BAB IV TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PROSESI ARAK PENGANTIN
ADAT DESA PULAU LEGUNDI
A. Sejarah Perkawinan Adat Lampung
Masyarakat Lampung dalam bentuknya yang asli memiliki struktur hukum adat tersendiri. Bentuk masyarakat hukum adat tersebut berbeda antara kelompok
masyarakat yang satu dengan yang lainnya, masyarakat adat lampung dapat dibedakan menjadi dua golongan adat yaitu, yang beradat Pepadun dan beradat
Pesisir. Dialek bahasanya ada yang berdialek “nyou” apa atau dialek bahasa
Abung, dan adapula yang berdialek “api” apa atau berdialek Pemanggilan. Kelompok-kelompok tersebut menyebar di berbagai tempat di daerah lain di
Lampung. Mereka yang beradat Pepadun kebanyakan bermukim di daerah
pedalaman, sedangkan yang beradat Pesisir bermukim di daerah pesisir atau daerah yang tidak termasuk daerah lingkungan pepadun, dan masayarakat Desa Pulau
Legundi termasuk yang beradat pesisir. Perbedaan kelompok tersebut tercermin dalam upacara adat dalam
perkawinan tradisional. Karena masyarakat Lampung Penduduk asli Lampung sebagian besar memeluk agama Islam, maka upacara-upacara adat perkawinan yang
dilakukan masyarakat setempat cenderung bercorak Islam. Itu menandakan agama yang dianut penduduknya dapat dikatakan telah menjadi satu kesatuan dengan budaya
48
mereka. Kenyataan ini sebenarnya sudah ada dan berkembang sejak lama. Dibuktikan dengan peninggalan-peninggalan kebudayaan bercirikan muslim yang hingga kini
jadi bukti budaya daerah
.
Berkaitan dengan upacara-upacara adat perkawinan, penduduk setempat memiliki tata cara tersendiri di dalam menyelenggarakan suatu upacara adat. Tata
cara di sini sebenarnya bentuk adat kebiasaan yang berkembang tapi dalam pelaksanaannya sebagian besar upacara adat istiadat yang ada tidak terlepas dari
aturan-aturan yang berlaku kultur Lampung. Jadi jelaslah bahwa di lingkungan
masyarakat Lampung, acara adatnya memberlakukan hukum adat dan hukum agama. Kedua aturan itu saling kait- mengait satu sama lain, dimana terdapat upacara adat, di
situ pulalah Islam dijalankan. Dalam hal menyelenggarakan suatu acara adat, sebuah keluarga sebagai pihak
penyelenggara tidak terlepas dari sumbangsih sanak saudara, warga sekitarnya tetangga maupun masyarakat lainnya. Sebab seorang individukeluarga didalam
hidup bermasyarakat pada hakekatnya berinteraksi dengan kelompoknya. Apalagi untuk melaksanakan upacara adat seperti ini, pasti ada pihak lain yang mengambil
bagian guna memeriahkan suatu acara adat. Untuk membuat acara adat, pihak penyelenggara pastilah mempunyai
perencanaan. Rencana dimaksud yaitu langkah-langkah yang perlu di ambil sebelum pelaksanaannya. Sebuah planning sangat perlu agar apa yang direncanakan berjalan
49
sesuai dengan harapan. Biasanya rencana ini ditentukan oleh tuan rumah maupun kesepakatan keluarga melalui rembukan.
Pada prinsipnya upacara-upacara adat pribumi Lampung memiliki dasar- dasar. Dasar pelaksanaannya bisa dilihat di setiap akan, sedang dan sesudah
penyelenggaraan. Mulai dari tahap rencana, ajakan mengundang, hariwaktu, tempat, sampai aktivitas setelah acara adat. Pelaksanaan tersebut secara sistematis
pula dilakukan. Sebab sudah mengadat serta telah menjadi kebiasaan. Dari penyelenggaraan ini terbagi lagi menjadi beberapa bagian penting. Setiap mata acara
punya bentuk yang tentu saja bercirikan khas suatu upacara adat. Dalam menyelenggarakan sebuah upacara adat, jelas sekali tampak azas
kebersamaan seorang individu dengan individu, individu dengan kelompok ataupun kelompok dengan komuniti lain. Kebersamaan itu tak lain untuk satu tujuan yaitu
melaksanakan upacara adat. Jika meninjaunya dari aspek budaya setempat, hal tersebut sudah jadi bagian tak terpisahkan. Mengingat suatu upacara adat akan
terlaksana serta berjalan sesuai harapan apabila ada dukungan pihak lain. Dalam prinsip hidup masyarakat Lampung, hal ini dinamakan Sakai
Sambaian yaitu termasuk diantaranya tolong menolong, bahu membahu serta saling
memberikan sesuatu kepada pihak lain yang memerlukan. Kenyataan itu tidak terbatas pada segala sesuatu yang sifatnya materi saja tapi juga dalam arti moral
termasuk sumbangan tenaga, fikiran dan lain-lain.
50
Untuk mewujudkan jenjang perkawinan dapat ditempuh dalam dua cara, yaitu cara berlarian sebambangan yang dilakukan bujang-gadis sendiri dan cara
pelamaran orang tua cakak sai tuha yang dilakukan oleh kerabat pihak pria kepada kerabat pihak wanita di rumah orang tua wanita.
Perkawinan yang ideal di kalangan orang lampung adalah pria kawin dengan wanita anak saudara wanita ayah bibik, keminan yang disebut ngakuk menulung
atau dengan anak saudara wanita ibu ngakuk kenubi perkawinan yang tidak disukai adalah pria dan wanita anak saudara laki-laki ibu ngakuk kelana atau dengan anak
wanita saudara laki-lakinya ngakuk baiwari atau juga dengan anak dari saudara pria nenek dari ayah ngakuk lebu. Lebih-lebih tidak disukai kawin dengan suku lain
ulun lowah atau orang asing. Apalagi berlainan agama sumang agamou.
42
Tetapi di masa sekarang hal demikian itu sudah tidak dihiraukan generasi muda, sehingga sudah banyak priawanita Lampung yang melakukan kawin campur
antar suku asal saja sama-sama beragama Islambersedia masuk Islam dan bersedia diangkat menjadi anak angkat dan masuk warga adat Lampung.
Jika dari suatu ikatan perkawinan tidak mendapatkan keturunan sama sekali, maka untuk menjadi penerus keturunan ayah, dapat diangkat anak tertua dari adik
laki-laki atau anak kedua dari kakak laki-laki untuk menegakkan tegak tegi keturunan yang putus maupus. Jika tidak ada anak-anak saudara yang bersedia
diangkat dapat mengangkat orang lain yang bukan anggota kerabat, asal saja disahkan
42
Hasbullah Ismail, Wawancara Pribadi, 2009
51
di hadapan kerabat dan prowitan adat. Tetapi jika hanya mempunyai anak wanita, maka anak itu dikawinkan dengan saudara misalnya yang laki-laki anak wanita itu
dijadikan kedudukan laki-laki dan melakukan perkawinan semanda ambil suami ngakuk ragah. Dengan begitu maka anak laki-laki dari perkawinan mereka kelak
akan menggatikan kedudukan kakeknya sebagai waris mayorat sehingga keturunan keluarga tersebut tidak putus mak mupus.
Mengenai sistem kekerabatan masyarakat asli Pulau Legundi memperhitungkan garis keturunannya melalui kekerabatan Patrilineal. Kelompok
kekerabatan ini didasarkan pada sistem kekerabatan masyarakat Lampung umumnya. Kekerabatan patrilineal yakni menghitung garis keturunan sealiran darah melalui satu
ayah, satu kakek atau satu nenek moyang laki-laki. Biasanya anak lelaki tertua dari keturunan yang lebih tua dapat memimpin serta bertanggungjawab terhadap anggota
kerabatnya. Perhatian mereka terhadap silsilah asalnya sampai lebih dari lima generasi ke atas dan garis hubungan kekerabatan menunjukkan kepada buai asalnya.
Format kekerabatan ini bergaris sebelah sesuai dengan garis keturunan laki-laki yang menjadi dasar sebuah kerabat.
Dalam memperhitungkan garis keturunannya, keluarga suku asli masyarakat Pulau Legundi mengenal pula adanya saudara sekandung, anak dari saudara ayah-ibu,
anak saudara kandung dan seterusnya. Untuk membuktikan kesatuan tersebut secara formatif mereka telah mempunyai susunan kekerabatan tersendiri yang berasal dari
52
kakek-nenek terdahulu. Demikian pula dengan bapak dari ayah dalam suatu keluarga
inti pasti memiliki kedudukan yang sama pentingnya bagi seorang individu.
Tiap-tiap kelompok keluarga batih dalam lingkungan kerabat akan mempunyai kakek dan nenek yang ditengah garis keturunan mendasari tahap
perkembangan suatu kekerabatan. Kedua kakek-nenek itu merupakan dasar keturunan bagi “saya”, saudara kandung dan anak dari saudara kandung maupun segaris
keturunan lainnya. Dalam hubungan kekerabatan, bentuk jalinan keluarga yang rapat adalah
keluarga batih; yang didalamnya terdiri dari suami, istri serta anak. Didalam rumah tangga keluarga batih ini sering pula terdapat anggota-anggota keluarga lain sekerabat
seperti misalnya: ayahibu mertua, kakeknenek, saudara, keponakan dan sebagainya. Hal ini bisa saja terjadi dalam suatu keluarga pada masyarakat pribumi Pulau
Legundi. Karena tidak menutup kemungkinan anggota-anggota tadi secara sadar maupun tidak menggabungkan diri diantara satu kerabat atau sebaliknya.
Keluarga batih Pulau Legundi memiliki sifat yang beragam. Ada yang telah mandiri serta memisahkan diri dengan orangtuanya kakek-nenek dari anak mereka
tapi ada pula yang masih tinggal bersama dengan orang tuamertua bahkan sebaliknya. Dalam hidup berkeluarga, orang tuamertua dari keluarga batih banyak
pula yang di urus oleh anak setelah anaknya berumah tangga. Berarti kaitan ini, keluarga batih maupun batih terdahulu adalah bagian dari keturunan.
53
Untuk penamaan kekerabatannya, masyarakat pribumi Pulau Legundi mempunyai istilah nama sebutan bagi garis keturunannya. Peristilahan tersebut di
sebut menurut bahasa daerah setempat, misalnya: kakek datuk, nenek atutamong, bapak Baayah, ibu emaibu, saudara kandung laki-lakiperempuan sulung
kanjeng, paman ayahbuya, bibi binda, anak pamanbibi kyai.
43
Memperhitungkan garis keturunan, kelompok kekerabatan dekat di lingkungan masyarakat Pulau Legundi, terutama yang ada hubungannya dengan
keluarga batih adalah prinsip keturunan kelompok famili atau kekerabatan kindred. Kekerabatan ini didalamnya mencakup kakek-nenek, paman-bibi, saudara sepupuh,
termasuk pula keponakan-keponakan. Dalam kerabat keluarga inti family tersebut termasuk kelompok keluarga luas yang masih segaris keturunan atau sealiran darah.
Di kehidupan keluarga penduduk pribumi Lampung, dikenal pula bentuk jalinan kekeluargaan yang di sebut dengan istilah saudara angkat. Selain saudara atau
kerabat yang masih sealiran darah, stam asli ada juga yang membentuk jalinan keluarga baru dengan mengangkat tali persaudaraan. Pengakuan saudara dalam adat
istiadat dilakukan dengan ritual adat setempat. Sistem kekerabatan pengangkatan saudara ini biasanya diawali dari seorang individu Lampung yang mengangkat
saudara individu dari dalam maupun luar suku atau sebaliknya. Pengukuhan tali persaudaraan dilaksanakan dengan acara adat begawi. Orang yang diangkat saudara
tersebut dianugrahi gelar adat Lampung. Dengan demikian dia memiliki nama
43
Hasbullah Ismail, Wawancara Pribadi, 2009
54
ataupun gelar adat didalam keluarga itu. Adanya pengangkatan saudara ini tentu saja menambah pertalian kekerabatan antara kedua belah pihak dan yang diangkat saudara
telah dianggap bagian dari keluarga. Dalam kehidupan sehari-hari, keluarga masyarakat pribumi Pulau Legundi
masih tetap memegang teguh istilah nama panggilangelar, baik di dalam lingkungan kerabat maupun klan. Istilah nama panggilangelar di maksud yakni sebutan bagi
mereka yang masih segaris keturunan maupun antar klan, seperti misalnya ada sebutan Kanjeng, Kyai, Ratu dan sebagainya.
44
Panggilan ini tidak lain merupakan wujud dari bertata krama atau bersopan santun antar sesama. Dengan istilah itu pula
akan ada tingkatan antara yang muda dan yang dituakan maupun sebaliknya. Prinsip dalam kehidupan sehari-hari semacam ini di sebut Nemui Nyimah, yang berarti
bermurah hati, ramah tamah terhadap semua orang baik terhadap orang dalam satu klan maupun di luar klan dan juga bagi siapa saja yang berhubungan dengan mereka.
Di tengah lingkungan masyarakatpun tata krama tetap ada. Tata krama semacam itu dapat diungkapkan dengan sikap, bersantun maupun dengan menyebut
nama panggilangelar seseorang. Saling hormat menghormati berdasarkan panggilangelar untuk menyebut istilah nama merupakan tuntunan yang sudah
menjadi kebiasaan. Penyebutan istilah nama panggilangelar itu selain berlaku bagi sekerabat, juga dipergunakan pula untuk orang lain di luar kekerabatan.
44
Ibid
55
Masih teguhnya jalinan sosial di lingkungan masyarakat pribumi Pulau Legundi terutama dalam hal penyebutanperistilahan nama tercermin dari masih
adanya penamaan bagi seorang individu. Hal ini bukan hanya berlaku terhadap kerabat dekat saja tapi juga diperuntukkan bagi orang lain karena faktor usiagelar
yang di pakai. Biasanya sebutan istilah namapanggilan tersebut dipergunakan untuk menyapa maupun menyebut orang di maksud, baik saat bertatap muka langsung
maupun jauh dari orangnya
.
45
B. Pelaksanaan Walimah dan Prosesi Arak Pengantin Sebelum Akad Nikah Di Desa Pulau Legundi