunaikan kebiasaan itu tanpa terlalu payah, tanpa kehilangan banyak tenaga, dan tanpa menemukan banyak kesulitan.37

34

Ibrahim Amini, op. Cit., h. 300.

35

Abuddin Nata, Akhlak Tasawuf, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2003), h. 164.

36

Ibrahim Amini, op. Cit, h. 303.

37


(35)

c. Mendidik dengan Nasihat

Al-Qur’an al-Karim juga menggunakan kalimat-kalimat yang menyentuh hati untuk mengarahkan manusia kepada ide yang dikehendakinya. Inilah yang kemudian yang dikenal sebagai nasehat. Tetapi nasehat yang disampaikannya ini selalu disertai dengan panutan atau teladan dari si pemberi atau penyampai nasehat itu. Ini menunjukkan bahwa antara satu metode yakni nasehat dengan metode lain yang dalam hal ini keteladanan bersifat saling melengkapi.38

Salah satu metode yang masih efektif dalam pembinaan karakter adalah memberi nasihat, nasihat memiliki pengaruh yang besar.

Nasihat itu cukup ampuh dalam membangunkan kesadaran seseorang, bahkan lebih dari itu karena setiap orang secara alamiah memerlukan nasihat. 39

Sebagaimana al-Qur’an mengatakan,





















Wahai manusia sesungguhnya telah datang kepadamu nasihat dari Tuhanmu dan penyembah apa yang ada di dalam hati serta petunjuk dan rahmat untuk orang-orang yang beriman (QS. Yunus: 57).40

Menurut ayat di atas, nasihat itu terbagi kepada dua kategori: nasehat yang baik dan nasihat yang tidak baik. Seluruh nasihat-nasihat Rasulullah itu baik karena berkesan di hati dan tidak menimbulkan dampak yang buruk.41

d. Mendidik dengan Metode Hukuman dan Ganjaran

Menurut Muhammad Qutbh yang dikutip oleh Abuddin Nata dalam bukunya Filsafat Pendidikan Islam, mengatakan: “Bila teladan dan nasihat tidak mampu, maka pada waktu itu harus diadakan tindakan tegas yang dapat meletakkan persoalan di tempat yang benar. Tindalan itu tegas adalah hukuman.”

38

Ibid., h. 150.

39

Ibrahim Amini, op. Cit., h. 327.

40

K ementrian Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya,....h. 289

41


(36)

Islam menggunakan seluruh teknik pendidikan, tidak membiarkan satu jendela pun yang tidak dimasuki untuk sampai ke dalam jiwa. Islam menggunakan contoh teladan dan nasihat, tetapi disamping itu juga menempuh cara menakut-nakuti dan mengancam dengan berbagai tingkatannya, dari ancaman sampai pada pelaksanaan ancaman tersebut.

Dengan demikian, keberadaan hukuman diakui dalam Islam dan digunakan dalam rangka membina ummat manusia melalui kegiatan pendidikan. Hukuman dan ganjaran ini diberlakukan kepada sasaran pembinaan yang lebih bersifat khusus. Hukuman untuk orang yang melanggar dan berbuat jahat, sedangkan pahala untuk orang yang patuh dan menunjukkan perbuatan baik.42

e. Metode Pendidikan dengan Bercerita

Metode ini yaitu dengan mengisahkan peristiwa sejarah hidup manusia masa lampau yang menyangkut ketaatannya atau kemungkarannya dalam hidup terhadap perintah Tuhan yang dibawakan oleh Nabi atau Rasul yang hadir di tengah mereka.43 Misalnya sebuah ayat yang mengandung nilai pedagogis dalam sejarah digambarkan sebagai berikut:

























Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka itu terdapat pengajaran bagi orang- orang yang mempunyai akal. Al Qur'an itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat bagi kaum yang beriman. (QS. Yusuf: 111).44

Juga kisah tentang dua anak Adam yang saling bermusuhan dan mendengki di antara mereka yang dikisahkan dalam surat Al-Maidah, sedang salah seorang dari mereka ada yang berwatak luas dada dan kasih sayang, jelas dimaksudkan sebagai

42

Abuddin Nata, op. Cit., h. 155-158

43

Nur Uhbiyanti, Ilmu Pendidikan Islam II, (Bandung: CV Pustaka Setia, 1999), h. 111

44


(37)

contoh teladan tentang perlunya pembinaan akhlak dan rasa kasih sayang serta rasa tenggang rasa dalam diri anak didik sehingga dia mampu hidup saling bergotong royong dalam masyarakat di masa dewasanya.45 Sebagaimana firman Allah tentang hal ini adalah sebagai berikut:

















“Dan ceritakanlah(Muhammad) yang sebenarnya kepada mereka tentang kisah kedua putra Adam (Habil dan Qabil) menurut yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain (Qabil) Ia berkata (Qabil): Aku pasti akan membunuhmu”.”Habil berkata: Sesungguhnya Allah menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.” (QS. Al-Maidah: 27).46 .

Cerita bagi anak-anak, benar-benar dihayati sebagai suatu kenyataan yang hidup serta dapat membentuk dalam jiwanya suatu pola peniruan (imitasi) tentang sifat dan watak serta nilai yang terkandung di dalam cerita tersebut. Di masa dewasanya cerita demikian berpengaruh dalam jiwanya.47

6. Media Pendidikan Karakter

Di dalam pendidikan, alat/media itu sangat diperlukan dalam proses pembelajaran, sebab alat/media pembelajaran itu mempunyai peran yang besar dan menentukan terhadap pencapaian tujuan pendidikan yang diinginkan.

Menurut Abu Bakar Muhammad yang dikutip oleh Ramayulis, berpendapat bahwa kegunaan alat/media itu antara lain adalah: (1) mampu mengatasi kesulitan-kesulitan dan memperjelas materi pelajaran yang sulit, (2) mampu mempermudah pemahaman, dan menjadikan pelajaran lebih hidup dan menarik, (3) merangsang anak untuk bekerja dan menggerakkan naluri kecintaan menelaah (belajar) dan menimbulkan kemauan keras untuk mempelajari sesuatu, (4) membantu pembentukan kebiasaan, melahirkan pendapat, memperhatikan dan memikirkan suatu pelajaran, serta (5) menimbulkan kekuatan perhatian (ingatan) mempertajam, indera, melatihnya, memperhalus perasaan dan cepat belajar.

45

Nur Uhbiyati, op. Cit., h. 112-113

46

Kementrian Agama RI, op.Cit., h. 148-149

47


(38)

Dari uraian pendapat-pendapat di atas, jelas peran media itu penting sekali. Begitu pentingnya arti alat/media itu maka sudah barang tentu di dalam pendidikan Islam perlu dilengkapi dengan berbagai media dan tidak hanya sekedar ceramah saja. Misalnya, tatkala guru mengajarkan materi tentang pelaksanaan haji. Pembelajaran akan lebih mengena jika disajikan dalam bentuk demonstrasi atau film/video. Selain itu juga materi ajar membaca al-Qur’an akan lebih tertunjang dengan dibantu dengan video seseorang yang fasih dalam membaca al-Qur’an. Begitu juga dengan pelajaran-pelajaran yang lain.

Selain alat/media yang berupa benda perlu dikembangkan dalam pendidikan Islam, alat/media yang bukan berupa benda pun perlu juga mendapatkan perhatian yang serius, sebab pada umumnya alat/media yang bukan berupa benda lebih banyak tujuannya untuk pembentukan pribadi yang baik atau sempurna, sehingga murid-murid akan memiliki akhlak yang luhur dan karakter yang baik.

Dengan demikian, apabila pendidikan Islam memanfaatkan dan mengembangkan alat/media pembelajaran tersebut di dalam pelaksanaan pendidikannya, maka peserta didik akan memiliki pemahaman yang bagus tentang materi yang didapatkan, dan juga akan memiliki moral atau akhlak yang tinggi. Sehingga besar kemungkinan dengan memperhatikan alat/media pembelajaran itu tujuan pendidikan Islam akan tercapai secara efektif dan efisien.48

7. Pelaksanaan Pendidikan Karakter

Setiap orang yang berada dalam lembaga pendidikan (keluarga, sekolah dan masyarakat), pasti akan mengalami perubahan dan perkembangan menurut warna dan institusi tersebut. Berdasarkan kenyataan dan peranan ketiga lembaga ini, Ki Hajar Dewantara menganggap ketiga lembaga pendidikan tersebut sebagai Tri Pusat Pendidikan. Maksudnya, tiga pusat pendidikan secara bertahap dan terpadu mengemban suatu tanggung jawab pendidikan bagi generasi mudanya. Ketiga penanggung jawab pendidikan ini dituntut melakukan kerja sama di antara mereka baik secara langsung, dengan saling menopang kegiatan yang sama secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Dengan kata lain, perbuatan mendidik yang

48


(39)

dilakukan oleh orang tua terhadap anak juga dilakukan oleh sekolah dengan memperkuatnya serta dikontrol oleh masyarakat sebagai sosial lingkungan anak.49

a. Pendidikan Informal (Informal Education)

Lingkungan keluarga sebagai lembaga pendidikan yang pertama dan utama, mengandung arti bahwa anak pertama kali mengenal dan menerima pendidikan dari keluarga, yaitu orang tua mereka dan seluruh personal yang ada dikeluarga tersebut. Sedangkan yang utama adalah anak didik berada di keluarga yang paling lama waktunya dibandingkan pada lembaga pendidikan yang lain. Dengan demikian, keluarga merupakan lembaga pendidikan yang Paling dasar. Oleh karena itulah, lembaga pendidikan keluarga dapat dikatakan sebagai lembaga pendidikan yang paling pertama dan utama.

Pengaruh dan fungsi pendidikan pada keluarga sangat penting, yaitu mengawali pembentukan kepribadian yang kuat, membentuk keyakinan agama, moral dan nilai budaya yang berlaku pada keluarga dan warga masyarakat. Pada gilirannya, nilai-nilai yang tertanam pada keluarga itulah yang akan membentuk nilai-nilai masyarakat. Dengan demikian, diharapkan akan terbangun manusia indonesia yang utuh, yaitu manusia insal kamil.50

Rasulullah Saw, memberikan sebuah konsep perubahan perilaku yang sangat bergantung pada perkembangan yang terjadi dilingkungan anak, terutama orangtua yang memiliki peran besar dalam perubahan perilaku tersebut. Dengan kata lain, baik dan buruknya anak sangat bergantung pada perilaku orangtuanya. Tepat tidaknya pola pendidikan yang diterapkan oleh orangtua sangat menentukan perkembangan anak. Karena itu, sebagai orangtua perlu belajar dari kisah-kisah dalam Al-Qur’an. Orangtua tidak bisa hanya mengandalkan logika terbatas yang kita miliki, tetapi harus berpegang pada Al-Qur’an sebagai sumber kebenaran yang hakiki.51

49

Hasbullah, Dasar-dasar Ilmu Pendidikan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h. 37-38.

50

Mohammad Surya, Abdul Hasim, dan Rus Bambang Suwarno, Landasan Pendidikan Menjadi Guru Yang Baik, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2010), h. 40.

51

Najib Sulhan , Anakku Penyejuk Jiwaku Pola Pengasuhan Islami Untuk Membangun Karakter Positif Anak, (Bandung: PT Mizan Pustaka, 2011), h. 21.


(40)

Dalam lingkungan keluarga, orangtua menentukan pola pembinaan pertama bagi anak. Ajaran Islam menekankan agar setiap manusia dapat memelihara keluarganya dari bahaya siksa api neraka, juga termasuk menjaga anak dan harta agar tidak menjadi fitnah, yaitu dengan mendidik anak sebaik-baiknya. Pendidikan anak mutlak dilakukan oleh orangtuanya untuk menciptakan keseluruhan pribadi anak yang maksimal. Anak harus mengetahui yang jenis-jenis kebajikan dan keburukan, dapat memilih dan memilahnya sekaligus mengamalkannya.

Lingkungan keluarga diharapkan dapat memberikan kesadaran kepada anak-anaknya karena anak adalah titipan Allah sebagai amanah yang wajib dijaga perkembangannya.52

Orang tua mempunyai peranan pertama dan utama bagi anak-anaknya selama anak belum dewasa dan mampu berdiri sendiri. Untuk membawa anak kepada kedewasaan, orang tua harus memberi teladan yang baik karena anak suka mengintimidasi kepada orang yang lebih tua atau orang tuanya.53

Sesungguhnya anak sebagai kertas putih yang siap ditulis dengan warna, gambar, dan coretan apapun. Diantara orang yang berpengaruh memberi warna pada kertas putih tersebut adalah orang tuanya, gurunya atau orangtua asuh bagi anak yatim. Orang tua mempunyai peranan sebagai teladan pertama bagi pembentukan pribadi anak.54

Dalam mendidik anak-anak itu, sekolah melanjutkan pendidikan anak-anak yang telah dilakukan orang tua di rumah. Berhasil baik atau tidaknya pendidikan di sekolah bergantung pada dan dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik disekolah maupun dalam masyarakat.

52

Hasan Basri, Beni Ahmad Saebani, Ilmu Pendidikan Islam (Jilid II), (Bandung: Pustaka Setia, 2010), h. 113-114.

53

Hasbullah, op. Cit., h. 115.

54

Buchori Nasution, Anak Shaleh, Pandai, Kaya, Sehat, (Jakarta: Reseach Institute For Islamic Curriculum, 2013), h. 3.


(41)

Demikianlah, tidak dapat disangkal lagi betapa pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga bagi perkembangan anak-anak menjadi manusia yang berpribadi dan berguna bagi masyarakat.55

Lingkungan keluarga menjadi tolak ukur keberhasilan anak dalam pendidikan. Oleh karena itu, terutama orangtua yang memikul tanggung jawab terbesar dalam pendidikan anak, sepatutnya mengembangkan potensi dirinya melalui keikutsertaannya dalam acara-acara yang bermanfaat, misalnya pengajian, berorganisasi, dan sebagainya. Dengan demikian, ilmu pengetahuannya semakin berkembang dan memberi manfaat untuk pengembangan pendidikan Islam dalam lingkungan keluarga.56

b. Pendidikan Formal (Formal Education)

Setelah keluarga, sekolah mempunyai peran yang sangat strategis dalam membentuk manusia yang berkarakter. Sebagai lembaga pendidikan formal, sekolah terdiri dari pendidik dan anak didik. Antara mereka sudah barang tentu terjadi adanya saling hubungan, baik antara guru dengan murid-muridnya maupun antara murid dengan murid.57

Sekolah memegang peranan yang sangat penting dalam perkembangan intelektual dan psikologi anak didik, karena di sekolah tempat berkumpulnya anak dari berbagai keluarga dan berasal dari masyarakat yang berbeda pula. Sekolah juga mempunyai peran membentuk kepribadian anak didik, sekolah akan menyalurkan dan mengembangkan bakat dan minat anak didik sehingga menjadi seorang ahli yang berguna untuk dirinya dan untuk bangsanya.58

Adapun pendidik atau guru mempunyai peran yang sangat penting dalam mendidik anak di sekolah, guru harus bertanggung jawab atas segala sikap, tingkah laku, dan perbuatannya dalam rangka membina jiwa dan watak anak didik. Dengan demikian, tanggung jawab guru adalah membentuk anak didik agar

55

M. Ngalim Purwanto Mp, Ilmu Pendidikan Teoritis Dan Praktis, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2011), hal. 79

56

Hasan Basri, Beni Ahmad Saebani, op. Cit.h. 115.

57

Hasbullah, op. Cit., h. 116.

58


(42)

menjadi orang bersusila yang cakap, berguna bagi agama, nusa, dan bangsa di masa yang akan datang.

Adapun sebagai pendidik guru mempunyai peranan sebagai berikut:

1. Korektor bagi perbuatan yang baik dan yang buruk agar anak didik memiliki kemampuan memilih yang terbaik bagi kehidupannya.

2. Inspirator, yaitu yang memberikan ide-ide positif bagi pengembangan kreativitas anak didiknya.

3. Informator yang memberikan ragam informasi dan kemajuan ilmu pengetahuan kepada anak didiknya agar ilmu pengetahuan anak didik semakin luas dan mendalam.

4. Organisator yang memiliki kemampuan mengelola kegiatan pembelajaran dengan baik dan benar.

5. Motivator yang mendorong anak didiknya semakin aktif dan kreatif dalam belajar.

6. Inisiator, yaitu memiliki pencetus gagasan bagi pengembangan dan kemajuan pendidikan.

7. Fasilitator, yaitu menyediakan fasilitas pendidikan dan pembelajaran bagi kegiatan belajar anak didiknya.

8. Pembimbing, yaitu membimbing dan membina anak didiknya ke arah kehidupan yang bermoral, rasional, dan berkepribadian luhur sesuai dengan nilai-nilai ajaran Islam dan semua norma yang berlaku di masyarakat.

9. Demonstrator, yaitu memberikan contoh dan mempraktikan berbagai alat pembelajaran agar anak didik cepat memahami bahan ajar yang disampaikan. 10. Pengelola kelas yang memanfaat kelas agar dijadikan tempat pembelajaran

yang efektif, efisien, dan menggairahkan anak didik.

11. Mediator, yaitu sebagai alat ukur bagi anak didik dalam menilai hasil pembelajaran anak didik, atau perantara antara ilmu pengetahuan dan anak didiknya.

12. Moderator dalam berbagai kegiatan anak didik, misalnya dalam diskusi dan sejenisnya.


(43)

13. Supervisor, yaitu membantu, memperbaiki, dan menilai secara kritis terhadap proses pengajaran. Guru berperan sebagai pengawas dan pengendali serta pembina proses pembelajaran dan administrasinya.

14. Evaluator, yaitu menilai semua aktivitas pembelajaran anak didik, baik dalam proses pembelajaran maupun hasil belajar anak didik, sehingga akan dapat memperbaharui dan mengembangkan pendidikan ke arah yang lebih baik. Peranan guru dalam lingkungan sekolah merupakan aset utama bagi pengembangan pendidikan Islam.59

Pada dasarnya pendidikan di sekolah merupakan bagian dari pendidikan dalam keluarga, yang sekaligus juga merupakan lanjutan dari pendidikan dalam keluarga. Di samping itu, Kehidupan di sekolah adalah jembatan bagi anak yang menghubungkan kehidupan dalam keluarga dengan kehidupan dalam masyarakat kelak. Yang dimaksud dengan pendidikan sekolah disini adalah pendidikan yang diperoleh seseorang disekolah secara teratur, sistematis, bertingkat, dan dengan mengikuti syarat-syarat yang jelas dan ketat (mulai dari Taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi).60

c. Pendidikan non formal (Non-Formal Education)

Setelah berada di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah, anak didik akan hidup dan bergaul di lingkungan yang lebih luas, yaitu lingkungan masyarakat. Di lingkungan inilah, ilmu pengetahuannya diamalkan. Jika anak didik mampu mengamalkan ilmu pengetahuan Islam dengan baik dan benar dalam pergaulannya di lingkungan sekolah, hal itu merupakan indikator keberhasilan pendidikan Islam di lingkungan keluarga dan lingkungan sekolah.61

Dalam konteks pendidikan, lingkungan masyarakat merupakan lembaga pendidikan selain keluarga dan sekolah yang akan membentuk kebiasaan, pengetahuan, minat dan sikap, kesusilaan, kemasyarakatan, dan keagamaan anak.62

59

Hasan Basri, Beni Ahmad Saebani, op. Cit., h. 118-120.

60

Hasbullah, op. Cit., h. 46.

61

Hasan Basri, Beni Ahmad Saebani, op. Cit., h. 122.

62


(44)

Dalam lingkungan masyarakat, anak didik akan menemukan berbagai kejadian atau peristiwa yang baru, asing, yang baik dan yang buruk, yang patut ditiru atau tidak pantas ditiru, yang terpuji dan yang tercela. Jelasnya, banyak peristiwa dan karakter kehidupan manusia yang memberikan pengaruh positif atau negatif terhadap kehidupan anak didik ketika berada di lingkungan masyarakat.63 Lingkungan memiliki dampak besar terhadap perkembangan. Orang tua tidak dapat melepaskan anak begitu saja kepada lingkungan sesuka dia. Pola hidup, budaya, perilaku, serta kondisi sosial anak kita pertaruhkan disini. Oleh sebab itu arahkanlah anak kepada lingkungan yang kondusif terhadap misi pembinaan kita. Perhatikanlah lingkungan anak bermain, lingkungan sekolahnya, dan lingkungan pergaulannya. Bila orang tua ingin pembinaan tetap pada harapannya, maka sebaiknya:

1. Kalau ingin anaknya shaleh, pergaulkan anak kita harus dengan orang yang berakhlak baik.

2. Kalau ingin anaknya pandai, lingkungan pergaulannya harus bersama-sama orang yang padai.

3. Kalau ingin anaknya kaya, ia juga harus memiliki lingkungan orang kaya. Di samping tentunya juga berinteraksi dengan lingkungan yang kurang mampu tempat membaktikan karunia yang dilebihkan Allah padanya. 4. Kalau ingin anaknya sehat, perhatikan kesehatan diri, tempat tinggal dan

juga lingkungannya.

Salah satu faktor penyebab lingkungan sangat menentukan masa depan anak karena lingkungan adalah gambaran sehari-hari yang terlihat dan tempat berinteraksi. Gambaran itulah yang akan masuk ke alam bawah sadar anak. Hingga bila interaksi tersebut berproses terus menerus, gelombangnya akan menguat dan memacu keinginan serta tekad seseorang untuk mengintimidasi mereka yang sering bersamanya.64

63

Hasan Basri, Beni Ahmad Saebani, op. Cit., h. 122-123.

64

Buchori Nasution, Anak Shaleh, Pandai, Kaya, Sehat, (Jakarta: Reseach Institute For Islamic Curriculum, 2013), h. 105-106.


(45)

8. Evaluasi Pendidikan Karakter

Pendidikan karakter sebagai suatu proses interaksi peserta didik dengan lingkungan pendidikan akan sulit diketahui tingkat keberhasilannya apabila tidak dikaitkan dengan evaluasi hasil. Apakah anak sudah memiliki karakter “jujur” atau belum, memerlukan suatu evaluasi.

Jadi evaluasi untuk pendidikan karakter memiliki makna suatu proses untuk menilai kepemilikan suatu karakter oleh anak yang dilakukan secara terencana, sistematis, sistemik, dan terarah pada tujuan yang jelas.

Evaluasi untuk pendidikan karakter dilakukan untuk mengukur apakah anak sudah memiliki satu atau kelompok karakter yang ditetapkan oleh sekolah dalam kurun waktu tertentu. Karena itu, substansi evaluasi dalam konteks pendidikan karakter adalah upaya membandingkan perilaku anak dengan standar (indikator) karakter yang ditetapkan oleh guru atau sekolah.

Tujuan evaluasi pendidikan karakter. Evaluasi pendidikan karakter ditujukan untuk:

1. Mengetahui kemajuan hasil belajar dalam bentuk kepemilikan sejumlah indikator karakter tertentu pada anak dalam kurun waktu tertentu.

2. Mengetahui kekurangan dan kelebihan desain pembelajaran yang dibuat oleh guru.

3. Mengetahui tingkat efektivitas proses pembelajaran yang dialami oleh anak, baik pada seting kelas, sekolah, maupun rumah.

Berdasarkan tujuan pendidikan karakter di atas, dapat dipahami bahwasanya evaluasi pendidikan karakter tidak terbatas pada pengalaman anak di kelas, tetapi juga pengalaman anak di sekolah dan di rumah.

Fungsi evaluasi pendidikan karakter. Hasil evaluasi tidak akan memiliki dampak yang baik jika tidak difungsikan semestinya. Ada tiga hal penting yang menjadi fungsi evaluasi pendidikan karakter, yaitu:

1. Berfungsi untuk mengidentifikasi dan mengembangkan sistem pengajaran

(instructional) yang didesain oleh guru.


(1)

6. Apakah anda jujur dalam perkataan dan perbuatan kepada orang tua, guru, dan teman?

a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 7. Apakah anda mencontek atau memberi contekan?

a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 8. Apakah anda menyalahgunakan unang SPP yang diberikan orang tua? a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 9. Bila anda menemukan sesuatu benda milik teman lainnya, maka akan

dikembalikan kepada pemiliknya?

a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 10.Siswa biasa mengambil sesuatu milik orang lain tanpa sepengetahuan

orang tersebut.

a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 11.Apakah anda membuat masalah disekolah, sehingga orang tua

dipanggil kesekolah?

a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 12.Apakah anda mematuhi peraturan yang diberikan dari sekolah?

a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 13.Apakah anda sering datang seenaknya tanpa menghiraukan waktu

masuk sekolah?

a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 14.Apakah anda sering telat/terlambat masuk sekolah?

a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 15.Apakah anda suka bolos tanpa alasan yang jelas dan dapat diterima?

a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 16.Apakah anda selalu mengikuti kegiatan tadarus Qur’an di sekolah?

a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 17.Apakah anda selalu datang lebih awal bila ada tugas piket kelas?

a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 18.Apakah dalam kegiatan kerja bakti di sekolah kamu turut serta?


(2)

19.Apakah kamu berpartisifasi dalam acara hari-hari besar islam di sekolahmu?

a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah 20.Apakah anda selalu mengerjakan tugas yang di berikan oleh guru?

a. Selalu b. Sering c. Kadang-kadang d. Tidak pernah


(3)

(4)

(5)

KEMENTERIAN AGAMA

FORM (FR)

No. Dokumen : FITK-FR-AKD-081

UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010

FITK No. Revisi: : 01

Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1

SURAT BIMBINGAN SKRIPSI

Nomor : Un.01/F.1/KM.01.3/.../2013 Jakarta, 22 Desember 2013 Hal : Bimbingan Skripsi

Kepada Yth.

Drs. Abdul Haris, M.Ag Pembimbing Skripsi

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah

Jakarta.

Assalamu’alaikum wr.wb.

Dengan ini diharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi pembimbing I/II (materi/teknis) penulisan skripsi mahasiswa:

Nama : Rafiah

NIM : 1810011000089

Jurusan : Pendidikan Agama Islam Kelas C Semester : X (Sepuluh)

Judul Skripsi : Penerapan Pendidikan Berbasis Karakter DI SDIT Nurul Amal Pondok Cabe Ilir Pamulang

Judul tersebut telah disetujui oleh Jurusan yang bersangkutan pada tanggal 21 Desember, 2013 abstraksi/outline terlampir. Saudara dapat melakukan perubahan redaksional pada judul tersebut. Apabila perubahan substansial dianggap perlu, mohon pembimbing menghubungi Jurusan terlebih dahulu.

Bimbingan skripsi ini diharapkan selesai dalam waktu 6 (enam) bulan, dan dapat diperpanjang selama 6 (enam) bulan berikutnya tanpa surat perpanjangan.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih. Wassalamu’alaikum wr.wb.

Tembusan: 1. Dekan FITK 2. Mahasiswa ybs.


(6)

KEMENTERIAN AGAMA

FORM (FR)

No. Dokumen : FITK-FR-AKD-082

UIN JAKARTA Tgl. Terbit : 1 Maret 2010

FITK No. Revisi: : 01

Jl. Ir. H. Juanda No 95 Ciputat 15412 Indonesia Hal : 1/1

SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN

Nomor : Un.01/F.1/KM.01.3/.../2013 Jakarta, 28 Desember 2013 Lamp. : Outline/Proposal

Hal : Permohonan Izin Penelitian

Kepada Yth.

Kepala SDIT Nurul Amal

Pondok Cabe Ilir Pamulang Tangerang Selatan di

Tempat

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Dengan hormat kami sampaikan bahwa,

Nama : Rafiah

NIM : 1810011000089

Jurusan : Pendidikan Agama Islam Semester : X (Sepuluh)

Judul Skripsi : Penerapan Pendidikan Berbasis Karakter DI SDIT Nurul Amal Pondok Cabe Ilir Pamulang

adalah benar mahasiswa/i Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Jakarta yang sedang menyusun skripsi, dan akan mengadakan penelitian (riset) di instansi/sekolah/madrasah yang Saudara pimpin.

Untuk itu kami mohon Saudara dapat mengizinkan mahasiswa tersebut melaksanakan penelitian dimaksud.

Atas perhatian dan kerja sama Saudara, kami ucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr.Wb.

Tembusan:

1. Dekan FITK

2. Pembantu Dekan Bidang Akademik 3. Mahasiswa yang bersangkutan