D. Sistematika Pengislaman Muallaf di Yayasan Sosial Pendidikan al- Karimiyah
Ada beberapa proses pengislaman muallaf yang dilakukan di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah terhadap para muallaf antara lain; pertama,
dilakukan upacara pemeriksaan kesehatan. Kedua, khitan oleh tim kesehatan, ketiga,
diajarkan mengucapkan 2 dua kalimat syahadat yang dipimpin langsung oleh pengasuh dibaca secara bersama-sama yang disaksikan oleh para hadirin.
Setelah mengucapkan dua kalimat syahadat maka calon yang ingin masuk Islam tersebut sudah menjadi seorang muslim, kewajiban-kewajiban serta larangan-
larangan dalam Islam berlaku atas dirinya. Hal ini merupakan upacara pengislaman yang dilakukan di Yayasan Sosial
Pendidikan al-Karimiyah. Kemudian penjelasan singkat dari pengasuh yayasan tentang dasar-dasar Islam seperti rukun Islam, rukun iman, akhlak dan
sebagainya. Setelah penjelasan selesai, para muallaf diharapkan memahami apa yang telah disampaikan oleh pengasuh tersebut terutama yang paling penting
adalah menghafal 2 dua kalimat syahadat beserta terjemahannya.
67
E. Profil Muallaf
67
Wawancara Pribadi dengan Drs. H. Abdul Karim SA, Jakarta, tanggal 18 Maret 2008.
Peserta didik
Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah YASPAK merupakan salah satu tempat mendidik para muallaf yang kurang mendapat perhatian dari lembaga-
lembaga keagamaan lain. Muallaf yang ada di Yayasan ini di sebut pelajar. Melihat lebih lanjut, pelajar yang ada di yayasan sosial pendidikan al-
Karimiyah mayoritas berasal dari daerah yang ada di Pulau Jawa. Kondisi sosial pedesaan di Jawa memiliki pekerjaan sebagai petani. Dilihat dari letak
geografisnya, Pulau Jawa adalah daerah yang potensial untuk bidang agraris, selain sebagai petani mereka bekerja sebagai pedagang, dan juga sebagai
pembantu rumah tangga. Jika dilihat dari tingkat pendidikan, sebagian besar dari pelajar di Yayasan
Sosial Pendidikan al-Karimiyah tidak merasakan pendidikan secara formal seperti pada umumnya, walaupun ada hanya sebagian saja yang pernah duduk di bangku
sekolah. Faktor utama penyebab kurangnya pendidikan adalah faktor ekonomi yang kurang menunjang serta sarana yang tersedia kurang memadai, dikarenakan
di tempat tinggal asal mereka untuk mendapatkan pendidikan sangatlah sulit berhubung situasi yang tidak memungkinkan. Ada juga diantara mereka yang
tidak memperhatikan pentingnya pendidikan. Seperti dikatakan oleh Ibu Sari: …Saya dulu ingin sekolah, tetapi orang tua saya tidak mengijinkan untuk
sekolah, karena anak perempuan nanti juga kalau sudah menikah pasti hanya kerja di dapur…
68
Dalam pendidikan formal, materi keagamaan diberikan hanya sebatas teori dengan ditambah sedikit prakteknya. Lain halnya dengan pendidikan non formal,
68
Wawancara Pribadi dengan Ibu Sari, Jakarta, tanggal 17 April 2008.
dimana pendidik banyak mengajarkan agama serta prakteknya yang diperagakan oleh pendidik. Bahkan dalam hal biayapun tidak begitu memberatkan, karena
biasanya pendidik tidak menetapkan iuran-iuran wajib. Para muallaf sebelum masuk Islam mayoritas pemeluk agama Kristen, hal ini dapat dilihat pada riwayat
hidup sebagai berikut: 1. Informan Ibu Sari
Ibu Sari berusia 38 tahun, ia berasal dari Karawang sebelumnya beragama Kristen dan masuk Islam ketika berusia 34 tahun. Alasan masuk Islam karena
ikut-ikutan dengan teman-temannya yang beragama Islam. Pada tahun 2004 Ibu Sari mempunyai inisiatif untuk mengikuti kegiatan keagamaan dengan rutin di
Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah, sudah terhitung empat tahun. Pendidikan terakhirnya sebatas sekolah dasar SD, ia tinggal bersama anaknya di
rumah kontrakan. Saat ini ia bekerja sebagai pembantu rumah tangga untuk memenuhi biaya hidupnya. Dia menjalankan pekerjaannya dengan tekun, karena
ia seorang janda sekaligus kepala rumah tangga. Ia merasa senang masuk Yayasan ini , karena bisa belajar dan beribadah dengan tenang bersama para muallaf
lainnya. 2. Informan Sitorus
Sitorus adalah seorang yang beragama kristen berusia 35 tahun berasal dari Lampung. Mulai masuk Islam pada tahun 2005 setelah diajak temannya
menghadiri suatu tempat pengajian yaitu langgar mushollah di Krui-Lampung. Awalnya Sitorus sudah mengalami kegelisahan dalam batinnya, bahkan lebih
cenderung mengakui tentang kebenaran agama Islam. Setelah beberapa bulan
kemudian, Sitorus memutuskan untuk masuk Islam dengan membaca sahadat. Namun sahadat yang ia baca terasa masih kurang sempurna tanpa disaksikan oleh
seorang ustadz, akhirnya ia meminta izin kepada keluarganya untuk pergi ke Jakarta dan mencari Yayasan yang membina para muallaf, tanpa malu-malu ia
masuk ke Yayasan Sosial al-Karimiyah dengan tekad dan keinginan yang kuat untuk bisa membaca sahadat dan kenal lebih akrab dengan agama Islam.
Keputusan Sitorus memeluk agama Islam mendapat restu dari keluarganya sekalipun mereka sendiri sampai saat ini masih sebagai pemeluk agama kristen.
Pendidikan terakhir Sitorus sampai SMP. ia tinggal di rumah pamannya tak jauh dari yayasan. Ia seorang duda dan tidak mempunyai anak.
Pada tahun 2006 Sitorus mulai aktif mengikuti kegiatan di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah. Ia merasa senang belajar di yayasan ini karena ia
merasa bisa mengenal Islam lebih jauh dan beribadah berjamaah, sehingga jiwa merasa tenang dan damai, selain itu ukhuwah Islamiyah lebih terlihat nyata saling
membantu dan saling mengunjungi sesama muallaf. 3. Informan Kliwon
Bapak Kliwon berusia 45 tahun berasal dari Yogyakarta, sebelumnya ia beragama Kristen, masuk Islam pada usia 39 tahun. Alasan masuk Islam karena ia
terharu mendengar tetangganya sedang mendendangkan ayat-ayat al-Quran bahkan lebih-lebih sampai mengeluarkan air mata. Setelah itu ia mengajak istri
dan anak-anaknya untuk belajar membaca al-Quran dengan lagu-lagunya, walaupun secara resmi ia belum membaca sahadat dan masuk Islam.
Pada tahun 2003 Bapak Kliwon mencoba mengikuti beberapa kegiatan yang dilaksanakan di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah bahkan tergolong
aktif. Dan sekarang ia tinggal di rumah kontrakan tak jauh dari yayasan bersama istri dan anaknya di Pondok Cabe Ilir Pamulang. Bapak Kliwon pernah merasakan
pendidikan formal sampai SMA. Bapak Kliwon bekerja sebagai karyawan PLN. Ia dikenal bertetangga
sangat baik, sering memberi makan tetangganya yang tidak mampu. Berawal Informasi dari temannya bahwa ada yayasan yang melaksanakan
pembinaan kegamaan terhadap para muallaf, maka ia memutuskan untuk belajar dan mengikuti kegiatan keagamaan secara rutin di Yayasan Sosial Pendidikan al-
Karimiyah. Ia sangat senang karena bisa belajar tentang Islam lebih dalam dan sekaligus punya banyak teman sesama muallaf.
4. Informan Ibu Juminah Seperti halnya ibu Sari, Ibu Juminah sebelum masuk Islam termasuk orang
yang beragama kristen yang taat beribadah. Ia berasal dari Solo, masuk Islam ketika berusia 34 tahun pendidikan terakhir kelas 2 sekolah dasar SD, sekarang
ia berusia 37 tahun dan tinggal di rumah kontrakan bersama dua anaknya. Ibu Juminah hidup sebagai seorang janda. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya
Ibu Juminah harus berjualan sayur. Ia bekerja keras dengan harapan dapat membiayai sekolah kedua anaknya setinggi mungkin. Alasan masuk Islam karena
ia merasa jenuh dengan agama yang ia anut sebelumnya dan merasa tidak puas dengan agamanya yaitu Kristen.
Selain sebagai pedagang sayur, ia juga sebagai muallaf yang kritis tentang keyakinannya. Sebelum belajar di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah ia
mengalami keragu-raguan tentang keyakinan agamanya, ia merasa bahwa semua agama tidak ada yang bisa memberikan ketenangan dan kebahagiaan. Seperti yang
diungkapkan oleh ibu Juminah bahwa Kehidupan saya dari dulu sampai sekarang tetap saja susah.
69
Setelah beberapa lama kemudian saya bertemu dengan seorang guru agama, saya bertanya, agama yang benar yang mana pak Ustadz?. Soalnya
banyak orang mengatakan bahwa semua agama bagus. Pak Ustadz tersebut memberikan jawaban kepada saya bahwa semua agama bagus, tetapi tidak semua
agama memberikan keselamatan dan kebahagiaan kecuali agama Islam. Berangkat dari keragu-raguan tersebut, Ibu Juminah mencoba belajar di
Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah + awal tahun 2006 dan sampai sekarang ia sudah sedikit memahami tentang ajaran-ajaran Islam yang sebenarnya. Dia
merasa sangat senang bisa belajar bersama-sama dengan para muallaf lainnya untuk mempelajari agama Islam.
Dari profil di atas dapat dikatakan bahwa meskipun sebagian mereka sudah beberapa tahun memeluk agama Islam, namun mereka baru mempelajari
ajaran Islam secara intensif dan memahami ajaran Islam sejak mereka mengikuti pembinaan yang diadakan di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah. Oleh
karena itu, sebelumnya keimanan mereka belum mantap dan memerlukan bimbingan dalam mempelajari ajaran Islam.
5. Informan Prisilia
69
Wawancara Pribadi dengan Ibu Juminah, Jakarta, tanggal 22 Januari 2008.
Prisilia seorang gadis warga keturunan Cina berusia 25 tahun, beragama kristen berasal dari Surabaya, pendidikan terakhir SMA. Mulai masuk Islam pada
tahun 2006. Awalnya ketika bertemu dan kenal dengan pengasuh Yayasan al- Karimiyah di sebuah tempat pengajian di jawa Timur. Prisilia masuk Islam karena
terpengaruh oleh saudara kandungnya sendiri yang lebih dulu memeluk agama Islam begitu rajin dalam bribadah dan taat kepada agamanya. Walaupun kedua
orang tuanya beragama Kristen, namun Prisilia merasakan ada kebahagiaan tersendiri di dalam agama Islam.
Pada awal tahun 2007, Prisilia memutuskan merantau ke Jakarta untuk belajar tentang agama Islam di Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimyah. Setelah
mendapat bimbingan dari pembimbing, maka hatinya semakin yakin dan tergugah bahwa dirinya benar-benar mendapat hidayah dari Tuhan. Kemudian di Yayasan
ini ia dibimbing secara terus menerus untuk mengenal lebih jauh tentang ajaran Islam. Ia sekarang merasa bahagia dengan agama Islam dan senang tinggal di
Yayasan ini. 6. Informan Agustina
Agustina berusia 28 tahun adalah seorang yang beragama kristen juga termasuk gadis warga keturunan Cina yang tinggal di Yayasan Sosial Pendidikan
al-Karimiyah. Ia berasal dari Bekasi Jati Bening 1 Jakarta Timur. Pendidikan terakhir S1 di Universitas Kristen Indonsia UKI Jakarta Timur.
Sifat dasar Agustina yang pembelajar dan gemar membaca membuat Agustina penasaran dengan sebuah VCD yang diterbitkan oleh Forum Peduli
Pemurtadan yang memuat sebuah kesaksian seorang mantan biarawati Hj. Irene
Handono. Hal ini kemudian menimbulkan gejolak pertentangan batin dan keinginan untuk mempelajari dan mendalami lebih jauh agama Kristen dan
agama Islam. Secara diam-diam Agustina mempelajari agama Islam dan mulai membanding-bandingkan dengan agama yang ia anut. Pada bulan Pebruari tahun
2008, sekalipun tanpa restu keluarganya, Agustina memutuskan masuk Islam di bawah bimbingan Yayasan Sosial Pendidikan al-Karimiyah dan ia merasakan
ketenangan dengan agama barunya yaitu agama Islam.
F. Pola Pembinaan dan Bentuk-bentuk Kegiatan