Peranan majelis ta'lim gabungan kaum ibu ad Da'watul Islami dalam membina sikap keagamaan jamaah

(1)

(Studi Kasus di Lingkungan Rt 13/12 Kelurahan Sahabat

Kecamatan Cengkareng timur Jakarta Barat)

DisusunOleh :

Syahrul Mubarok 103011026655

JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UIN SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA


(2)

(3)

(4)

(5)

iii

Dalam Penulisan skripsi ini penulis memilih judul “Peranan Majelis

Ta’lim Gabungan Kaum Ad-Da’watul Islami Dalam Membina Sikap Keagamaan

Jamaah” dikarenakan lembaga nonformal seperti majelis ta’lim diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa sarana pemberdayaan masyarakat untuk menanamkan dan meningkatkan pengetahuan agama yang nantinya akan membina sikap keagamaan pada pribadi mereka. Menurut pengamatan penulis, majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami merupakan salah satu lembaga nonformal yang dapat meningkatkan pendidikan agama Islam khusunya kaum ibu. Semenjak didirikannya hingga kini telah banyak memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitar bahkan lebih luas lagi.

Pendidikan Islam merupakan kebutuhan, karena sebagai makhluk pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa potensi dapat didik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi serta pendukung dan pemegang kebudayaan

Secara strategis keberadaan majelis ta’lim sebagai salah satu sarana dakwah dan tabligh yang Islami coraknya yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai dengan tuntunan ajaran Islam. Jadi peranan secara fungsional majelis ta’lim adalah mengokokohkan landasan hidup manusia khususnya di bidang mental dan spritual keagamaan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pendidikan agama Islam yang diterapkan Peranan Majelis Ta’lim Gabungan Kaum Ibu (MTGKI) Ad-Da’watul Islami Dalam Membina Sikap Keagamaan para Jamaah di Lingkungan RT 13/12 Kelurahan Sahabat Kecamatan Cengkareng Timur Jakarta Barat.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode deskriptif analisis, yaitu memaparkan secara mendalam dengan apa adanya secara obyektif sesuai dengan data yang dikumpulkan. Dalam pengolahan data, penulis mengambil pola perhitungan statistik dalam bentuk prosentase, artinya setiap data dipresentasikan setelah ditabulasikan dalam bentuk frekwensi jawaban dalam setiap jawaban.

Dari hasil penelitian yang penulis lakukan di lingkungan RT 13/12 kelurahan sahabat kecamatan cengkareng timur jakarta barat, melalui wawancara, observasi dan penyebaran angket, dapat disimpulkan bahwa Peranan Majelis Ta’lim Ad-Da’watul Islami dalam membina sikap keagamaan memberikan implikasi yang baik kepada para jamaah. Hal tersebut disebabkan oleh dua faktor yaitu pertama , majelis ta’lim gabungan kaum ibu Ad-Da’watul Islami menekankan pengajiannya kepada aspek aqidah, ibadah dan akhlak. Kedua, majelis ta’lim gabungan kaum ibu tidak hanya bergerak pada tatanan penyampaian ilmu pengetahuan lebih luas lagi pada segi sosial kemasyarakatan seperti santunan yatim piatu, menjenguk orang sakit, ta’ziyah serta banyak hal lainnya.


(6)

iv

nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang

berjudul “PERANAN MAJLIS TAKLIM GABUNGAN KAUM IBU

AD-DA’WATUL ISLAMI DALAM MEMBINA SIKAP KEAGAMAAN

JAMAAH”

Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada baginda Nabi besar Muhammad saw yang telah membawa umatnya dari zaman kebodohan ke zaman yang penuh dengan ilmu dan teknologi ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan sebagaimana yang diharapkan walaupun waktu, tenaga, dan pikiran telah diperjuangkan dengan segala keterbatasan kemampuan penulis miliki demi terselesaikannya skripsi ini agar bermanfaat bagi penulis khususnya dan pembaca pada umumnya.

Terselesaikan skripsi ini tidak lepas dari partisipasi beberapa pihak yang telah membantu, motivasi serta arahan dari berbagai pihak, sehingga patut kiranya penulis ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif

Hidayatullah Jakarta.

2. Ketua dan Sekretaris Jurusan Pendidikan Agama Islam (PAI) Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

3. Drs,Sapiuddin Shidiq, M.Ag selaku dosen pembimbing skripsi yang selalu sabar dan teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam membuat skripsi ini.

4. Pimpinan dan seluruh Staff Perpustakaan Utama dan Perpustakaan

Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Seluruh dosen dan karyawan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan pada

umumnya dan Jurusan Pendidikan Agama Islam khususnya yang telah memberikan kontribusi pemikiran melalui pengajaran dan diskusi yang berkaitan dengan skripsi ini.


(7)

v

yang telah merawat, membesarkan, mendidik, dan mencurahkan kasih sayang serta tak bosan-bosannya memberikan bantuan secara moril, materil, semangat dan do’a buat penulis.

8. Buat kakakku yang tercinta Siti Masropah S.Sos.I serta adik-adikku tersayang Kaffi, Nida Kamalia, Ibnu Abbas.

9. Terkhusus buat sahabatku Ade Irma Gunawan, S.Pd.I dan Syamsul Fuad,

S.Pd.I

10.Untuk kekasihku Echa Rianti, S.Pd.I, yang selalu mendampingi dan mengarahkanku

11.Seluruh teman-teman Mahasiswa/i Angkatan 2003 Khususnya PAI kelas

A yang selalu bercanda tawa dan telah memberi warna warni kehidupan penulis, khususnya Mahbub, Ahmad Furqon, Ki Agus Siswandi. Dan juga kepada teman-temanku yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu, sekali lagi terima kasih.

Penulis berharap dan berdo’a kepada Allah SWT, agar seluruh pengorbanan yang telah diberikan kepada penulis, akan mendapatkan balasan yang setimpal disisinya, Jazakumullah Khairan Katsira.

Jakarta, Februari 2011 Penulis,


(8)

v

iv v vii

1 5 5 6 6

7 8 9 10 11

15 16 17 18 25 KATA PENGANTAR ... DAFTAR ISI ... DAFTAR TABEL ...

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah ... B. Identifikasi Masalah ... C. Pembatasan Masalah ... D. Perumusan Masalah ... E. Tujuan dan Kegunaan Hasil Penelitian ...

BAB II : KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR A. Peranan Majelis Ta’lim

1. Pengertian Peranan ... 2. Pengertian Majelis Ta’lim ... 3. Tujuan Majelis Ta’lim ... 4. Peranan Majelis Ta’lim ... 5. Materi dan Metode yang Diterapkan di Majelis Ta’lim ... B. Membina Sikap Keagamaan

1. Pengertian Membina ... 2. Pengertian Sikap Keagamaan ... 3. Aspek-Aspek Sikap ... 4. Ciri-Ciri Sikap Keagamaan ... 5. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan ... C. Kerangka Berfikir


(9)

vi

32 33 34

37 39 39 40

40 42 57

60 61 D. Instrumen Penelitian ... E. Teknik Pengumpulan Data ... F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data ...

BAB IV : HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

1. Sejarah Berdirinya Majelis Ta’lim Ad-Da’watul Islami ... 2. Kondisi Tenaga Pengajar ... 3. Sarana dan Prasarana ... 4. Materi dan Metode ... 5. Struktur Organisasi dan Pengelolaan Majelis Ta’lim Ad-Da’watul

Islami ... B. Deskripsi Data ... C. Interpretasi Data ...

BAB V : PENUTUP

A. Kesimpulan ... B. Saran ...

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN-LAMPIRAN


(10)

1 BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia diciptakan oleh Allah SWT dalam bentuk yang sebaik-baiknya, bahkan merupakan makhluk yang paling mulia jika dibandingkan dengan makhluk-makhluk lainnya, oleh karena ia dibekali akal pikiran. manusia yang merasa dirinya memiliki akal, tentunya berusaha untuk melihat hakikat dirinya serta asal kejadiannya, sehingga hal tersebut dapat menumbuhkan keyakinan dan melahirkan dorongan untuk mengabdikan diri sepenuhnya hanya untuk menyembah sang Kholiq, yaitu Allah SWT.

Sebagai makhluk hidup, manusia tumbuh dan secara evolusi baik selama kandungan maupun setelah lahir hingga menjadi dewasa dan mencapai usia lanjut. Dengan demikian manusia dalam proses kejadiannya termasuk makhluk tanpa daya dan eksploratif. Maksudnya manusia tidak mungkin dapat bertumbuh dan berkembang sendiri (tanpa daya) hingga memerlukan bantuan.

Islam sebagai agama yang menjadi pedoman hidup bagi manusia mencakup seluruh kehidupan manusia. Di samping sebagai way of life (pedoman hidup), Islam menurut para pemeluknya juga sebagai ajaran yang harus didakwahkan dan memberikan pemahaman berbagai ajaran yang

terkandung di dalamnya. Sarana yang dapat dilakukan dalam

mentransformasikan nilai-nilai agama tersebut antara lain melalui majelis ta’lim yang berfungsi memberikan pemahaman tentang nilai-nilai ajaran Islam


(11)





















































Artinya

Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar merekalah orang-orang yang beruntung. (Q.S Ali Imron Ayat 104)1

Dari ayat diatas dijelaskan bahwa ada tanggung jawab yang harus dilakukan oleh seorang muslim kepada muslim lainnya yakni mengajak kepada yang ma’ruf (segala perbuatan yang mendekatkan diri kepada Allah SWT, dan mencegah kepada yang munkar (segala perbuatan yang menjauhkan diri kepada Allah SWT).

Majelis ta’lim adalah lembaga pendidikan non formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak, dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah SWT. Antara manusia sesamanya, dan antara manusia dan lingkungannya; dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.”2

Majelis ta’lim adalah wadah pembentuk jiwa dan kepribadian yang agamis yang berfungsi sebagai stabilisator dalam seluruh gerak aktivitas kehidupan umat Islam Indonesia, maka sudah selayaknya kegiatan-kegiatan yang bernuansa Islami mendapat perhatian dan dukungan dari masyarakat, sehingga tercipta insan-insan yang memiliki keseimbangan antara potensi intelektual dan mental spiritual dalam upaya menghadapi perubahan zaman yang semakin maju.

Perkembangan majelis ta’lim pertama-tama bersumber dari swakarsa dan swapercaya masyarakat berkat motivasi agamanya kemudian berkembang

1

Departemen Agama, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, (Surabaya: Al-Hidayah, 1998), h. 93

2


(12)

sesuai dengan tuntutan kebutuhan dan zaman. Majelis ta’lim juga telah banyak memberikan pengetahuan di berbagai lapangan kehidupan seperti:

1. Lapangan hidup keagamaan: agar perkembangan pribadi manusia

sesuai dengan norma-norma ajaran Islam.

2. Lapangan hidup kemasyarakatan, agar terbina masyarakat yang adil dan makmur di bawah ridha dan ampunan Allah swt.

3. Lapangan hidup ilmu pengetahuan; agar berkembang menjadi alat untuk mencapai kesejahteraan hidup umat manusia yang dikendalikan oleh iman.

4. Lapangan hidup berkeluarga; agar berkembang menjadi keluarga yang

sakinah.3

Majelis ta’lim merupakan salah satu wahana atau sarana dalam rangka transfer nilai-nilai agama. Oleh karena itu, sebagai salah satu wahana, semua kegiatan majelis ta’lim hendaknya merupakan proses pendidikan yang mengarah pada internalisasi nilai-nilai agama tersebut. Artinya, jamaah majelis ta’lim diharapkan mampu merefleksikan tatanan normatif yang mereka pelajari dalam realitas kehidupan sehari-hari.

Secara strategis majelis ta’lim menjadi sarana dakwah dan tabligh yang Islami coraknya yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntutan ajaran Islam. Disamping itu guna menyadarkan umat Islam dalam rangka menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya yang kontekstual kepada lingkungan hidup sosial budaya dan alam sekitar mereka, sehingga dapat menjadikan umat Islam sebagai Ummatan Washatan yang meneladani kelompok umat lain.

Jadi peranan secara fungsional majelis ta’lim adalah mengokohkan landasan hidup manusia Indonesia pada khususnya di bidang mental spiritual keagamaan Islam dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya secara

integral, lahiriah dan batiniahnya, duniawiah dan ukhrawiah secara

bersamaan, sesuai tuntutan ajaran agama Islam yaitu Iman dan Takwa yang

3


(13)

melandasi kehidupan duniawi dalam segala bidang kegiatannya, fungsi demikian sesuai dengan pembangunan nasional kita.4

Pada umumnya pendidikan adalah tugas dan tanggung jawab bersama yang dilaksanakan secara sadar baik dari pihak pendidik maupun pihak terdidik. Kesadaran dalam melaksanakan pendidikan adalah dimaksudkan untuk mencapai kedewasaan dan kematangan berfikir yang dapat diusahakan melalui beberapa proses pendidikan, yaitu proses pendidikan formal, informal dan nonformal.

Pendidikan agama merupakan usaha sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mengenal, memahami, menghayati hingga mengimani, bertakwa dan berakhlak mulia dalam mengamalkan ajaran agama Islam dari sumber utamanya yakni kitab suci Al-Qur’an dan Al-Hadist, melaui kegiatan bimbingan, pengajaran, latihan serta penggunaan pengalaman, dibarengi tuntutan untuk menghormati penganut beragama dalam masyarakat sehingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.

Gambaran manusia yang diharapkan melalui proses pendidikan adalah seorang muslim yang beriman kepada Allah SWT, bertakwa, berakhlak mulia serta menguasai ilmu untuk dunia dan akhirat serta memikul tanggung jawab dan amanat yang dibebankan kepadanya sesuai dengan kemampuan masing-masing.

Keberhasilan seseorang dalam menyiarkan ajaran Islam sangat tergantung kepada metode (manhaj) yang digunakan sebagai media dakwah. Media dakwah dapat berupa pendidikan formal, non formal, informal maupun forum-forum incidental seperti tabligh akbar, ceramah-ceramah agama khususnya yang berkaitan dengan sosio-kultural masyarakat.

Oleh sebab itu, lembaga non formal seperti majelis ta’lim diharapkan dapat memberikan kontribusi berupa sarana pemberdayaan masyarakat untuk menanamkan dan meningkatkan pengetahuan agama yang nantinya dapat membentuk sikap keagamaan pada pribadi mereka.

4

H. M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995). Cet. I, h. 120.


(14)

Menurut pengamatan penulis, majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami merupakan salah satu lembaga non formal yang dalam rangka meningkatkan pedidikan agama Islam khususnya bagi kaum ibu. Semenjak didirikanya hingga kini telah banyak memberikan kontribusi bagi masyarakat sekitar bahkan lebih luas lagi.

Sesuai dengan latar belakang di atas maka penulis bermaksud untuk

mengadakan penelitian dengan judul “PERANAN MAJELIS TA’LIM

GABUNGAN KAUM IBU (MTGKI) AD-DA’WATUL ISLAMI DALAM MEMBINA SIKAP KEAGAMAAN JAMAAH ”. (Studi kasus di lingkungan RT 12/13 Kelurahan Sahabat kecamatan Cengkareng Timur Jakarta Barat).

B. Identifikasi masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka identifikasi masalah yang dapat dirumuskan penulis antara lain :

a. Majelis ta’lim merupakan salah satu wahana atau sarana dalam rangka transfer nilai-nilai agama

b. Peranan majelis ta’lim dalam membina sikap keagamaan jamaah

c. metode yang dikembangkan oleh para pengurus di majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami

d. Fungsi dan Manfaat yang dirasakan oleh jamaah dan masyarakat

sekitarnya.

e. Pemahaman dan pengalaman peserta majelis ta’lim dalam memahami dan

mengamalkan nilai-nilai keagamaan tersebut.

C. Pembatasan Masalah

Agar dalam penulisan skripsi ini tidak melebar terlalu luas yang nantinya akan sulit menemukan permasalahan yang dituju, maka masalah penelitian ini dibatasi, yakni:

1. Majelis ta’lim yang dimaksud adalah kegiatan atau aktifitas yang

dilakukan di majelis ta’lim Gabungan Kaum Ibu (MTGKI) Ad Da’watul


(15)

2. Sikap keagamaan yang dimaksud adalah pelaksanaan nilai-nilai ibadah serta sikap sosial yang dilakukan jama’ah dalam kehidupan sehari-hari setelah mereka mendapatkan pendidikan agama Islam yang diperolehnya.

D. Perumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah di atas, maka permasalahan penelitian ini dapat dirumuskan yakni:" Bagaiman peranan majelis ta’lim Gabungan Kaum Ibu (MTGKI) Ad Da'watul Islami dalam membina sikap keagamaan para jamaahnya di lingkungan RT 12/13 Kelurahan Sahabat kecamatan Cengkareng Timur Jakarta Barat.

E. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui bagaimana peranan majelis ta’lim

Islam Ad-Da’watul Islami dalam membina sikap

keagamaan jama’ah.

Kegunaan Penelitian:

1. Berguna bagi penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah sebagai tugas akhir perkuliahan.

2. Diharapkan penelitian ini dapat menjadi bahan masukan serta

informasi agar lebih memperhatikan lagi kualitas serta kuantitas

peranan di MTGKI Ad-Da’watul Islami.

3. Dengan data ini diharapkan akan menjadi bahan informasi pula bagi semuanya untuk dapat meningkatkan pengajaran pendidikan agama Islam bagi lembag formal maupun non formal.


(16)

7 BAB II

KAJIAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A. Peranan dan Majelis Ta’lim 1. Peranan

Peranan berasal dari kata peran yang mempunyai arti: seperangkat tingkat yang diharapkan dapat dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Sumber lain mengartikan kata peran sebagai karakter yang dimainkan oleh objek.1

Setelah mendapat akhiran an kata peran memiliki arti yang berbeda diantaranya sebagai berikut:

a. Peranan adalah bagian dari tugas utama yang harus dilaksanakan. b. Peranan adalah usaha-usaha yang dilakukan oleh indifidu atau suatu

lembaga.

c. Peranan adalah tindakan yang dilakukan seseorang dalam suatu peristiwa.2

Dari pengertia-pengertian di atas, penulis dapat menyimpulkan bahwa peranan adalah suatu kewajiban yang harus dilaksanakan baik oleh pribadi

1

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985), h. 33.

2

Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Difa Publiser), h. 641.


(17)

maupun institusi. Kewajiban yang dilaksanakan dimaksudkan untuk mencapai maksud dan tujuan.

2. Pengertian Majelis Ta’lim

Majelis ta’lim menurut bahasa terdiri dari dua kata yaitu “majelis” dan “ta’lim”, yang keduanya berasal dari bahasa Arab. Kata majelis ta’lim adalah bentuk isim makna dari akar kata “Yang berarti “tempat duduk, tempat sidang atau dewan”.3

Tuti Alawiyah As dalam bukunya “strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Ta’lim”, mengatakan bahwa salah satu arti dari majelis adalah “pertemuan atau perkumpulan orang banyak” sedangkan ta’lim berarti “pengajaran atau pengajian agama Islam”.4

Kini apabila kedua istilah tersebut disatukan maka yang akan muncul kemudian gambaran sebuah suasana dimana para muslimin berkumpul untuk melakukan kegiatan yang tidak hanya terikat pada makna pengajian belaka melainkan kegiatan yang dapat menggali potensi dan bakat serta menambah pengetahuan dan wawasan para jama’ahnya.

Musyawarah majelis ta’lim se DKI Jakarta yang berlangsung tanggal 9-10 Juli 1980 memberikan batasan (ta’rif) majelis ta’lim.

“Yaitu lembaga pendidikan non formal Islam yang memiliki kurikulum tersendiri, diselenggarakan secara berkala dan teratur, dan diikuti oleh jama’ah yang relatif banyak, dan bertujuan untuk membina dan mengembangkan hubungan yang santun dan serasi antara manusia dengan Allah swt. Antara manusia sesamanya, dan antara mansuia dan lingkungannya; dalam rangka membina masyarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.”5

3

Ahmad Waeson Munawir, Kamus Al-Munawwir, (Yogyakarta: Pustaka Progressif, 1997), Cet. 14, h. 202

4

Tuti Alawiyah As, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Ta’lim (Bandung: MIZAN, 1997), h.5

5


(18)

Dari beberapa definisi tersebut maka majelis ta’lim dapatlah ditarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Majelis ta’lim adalah tempat berlangsungnya kegiatan pengajian atau pengajaran agama Islam. Waktunya berkala tetapi teratur tidak tiap hari atau tidak seperti sekolah.

2. Majelis ta’lim merupakan lembaga pendidikan Islam non formal yang pengikutnya disebut jama’ah bukan pelajar atau murid. Hal ini didasarkan karena kehadiran di majelis ta’lim tidak merupakan suatu kewajiban sebagaimana dengan kewajiban murid di sekolah.

Sedangkan pengertian majelis ta’lim menurut penulis dalam skripsi ini adalah suatu wadah berkumpulnya orang muslim guna menuntut ilmu agama Ialam, yang disertakan kegiatan yang dapat menggali potensi dan mengembangkan bakat serta menambah pengetahuan dan wawasan para jamaahnya.

3. Tujuan Majelis Ta’lim

Mengenai hal yang menjadi tujuan majelis ta’lim, mungkin rumusnya

bermacam-macam. Tuti Alawiyah merumuskan bahwa tujuan majelis ta’lim

dari segi fungsi, yaitu:

1. Berfungsi sebagai tempat belajar, maka tujuan majelis ta’lim adalah menambah ilmu dan keyakinan agama yang akan mendorong pengalaman ajaran agama.

2. Berfungsi sebagai tempat kontak sosial , maka tujuannya adalah silaturahmi.


(19)

3. Berfungsi mewujudkan minat sosial, maka tujuannya adalah meningkatkan kesadaran dan kesejahteraan rumah tangga dan lingkungan jamaahnya.6

Secara sederhana tujuan majelis ta’lim dari apa yang diungkapkan di atas adalah tempat berkumpulnya manusia yang didalamnya membahas pengetahuan agama serta terwujudnya ikatan silaturahmi guna meningkatkan kesadaran jamaah atau masyarakat sekitar tentang pentingnya peranan agama dalam kehidupan sehari-hari.

Sedangkan di dalam ensiklopedia Islam, diungkapkan bahwa tujuan majelis ta’lim adalah:

a. Meningkatkan pengetahuan dan kesadaran beragama di kalangan

masyarakat khususnya bagi jamaah.

b. Meningkatkan amal ibadah masyarakat.

c. Mempererat silaturahmi antar jamaah. d. Membina kader di kalangan umat Islam.7

4. Peranan Majelis Ta’lim

Majelis Ta’lim merupakan lembaga pendidikan tertua dalam Islam. Walaupun tidak disebut majelia ta’lim, namun pengajian Nabi Muhammad saw. Yang berlangsung secara sembunyi di rumah sahabat Arqam bin Abil Arqam r.a. di zaman makkah, dapat dianggap sebagai majelis ta’lim menurut pengertian sekarang. Setelah adanya perintah Allah swt. Untuk menyiarkan Islam secara terang-terangan, pengajian seperti itu segera berkembang di tempat-tempat lain yang diselenggarakan secara terbuka.

Majelis ta’lim adalah lembaga Islam non formal. Dengan demikian majelis ta’lim bukan lembaga pendidikan Islam formal seperti madrasah atau perguruan tinggi. Majelis ta’lim bukanlah merupakan wadah organisasi masyarakat yang berbasis politik. Namun, majelis ta’lim mempunyai peranan

6

Tuti Alawiyah As, Strategi Dakwah..., h. 78

7

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, (ed), Majelis, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Haefe, 1994), h.122


(20)

yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Peranan majelis ta’lim sebagai berikut:

a. Sebagai wadah untuk membina dan mengembangkan kehidupan

beragama dalam rangka membentuk mayarakat yang bertaqwa kepada Allah SWT.

b. Taman rekreasi rohaniah, karena penyelenggaraannya bersifat santai.

c. Wadah silatuhrahmi yang menghidup suburkan syiar Islam.

d. Media penyampaian gagasan yang bermanfaat bagi pembangunan

umat dan bangsa.8

Secara strategi majelis ta’lim menjadi sarana dakwah dan tabligh yang Islami coraknya yang berperan sentral pada pembinaan dan peningkatkan kualitas hidup umat Islam sesuai tuntunan ajaran Islam. Disamping itu guna menyadarkan umat Islam dalam rangka menghayati dan mengamalkan ajaran agamanya yang kontekstual kepada lingkungan hidup sosial budaya dan alam sekitar mereka, sehingga dapat menjadikan umat Islam sebagai Ummatan Washatan yang meneladani kelompok umat lain. Untuk tujuan itu, maka pemimpinnya harus berperan sebagai petunjuk jalan kea rah kecerahan sikap hidup Islami yang membawa kesehatan mental rohaniah dan kesadaran fingsipnal selaku khalifah di buminya sendiri. Dalam kaitannya dengan hal ini, M. Arifin mengatakan:

Jadi peranan secara fungsional majelis ta’lim adalah mengkokohkan landasan hidup manusia Indonesia pada khususnya di bidang mental spritual keagamaan Islam dalam rangka meningkatkan kualitas hidupnya secara integral, lahiriah dan batiniahnya, duniawi dan ukhrawiah secara bersamaan, seseuai tntutan ajaran agama Islam yaitu iman dan takwa yang melandasi kehidupan duniawi dalam segala bidang kegiatannya, fungsi sesuai dengan pembangunan nasional kita.9 5. Materi dan Metode Yang Dikaji Majelis Ta’lim

1). Materi

8

Dewan Redaksi, Majelis…, h. 120

9


(21)

Materi atau bahan ialah apa yang hendak diajarkan dalam majelis ta’lim. Dengan sendirinya materi itu adalah ajaran Islam dengan segala keluasannya. Islam memuat ajaran tentang tata hidup yang meliputi segala aspek kehidupan, maka pengajaran Islam berarti pengajaran tentang tata hidup yang berisi pedoman pokok yang digunakan oleh manusia dalam menjalani kehidupannya di dunia dan untuk menyiapkan hidup yang sejahtera di akhirat nanti. Dengan demikian materi pelajaran agama Islam luas sekali meliputi segala aspek kehidupan.

Dewasa ini, sekedar untuk memudahkan sering dilakukan pembagian antara ilmu agama arti khusus dan ilmu umum yang dipandang dari segi agama dengan demikian, maka secara garis besarnya, ada dua kelompok pelajaran dalam majelis ta’lim, yakni kelompok pengetahuan agama dan kelompok pengetahuan umum.

a. Kelompok pengetahuan agama

Bidang pengajaran yang termasuk kelompok ini antara lain adalah Tauhid, Fiqh, Tafsir,Hadits, Akhlaq, Tarikh, dan Bahasa Arab.

b. Kelompok pengetahuan umum

Karena banyaknya pengetahuan umum, maka tema-tema atau maudlu’

yang disampaikan hendaknya hal-hal yang langsung ada kaitannya dengan kehidupan masyarakat. Kesemuanya itu dikaitkan dengan agama, artinya dalam menyampaikan uraian-uraian tersebut hendaklah jangan dilupakan dalil-dalil agama baik berupa ayat-ayat al-Qur’an atau hadits-hadits atau contoh-contoh dari kehidupan Rasullah saw.10

Menurut Tuti Alawiyah bahwa kategori pengajian itu diklasifikasikan menjadi 5 bagian:

a) Majelis ta’lim tidak mengajarkan secara rutin tetapi hanya sebagai tempat berkumpul, membaca shalawat, membaca surat yasin atau

10


(22)

b) Membaca shalawat nabi dan sebulan sekali pengurus majelis ta’lim mengundang seorang guru untuk berceramah itulah merupakan isi taklim.

c) Majelis ta’lim mengajarkan pengetahuan dan keterampilan dasar ajaran agama seperti belajar mengaji al-Qur’an atau penerangan fiqh.

d) Majelis ta’lim mengajarkan pengetahuan agama tentang fiqh, tauhid atau akhlak yang diajarkan dalam-dalam pidato-pidato mubaliq yang kadang-kadang dilengkapi tanya jawab.

e) Majelis ta’lim seperti butir ke-3 dengan mengunakan kitab sebagi pegangan, ditambah dengan pidato atau ceramah.

f) Majelis ta’lim dengan pidato-pidato dan dengan pelajaran pokok yang diberikan teks tertulis. Materi pelajaran disesuaikan dengan situasi hangat berdasarkan ajaran Islam.11

Penambahan dan pengembangan materi dapat saja terjadi di majelis ta’lim, melihat semakin majunya zaman dan semakin kompleks permasalahan yang perlu penanganan yang tepat. Wujud program yang tepat dan aktual sesuai dengan kebutuhan jama’ah itu sendiri merupakan suatu langkah yang baik agar majelis ta’lim tidak terkesan kolot dan terbelakang. Karena majelis ta’lim merupakan salah satu struktur kegiatan dakwah yang berperan penting dalam mencerdaskan umat, maka selain pelaksanaannya harus sesuai teratur

dan periodik juga harus mampu membawa jama’ah kearah yang lebih baik.

2). Metode

Metode adalah cara, dalam hal ini caara menyajikan bahwa pengajaran dalam majelis ta’lim untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.makin baik motode yang dipilih makin efektif pencapaian tujuan.

Metode mengajar banyak sekali macamnya. Namun bagi majelis ta’lim tidak semua metode itu dapat dipakai. Ada metode mengajar di kelas yang tidak dapat dipakai dalam majelis ta’lim. Hal ini disebabkan karena perbedaan kondisi dan situasi antara sekolah dengan majelis ta’lim.

11


(23)

Ada beberapa metode yang di gunakan di majelis ta’lim, diantaranya :

a. Majelis ta’lim yang diselenggarakan dengan metode halaqah. Dalam hal ini pengajar atau ustadzah atau kiayi memberikan pelajaran biasanya dengan memegang suatu kitab tertentu. Peserta mendengarkan keterangan pengajar sambil menyimak kitab yang sama atau melihat ke papan tulis dimana menuliskan apa-apa yang hendak diterangkan.

b. Majelis ta’lim yang diselenggarakan dengan metode mudzakarah. Metode ini dilaksanakan dengan cara tukar menukar pendapat atau diskusi mengenai suatu masalah yang disepakati untuk dibahas. c. Majelis ta’lim yang diselenggarakan dengan metode ceramah.

Metode ini dilksanakan dengan dua cara. Pertama, ceramah umum, dimana pengajar atau ustadzah atau kiayi bertindak aktif dengan memberikan pelajaran atau ceramah, sedangkan peserta pasif, yaitu tinggal mendengar atau menerima materi yang diceramahkan. Kedua. Ceramah terbatas, dimana biasanya terdapat kesempatan untuk bertanya jawab. Jadi baik pengajar atau ustadzah atau kiayi maupun peserta atau jamaah sama-sama aktif.

d. Majelis ta’lim yang diselenggarakan dengan metode campuran. Artinya satu majelis ta’lim menyelenggarakan kegiatan pendidikan atau pengajian tidak dengan satu maacam metode saja, melainkan dengan berbagai metode secara berselang-seling.12

Barangkali dalam majelis ta’lim dewasa ini (Majelis ta’lim umum) metode ceramah telah sangat membudaya, seolah-olah hanya metode ini saja yang dapat dipakai dalam majelis ta’lim. Dalam rangka pengembangan dan peningkatan mutu majelis ta’lim ada baiknya metode yang lain mulai dipakai.

12


(24)

B. Membina Sikap Keagamaan 1. Pengertian Membina

Menurut kamus bahasa Indonesia Membina adalah membangun, mendirikan atau mengusahakan supaya lebih baik atau lebih maju (maju, sempurna).13

2. Pengertian Sikap Keagamaan

Sebelum sampai pada pengertian sikap keagamaan terlebih dahulu ada baiknya penulis akan menguraikan tentang pengertian sikap dan pengertian agama yang merupakan kata dasar dari keagamaan.

Menurut bahasa (etimologi), sikap adalah “Perbuatan dan sebagainya yang berdasarkan pada pendirian, pendapat atau keyakinan”.14 Sikap atau dalam bahasa Inggris disebut attitude menurut Ngalim purwanto adalah “Perbuatan atau tingkah laku sebagai respon atau reaksi terhadap suatu rangsangan atau stimulus”.15

G.W.Allport (1953) mengemukakan bahwa “sikap adalah keadaan mental dan syaraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik atau terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.16

Jadi, sikap merupakan kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap obyek atau situasi secara konsisten. Apabila individu memiliki sikap yang positif terhadap obyek ia akan siap membantu, memperhatikan, berbuat sesuatu yang menguntungkan obyek itu. Sebaliknya bila ia memiliki sikap yang negatif terhadap suatu obyek, maka ia akan mengecam, mencela, menyerang bahkan membinasakan obyek itu.

13

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Edisis III, 152.

14

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), Cet. I, h. 499

15

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), Cet. 10, h. 141

16


(25)

Dari uraian di atas jelaslah bahwa sikap merupakan kesediaan bertindak atau bertingkah laku seseorang individu yang berdasarkan pendirian dan pendapat terhadap suatu hal atau objek tertentu . tidak ada satu sikappun yang tanpa objek. Misalnya: sikap seseorang muslim terhadap gading babi yang dianggapnya sebagai makanan yang haram dan kotor. Dengan demikian sikap adalah konsep yang membantu kita untuk memahami tingkah laku. Sejumlah perbedaan perbedaan tingkah laku dapat merupakan pencerminan atau manifestasi dari sikap yang sama.

A. Aspek-aspek sikap

Bila kita membicarkan tentang sikap keagamaan seseorang berarti kita secara langsung membicarakan pengalaman ajaaran agamanya, karena ajaran agaama seseorang merupakan perwujudan dari sikap keagamaannya.

Sikap merupakan predisposisi unutk bertindak senang atau tidak terhadap objek tertentu yang mencakup komponen kognisi, afektif, dan konasi yang merupakan evaluasi yang bersifat personal, yang membentuk kecenderungan untuk bertindak.17

Jika keagamaan adalah suatu keadaan yang ada dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai dengan kadar ketaatannya terhadap agama. Merunjuk kepada rumusan di atas terlihat bahwa ada tiga aspek sikap keagamaan, yaitu:

1. Aspek kognisi, adalah segala hal yang berhubungan dengan intelek jiwa manusia, dimana akal pikiran merupakan potensi manusia yang dapat dikembangkan untuk mendorong melakukan perbuatan yang baik dan menghindarkan perbuatan yang buruk. Dengan adanya manusia berfikir dan memahami perbuatan-perbuatan maka manusia membutuhkan pegangan hidup yang disebut agama, sehingga dalam jiwa manusia mengakui adanya zat yang maha kuasa tempat berlindung dan memohon pertolongan.

17


(26)

2. Aspek afektif, adalah segala hal yang berhubungan dengan gejala perasaan (emosional) seperti senang, tidak senang, setuju tidak setuju . bila seseorang percaya bahwa agama itu adalah suatu yang baik dan benar maka akan timbul perasaan suka terhadap agama sehingga menimbulkan sikap batin yang seimbang dalam menghayati kebenaran ajaran agama. 3. Aspek konasi, adalah segala hal yang berhubungan dengan prilaku

keagamaan. Aspek ini berfungsi untuk mendorong timbulnya perasaan doktrin suatu ajaran agama untuk mengamalkan ajaran agama dengan penuh keikhlaasan dalam hidupnya.

Dengan demikian ketiga aspek ini saling berkaitan antara satu dengan yang lainnya dalam pelaksanaan pengalaman ajaran agama. Aspek kognisi berperan menentukan benar atau tidaknya ajaran berdasarkan pertimbangan intelektual seseorang, aspek afektif berperan menimbulkan sikap batin yang seimbang dan positif dalam menghayati kebenaran ajaran agama sedangkan aspek konasi berperan menimbulkan amalan-amalan atau doktrin keagamaan yang benar.

B. Ciri-Ciri Sikap Keagamaan

Membicarakan sikap keagamaan tidak terlepas dari ciri-ciri sikap keagamaan. Hal ini dapat di lihat dari berbagai dimensi keberagamaan seseorang menurut GLOCK & STARK, sebagaimana dikutip oleh Djamaludin Ancok di mensi keagamaan yaitu:

1. Dimensi Keyakinan (Ideologis)

2. Dimensi Peribadatan (Praktek agama)

3. Dimensi Penghayatan (Eksperiensial)

4. Dimensi Pengetahuan

5. Dimensi Pengamalan (Konsekuensial)18

18

Jamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islami: Solusi Islam Atas Problem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), Cet. I, h. 77.


(27)

Pertama,dimensi keyakinan, dimensi ini berisi pengharapan-pengharapan dimana seorang religius berpegang teguh pada pandangan teologis tertentu dan mengakui kebenaran doktrin-doktrin tersebut.

Setiap agama mempertahankan seperangkat kepercayaan di mana para penganutnya diharapkan akan taat, seperti dalam ajaran Islam dikenal dengan enam pokok keimanan atau arkanul iman. Kepercayaan tersebut adalah : iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab –kitab, iman kepada Rasul, iman kepada hari akhir dan iman kepada Qodho dan Qadar.

Kedua, dimensi peribadatan atau praktek agama. Dimensi ini mencakup perilaku pemujaan, ketaatan dan perilaku yang dilakukan orang untuk menunjukkan komitmen terhadap agama yang dianutnya.

Dalam agama Islam, umatnya diwajibkan untuk mengamalkan ajaran-ajaran agamanya, seperti melakukan sholat, puasa, zakat, haji dan ibadah-ibadah lainya yang diperintahkan oleh Allah SWT.

Ketiga, dimensi penghayatan yang berisikan dan berintikan fakta bahwa semua agama ini mengandung pengharapan-pengharapan tertentu, walaupun tidak tepat jika dikaatakan bahwa seseorang yang beragama dengan baik pada suatu waktu akan mencapai pengetahuan subyektif dan langsung mengenai kenyataan terakhir, yaitu bahwa dia akan mencapai suatu keadaan kontak dengan perantara supernatural.

Dimensi ini berkaitan dengan pengalaman keagamaan, persepsi-persepsi, perasaan-perasaan dan dimensi-dimensi yang dialami seorang pelaku atau suatu kelompok keagamaan yang melihat komunikasi dengan suatu esensi ketuhanan, yaitu dengan Tuhan.

Keempat, dimensi pengetahuan agama, dimensi ini mengacu kepada bahwa harapan bahwa orang-orang yang beragama paling tidak memiliki minimal pengetahuan tentang agama, yaitu pengetahuan mengenai dasar-dasar keyakinan (keimanan), ibadah-ibadah yang diwajibkan oleh agama, kitab sucinya dan tradisi-tradisi yang ada dalam agamanya.


(28)

Antara dimensi pengetahuan dan keyakinan mempunyai kaitan satu sama lainnya, karena pengetahuan mengenai suatu keyakinan adalah syarat bagi penerimanya.

Kelima, dimensi konsekuensi. Dimensi konsekuensi ini mengacu kepada identifikasi akibat-akibat keyakinan keagamaan, pengamalan ajaran-ajaran agama, pengalaman keagamaan, dan pengetahuan agama, berarti ia mempunyai sikap keagamaan.

Mencerminkan sikap keagamaan seorang muslim dalam hal ini dasar-dasar ajaran Islam yang meliputi aqidah, syari’ah dan akhlaq

1. Aqidah

Pada dasarnya manusia membutuhkan kepercayaan, kepercayaan itu akan membentuk sikap dan pandangan hidup seseorang. Kepercayaan atau keimanan merupakan pondasi utama yang akan menentukan sikap seseorang dengan keimanan yang tertanam dalam diri seseorang. Maka segala amal perbuatannya ditunjukan untuk memenuhi perintah Tuhan dan menjauhi segala larangan-Nya.

Objek keimanan yang tidak akan berubah manfaatnya dan tidak akan pernah hilang adalah keimanan yang ditentukan oleh agama. Dalam agama Islam ada macam pokok keimanan yang disebut rukun iman, yaitu: iman kepada Allah, iman kepada malaikat, iman kepada kitab-kitab, iman kepada Rasul, iman kepada hari akhir dan iman kepada Qodho dan Qadar atau takdir.

2. Syari’ah

Menurut Prof. Dr. Mahmud Syaltout dalam bukunya Al-Islam

Aqidah wa Al-Syaari’ah, yang dikutip oleh Zuhairini dkk,

mengemukakan pengertian syariah sebagai berikut:

Syari’ah adalah peraturan-peraturan yang diciptakan Allah atau yang diciptakan pokok-pokoknya supaaya manusia berpegang teguh


(29)

kepadanya didalam hubbungannya dengan Tuhan-Nya dengan kehidupannya.19

Berdasarkan pada pengertian di atas, syari’ah berpusat pada dua segi yang mendasar, yaitu segi hubungannya dengan tuhan yang disebut ibadah, dsn segi hubungan manusia dengan sesama yang di sebut muamalah.

Antara ibadah dan muamalah mempunyai kaitan yang sangat erat, tidak dapat dipisahkan antara yang satu dengan yang lainnya, dalam arti keduanya harus bernilai ibadah sebagai proses, sesuai dengan maksud dan tujuan manusia diciptakan Tuhan. Seperti dalam firman Allah yang berbunyi:

Artinya: “Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya untuk mengabdi (ibadah) kepada-Ku” (Surat Adz-Dzariyat : 56) 3. Akhlak

Pengertian akhlak dari segi bahasa berasal dari bahasa Arab yang berarti perangai, tabiat, watak dasar kebiasaan, sopan dan santun agama. Secara linguistik (kebahasaan) kata akhlak merupakan isim jamid atau isim ghairu mustaq, yaitu isim yang tidak mempunyai akar kata, melainkan kata tersebut memang begitu adanya. Kata akhlak adalah jama dari kata khuluqun atau khuluq yang artinya sama dengan arti akhlaq sebagaimana telah disebutkan di atas.20

Prof. Dr. Ahmad Amin mengatakan bahwa akhlak ialah kebiasaan kehendak, contohnya bila kehendak itu dibiasakan memberi, maka kebiasaan itu ialah akhlak dermawan.

19

Zuhairini, et. All., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. 11, h. 36.

20

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf Nilai-Nilai Akhlak atau Budipekerti dalam Ibadah dan Tasawuf, (Jakarta: CV. Karya Mulia, 2005), h. 25-26.


(30)

Di dalam ensiklopedi pendidikan dikatakan bahwa akhlak ialah budi pekerti, watak, kesusilaan, (kesadaran etika dan moral) yaitu kelakuan baik yang merupakan akibat dari sikap jiwa yang benar terhadap khaliknya dan terhadap sesama manusia.

Al-Mu’jam al-wasit menyebutkan definisi akhlak sebagai berikut: Akhlak ialah sifat yang tertanam dalam jiwa, yang dengannya lahir macam-macam perbuatan baik dan buruk, tanpa membutuhkan pemikiran dan pertimbangan.21

Akhlak dalam konsepsi Al-Ghazali, sebagaimana yang telah dikutip oleh Muhammad Ardani, bahwa akhlak tidak hanya terbatas pada apa yang dikenal dengan “teori menengah” dalam keutamaan seperti yang disebut oleh Aristoteles, dan pada sejumlah sifat keutamaan yang bersifat pribadi, tapi juga menjangkau sejumlah sifat keutamaan akali dan amali, perorangan dan masyarakat. Semua sifat ini bekerja dalam suatu kerangka umum yang mengarah kepada suatu sasaran dan tujuan yang telah ditentukan.

Akhlak menurut Al-Ghazali, sebagaimana yang telah dikutip Muhammad Ardani, bahwa akhlak mempunyai tiga dimensi:

a. Dimensi diri, yakni orang dengan dirinya dan tuhannnya, seperti ibadah dan shalat.

b. Dimensi sosial, yakni masyarakat, pemerintah dan pergaulannya dengan sesamanya.

c. Dimensi metafisis, yakni akidah dan pegangan dasarnya.22

Dalam konsep akhlak adalah suatu sikap mental (halun lin nafs) yang mendorong untuk berbuat tanpa piker dan pertimbangan. Keadaan atau sikap jiwa ini terbagi dua: ada yang berasal dari watak (tempramen)dan ada yang berasal dari kebiasaan dan latihan. Dengan kata lain tingkah laku manusia

21

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1994), cet. Ke-11, h. 2.

22

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf Nilai-Nilai Akhlak Atau Budi Pekerti Dalam Ibadah Dan Tasawuf, (Jakarta: CV.Karya Mulia, 2005), h. 25


(31)

mengandung dua unsur-unsur watak naluri dan unsure usaha lewat kebiasaan dan latihan.

Sedangkan menurut al-Farabi, sebagaimana yang telah dikutip oleh Muhamad Ardani, ia menjelaskan bahwa akhlak itu bertujuan untuk memperoleh kebahagian yang merupakan tujuan tertinggi yang dirindui dan diusahakan oleh setiap orang.23

Jadi, pada hakikatnya khuluk (budi pekerti) atau akhlak ialah suatu kondisi atau sifat yang telah meresap dalam jiwa dan menjadi kepribadian hingga dari situ timbullah berbagai macam perbuatan dengan cara spontan dan mudah tanpa dibuat-buat dan tanpa memerlukan pemikiran.24

Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa akhlak ialah sifat-sifat yang dibawa manusia sejak lahir yang tertanam dalam jiwanya yang selalu ada padanya, sifat itu dapat terlahir berupa perbuatan baik disebut akhlak yang mulia atau perbuatan buruk yang disebut akhlak yang tercela sesuai dengan pembinaannya.

Ruang lingkup akhlak mencakup hal-hal sebagai berikut:

a. Pola hubungan dengan Allah, seperti mentauhidkan Allah dan menghindari syirik, bertaqwa kepada-Nya, memohon pertolongan kepada-Nya dan lain-lain

b. Pola hubungan manusia dengan Rasullah, yaitu menegakkan sunah

rasul, menziarahi makamnya di madinah dan membacakan shalawat.

c. Pola hubungan manusia dengan dirinya, seperti menjaga kesucian diri dari sifat rakus dan mengumbar nafsu, mengembangkan keberanian dalam menyampaikan yang hak dan membrantas kedzaliman.

Pola hubungan dengan masyarakat, dalam konteks kepemimpinan, seperti menegakkan keadalian, berbuat ihsan, menjungjung tinggi

23

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf..., h. 29

24

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. II, h.1


(32)

musyawarah, memandang kesederajatan manusia dan membela orang-orang yang lemah, mentaati pemimpin, dan berperan serta dalam kegiatan-kegiatan kepemimpinan.25

Asal kata Agama menurut bahasa Arab, agama berasal dari kata Ad-Din bahasa Belanda adalah religie, dalam bahasa Inggris religion, yang mempunyai arti “hubungan antara manusia dengan suatu kekuasaan luar yang lain dan lebih daripada apa yang dilami oleh manusia”.

Menurut Quraish Shihab agama adalah “sebagai hubungan antara makhluk dengan khaliqnya. Hubungan ini terwujud dalam sikap batinnya serta tampak dalam ibadah yang dilakukannya dan tercermin pula dalam sikap kesehariannya.26

Prof Muzayyin Arifin dalam bukunya “Pedoman pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan Agama”, mengatakan:

”Dari aspek subjektif (pribadi manusia), agama mengandung pengertian tentang tingkah laku manusia yang dijiwa oleh nilai-nilai keagamaan yang berupa getaran batin yang dapat mengatur dan mengarahkan tingakah laku tersebut kepada pola hubungan antara manusia dengan Tuhan-Nya dan pola hubungan antara manusia dengan masyarakat sserta alam sekitar”.27

Dari beberapa definisi agama yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar agama adalah tuntunan Tuhan untuk diikuti,dipatuhi dan diamalkan oleh manusia untuk memperoleh kebahagian di dunia dan akhirat. Sedangkan kata agamis itu sendiri maksudnya adalah “sifat -sifat yang terdapat dalam agama, dapat juga dikatakan segala sesuatu mengenai agama.

Jadi yang dimaksud dengan membina sikap keagamaan adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai kadar ketaatannya terhadap agama supaya lebih baik. Sikap keagamaan

25

Muslim Nurdin dkk.., Moral Dan Kognisi Islam, (Bandung: CV ALVABETA, 1993), h. 205

26

M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), Cet. 17, h. 210

27

Muzayyin arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1991), Cet. II, h. 1.


(33)

tersebut terwujud oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif, dan perilaku keagamaan sebagai unsur konatif. Jadi sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang.28

Islam sebagai suatu sistem yang menyeluruh, maka keagamaan dalam Islam bukan hanya diwujudan dalam bentuk ibadah ritual saja, tapi juga dalam bentuk aktifitas lainnya. Oleh karena itu Islam mendorong pemeluknya untuk beragama secara menyeluruh pula. Firman Allah:

























Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan

3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Sikap Keagamaan

Bentuk sikap keagamaan seseorang dapat dilihat seberapa jauh keterikatan komponen kognisi, afektif, dan konasi seseorang dengan masalah-masalah yang menyangkut agama. Hubungan tersebut jelasnya tidak ditentukan oleh hubungan sesaat melainkan sebagai hubungan proses, sebab pembentukan sikap melalui hasil belajar dan interaksi dan pengalaman. Dan pembentukan sikap itu sendiri ternyata tidak semata-mata tergantung pada satu faktor saja, tetapi antara faktor internal dan faktor eksternal keduanya saling berkaitan. Dalam kajian psikologi agama disebutkan adanya potensi beragama pada diri manusia. Manusia adalah homo religious (makhluk beragama). Namun untuk menjadikan manusia yang memiliki sikap keagamaan, maka potensi tersebut memerlukan bimbingan, pengembangan dari lingkunganya. Dari lingkungannya pulalah seseorang mengenal nilai-nilai dan norma-norma yang harus dipatuhi dan dilaksanakan.

Sikap keagamaan terbentuk oleh dua faktor yakni faktor intern dan faktor ekstern.

28

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Edis Revisi h. 199.


(34)

i. Faktor Intern

Manusia adalah makhluk beragama (homo religius) karena manusia sudah memiliki potensi beragama. Potensi tersebut bersumber dari faktor intern manusia yang termuat dalam aspek kejiwaan manusia seperti naluri, akal, perasaan maupun kehendak dan sebagainya.

Pada prinsipnya potensi-potensi manusia menurut pandangan Islam tersimpul pada sifat-sifat Allah SWT (Asma’ul Husna) artinya–sebagai misal– jika Allah bersifat Al-Ilmu (Maha Mengetahui) maka manusia pun memiliki sifat-sifat tersebut. Dengan sifat tersebut manusia senantiasa berupaya untuk mengetahui sesuatu, setelah manusia mendapat pengetahuan akan sesuatu, maka barulah ia merasa puas. Jika tidak ia akan berusaha terus sampai pada tujuan yang diinginkannya

ii. Faktor Ekstern

Manusia terdorong untuk beragama karena pengaruh ekstern atau luar dirinya. Seperti rasa takut, rasa ketergantungan ataupun rasa bersalah. Manusia juga dilengkapi potensi berupa kesiapan untuk menerima pengaruh luar sehingga dirinya dapat dibentuk menjadi manusia yang memiliki perilaku keagamaan. Pengaruh itu bisa didapatkan dari lingkungan keluarga, institusi dan masyarakat.

C. Kerangka Berpikir

Manusia lahir tidak mengetahui sesuatu apapun, tetapi ia dianugerahi oleh Allah SWT berupa panca indera, fikiran dan rasa sebagai modal untuk menerima ilmu penetahuan, memiliki keterampilan dan memiliki sikap tertentu melalui proses belajar.

Sebagaimana yang telah penulis kemukakan pada pembahasan

sebelumnya, bahwa pengertian majelis ta’lim adalah suatu wadah

berkumpulnya orang muslim guna menuntut ilmu agama Islam, yang disertakan kegiatan yang dapat menggali potensi dan mengembangkan bakat serta menambah pengetahuan dan wawasan para jamaahnya sehingga tumbuh


(35)

melekat pada diri jamaah sikap keagamaan yang baik. Walaupun majelis ta’lim hanyalah lembaga nonformal akan tetapi peranan majelis ta’lim dalam kehidupan masyarakat sangatlah penting, terutama bagi mereka yang semenjak kecil hingga dewasa belum mendapatkan pengetahuan keagamaan yang baik.

Dalam pelaksanaan pendidikan agama Islam di majelis ta’lim sering kali tidak hanya terfokus kepada penyampaian materi, bahkan dapat berupa sarana pembiasaan pengajaran agama seperti mengadakan santunan bagi kaum dhuafa, yatim piatu, menjenguk orang sakit serta banyak hal lain. Jika jamaah senantiasa mengikuti kegiatan-kegiatan keagaamaan tersebut maka bukan mustahil sikap keagamaan akan melekat pada diri mereka.

Pengajaran yang dilakukan oleh para ustad/ustadzah senantiasa mengarahkan jamaah kepada aspek aqidah, ibadah yang diharapkan dapat diaplikasi dalam kehidupan sehari-hari. Walau tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan sehari-hari berbagai fenomena kehidupan yang seringkali dapat membuat manusia melupakan hakikat akan keberadaanya di muka bumi yaitu sebagai hamba yang harus taat terhadap perintah dan aturan dari Allah SWT.

Pendidikan Islam merupakan kebutuhan manusia, karena sebagai makhluk pedagogis manusia dilahirkan dengan membawa potensi dapat dididik dan mendidik sehingga mampu menjadi khalifah di bumi, serta pendukung dan pemegang kebudayaan

Pendidikan agama Islam diartikan sebagai suatu kegiatan yang bertujuan membentuk manusia agamis dengan menanamkan akidah, keimanan, amaliah dan budi pekerti atau akhlak yang terpuji untuk menjadikan manusia yang bertakwa kepada Allah SWT dan dengan harapan agar setiap manusia (anak didik) dapat berperilaku, berfikir dan bersikap sehari-hari dalam kehidupan sosial yang didasari dan dijiwai oleh agama.

Sikap keagamaan adalah suatu keadaan dalam diri seseorang yang mendorongnya untuk bertingkah laku sesuai kadar ketaatannya terhadap


(36)

agama. Maka sikap keagamaan tersebut akan terwujud oleh adanya konsistensi antara kepercayaan terhadap agama sebagai unsur kognitif, perasaan terhadap agama sebagai unsur afektif, dan perilaku keagamaan sebagai unsur konatif. Jadi sikap keagamaan merupakan integrasi secara kompleks antara pengetahuan agama, perasaan agama serta tindak keagamaan dalam diri seseorang. Sehingga penanaman pendidikan agama Islam menjadi keharusan bagi lembaga-lembaga kegamaan baik formal maupun non formal seperti majelis ta’lim

Sikap timbul karena adanya stimulus, terbentuknya sikap banyak dipengaruhi perangsang oleh lingkungan sosial dan kebudayaan seperti keluarga, norma, golongan, agama dan adat istiadat. Sikap seseorang tidak selamanya tetap, ia dapat berkembang manakala mendapat pengaruh baik dari dalam maupun dari luar yang bersifat positif dan mengesankan.

Sikap yang dihasilkan oleh seseorang dalam menerima suatu hal dapat berupa sikap yang positif dalam arti menerima, dan sikap negatif dalam arti ia menolak. Jika peranan majelis ta’lim dalam membentuk sikap keagamaan dapat dilaksankan dengan baik dan maksimal, maka akan menghasilkan suatu sikap yang baik pula, namun sebaliknya jika peranan majelis ta’lim dalam membentuk sikap keagamaan belum dapat berjalan dengan baik dan maksimal, maka sikap keagamaan yang diharapkan tidak dapat tertanam dengan baik pada diri jamaah.

Keberadaan majelis ta’lim sebagai salah satu lembaga pendidikan non formal yang merupakan salah satu alternatif untuk menangkal pengaruh negatif terhadap keagamaan. Disamping itu majelis ta’lim sebagai tempat pendidikan agama berlangsung, yang merupakan sarana efektif untuk membina dan mengembangkan ajaran agama Islam dalam upaya membentuk manusia yang bertakwa kepada Allah SWT

Dari uraian di atas, maka diduga terdapat hubungan positif serta signifika antara peranan mejelis ta’lim dan membina sikap keagamaan kaum ibu.


(37)

28 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksankan di Jl. Daan mogot KM 12,8 Gang Sahabat RT 12/13 Cengkateng Timur. Majelis ta’lim ini penulis pilih karena majelis ta’lim Ad-Dawatul Islami merupakan majelis ta’lim ibu-ibu pertama yang ada di daerah Cengkareng Timur serta pelopor berdirinya majelis ta’lim gabungan sebanyak 30 majelis ta’lim, yang pasti memberikan kontribusi yang sangat banyak terhadap sikap keagamaan jamaah bahkan lebih luas lagi.

Adapun waktu yang diperlukan dalam kegiatan penelitian ini dimulai dari 13 September sampai dengan 20 Oktober 2010.

B. Metode Penelitian

Untuk memudahkan pengumpulan data, fakta, serta informasi yang akan mengungkapkan dan menjelaskan permasalahan dalam penelitian ini, tentang bagaimana pendidikan agama Islam yang diterapkan majelis ta’lim gabungan kaum ibu (MTGKI) ad Da'watul Islami dalam membentukan sikap keagamaan para jamaahnya di lingkungan RT 13/12 Kelurahan Sahabat Kecamatan Cengkareng Timur Jakarta Barat., penulis menggunakan metode


(38)

“Deskriptif Analisis”, melalui penelitian lapangan (field reseach) dan penelitian kepustakaan (library reaseach).1

1. Jenis penelitian lapangan dimaksud agar dapat diperoleh fakta, data, dan informasi yang lebih obyektif dan akurat mengenai bagaimana peranan

majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami dalam membina sikap keagamaan

jamaah di lingkungan RT 13/12 Kelurahan Sahabat kecamatan Cengkareng Barat Jakarta Barat.

2. Penelitian kepustakaan penulis lakukan dengan mempelajari atau

menelaah dan mengkaji buku yang erat kaitannya dengan masalah yang akan dibahas, yaitu bagaimana pendidikan agama Islam majelis ta’lim

ad-Da’watul Islami dalam membina sikap keagamaan jamaah di lingkungan

RT 13/12 Kelurahan Sahabat kecamatan Cengkareng Timur Jakarta Barat.

C. Populasi dan Sampel 1.Populasi

Populasi adalah keseluruhan subyek penelitian.2 Populasi dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh jamaah yang tergabung kedalam pengajian majelis ta’lim ad-da-watul Islami yang dilaksanakan setiap satu bulan sekali yang berjumlah 160 jamaah.

2. Sampel

Sampel adalah sebagian atau wakil yang diambil dari populasi.3 Karena populasinya berjumlah berjumlah 160 Jamaah, maka penulis

mengambil sample sebanyak 25 % yaitu sebanyak 40 jama’ah. Teknik yang

penulis gunakan adalah teknik random sampling.

1

Muhamad Nasir, Metode Penelitian, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1998), h. 99

2

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rinike Cipta, 1998), Cet. 11, h. 55

3


(39)

D. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat ukur yang digunakan dalam penelitian sebagai alat pengumpulan data. Instrumen penelitian yang digunakan untuk memperoleh data mengenai permasalahan yang dihadapi majelis ta’lim ad-dawatul Islami dalam menanamkan sikap keagamaan pada penelitian kali ini dibuat dalam bentuk non-test yaitu dengan menggunakan angket. Angket ini dibuat dalam bentuk quisioner yang diperuntukan kepada orang tua.

Kemudian instrument non-test dalam bentuk wawancara diperuntukan kepada ketua majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami untuk mendapatkan informasi

mengenai keadaan jama’ah.

Tabel 1

Kisi-Kisi Instrumen Penelitian

Peranan Majelis Ta’lim Gabungan Kaum Ibu (MTGKI) Ad-dawatul Islami Dalam Membina Sikap Keagamaan Jama'ah

No Variabel Dimensi Indikator No. Soal

1 Peranan

majelis ta’lim

Ad-dawatul Islami

 Motivasi dalam mengikuti pengajian

 Frekuensi mengikuti kegiatan pengajian

 Dorongan

untuk mengikuti pengajian

majelis ta’lim

Ad-Da’watul

Islami

 Keaktifan

mengikuti pengajian

majelis ta’lim

Ad-Da’watul

Islami

1,3,4,


(40)

2 Membina Sikap Keagamaan

 Akidah

 Ibadah

 Aktivitas sosial

 Mengimani

rukun iman

 Menanamkan

kewajiban menjalankan perintah Allah seperti shalat,

Puasa dan

menunaikan zakat, membaca

al-Qur’an

 Mengucapkan

salam

 Menanamkan

sikap minta

maaf

 Menanamkan

prilaku jujur setiap

perkataan dan perbuatan

9,10,11,12,13

,14,15,16,17

17,

18

19

20

E. Tekhnik Pengumpulan Data

Metode adalah cara yang digunakan untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan maka dalam penelitian ini penulis menggunakan riset kepustakaan dan riset lapangan.


(41)

Riset kepustakaan (library research) adalah penelitian dengan membaca, dan menelaah buku-buku, tulisan-tulisan yang ada kaitannya dengan variabel yang diteliti, dan riset lapangan (field research) adalah penelitian dengan mencari dan menyimpulkan informasi dan data tentang masalah yang diteliti ke objek penelitian yaitu ke pengurus MTGKI

Ad-Da’watul Islami.

Untuk memperoleh data dari penelitian lapangan, peneliti

menggunakan tekhnik-tekhnik pengumpulan data berupa observasi, wawancara, dokumentasi dan penyebaran angket.

1. Observasi, adalah pengamatan dan pencatatan yang sistematik terhadap fenomena-fenomena yang diselidiki atau yang sedang dijadikan sasaran. Tekhnik ini dilakukan untuk memperoleh informasi tentang sarana dan prasarana yang berkaitan dengan kegiatan pengajaran pendidikan agama

Islam di MTGKI Ad-Da’watul Islami.

2. Wawancara, yakni tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Wawancara yang dilakukan oleh peneliti adalah untuk memperoleh data yang lebih mendalam.

3. Dokumentasi, yakni penulis memperoleh data-data yang diperlukan

dalam penelitian ini yang didapatkan dari pengurus MTGKI Ad-Da’watul

Islami.

4. Angket, yakni sejumlah pertanyaan yang disusun secara tertulis mengenai sesuatu yang berkaitan dengan penelitian. Pertanyaan yang terdapat di dalam angket adalah mengenai sikap keagamaan

F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data. 1 Teknik Pengolahan data

Untuk mengolah data-data yang terkumpul dalam penelitian ini, penulis melakukan langkah-langkah sebagai berikut:


(42)

Dalam pengolahan data, yang pertama kali dilakukan adalah melakukan edit data sehingga hanya data yang tepakai saja yang ada. Langkah editing ini bermaksud merapikan data agar bersih, rapi dan langsung melakukan langkah selanjutnya.

b. Skoring

Untuk menentukan skorsing semua pertanyaan angket akan ditabulasikan dengan skor nilai setiap itemnya, dengan cara jawaban yang berupa huruf akan dirubah menjadi nilai angka, yaitu sebagai berikut :

Tabel.2

Pengukuran Instrumen

Pilihan Jawaban A B C D

Pertanyaan + 4 3 2 1

- 1 2 3 4

c. Tabulating

Yaitu mentabulasi data jawaban yang telah diberikan kedalam bentuk tabel, untuk kemudian diketahui hasil perhitungannya.

2. Teknik Analisis Data

Data yang berasal dari kepustakaan digunakan sebagai rumusan teori yang dijadikan pedoman penulis untuk penelitian lapangan. Adapun data yang berasal dari obsevasi, wawancara, angket dan skala sikap dianalisis dengan menggunakan tekhnik deskriptif analisis. Deskriptif analisis yakni menggambarkan apa adanya, kemudian dianalisis. Untuk mempermudah menganalisis data, maka terlebih dahulu ditabulasikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi relatif. Secara operasional teknik analisis data ini dilakukan dengan langkah-langkah berikut


(43)

1). Memperoleh nilai frekuensi atas jawaban responden terhadap angket dengan menggunakan rumus:

P=F X 100% N Keterengan:

P : Angka prosentase

F : Adalah Frekwensi yang dicari prosentasenya N= Number of cases 4

Dalam hal ini, jenis distribusi frekuensi yang digunakan adalah jenis distribusi frekuensi prosentase 5

Tabel 3

Penafsiran Prosentasi

No Prosentase Penafsiran

1 2 3 4 5 6 7 8 9 100% 90-99% 60-89% 51-59% 50% 40-49% 10-39% 1-9% 0% Seluruhnya Hampir seluruhnya Sebagian besar Lebih dari setengah

Setengahnya Hampir setengahnya

Sebagian kecil Sedikit sekali Tidak sama sekali

4

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan ( Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005), h. 43

5

Bambang Soepeno, Statistik Terapan (Dalam Ilmu-Ilmu Sosial Dan Pendidikan), (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), Cet I., h 14


(44)

35 BAB IV

PENYAJIAN DAN PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN

A. Deskripsi Data

1. Sejarah berdirinya Majelis Ta’lim Gabungan Dan Tujuan Majlis Taklim

Ad-Da’watul Islami

Pada awalnya majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami hanyalah sebuah

pengajian biasa yang mulai dirintis pada tahun 1982. pada saat itu pengajian tersebut belum memiliki nama, pelaksanaannya pun masih dilakukan di ruang belakang rumah bapak H.Muhammad Nur. beliaulah yang pertama merintis pengajian tersebut. gagasan bapak H.Muhammad Nur untuk mendirikan majelis ta’lim dikarenakan beliau ingin membimbing masyarakat disekitarnya dalam pendidikan dan pengajaran di bidang agama Islam dengan cara mengajarkan kepada mereka dan menjelaskan tentang hukum-hukum Islam.

Majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami yang didirikan oleh H.Muhammad Nur

dalam rangka melaksanakan pendidikan agama Islam atau biasa dikenal dengan istilah pengajian, memang dikhususkan untuk kaum bapak. Namun dalam perkembangannya banyak sekali yang berminat dan bukan dari kaum bapak saja tapi juga dari kalangan ibu-ibu. Akhirnya bapak H.Muhammad Nur mewariskan kepemimpinannya kepada anaknya yaitu ibu Hj. Hasanah Nur, untuk memimpin pengajian khususnya kaum ibu.

Menyadari akan tanggung jawab yang besar dan untuk meningkatkan Ukhuwah Islami, maka kelompok-kelompok pengajian ibu-ibu di cengkareng


(45)

36

“Majelis Ta’lim Gabungan Kaum Ibu” pada tanggal 10 januari 2002,

disingkat (MTGKI).

Adapun maksud dan tujuan didirikannya majelis ta’lim gabungan kaum ibu Ad-Da’watul Islami adalah untuk memajukan dan mengembangkan syiar agama Islam baik ubudiyah maupun amaliyah, turut serta mencerdaskan kehidupan umat Islam dalam menghadapi era globalisasi dan perdagangan bebas baik di tingkat Asean dan tingkat dunia, memelihara dan mengembangkan

semangat jiwa persatuan dan kesatuan diantara majelis ta’lim yang ada,

mempererat tali sillaturahmi dan mempertebal semangat kekeluargaan dengan meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT., dalam rangka

memajukan kesejahteraan majelis ta’lim, meningkatkan kualitas SDM (Sumber Daya Manusia) para pengurus dan anggota majelis ta’lim untuk tampil dan

berperan dalam pembangunan bangsa negara dan agama.38

Tabel 4

Daftar Nama Majelis Ta’lim Gabungan Kaum Ibu (MTGKI) Ad-Da’watul Islami

No Nama Majlis Taklim Ketua Alamat

1 Saadatud Darwin Hj.Siti Maimunah Pegadungan

2 Baitul Ghoni Sa’diyah Pedongkelan

3 Al Mu’awanah Hj.Azizah Dharmawanita

4 Nurul Islam Hj. Nafisah Pedongkelan

5 Nurul Ibad Mahdah Jembatan

Gantung

6 Uswatun Hasanah Hj. Muzainah Basmol

7 Hidayatul Khoiriah Hj. Titin M Cengkareng

8 As-Sidiqiyah Hj. Siti Maja

9 Al- Barokah Hj. Sarmanih Pedongkelan

10 Raudhatul Jannah Hj. Nurlaelah Pedongkelan

11 Nurul Huda Hj. Fatimah Cengkareng

12 Al-Ma’mur Mudriah Kalideres

13 Al- Nursyalin Hj. Komariah Kampung Bali

14 Al-Istiqomah Hj. Neneng Pejagalan

38

Basu Swastha dan Ibnu Sukadjo, Pengantar Bisnis Modern, (Yogyakarta: Liberti, 1993), cet. Ke-3, h. 92.


(46)

37

15 Al-Fitroh Hj. Dahlia Tanjung Pura

16 At-Taqwa Aslamiah Pedongkelan

17 Khairun Nisa 1 Hasunah Pegadungan

18 Khairun Nisa 2 Hj. Maesaroh Cengkareng

19 Da’watul Islami Hj. Hasanah Nur Sahabat

20 Al-Munawaroh Siti Fatimah Maja

21 Al-Mansuriyah Nur Hidayah Kalideres

22 Raudatul Umahat Nuri Maulidia Pegadungan

23 Al-Muttaqien Hj. Fatonah Jembatan

Gantung

24 Sa-Adatul Doroin Hj, Syarifah Utan Jati

25 Hidayatun Nisa Hj. Wahidah Pejagalan

26 As-Syuhada Hj. Nahrum Kojan

27 Al-Jamiah HJ. Halimatu

Sa’diyah Kojan

28 Barokah Hj. Suryanih Cengkareng

29 An-Nur 1 I’anah Pegadungan

30 An-Nur 2 Rohani Ridwan Kojan

2. Kondisi Tenaga Pengajar

Melihat perkembanagan majlis taklim ini menurut pengurusnya sudah lebih baik dari sebelumnya, pada tahun pertama berdiri jamaah yang mengaji hanya sekitar 10 orang. kini telah memiliki jamaah 1000 orang dari keseluruhan

.jumlah majelis ta’lim yang ada di bawah naungan majelis ta’lim gabungan kaum

ibu (MTGKI) Ad-Da’watul Islami. Jamaah tersebut bukan hanya dari warga RT

12/13 Cengkareng Timur saja, tapi juga dari luar Cengkareng Timur seperti wilayah Jakarta Barat sekitarnya sedangkan jumlah pengajar utama langsung dipimpin oleh ibu Hj. Hasanah Nur dan dibantu oleh 10 orang tenaga pengajar lainnya.

3. Sarana dan Prasarna

Sarana merupakan komponen dari pendidikan yang sangat mendukung untuk berhasilnya suatu pendidikan. menurut data yang penulis peroleh dari

observasi di majlis taklim Ad-Da’watul Islami memiliki sarana dan

prasarana.yang memadai yang mendukung proses kegiatan belajar mengajar diantaranya yaitu alat tulis, lemari, white Board dan Aula.


(47)

38 4. Materi dan Metode

Materi yang dikaji dimajelis ta’lim Ad-Dawatul Islami adalah

pengetahuan dasar ajaran agama seperti belajar membaca Al-qur’an (Tajwid), Tafsir, Tauhid, Fiqih dan Akhlak diberikan dalam Pidato mubaligh yang kadang-kadang dilengkapi dengan tanya jawab.

Sedangkan metode yang digunakan di majelis ta’lim adwatul islamiyah adalah, Ceramah, karena metode ini dapat menjaring banyak audiens dan penyampaiannya sangat simple. Metode lain yang mereka gunakan adalah metode tanya jawab dan penugasan.

Namun demikian, didalam majelis ta’lim ini tidak menutup kemungkinan

metode-metode lain tetap mereka gunakan dan disesuaikan dengan materi yang diberikan.

5. Struktur Organisasi dan Pengelolaan majlis taklim Ad-Da’watul Islami Majelis ta’lim adalah pendidikan non formal dan agar majelis ta’lim ini dapat berjakan dengan baik maka dibentuklah kepengurusan yang mengatur jalanya kegiatan dimajelis ta’lim. adapun kepengurusan di majelis ta’lim ad -Dawatul Islami sebagai berikut:

Pembina : Hj Hasanah Noer

Ketua : Hj Sarmanih

Wakil Ketua : Hj. Dahaliah

Sekretaris : Maimunah

Bendahara I : Siti Rodiyah


(48)

39

Majelis Ta’lim Gabungan Kaum Ibu (MTGKI) Ad-Da’watul Islami

Pengurus-pengurus inilah yang mengatur jalannya kegiatan yang ada di majlis taklim ad-da’watul Islami sehingga kegiatan yang ada di majlis taklim

dapat berjalan dengan baik dan keberadaan majelis ta’lim tersebut tetap eksis dan

berkembang dari tahun ke tahun.

Kegiatan di majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami ini diselenggarakan 2x seminggu yaitu hari senin dan rabu siang. selain itu juga diadakan pengajian bulanan, yang diisi oleh ustdzah dari luar dan juga pengajian tahunan, yaitu keliling dari masing-masing majelis ta’lim disamping untuk menggalang ukhuwah Islamiyah sesama muslim juga merupakan suatu kiat untuk menarik anggota baru untuk mengaji dan berpartisipasi dalam kegiatan keagamaan.

Sebagai organisasi kemasyarakatan yang mengemban tugas pembinaan terhadap kaum ibu khususnya di lingkungan Daan Mogot KM 12,8 Gang Sahabat RT 12/13 Cengkareng Timur Jakarta Barat. majelis ta’lim gabungan kaum ibu ad

-da’wadul Islami memiliki kegiatan yang sengaja dirancang para pengurusnya

untuk menjawab kebutuhan jamaah. Kegiatan tersebut meliputi hal-hal sebagai berikut:

Pembina

Ketua

Sekertaris Wakil Bendahara


(49)

40 b. Studi tour dakwah 2 tahun sekali. kegiatan ini dirancang untuk menambah wawasan para ibu-ibu dengan cara mengunjungi pondok pesantren dan studi perbandingan serta bertukar pikiran dengan sesama kaum ibu mengenai berbagai persoalan yang mereka hadapi dan cara-cara pemecahannya.

c. Kegiatan-kegiatan lain dalam bidang keagamaan yang bersifat

ukhuwah Islamiyah yang secara rutin diadakan adalah memperingati hari-hari besar seperti maulid Nabi, Isra’Mi’raj, MTQ, shalawat dan qasidah.

B. Deskriptif Data

Seperti yang telah dikemukakan pada bab sebelumnya salah satu tekhnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan observasi, wawancara, dan penyebaran angket yang telah

disebarkan kepada jama’ah majelis ta’lim ad-Da’watul Islami.

Data yang diperoleh kemudian di analisa dengan menggunakan distribusi frekuensi dan menghitung prosentase sebagai alternatif jawaban dari instrument yang telah dijawab oleh responden. Adapun sampel yang menjadi responden dalam penelitian ini sebanyak 40 orang yang penentuannya dilakukan secara random sampling.


(50)

41 Tabel 5

Keberadaan Majlis Taklim Ad-Da’watul Islami

No Kategori Jawaban Frekuensi Porsentase %

1 2 3 4

A. Sangat Penting

B. Penting

C. Kurang Penting

D. Tidak Penting

35 5 0 0 78,5 % 12.5 % 0 % 0 %

Jawaban 40 100 %

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa ibu-ibu menganggap sangat

penting adanya majelis ta’lim Ad-dawatul Islami sebanyak (78,5%), yang

menyatakan penting sebanyak (12,5%). Menyatakan Kurang Penting sebanyak (0%) dan tidak penting sebanyak (0%)

Berdasarkan atas jawaban responden tersebut, dapat dikatahui bahwa

ibu-ibu menganggap sangat penting dengan adanya majelis ta’lim Ad-dawatul Islami.

Hal ini terbukti dari jawaban responden yang lebih banyak menjawab sangat penting sebanyak 78,5%.

Tabel 6

Keaktifan Mengikuti Pengajian

No Kategori Jawaban Frekuensi Porsentase %

1 2 3 4 A. Selalu B. Sering C. Kadang-kadang

D. Tidak pernah

30 5 5 0 75 % 12.5 % 12,5 % 0 %

Jawaban 40 100 %

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa, (75%) ibu-ibu selalu senantiasa

mengikuti pengajian di majelis ta’lim ad-dawatul Islami,(12,5%) ibu-ibu sering


(51)

42

di majelis ta’lim ad-dawatul Islami, selanjutnya (0%) ibu-ibu menyatakan tidak

pernah mengikuti pengajian yang diadakan di majelis ta’lim ad-dawatul Islami.

Berdasarkan atas jawaban responden tersebut, dapat dikatahui bahwa bahwa ibu-ibu selalu mengikuti pengajian yang diadakan di majelis ta’lim ad -dawatul Islami dengan jawaban responden sebagian besar menjawab selalu sebanyak (75%). Hal ini menunjukkan bahwa kegiatan yang diadakan oleh

majelis ta’lim ad-dawatul Islami menimbulkan daya tarik bagi jamaah sehingga

sebagian besar jamaah sering menghadiri kegiatan di majelis ta’lim tersebut.

Tabel 7

Motivasi Mengikuti Pengajian

No Kategori Jawaban Frekuensi Porsentase %

1 2 3 4

A. Atas kemauan sendiri

B. Ajakan teman/pengurus

C. Iseng-iseng D. Ikut-ikutan

33 7 0 0

82,5 % 17,5 % 0 % 0 %

Jawaban 40 100 %

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa (82,5%) motivasi ibu-ibu mengikuti pengajian atas kemauan sendiri, selanjutnya (17,5%) motivasi ibu-ibu

mengikuti pengajian di majelis ta’lim Da-Da’watul Islami atas ajakan teman atau

pengurus, kemudian (0%) motivasi ibu-ibu mengikuti pengajian di majelis ta’lim

Ad-Da’watul Islami hanya iseng-iseng saja, kemudian (0%) motivasi ibu-ibu

mengikuti pengajian hanya ikut-ikutan saja.

Berdasarkan atas jawaban responden tersebut, dapat dikatahui bahwa motivasi ibu-ibu mengikuti pengajian di majelis ta’lim ad-dawatul Islami atas kemauan sendiri. Ini terbukti dari jawaban responden yang lebih banyak menjawab atas kemauan sendiri sebanyak 82,5%.


(1)

7. Pengamalan ilmu dalam kehidipan sehari-hari a. Selalu b. Sering

c. Kadang-kadang d. Tidak pernah

8. Peranan majelis ta’lim Ad-Da’watul Islami dalam membina sikap keagamaan jamaah

a. sangat berperan b. Cukup berperan c. Kurang berperan d. Tidak berperan

9. Menyakini bahwa Allah SWT pencipta mutlak alam semesta a. Sangat yakin b. Yakin

c. Ragu-ragu d. Tidak yakin

10. Menyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini adalah kehendak AllahSWT

a. Sangat yakin b. Yakin c. Ragu-ragu d. Tidak yakin

ANGKET MENGENAI MEMBINA SIKAP KEAGAMAAN 1. Menyakini bahwa setiap perbuatan manusia akan dicatat malaikat

a. Sangat yakin b. Yakin c. Ragu-ragu d. Tidak yakin

2. Menyakini bahwa segala amal perbuatan akan dipertanggung jawabkan di akhirat kelak

a. Sangat yakin b. Yakin c. Ragu-ragu d. Tidak yakin

3. Menyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini adalah kehendak AllahSWT

a. Sangat yakin b. Yakin c. Ragu-ragu d. Tidak yakin

4. Senantiasa berusaha untuk menjalankan segala yang diperintah dan menjauhkan larangan Allah SWT

a. Selalu b. Sering

c. kadang-kadang d. Tidak pernah

5. Senantiasa melaksanakan shalat wajib tepat pada waktunya setiap hari a. Selalu b. Sering


(2)

63

6. Senantiasa menjalankan puasa Ramadhan a. Selalu b. Sering c. kadang-kadang d. Tidak pernah

7. Senantiasa mengeluarkan zakat baik zakat fitrah maupun maal a. Selalu b. Sering

c. kadang-kadang d. Tidak pernah

8. Senantiasa membaca Al Quran setiap hari a. Selalu b. Sering c. kadang-kadang d. Tidak pernah

9. Senantiasa mengucapkan salam saat berjumpa dengan orang lain a. Selalu b. Sering

c. kadang-kadang d. Tidak pernah

10. Sikat ketika melihat orang lain tertimpa musibah tertimpa musibah a. Menolong dan menghiburnya

b. Melihat dan menjenguk c. Mengucapkan rasa iba d. Masa bodoh

11. Sikap ketika melihat tetangga berselisih a. Menasehati b. Melarang c. Membiarkan d. Ikut serta


(3)

Berita Wawancara Nama : Ustz. Hj. Hasanah Noer

Jabatan : Pembina MTGKI Tempat : Cengkareng Timur Tanggal : 13 Oktober 2010 Waktu : 10.00 – 12.00 wib

1. Bagaimana sejarah awaal hingga didirikannya (MTGKI) ini dan apa tujuannya?

Jawaban: Pada awalnya majelis ta’lim ini hanya sebuah pengajian biasa yang didirikan pada tahun 1982 oleh bapak H. Mohammad Nur. Pada waktu itu hanya dikhususkan untuk kaum bapak, tapi karena jumlah jamaahnya kian hari kian bertambah, maka diadakanlah pula majelis ta’lim untuk kaum ibu yang di pimpin oleh anaknya sendiri yaitu ibu Hj. Hasanah Nur

Adapun tujuan didirikannya MTGKI untuk memajukan dan mengembangkan syiar agama Islam baik ubudiyah maupun amaliyah, serta membantu pemerintah mewujudkan pendidikan dan kesejahteraan bagi masyarakat.

2. Bagaimana perkembangan (MTGKI) dari sejak berdirinya hingga sekarang? Jawaban: Perkembangannya sangat bagus, baik dari jumlah anggotanya yang meningkat dari kegiatan keagamaan yang dilaksanakan oleh MTGKI jakarta barat selalu mendapatkan sambutan baik dari masyarakat terutama anggota sehingga dapat berjalan dengan lancar

3. Apa saja bentuk-bentuk kegiatan keagamaan Islam yang dilaksanakan di majelis ta’lim?

Jawaban: kegiatan-kegiatan keagamaan yang dilaksanakan MTGKI Ad- Da’watul Islami adalah pengjian yang diadakan 2x minggu, pengajian bulanan, pengajian keliling setahun sekali, program seminar, program latihan, menyantuni anak yatim, kaum dhuafa, kunjungan ponpes dan tour dakwah,program perluasan kegiatan majelis ta’lim, memperingati hari-hari besar Islam dengan mengadakan lomba seperti : MTQ,Qasidah, Sholawat dan sebagainya.

4. Bagaimana peran dan upaya MTGKI jakarta barat dalam meningkatkan kualitas majelis ta;lim?

Jawaban: MTGKI merupakan forum untuk berkomunikasi di antara para pengurus dan para guru majelis ta’lim, MTGKI menginginkan para pengurus dan guru majelis ta’lim ini menjadi orang-orang yang kreatif, terampil dan berpotensi tinggi sehingga dapat mengelola atau menjadikan suatu majelis ta’lim yang bermanfaat bagi jamaahnya. MTGKI selalu mengupayakan berbagai cara untuk meningkatkan kualitas majelis ta’lim


(4)

65

yaitu dengan mengadakan kegiatan yang mampu menambah wawasan dan pengetahuan para guru, pengurus serta jamaahnya.

5. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pengajian tersebut (termasuk materi dan materi)?

Jawaban: pengajian diadakan seminggu 2x yaitu hari senin pagi dan rabu ba’da zhuhur, kegiatan hari senin difokuskan pada pemberian materi,seperti akhlak, tauhid, fiqh, tafsir, sedangkan hari rabu ketermpilan baca Al-Qur’an (tajwid). Sedangkan metode yang digunakan adalah ceramah, tanya jawab dan penugasan.

6. Bagaimana keadaan jamaah dan pengajar yang ada?

Jawaban: dari satu naungan MTGKI jamaah Ad-Da’watul Islami sekarang ini

ada sekitar 1000 orang dari 30 majelis ta’lim yang bergabung, mereka semua memiliki latar belakang pendidikan yang berbeda-beda seperti : SD, SMP, Madrasah tsanawiyah dan aliyah bahkan ada juga yang perguruan tinggi. Sedangkan pengajar utama adalah saya sendiri (ibu Hj. Hasanah Nur) dan dibantu oleh tenaga pengajar lainnya.

7. Bagaimana sikap ibu sebagai pimpinan dalam memberikan dorongan dan motivasi kepada para ibu dalam menjalankan tugasnya?

Jawaban: saya selalu berusaha memotivasi mereka untuk selalu

bersemangat dalam menuntut ilmu, misalnya dengan melakukan pendekatan-pendekatan persuasif dengan begitu akan tumbuh dalam diri mereka rasa atau sikap keagamaan.

8. Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap kegiatan keagamaan tersebut? Jawaban: masyarakat di lingkungan cengkareng timur dan sekitarnya sangat mendukung sekali terhadap kegiatan-kegiatan yang diadakan di majelis ta’lim ini, mereka juga kadang-kadang ikut serta berpartisipasi baik dalam bentuk moril maupun materil.

Interviwer Intervewee


(5)

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2005).

Asmaran, Pengantar Studi Akhlak, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1994), Cet. II.

Bambang Soepeno, Statistik Terapan (Dalam Ilmu-Ilmu Sosial Dan Pendidikan), (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1997), Cet I.

Basu Swastha dan Ibnu Sukadjo, Pengantar Bisnis Modern, (Yogyakarta: Liberti, 1993), cet. Ke-3.

Departemen Agama, Al-Qur’an Dan Terjemahannya, (Surabaya: Al-Hidayah, 1998).

Dewan Redaksi Ensiklopedia Islam, (ed), Majelis, Ensiklopedia Islam, (Jakarta: Ichtiar Baru Van Haefe, 1994).

Em Zul Fajri dan Ratu Aprilia, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Jakarta: Difa Publiser).

H. M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan Islam (Islam dan Umum), (Jakarta: Bumi Aksara, 1995). Cet. I.

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2007), Edisi Revisi.

Jamaluddin Ancok dan Fuad Nashori Suroso, Psikologi Islami: Solusi Islam Atas Problem Psikologi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995), Cet. I.

Jujun Suniassumantri, Hindarkan Indoktrinasi, (Jakarta: Panjimas, 1989), cet. I. M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur’an, (Bandung: Mizan, 1994), Cet. 17. Michael Adryanto, Psikologi Sosial, (Jakarta: Erlangga, 1994), Cet. III.

Moh. Ardani, Akhlak Tasawuf Nilai-Nilai Akhlak Atau Budi Pekerti Dalam Ibadah Dan Tasawuf, (Jakarta: CV.Karya Mulia, 2005).


(6)

Muslim Nurdin dkk.., Moral Dan Kognisi Islam, (Bandung: CV ALVABETA, 1993).

Muzayyin Arifin, Pedoman Pelaksanaan Bimbingan Dan Penyuluhan Agama, (Jakarta: PT Golden Terayon Press, 1991), Cet. II,.

Ngalim Purwanto, Psikologi Pendidikan, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1995), Cet. 10.

Nur Uhbiyati, Ilmu Pendidikan Islam, (Bandung: Pustaka Setia, 1997).

Nurul Huda, Pedoman Majelis Taklim, (Jakarta: KODI DKI Jakarta, 1990), Cet. II.

Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1976), Cet. I.

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2002), Edisis III.

Suharsini Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek, (Jakarta: Rinike Cipta, 1998), Cet. 11.

Tuti Alawiyah As, Strategi Dakwah di Lingkungan Majelis Ta’lim (Bandung: MIZAN, 1997).

WJS. Poerwadarminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1985).

Zuhairini, et. All., Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), cet. 11.