Analisis Hukum Pernikahan Dini Di Desa Cikurutug Kecamatan

49 sebagaimana yang telah diatur oleh peraturan perundang-undangan yang berlaku.

2. Sebab Akibat Terjadinya Kasus

Masalah pernikahan di usia muda atau dini, memang sudah lama menjadi fenomena atau tradisi di kalangan masyarakat Desa Cikurutug Kecamatan Cikreunghas Kabupaten Sukabumi. Salah satu kebiasaan dalam masyarkat Desa Cikurutug Kecamatan Cireunghas Kabupaten Sukabumi pada umumnya di masa silam, yaitu menikahkan anak-anaknya di saat usia anak-anaknya masih dibawah umur, kejadian ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: a. Sudah menjadi tradisi bagi orangtua untuk menikahkan anak-anaknya pada usia dini; Menurut hasil penelitian penulis, di Desa Cikurutug menikahkan anak-anaknya di bawah umur sudah menjadi tradisi bagi warga setempat. Hal ini dikarenakan, ada beberapa faktor yang orangtua tersebut menikahkan anak-anaknya di usia dini salah satunya: a Faktor Ketakutan atau faktor tradisi; b Faktor Pendidikan; c Faktor Ekonomi; b. Lemahnya perekonomian warga Desa Cikurutug dan menjadi ketakutan bagi orangtua tidak bisa menafkahi anak-anaknya; Di Desa Cikurutug tingkat perekonomian mereka sangatlah minim, walaupun terdapat home industri, sawah lading yang luas dan 50 tempat perkebunan. Hal ini tidak bisa mengangkat perekonomian warga Desa Cikurutug. Dan ini disebabkan karena kurangnya pendidikan, menurut hasil penelitian penulis dilapangan warga Desa Cikurutug hanya mengenyam pendidikan sampai SLTP lihat di tabel. Hasil ini didapat dari hasil pendataan dari Pemerintah Desa Cikurutug. c. Kurangnya penyuluhan dari pemerintah setempat tentang dampak negatif pernikahan dini dan kurang pahamnya masyarakat tentang pencatatan pernikahan: Menurut hasil penelitian penulis di lapangan dan hasil wawancara dengan pejabat Desa, dijelaskan bahwa terjadinya pernikahan dini di Desa mereka salah satunya kurang penyuluhan dari pemerintah setempat, ini di mungkinkan jarak antara pemukiman Desa ke kantor pemerintahan dalam hal ini Kabupaten sangatlah jauh. Menurut data yang diporeh lihat di tabel, apabila warga ingin melakukan pengurusan harus menempuh jarak 1-4 jam perjalanan. Dan ini dipertegas dari hasil wawancara kepada pejabat Desa.bila dibandingkan dengan masyarakat di Kota sukabumi masyarakat di Kota sukabumi lebih mengerti tentang maanfaat pencatatan pernikahan terbuki adanya putusan dispensasi pernikahan usia dini di Kota sukabumi bisa dilihat di lampiran artinya masyarakat Desa Cikurutg kurang paham tentang pentingnya pencatatan pernikahan. 51

3. Analisa Kasus

Kadang-kadang kita menjumpai pola perilaku masyarakat yang dianggap kurang serasi dengan tujuan pembangunan masyarakat Indonesia khususnya di Desa Cikurutug. Sebagai contoh, masih dijumpai sekelompok warga masyarakat di daerah pedesaan tertentu seperti di Desa Cikurutug yang berada di Kabupaten Sukabumi masih memegang erat tradisi menikahkan anaknya yang masih di bawah umur 16 tahun. Selintas tampaknya tradisi tersebut tidak terlalu menyimpang dari ajaran mereka yang mereka anut, karena pemahaman masyarakat Desa Cikurutug memaknai dewasa dengan aqil baligh, bagi kelompok masyarakat Desa Cikurutug seringkali tidak semata-mata hanya dilihat dari segi usianya. Bahkan terkadang masyarakat di Desa tersebut terkesan masih agak kurang peduli dengan usia anak-anaknya. Batas dewasa aqil baligh dalam pengertian mereka seringkali diukur oleh penampilan fisik mereka, apabila dilihat bentuk tumbuh yang besar dan bisa membantu keluarga dalam masalah pekerjaan, maka mereka beranggapan sudah mampu untuk melangsungkan pernikahan. Biasanya di kalangan masyarakat Desa Cikurutug tersebut ketika terjadi pernikahan di usia muda tidak langsung di catatkan ke Kantor Urusan Agama KUA, sehingga dalam masyarakat Desa Cikurutug pernikahan seperti itu banyak dikenal dengan istilah kawi sirri. Namun pernikahan semacam itu sudah dianggap sah menurut hukum Islam, akan tetapi belum dianggap sah menurut Undang-Undang, karena yang dianggap sah suatu pernikahan dalam Undang-Undang pernikhan 52 adalah yang sah menurut Agama dan sah menurut Undang-Undang dan di catat di KUA. Akan tetapi ketika pasangan suami istri yang menikah di usia media tersebut sudah dewasa dan memenuhi kriteria umur yang telah ditentukan oleh Undang-Undang pernikahan, yakni sudah berumur 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki akan dilakukan lagi penyempurnaan akad nikah yang kemudian akan diajukan kepada pihak yang berwajib yaitu KUA, agar pernikahan tersebut sah menurut Undang- Undang pernikahan di samping sah menurut hukum Islam. Untuk mengubah pola perilaku masyarakat pedesaan seperti itu memang tidak mudah, akan tetapi bukan berarti tidak harus diupayakan penangananya. Perangkat kaidah hukum sebagai alat sarana kiranya dapat menjadi salah satu penunjang metode perubahan perilaku hukum masyarakat tersebut. Antara lain dilakukan melalui penyuluhan hukum yang frekuensi serta metode pendekatannya disesuaikan dengan tingkat penalaran individu anggota kelompoknya. Tradisi para warga Desa Cikurutug yang mayoritas memiliki pekerjaan sebagai petani dan buruh untuk menikahkan anak-anak gadis mereka ketika masih di bawah umur memang patut mendapat perhatian untuk dijadikan sasaran perbaikan. Hal tersebut dipandang penting mengingat dari masalah tersebut sesungguhnya terkait aspek. Misalnya: aspek kependudukan KB dan lingkungan hidup, aspek permukiman serta sanitasi kependudukan, aspek tersedianya lapangan pekerjaan bagi generasi baru, dan yang tidak kalah pentingnya adalah aspek kepatuhan 53 dan ketaatan warga masyarakat akan berbagai hukum yang memagari pola prilaku mereka sehari-hari. Baik peraturan itu berasal dari penguasa maupun yang berasal dari adat kebiasaan yang turun menurun di dalam lingkungannya. Upaya hukum dalam membantu mancari jalan keluarnya dari masalah di atas sesungguhnya telah dilakukan melalui perangkat kaidah yang tertuang dalam UU Pernikahan No. 1 tahun 1974. Secara sosial kemasyarkatan, makna keluarga dalam ikatan pernikahan merupakan bentuk pergaulan hidup manusia golongan primer. Objek dari hubungan pergaulan tersebut adalah pribadi manusianya. Oleh karena itu manusia dalam kaitan ini bukan sebagai sarana atau alat, melainkan sebagai tujuan dari pergaulan hidup manusia. Untuk itu faktor manusia dalam hubungan pernikahan sungguh merupakan faktor yang paling penting. Oleh karenanya kesiapan mental maupun fisik bagi pelaku pernikahan harus benar-benar dipersiapkan secara matang. Tradisi menikahkan anak di bawah umur pada keluarga petani pedesaan tentu saja tidak lepas dari rangkaian tatnan kehidupan mereka yang telah mengakar kuat. Mereka sangat memerlukan anggota keluarga penunjang proses pengolahan lahan perkebunan, dan lahan sebagai pedagang, dan satu-satunya alternatif yang dapat mereka pilih adalah menikahkan anak-anak mereka kendati pun masih di bawah umur. Mengapa pola berpikir mereka demikian sederhana? Keadaan itu tentunya tidak lepas dari kondisi yang membentuk pola kehidupan mereka yang 54 diwarisi secara turun menurun, yang memandang proses kehidupan itu tidal lebih dari sesuatu yang bersifat rutinitas. Terlepas dari asumsi tersebut beralasan atau tidak, yang jelas keadaan tersebut hingga kini masih berlangsung. Ditambah pula dengan lajunya proses industrialisasi di Indonesia yang berakibat tumbuh pesatnya perekonomian masyarakat di satu pihak, namun tidak dapat dipungkiri bahwa para petani dan pedagang pedesaan masih agak sulit untuk mampu menjangkau peluang lain dari adanya proses industrialisasi.

B. Perbandingan Dengan Analisa Menurut Hukum Islam Dengan Hukum

Perkawinan Di Indonesia. Ayat-ayat Al-Quran yang mengatur hal ihwal perkawinan itu ada sekitar 85 ayat di antara lebih dari 6000 ayat yang tersebar dalam sekitar 22 surat dari 114 surat dalam Al-Quran. Keseluruhan ayat Al-Quran tentang munakahat tersebut disepakati keberadaan thubut nya sebagai firman Allah atau disebut juga dengan Qathiy al-tsubut. 51 Sedangkan yang dimaksud dengan Undang-Undang Perkawinan dalam bahasan ini ialah segala sesuatu dalam bentuk aturan yang dapt dan dijadikan petunjuk oleh umat Islam dalam hal perkawinan dan dijadikan pedoman hakim di lembaga peradilan agama dalam memerikasa dan meutuskan perkara perkawinan, baik secara resmi dinyatakan sebagai peraturan perundang- undangan negara atau tidak. 52 51 Dr. Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia,Jakarta: Kencana, 2006, Ed. I, Cet. 1, h. 6. 52 Ibid., h. 20. 55 Dalam pengertian UU perkawinan dalam bahasan ini aturan atau ketentuan yang secara efektif telah dijadikan oleh hakim di Pengadilan Agama sebagai pedoman yang harus diikuti dalam penyelesaian perkara perkawinan, yaitu Kompilasi Hukum Islam di Indonesia yang penyebarluasannya dilakukan melalui Instruksi Presiden RI No. 1 Tahun 1991 tentang Kompilasi hukum Islam. 53 KHI itu lahir dengan beberapa pertimbangan, antara lain bahwa: Pertama; sebelum lahirnya UU Perkawinan umat Islam di Indonesia telah diatur oleh hukum agamanya,baik sebelum kemerdekaan RI atau sesudahnya. Hukum agama yang dimaksud di sini adalah fiqh munakahat, yang kalau dilihat dari materinya berasal dari mazhab Syafiiy dalam keseluruhan amaliah agamanya. 54 Kedua: dengan telah keluarnya UU Perkawinan, maka UU Perkawinan itu dinyatakan berlaku untuk warga negara Indonesia, yang sebagian besar adalah beragama Islam. Dengan keluarnya UU Perkawinan itu, maka berdasarkan pasal 66, materi fiqh munakahat sejauh yang telah diatur dalam UU Perkawinan itu dinyatakan tidak berlaku lagi. Dengan demikian, semenjak waktu itu fiqh munakahat tidak berlaku lagi sebagai hukum positif. Namun, pasal 66 itu juga mengandung arti bahwa materi fiqh munakahat yang belum diatur oleh UU Perkawinan dinyatakan masih berlaku. Masih banyak materi 53 Ibid., h. 21. 54 Ibid., h. 21.

Dokumen yang terkait

Analisis Karyawan Tetap (Studi Kasus Di: PT. Mujur Timber Di Desa Poriaha Kec. Tapian Nauli Kab. Tapanuli Tengah)

1 31 101

Peranserta Masyarakat dalam Pembangunan Desa (Studi Kasus di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat)

0 3 87

Pengembangan Masyarakat Sebagai Pendekatan Pengembangan Wilayah Perdesaan. (Studi Kasus pada Industri Geothermal di Kecamatan Kabandungan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat)

0 48 410

Perubahan Pola Interaksi Masyarakat Dengan Hutan di Desa Cipeuteuy, Kecamatan Kabandungan, Kabupaten Sukabumi, Provinsi Jawa Barat

1 11 167

Kepemimpinan Adat Dalam Kepatuhan Masyarakat Pada Norma Adat (Studi Kasus Di Kasepuhan SRI Desa Sirnaresmi Kecamatan Cisolok Kabupaten Sukabumi Jawa Barat).

8 67 147

PANTANGAN PERNIKAHAN ADAT JAWA DALAM PERSPEKTIF TOKOH MASYARAKAT Pantangan Pernikahan Adat Jawa dalam Perspektif Tokoh Masyarakat (Studi Kasus Desa Ketangirejo Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan).

0 2 16

PANTANGAN PERNIKAHAN ADAT JAWA DALAM PERSPEKTIF TOKOH MASYARAKAT Pantangan Pernikahan Adat Jawa dalam Perspektif Tokoh Masyarakat (Studi Kasus Desa Ketangirejo Kecamatan Godong Kabupaten Grobogan).

0 1 13

FENOMENA PERNIKAHAN USIA DINI DALAM KONTEKS HIMPITAN EKONOMI: Studi Kasus di Desa Wanakerta Kecamatan Cibatu Kabupaten Garut.

2 8 46

PANDANGAN MASYARAKAT ISLAM TERHADAP PERNIKAHAN USIA DINI DI KECAMATAN SINJAI TENGAH (STUDI KASUS TAHUN 2013-2015)

0 1 88

RITUAL SAWER DALAM PERNIKAHAN ADAT SUNDA (STUDI KASUS DI KECAMATAN CICURUG, KABUPATEN SUKABUMI, JAWA BARAT)

0 0 117